Matahari pagi menyapa saat Evan memarkirkan mobilnya di halaman rumah Anin. Evan sengaja langsung menuju kesana karena dia membawa serta seorang wanita. Hari ini Jum'at, jadi Anin tidak pergi mengajar karena libur.
"Anin ada didalam rumah itu, masuklah!" titah Evan.
"Mas Evan gak masuk?"
"Saya disini dulu," jawabnya.
"Assalamualaikum ...."
"Wa'alaikumsalam ...." terdengar jawaban dari dalam.
"Meysha!" pekik Anin sambil menghamburkan diri pada sahabatnya itu.
"Anin!" sahut Meysha tak mau kalah.
Mereka berpelukan dengan erat dan saling melepaskan rindu, sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu.
"Papa!" seru Albana yang sudah keluar dari rumah dan langsung berlarian ke arah Evan.
"Itu anak kamu?" tanya Meysha saat melihat Albanna.
"Iya," jawab A
Setelah berkendara cukup lama, melewati rute naik-turun serta berkelok-kelok, akhirnya mereka sampai juga ditempat tujuan. Udara segar dan dingin menyapa mereka saat menjejakkan kaki di tempat itu.Indahnya alam dataran tinggi, sejuknya udara gunung, segarnya aliran air, serta deburan suara air terjun Curug Sewu yang khas akan membuat nyaman hati dan pikiran siapa saja yang berada disana.Evan akan membawa Albanna ke taman bermain anak-anak yang tersedia disana. Memainkan permainan yang ada disana, menaiki kereta mini, kemudian akan mengajaknya berenang, itu yang sudah Evan rencanakan."Jagain tuh anak orang nanti hilang," titah Evan pada Fajar karena melihat Meysha sudah excited melihat pemandangan, sibuk berfoto dan bergerak kesana-kemari semaunya dia."Ogah!" tolak Fajar."Ya udah! kalau hilang, kita sendiri yang akan repot saat pulang nanti," sahut Evan.
Waktu terus berlalu, tak terasa bangunan yang dalam pengawasan Evan tinggal finishing, mengecat dan lain-lain. Evan sudah tidak diperlukan lagi disitu, dia sudah sangat bahagia mengukir kenangannya bersama Albanna.Siang itu dia tengah duduk di ruang tamu rumah Anin bersama Anin dan Meysha."Aku akan meninggalkan kalian berdua," kata Meysha."Tidak perlu Mey. Kamu tetap disini bersama kami," ucap Evan pelan."Aku juga ingin berbicara denganmu," lanjutnya.Meysha akhirnya menurut dan tetap duduk menemani mereka."Anin, untuk kesekian kalinya aku minta maaf sudah melukai hati, harga dirimu dan membuatmu menderita di masa lalu dan sekarang. Aku berharap kamu bisa melupakannya dan membuka lembaran baru lagi. Aku yakin kamu bisa memilih ayah yang terbaik buat Albanna. Nanti sore aku akan kembali ke Jakarta." Evan mengungkapkan semua yang ingin dia katakan sekaligus dalam sekali bicara.Anin terdiam mendengar perkataan manta
"Bunda, kenapa Abi fajar tidak tinggal dengan kita? Abi-nya Zahra tinggal dengan uminya," tanya Albanna pada Anin saat mereka tengah asyik bermain bertiga di ruang tamu.Meysha langsung menatap kearah Anin, ingin tahu jawaban apa yang akan di berikan sahabatnya itu."Karena Abi Fajar bukan suami bunda, jadi kita tidak boleh bersama. Abi Fajar hanya suka di panggil oleh Abi oleh Albanna, bukan ayah Albanna sebenarnya seperti abi-nya Zahra," tutur Anin menjelaskan."Terus ayah Al sebenarnya siapa? suami bunda mana?" tanya bocah itu lagi.Anin menatap ke arah Meysha dan Meysha hanya menjawab dengan menghendikkan bahunya."Albana ingat papa Evan? dia ayah kamu," jawab Anin singkat."Kenapa papa pergi, Al dan bunda tidak diajak?""Sini ...." Anin merentangkan tangannya dan meminta Albanna mendekatinya.Bocah itu menurut dan masuk dalam dekapan sang bunda
