Fajar memeluk dengan erat pinggang istrinya sambil menciumi rambutnya yang sudah terbuka tanpa hijab.
"Mas, apa tidak apa-apa jika kita melakukan ini?" tanya Meysha pada sang suami.
"Tidak apa-apa, aku akan melakukannya dengan perlahan. Mana mungkin aku akan menyakiti calon buah hati kita," sahut Fajar.
Dikecupnya kening Meysha dengan penuh kelembutan. Setelah selesai sarapan pagi, Fajar menarik tangan Meysha ke kamar mereka. Suasana pegunungan yang sejuk dan tenang membuat hasratnya bergejolak di pagi hari.
Apalagi sejak satu bulan yang lalu setelah dokter bilang Meysha hamil 4 minggu, sejak saat itu juga Fajar menahan diri untuk tidak menyentuh isterinya.
Mereka berbagi peluh dengan penuh kelembutan, menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara khasnya dengan kencang. Mereka sedang tidak ada
Sudah hampir satu bulan Anin terlambat datang bulan, tapi dia belum juga memeriksakan dirinya. Bahkan Evan pun tak menyadari jika istrinya sudah terlambat datang bulan cukup lama. Kebiasaanya menempel pada sang suami dianggap Evan sebagai keinginannya untuk bermanja-manja.Minggu pagi, Kevin datang ke apartemen mereka. Kali ini dia selalu datang jika ada kakaknya, selain itu Anin mulai terbiasa kembali melihat adik iparnya.Kevin sengaja datang untuk meminjam Albanna, dia bilang jika Thalia hampir seumuran dengan Albanna jadi laki-laki itu meminjamnya agak bisa dekat dengan putrinya jika ada Albanna juga bersamanya.Evan tidak bisa membiarkan putranya pergi berdua saja dengan adikknya dan memutuskan untuk ikut pergi bersama mereka ke rumah Aaira. Toh selama ini Evan belum pernah bertemu secara langsung dengan, jadi dia pikir inilah saatnya.Sepeninggal anak dan suaminya, Anin berpikir un
Evan memasukkan password pintu apartemennya dengan tidak sabaran, dia segera ingin bertemu dengan istrinya. Suasana rumah terlihat seperti, siang-siang begini mungkin Albanna sedang tidur siang bersama bundanya.Laki-laki itu memilih untuk melihat dulu di kamar Albanna yang ternyata hanya ada putranya tertidur sendirian. Berarti istrinya ada di kamarnya.Bergegas dia menuju ke kamarnya bersama Anin, Wanita itu tampak tertidur dengan pulas di atas ranjang. Tanpa berniat untuk membangunkannya, Evan ikutan tidur dan memeluk istrinya dari belakang. Tangannya mengelus perut yang masih datar itu.Anin merasa terganggu dan terbangun dari tidurnya."Apakah ini sudah sore, apa aku tidur terlalu lama. Dimana Albanna, kenapa dia tidak membangunkan bundanya?"Mulut Anin tidak berhenti berbicara tapi matanya masih terpejam. Dia hanya merubah posisinya menghadap pada Evan, memeluk
Mobil melaju menembus padatnya jalaann ibu kota, sepanjang jalan Thalia bertanya tentang rumah nenek dan kakeknya yang juga tempat dimana papanya tinggal.Setelah mobil berhenti dengan sempurna di halaman rumah mewah tersebut, Thalia, Aaira dan Kevin segera turun dan masuk kedalam rumah.Mendengar keramaian berasal dari teras rumah, Lina segera keluar menuju ke ruang tamu. Dia seperti mendengar suara anak kecil, dia pikir Albanna datang setelah sekian lama tidak pernah berkunjung. Terakhir kali datang saat Kevin hendak berbuat macam-macam pada Anin dan hingga sekarang Evan belum mengijinkannya kembali datang."Wah, cucu nenek datang. Mau menginap kah?" tanyanya sambil memeluk Thalia."Iya, mau bobok sama papa," jawab Thalia mengemaskan."Tidak mau bobok sama nenek kah?" tanya Lina."Tidak! sama papa saja," tolak Thalia."Baiklah, tidur sama papa. Tapi besok main sama nenek yaa. Jangan pulang dulu, oke?"