Evan tampak sedang mengintrogasi seseorang di ruang kerjanya. Begitu banyak hal yang ingin dia lakukan hingga dia binggung hendak melakukan apa dulu."Bukankah dua tahun lalu kamu sudah menemukan Anin dan anaknya, kenapa tidak bilang padaku atau papa, Ghiban?" tanya Evan mengintimidasi.Ghibran, asisten papanya itu terlihat kaget dan tidak percaya."Kenapa kaget? kamu pikir kebohonganmu itu akan tersembunyi selamanya," ucap Evan lagi."Maafkan saya pak, saya terpaksa melakukannya. Selain itu, saya juga tidak melihat mbak Anin bersama seorang anak, saya pikir dia kehilangan anaknya ataupun menitipkannya disuatu tempat.""Terpaksa bagaimana? tugas kamu adalah memberitahukan semua yang kamu ketahui terkait dengan pekerjaan yang diberikan padamu, bukan malah menyembunyikannya.""Mbak Anin mengancam akan mengakhiri hidupnya jika saya memberitahukan ke
Mobil Evan berjalan menembus padatnya kota Jakarta terus bergerak menuju Jawa Barat. Evan membiarkan mobilnya disetir oleh Yusuf."Kenapa jauh sekali harus ke Jawa Barat," tanya Evan dengan gelisah.Ini akan memakan waktu lama, apa besok dia bisa dengan cepat kembali ke Jakarta."Saya mencari orang yang benar-benar hati-hati dalam menentukan sesuatu pak, bapak pasti tidak akan mudah percaya begitu saja kan dengan saya," tutur Yusuf memberikan alasan."Aakkkh! kenapa baru sekarang kau datang!""Maafkan saya pak,"Harusnya Evan tidak menyalahkan pria ini, dialah sendiri yang bersalah. Bukannya mencari tahu malah asyik meratapi nasibnya sendiri. Perkataan Fajar padanya kala itu kembali terngiang-ngiang. "Kau ulangi lagi kesalahan yang sama, jangan pernah menyesalinya!" Evan menarik nafas dalam-dalam dan mengacak-
Setelah menelpon Fajar, Evan malah tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya menjadi semakin kacau, di tatapnya benda bulat yang ada di dinding kamar itu, baru jam satu malam. Dia mendesah panjang.Pikirannya menerawang menyesali kesalahan demi kesalahan yang trus dia lakukan. Apakah Anin pada akhirnya akan menjadi istri temannya? Semakin lama, matanya semakin berat dan akhirnya terpejam."Papa, ajak kami tinggal bersamamu," pinta Albanna."Papa ... Papa ...." panggilan itu terus bergema."Albanna ...." Evan terbangun sambil menyebut nama putranya.Dilihatnya lagi jam dinding yang ada di kamar itu, sebentar lagi sudah memasuki waktu subuh. Evan bergegas ke kamar mandi dan membersihkan diri, kemudian berganti dengan baju kurta dan kain sarung yang dipinjamkan oleh Yusuf.Selain itu semalam sebelum tidur, Yusuf juga meminjaminya baju kaos dan trainin
Evan kaget dan tidak percaya. Tadi saat ijab qobul, Evan melihat dari jauh pengantin wanita menggunakan baju berwarna putih dan kepalanya dihiasi bunga melati. Apa secepat itu Anin berganti pakaian?Pandangan Evan segera menyisir karangan bunga yang berjejer jauh di pintu masuk menuju tempat resepsi yang sejak tadi dia abaikan.HAPPY WEDDINGMalik Fajar & MeyshaJelas tertulis disana nama mempelai pengantin laki-laki dan wanita. "Fajar dan Meysha, mereka yang menikah? bukan Fajar dan Anin?" batin Evan.Ingin rasanya dia menghampiri anak dan mantan istrinya itu kemudian memeluknya."Al mau tinggal disini sama papa," celoteh Albanna.Kali ini barulah Anin menatap kearah Evan denga
Lantunan ayat suci Alquran mengalun merdu bergema dikamar sebuah hotel. Nampak wanita berbalut mukenah sedang membaca hafalannya dihadapan seorang laki-laki. "Shadaqallahul-'adzim' " ucap wanita itu mengakhiri murajaahnya. "Bagaimana?" tanyanya. "Mumtaz," jawab laki-laki didepannya sambil mencium keningnya. "Tapi cuma juz tiga puluh, jauh banget sama hafalan kamu mas," ucapnya sambil meringis memperlihatkan barisan giginya yang putih. "Itu sudah bagus, memangnya kamu gak ingat saat belajar membenarkan makhrijul huruf di TPQ sambil menjaga Albanna disana? Sekarang sudah benar makhrijul huruf dan hafal juz tiga puluh, bukannya itu sudah bagus?" tanya Fajar, laki-laki yang tadi pagi menikahinya. "Tunggu, kamu tahu aku belajar ngaji bareng Albanna? Kamu ngintilin aku mas?" "Jangan GR, aku cuma sedang mencari Albanna dan ternyata kamu ada disana. Ngapain aku ngintilin kamu, emang aku gak ada kerjaan apa?"
"Kenapa kita harus merayakan hari itu mas, kenapa kamu melakukan hal yang membuatmu bersedih?" tanya Anin sambil menyisir rambut Evan dengan jari-jari tangannya. "Aku melakukannya untuk menghargai apa yang aku miliki sekarang," jawab Evan. "Aku harus selalu mengingat apa yang aku lakukan dulu kepadamu membuat penderita untukku sendiri, sehingga dimasa depan aku harus selalu berhati-hati dalam bertindak.""Kamu tahu, saat aku tahu kejadian yang sebenarnya menyimpan hatiku sangat hancur dan merasa bersalah. Ditambah lagi aku tahu jika kamu hamil dan pergi bersama calon bayi kita, kamu tidak mencariku dan meminta aku bertanggung jawab atas anak itu, tapi malah pergi tanpa jejak. Bertahun-tahun lamanya aku tidak bisa menemukanmu. Malah kita tidak sengaja bertemu saat Fajar memintaku membangun gedung di desa itu."Mata Evan menerawang mengenang masa itu, masa terberat dalam hidupnya. "Apa kamu mencari kami?" tanya Anin. Tangannya masih terus membelai rambut suaminya. "Tentu, dan saat a
"Tanggal berapa ini mas? mana ada kita menikah tanggal ini?" tanya Anin. "Sudah pokoknya kita makan saja dahulu, nanti baru kita bahas masalah itu." Evan berkata sambil membimbing istrinya duduk di kursi dan mengajaknya menikmati makanan. Anin mendesah panjang dan mengikuti perkataan suaminya, toh dia juga sudah lapar. "Eh tapi kita belum mandi loh mas," ucap Anin. Dia ingat kalau mereka baru saja pulang dan bahkan belum membersihkan diri. "Mau mandi bersama dulu?" tanya Evan menggoda. "Isshh kamu ini! aku mau mandi dulu baru makan biar segar dan makannya enak." Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Anin bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kamarnya untuk mandi dulu. Anin berpikir jika acara perayaan pernikahan itu hanya akal-akalan suaminya saja. Melihat istrinya pergi, akhirnya Evan juga memilih untuk mandi terlebih dahulu. Sepertinya makan setelah mandi lebih baik daripada seperti ini. Evan menunggui istrinya mandi sambil melihat-lihat layar ponselnya, kali ini dia ti