Anin terbangun dari tidur sebelum subuh karena rasa mual yang menyerangnya. Wanita itu bergegas ke kamar mandi dan memuntahkan isi perutnya. Evan terbangun mendengar istrinya muntah-muntah di kamar mandi. Bergegas dia menghampiri wanita yang tengah mengandung anaknya itu."Kamu baik-baik saja?" tanya Evan dengan nada khawatir."Iya, biasa kayak gini tuh," jawab Anin dengan badan lemas. "Gendong," rengeknya manja.Wanita itu minta di gendong oleh Evan dari kamar mandi ke tempat tidur."Bawaan bayi?" tanya Evan meledek."Bukan, bawaan bunda bayi," sahut Anin lemah.Evan akhirnya membopong tubuh istrinya menuju ke tempat tidur. Andaipun Anin tidak manja saat hamil, dia berjanji akan memanjakannya."Kamu mau makan? semalam kan tidak makan?" tanya Evan."Aku mau kedondong yang kemarin di beli," sahut Ani
Tangan Anin trus saja bergerilya di badan suaminya, bahkan sekarang bibirnya juga ikut menciumi dada Evan, dan laki-laki itu tidak mampu lagi mencegah istrinya.Laki-laki mana yang bisa menahan dirinya saat diperlakukan seperti itu oleh pasangannya. Akhirnya pagi mereka memadu kasih tanpa gangguan dari si kecil Albanna.Anin kelelahan setelah melakukan aktivitas berbagai peluh dengan suaminya dan tertidur begitu saja dengan menggunakan lengan Evan sebagai bantalnya. Melihat Anin yang sudah tertidur pulas, Evan memilih untuk membersihkan diri dulu di kamar mandi.Tadinya Evan berniat untuk membereskan tempat tinggal mereka begitu selesai mandi. Laki-laki itu memang sudah terbiasa membereskan rumah sendirian sejak dia terusir dari rumah dulu dan tinggal di apartemen itu.Evan sudah akan pergi ke ruang tamu dan membereskannya, namun melihat istrinya yang tertidur dengan nyaman, akhirnya dia
Suasana kamar hotel yang di tempati oleh Kevin dan Aaira terlihat romantis, khas kamar pengantin baru. Bagaimanapun juga, itu seharusnya memang malam pertama mereka. Thalia pun sengaja di tinggal bersama dengan nenek dan kakeknya di rumah.Kevin terlihat sedang duduk di sisi tempat tidur sambil memainkan smartphone miliknya. Sedangkan Aaira sedang membersihkan wajahnya di depan meja rias, meksipun dia sudah mandi man mencuri muka tapi tetap membersihkan kembali wajahnya dengan penyegar.Aaira memakai bathrope yang disediakan di hotel, tadi saat membuka kopernya didalam sana hanya ada lingerie tidak ada piyama yang layak di pakai. Mertuanya yang menyiapkan isi koper tersebut, dia bilang serahkan semuanya pada mama tapi ternyata hasilnya seperti itu. Sang mama mertua hanya memberikan berbagi bentuk lingerie di dalam koper miliknya.Daripada memakainya dia berpikir memakai baju yang ada di lemari hotel tersebut
"Mas aku lapar," Anin mengguncang tubuh Evan yang tertidur pulas di sampingnya."Mau makan apa?" tanya Evan Pria itu berusaha membuka matanya yang masih terasa lengket karena mengantuk. Dilihatnya jam digital yang ada di atas nakas, tertera angka 01.15, pantas saja dia masih sangat mengantuk."Bikinin bubur ayam," rengeknya."Malam-malam begini bikin bubur? beli aja ya mungkin masih ada yang jualan," ucap Evan menawarkan."Enggak, aku mau kamu yang bikinin," tolak Anin.Dengan malas Evan bangun dari tempat tidur dan bergegas keluar menuju dapur. Dia sudah mulai terbiasa dibangunkan oleh istrinya ditengah malam, sudah hampir satu minggu ini Anin melakukan. Dan minta di buatkan makanan, dari nasi goreng, ditemani bikin rujak, atau hanya sekedar membuat roti bakar.Sesampainya di dapur, Evan membuka kulkas dan melihat bahan-bahan yang dia butuhkan. Sejak istrinya suka lapar dimalam hari, dia selalu mengisi kulkas dengan stock makanan yang berlimpah.
Bella mengurai pelukannya dengan muka cemberut, pandangannya beralih kearah sofa ruang tamu dimana ada Anin yang duduk sambil menatap kearah mereka."Siapa?" tanya Bella."Istriku," jawab Evan singkat."Wah kamu sudah menikah? aku kecewa," sahut Bella dengan tertawa.Anin bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan teman Evan sambil memegangi perutnya. "Wow, kamu akan menjadi seorang ayah?" pekik Bella sambil memeluk Evan kembali. "Bella, hentikan." Evan memperingati sahabatnya lagi. Dia bisa melihat rasa tidak suka tergambar di wajah istrinya."Maaf, refleks. Dulu aku terbiasa memelukmu kan, kita sudah seperti saudara," sahut Bella membela diri."Aku Bella, teman sekolahnya Evan," ujar Bella sambil menyodorkan tangan pada Anin."Anin," sahutnya sambil menerima uluran tangan dari Bella."Jangan marah yaa, aku dan Evan dulu sangat dekat jadi masih kebawa hingga sekarang," ucap Bella menje
"Kenapa kita harus merayakan hari itu mas, kenapa kamu melakukan hal yang membuatmu bersedih?" tanya Anin sambil menyisir rambut Evan dengan jari-jari tangannya. "Aku melakukannya untuk menghargai apa yang aku miliki sekarang," jawab Evan. "Aku harus selalu mengingat apa yang aku lakukan dulu kepadamu membuat penderita untukku sendiri, sehingga dimasa depan aku harus selalu berhati-hati dalam bertindak.""Kamu tahu, saat aku tahu kejadian yang sebenarnya menyimpan hatiku sangat hancur dan merasa bersalah. Ditambah lagi aku tahu jika kamu hamil dan pergi bersama calon bayi kita, kamu tidak mencariku dan meminta aku bertanggung jawab atas anak itu, tapi malah pergi tanpa jejak. Bertahun-tahun lamanya aku tidak bisa menemukanmu. Malah kita tidak sengaja bertemu saat Fajar memintaku membangun gedung di desa itu."Mata Evan menerawang mengenang masa itu, masa terberat dalam hidupnya. "Apa kamu mencari kami?" tanya Anin. Tangannya masih terus membelai rambut suaminya. "Tentu, dan saat a
"Tanggal berapa ini mas? mana ada kita menikah tanggal ini?" tanya Anin. "Sudah pokoknya kita makan saja dahulu, nanti baru kita bahas masalah itu." Evan berkata sambil membimbing istrinya duduk di kursi dan mengajaknya menikmati makanan. Anin mendesah panjang dan mengikuti perkataan suaminya, toh dia juga sudah lapar. "Eh tapi kita belum mandi loh mas," ucap Anin. Dia ingat kalau mereka baru saja pulang dan bahkan belum membersihkan diri. "Mau mandi bersama dulu?" tanya Evan menggoda. "Isshh kamu ini! aku mau mandi dulu baru makan biar segar dan makannya enak." Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Anin bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kamarnya untuk mandi dulu. Anin berpikir jika acara perayaan pernikahan itu hanya akal-akalan suaminya saja. Melihat istrinya pergi, akhirnya Evan juga memilih untuk mandi terlebih dahulu. Sepertinya makan setelah mandi lebih baik daripada seperti ini. Evan menunggui istrinya mandi sambil melihat-lihat layar ponselnya, kali ini dia ti