Di ruangannya, Evan sedang memberikan instruksi kepada sekertarisnya, Veronica. Dia ingin wanita itu melakukan sesuatu yang pribadi untuknya. Terakhir kali dia meminta untuk melakukan hal itu dan sukses, itu saat dirinya menyuruh Veronica menjemput Anin ke rumah dan mengatakan bahwa dirinya sakit dan dirawat di hotel. Semua berjalan dengan lancar, dan Anin datang begitu saja ke hotel tersebut."Pastikan semua berjalan lancar dan sempurna ya," pesan Evan sebelum sekretarisnya tersebut keluar ruangannya."Siap pak!" jawab Veronica. Setelah memastikan atasannya tidak memberikan instruksi lagi, wanita itu berpamitan ke luar dari ruangan bosnya. Evan tersenyum puas melihat segala sesuatu yang di persiapkan untuk memberikan kejutan kepada istrinya sudah hampir sempurna. Laki-laki itu meraih smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Segera dia menghubungi istrinya. "Sayang, hari ini pulang seperti biasa kan?" tanya Evan kepada Anin yang berada di ujung telpon."Iya mas, k
"Kopinya mas," ucap Meysha sambil meletakkan secangkir kopi dan sepiring gorengan di atas meja tempat dimana suaminya duduk.Fajar sedang duduk di ruang tamu sambil sibuk di depan laptopnya, pekerjaan sebagai dosen sebuah universitas membuatnya kadang harus menyelesaikan beberapa hal dirumahnya. "Terimakasih, Fattah sudah tidur?" tanya Fajar. "Sudah mas, gak lama masuk ke kamar langsung tidur dia," jawab Meysha. Wanita itu duduk disamping suaminya dan ikutan menatap ke arah layar datar yang tengah menyala menampilkan tampilan Microsoft powerpoint. Mungkin itu materi yang akan digunakan untuk mengajar besok."Sibuk mas, apa aku menganggumu jika aku duduk disini?" tanya Meysha. "Enggak kok, ini sudah selesai." Fajar berkata sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa dan merenggangkan otot-ototnya. "Lelah? sini aku pijitin."Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Meysha langsung memijit pundak Fajar. Laki-laki itu diam dan menikmati pijatan lembut dari istrinya. "Kamu tidak menyesal m
Mobil Evan memasuki pekarangan rumah baru Kevin dan Aaira dan berpapasan dengan sebuah mobil yang juga hendak keluar dari tempat itu. Tak lama berselang, mobil Fajar dan Meysha juga masuk ke halaman rumah yang cukup luas tersebut. "Itu tadi sepertinya mobil kakak," ucap Evan."Apa kita terlambat?" tanya Anin. "Harusnya tidak, kita datang di jam yang seperti di katakan oleh Kevin kok."Mereka berdua keluar dari mobil, Anin mengendong putrinya. Lalu kemudian memberikannya kepada Evan dan dia sendiri menuntun Albanna, lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh Fajar dan Meysha. Aaira langsung menyambut kedatangan mereka dan membawanya ke dalam, melewati ruang tamu yang cukup luas dan nyaman. Hingga akhirnya mereka sampai di bagian belakang rumah tersebut. Bagian belakang yang sangat luas, ada meja makan panjang berisi berbagai makanan yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Ruangan semi outdoor tersebut, sangat nyaman dan luas. Di bagian pinggir-pingg
Anin segera membukakan pintu untuk tamunya. Didepan pintu nampak dua orang dewasa dengan satu anak kecil di antara mereka."Maaf menganggu waktunya," ucap Tania."Ah enggak kok mam, silahkan masuk," sahut Anin sopan kemudian mempersilahkan tamunya masuk. Papa Kaira, atau suami Tania ikut masuk dengan membawa tentengan goodie bag di kedua tangannya. Anin sampai memandang tak percaya karena kedua tangan tamunya penuh dengan bawaan. Anin dan Evan mempersilahkan kedua tamunya duduk, sedangkan Kaira langsung akrab dengan Albanna dan bermain bersama dengan adiknya juga, meraka bermain di atas karpet yang sengaja di gelar untuk Albanna dan adiknya bermain. "Maaf kami menganggu waktu bersantai bunda," ucap Tania."Kami datang untuk berterima kasih dan berpamitan, berterima kasih karena bunda sudah menjaga putri kami dengan baik selama ini," lanjutnya."Itu sudah tugas kami mam," sahut Anin. "Lalu kami kesini juga mau berpamitan karena seperti yang bunda tahu jika kami akan berpindah ke lu