Di ruangannya, Evan sedang memberikan instruksi kepada sekertarisnya, Veronica. Dia ingin wanita itu melakukan sesuatu yang pribadi untuknya. Terakhir kali dia meminta untuk melakukan hal itu dan sukses, itu saat dirinya menyuruh Veronica menjemput Anin ke rumah dan mengatakan bahwa dirinya sakit dan dirawat di hotel. Semua berjalan dengan lancar, dan Anin datang begitu saja ke hotel tersebut."Pastikan semua berjalan lancar dan sempurna ya," pesan Evan sebelum sekretarisnya tersebut keluar ruangannya."Siap pak!" jawab Veronica. Setelah memastikan atasannya tidak memberikan instruksi lagi, wanita itu berpamitan ke luar dari ruangan bosnya. Evan tersenyum puas melihat segala sesuatu yang di persiapkan untuk memberikan kejutan kepada istrinya sudah hampir sempurna. Laki-laki itu meraih smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Segera dia menghubungi istrinya. "Sayang, hari ini pulang seperti biasa kan?" tanya Evan kepada Anin yang berada di ujung telpon."Iya mas, k
"Kopinya mas," ucap Meysha sambil meletakkan secangkir kopi dan sepiring gorengan di atas meja tempat dimana suaminya duduk.Fajar sedang duduk di ruang tamu sambil sibuk di depan laptopnya, pekerjaan sebagai dosen sebuah universitas membuatnya kadang harus menyelesaikan beberapa hal dirumahnya. "Terimakasih, Fattah sudah tidur?" tanya Fajar. "Sudah mas, gak lama masuk ke kamar langsung tidur dia," jawab Meysha. Wanita itu duduk disamping suaminya dan ikutan menatap ke arah layar datar yang tengah menyala menampilkan tampilan Microsoft powerpoint. Mungkin itu materi yang akan digunakan untuk mengajar besok."Sibuk mas, apa aku menganggumu jika aku duduk disini?" tanya Meysha. "Enggak kok, ini sudah selesai." Fajar berkata sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa dan merenggangkan otot-ototnya. "Lelah? sini aku pijitin."Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Meysha langsung memijit pundak Fajar. Laki-laki itu diam dan menikmati pijatan lembut dari istrinya. "Kamu tidak menyesal m
Mobil Evan memasuki pekarangan rumah baru Kevin dan Aaira dan berpapasan dengan sebuah mobil yang juga hendak keluar dari tempat itu. Tak lama berselang, mobil Fajar dan Meysha juga masuk ke halaman rumah yang cukup luas tersebut. "Itu tadi sepertinya mobil kakak," ucap Evan."Apa kita terlambat?" tanya Anin. "Harusnya tidak, kita datang di jam yang seperti di katakan oleh Kevin kok."Mereka berdua keluar dari mobil, Anin mengendong putrinya. Lalu kemudian memberikannya kepada Evan dan dia sendiri menuntun Albanna, lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh Fajar dan Meysha. Aaira langsung menyambut kedatangan mereka dan membawanya ke dalam, melewati ruang tamu yang cukup luas dan nyaman. Hingga akhirnya mereka sampai di bagian belakang rumah tersebut. Bagian belakang yang sangat luas, ada meja makan panjang berisi berbagai makanan yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Ruangan semi outdoor tersebut, sangat nyaman dan luas. Di bagian pinggir-pingg
Anin segera membukakan pintu untuk tamunya. Didepan pintu nampak dua orang dewasa dengan satu anak kecil di antara mereka."Maaf menganggu waktunya," ucap Tania."Ah enggak kok mam, silahkan masuk," sahut Anin sopan kemudian mempersilahkan tamunya masuk. Papa Kaira, atau suami Tania ikut masuk dengan membawa tentengan goodie bag di kedua tangannya. Anin sampai memandang tak percaya karena kedua tangan tamunya penuh dengan bawaan. Anin dan Evan mempersilahkan kedua tamunya duduk, sedangkan Kaira langsung akrab dengan Albanna dan bermain bersama dengan adiknya juga, meraka bermain di atas karpet yang sengaja di gelar untuk Albanna dan adiknya bermain. "Maaf kami menganggu waktu bersantai bunda," ucap Tania."Kami datang untuk berterima kasih dan berpamitan, berterima kasih karena bunda sudah menjaga putri kami dengan baik selama ini," lanjutnya."Itu sudah tugas kami mam," sahut Anin. "Lalu kami kesini juga mau berpamitan karena seperti yang bunda tahu jika kami akan berpindah ke lu
Evan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka yang terbuka. Dia tidak menyangka jika istrinya akan menggodanya terlebih dahulu. Ditatapnya wajah Anin yang memejamkan mata sambil memeluknya, menggunakan lengannya sebagai bantalnya. Evan tahu jika Anin belum tertidur, tapi dia enggan untuk membuat percakapan dengan istrinya. "Tadi Bella menemuiku di daycare," ucap Anin membuka suara. "Lalu?" tanya Evan. "Dia memperingatkan diriku untuk menjagamu, memperhatikanmu agar kamu tidak berpindah tangan ke wanita lain. Mungkin yang dia maksud wanita lain itu dirinya," ucap Anin menjelaskan. "Oh jadi karena hal ini kamu begitu manis hari ini?" ucap Evan dalam hati. Awalnya tadi dia ingin memberitahu jika Bella sudah menikah, dan pertemuannya tadi di pusat perbelanjaan untuk memperkenalkan suaminya sekaligus berpamitan dengannya. Bella bilang akan tinggal bersama suaminya di luar negeri. Tapi karena Anin begitu berubah karena kedatangan Bella, akhirnya Evan memutuskan untuk tidak
Anin segera membuka pintu apartemennya dan bergegas masuk kedalam. Saat hendak menuju kamarnya, Anin melihat pembantu rumah tangganya sedang merapikan kulkas. Nampak olehnya terdapat beberapa kantong belanjaan. Sepertinya suaminya sudah kembali dari berbelanja seperti perkiraannya. "Mas Evan dimana bik?" tanya Anin."Tadi setelah menemani nak Albanna tidur siang, bapak masuk kamar sepertinya."Anin segera masuk ke kamarnya, terlihat Evan tengah tertidur pulas di atas ranjang. Melihat suaminya masih tertidur, wanita itu pergi ke kamar mandi. Mencuci muka, membersihkan dirinya lalu berganti pakaian dengan baju rumahan. Setelah itu menyusul suaminya naik ke atas tempat tidur. Evan yang tertidur dengan posisi miring, membuat Anin memeluk tubuh suaminya dari belakang. Evan terbangun dan mengeliat merasakan ada seseorang memeluknya."Kamu sudah pulang?" tanya Evan saat menyadari tubuhnya dipeluk oleh istrinya. Lantas dia berbalik menghadap ke arah Anin."Sudah," jawab Anin singkat."Daycar
"Wooww ... Seorang Nevan Adiguna berbelanja kebutuhan rumah tangga sendirian? sungguh pemandangan yang tidak biasa," sapa seorang wanita dari arah belakang Evan. Secara refleks Evan membalikkan badannya menghadap ke arah suara yang menyapanya barusan. "Bella ...." gumamnya."Apa kamu sudah beralih profesi menjadi bapak rumah tangga?" ejek Bella lagi. "Tidak sopan!" sahut Evan. Bella tertawa melihat Evan tidak suka di ejek olehnya. "Hai jagoan? apa dia papamu?" tanya Bella pada Albanna yang sedang berdiri di samping Evan. "Iya Tante," jawab Albanna sambil tersenyum. "Siapa namamu?" tanya Bella lagi. "Albanna," sahut Albanna."Anak yang manis," ucap Bella sambil mencubit pipi Albanna dengan gemas. "Jangan cubit-cubit tante, Albanna sudah besar!" seru Albanna tidak suka."Wow ... Kamu galak seperti papamu," goda Bella lagi. Kali ini tangannya mengacak-acak rambut bocah itu.Ini adalah kali pertama Bella bertemu dengan putra pertama Evan, jadi wajar saja jika dia bahkan tidak tah