Evan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka yang terbuka. Dia tidak menyangka jika istrinya akan menggodanya terlebih dahulu. Ditatapnya wajah Anin yang memejamkan mata sambil memeluknya, menggunakan lengannya sebagai bantalnya. Evan tahu jika Anin belum tertidur, tapi dia enggan untuk membuat percakapan dengan istrinya. "Tadi Bella menemuiku di daycare," ucap Anin membuka suara. "Lalu?" tanya Evan. "Dia memperingatkan diriku untuk menjagamu, memperhatikanmu agar kamu tidak berpindah tangan ke wanita lain. Mungkin yang dia maksud wanita lain itu dirinya," ucap Anin menjelaskan. "Oh jadi karena hal ini kamu begitu manis hari ini?" ucap Evan dalam hati. Awalnya tadi dia ingin memberitahu jika Bella sudah menikah, dan pertemuannya tadi di pusat perbelanjaan untuk memperkenalkan suaminya sekaligus berpamitan dengannya. Bella bilang akan tinggal bersama suaminya di luar negeri. Tapi karena Anin begitu berubah karena kedatangan Bella, akhirnya Evan memutuskan untuk tidak
Anin segera membuka pintu apartemennya dan bergegas masuk kedalam. Saat hendak menuju kamarnya, Anin melihat pembantu rumah tangganya sedang merapikan kulkas. Nampak olehnya terdapat beberapa kantong belanjaan. Sepertinya suaminya sudah kembali dari berbelanja seperti perkiraannya. "Mas Evan dimana bik?" tanya Anin."Tadi setelah menemani nak Albanna tidur siang, bapak masuk kamar sepertinya."Anin segera masuk ke kamarnya, terlihat Evan tengah tertidur pulas di atas ranjang. Melihat suaminya masih tertidur, wanita itu pergi ke kamar mandi. Mencuci muka, membersihkan dirinya lalu berganti pakaian dengan baju rumahan. Setelah itu menyusul suaminya naik ke atas tempat tidur. Evan yang tertidur dengan posisi miring, membuat Anin memeluk tubuh suaminya dari belakang. Evan terbangun dan mengeliat merasakan ada seseorang memeluknya."Kamu sudah pulang?" tanya Evan saat menyadari tubuhnya dipeluk oleh istrinya. Lantas dia berbalik menghadap ke arah Anin."Sudah," jawab Anin singkat."Daycar
"Wooww ... Seorang Nevan Adiguna berbelanja kebutuhan rumah tangga sendirian? sungguh pemandangan yang tidak biasa," sapa seorang wanita dari arah belakang Evan. Secara refleks Evan membalikkan badannya menghadap ke arah suara yang menyapanya barusan. "Bella ...." gumamnya."Apa kamu sudah beralih profesi menjadi bapak rumah tangga?" ejek Bella lagi. "Tidak sopan!" sahut Evan. Bella tertawa melihat Evan tidak suka di ejek olehnya. "Hai jagoan? apa dia papamu?" tanya Bella pada Albanna yang sedang berdiri di samping Evan. "Iya Tante," jawab Albanna sambil tersenyum. "Siapa namamu?" tanya Bella lagi. "Albanna," sahut Albanna."Anak yang manis," ucap Bella sambil mencubit pipi Albanna dengan gemas. "Jangan cubit-cubit tante, Albanna sudah besar!" seru Albanna tidak suka."Wow ... Kamu galak seperti papamu," goda Bella lagi. Kali ini tangannya mengacak-acak rambut bocah itu.Ini adalah kali pertama Bella bertemu dengan putra pertama Evan, jadi wajar saja jika dia bahkan tidak tah