Suasana kamar hotel yang di tempati oleh Kevin dan Aaira terlihat romantis, khas kamar pengantin baru. Bagaimanapun juga, itu seharusnya memang malam pertama mereka. Thalia pun sengaja di tinggal bersama dengan nenek dan kakeknya di rumah.
Kevin terlihat sedang duduk di sisi tempat tidur sambil memainkan smartphone miliknya. Sedangkan Aaira sedang membersihkan wajahnya di depan meja rias, meksipun dia sudah mandi man mencuri muka tapi tetap membersihkan kembali wajahnya dengan penyegar.
Aaira memakai bathrope yang disediakan di hotel, tadi saat membuka kopernya didalam sana hanya ada lingerie tidak ada piyama yang layak di pakai. Mertuanya yang menyiapkan isi koper tersebut, dia bilang serahkan semuanya pada mama tapi ternyata hasilnya seperti itu. Sang mama mertua hanya memberikan berbagi bentuk lingerie di dalam koper miliknya.
Daripada memakainya dia berpikir memakai baju yang ada di lemari hotel tersebut
"Mas aku lapar," Anin mengguncang tubuh Evan yang tertidur pulas di sampingnya."Mau makan apa?" tanya Evan Pria itu berusaha membuka matanya yang masih terasa lengket karena mengantuk. Dilihatnya jam digital yang ada di atas nakas, tertera angka 01.15, pantas saja dia masih sangat mengantuk."Bikinin bubur ayam," rengeknya."Malam-malam begini bikin bubur? beli aja ya mungkin masih ada yang jualan," ucap Evan menawarkan."Enggak, aku mau kamu yang bikinin," tolak Anin.Dengan malas Evan bangun dari tempat tidur dan bergegas keluar menuju dapur. Dia sudah mulai terbiasa dibangunkan oleh istrinya ditengah malam, sudah hampir satu minggu ini Anin melakukan. Dan minta di buatkan makanan, dari nasi goreng, ditemani bikin rujak, atau hanya sekedar membuat roti bakar.Sesampainya di dapur, Evan membuka kulkas dan melihat bahan-bahan yang dia butuhkan. Sejak istrinya suka lapar dimalam hari, dia selalu mengisi kulkas dengan stock makanan yang berlimpah.
Bella mengurai pelukannya dengan muka cemberut, pandangannya beralih kearah sofa ruang tamu dimana ada Anin yang duduk sambil menatap kearah mereka."Siapa?" tanya Bella."Istriku," jawab Evan singkat."Wah kamu sudah menikah? aku kecewa," sahut Bella dengan tertawa.Anin bangkit dari duduknya untuk menyambut kedatangan teman Evan sambil memegangi perutnya. "Wow, kamu akan menjadi seorang ayah?" pekik Bella sambil memeluk Evan kembali. "Bella, hentikan." Evan memperingati sahabatnya lagi. Dia bisa melihat rasa tidak suka tergambar di wajah istrinya."Maaf, refleks. Dulu aku terbiasa memelukmu kan, kita sudah seperti saudara," sahut Bella membela diri."Aku Bella, teman sekolahnya Evan," ujar Bella sambil menyodorkan tangan pada Anin."Anin," sahutnya sambil menerima uluran tangan dari Bella."Jangan marah yaa, aku dan Evan dulu sangat dekat jadi masih kebawa hingga sekarang," ucap Bella menje
Suasana pagi di tempat tinggal Anin dan Evan pagi itu sedikit lebih heboh dari biasanya. Anin akan pergi ke rumah mama mertuanya bareng bersama Evan berangkat bekerja. Dia akan menitipkan Albanna pada mama mertuanya.Hari ini, dia dan Aaira bersepakat untuk berbelanja kebutuhan calon anak keduanya. Takut tidak akan bisa menghandle Albanna dan Aaira, mereka memilih untuk meninggalkannya dirumah dalam pengawasan neneknya. Bangun pagi, Anin segera menyiapkan sarapan dan juga keperluan putranya selama di rumah neneknya. Meskipun cuma sehari ataupun setengah hari, dia tetap harus membawanya keperluan yang mungkin dibutuhkannya."Ada yang ketinggalan tidak, jangan terlalu capek. Beli dan belanja semampunya saja, jika sudah lelah langsung istirahat," pesan Evan pada istrinya saat mereka sudah berkendara di jalan."Iya, tenang saja. Aku akan hati-hati dan tidak kecapekan mas," jawab Anin.Mobil melaju perlahan menembus padatnya kota Jakarta, kali ini perlu satu jam perjalanan mereka baru sam
Anin membalas tatapan tajam Bella dengan pandangan tidak percaya. Bagaimana bisa wanita itu begitu mudah mengatakan menginginkan suaminya. Bagaimana wanita cantik dan berpendidikan menginginkan pria beristri."Sepertinya aku minta tolong pada orang yang salah, kupikir kamu akan bersedia membantu temanmu tanpa imbalan apapun tapi ternyata permintaanmu di luar nalar," ucap Anin.Bella hanya membalas perkataan Anin dengan senyuman sinis. "Kamu cantik, berpendidikan. Bagaimana seorang yang pintar sepertimu menginginkan suami orang lain. Menginginkan ayah dari dua orang anak," lanjut Anin mengungkapkan perasaannya."Cinta tidak ada hubungannya dengan pendidikan seseorang. Cinta berasal dari hari, pendidikan dan kepandaian berasal dari otak. Kau tahu itu," tukas Bella."Bagaimana perasaanmu jika orang yang kamu cintai di inginkan oleh wanita lain?" tanya Anin."Itu sangat menyakitkan," jawab Bella. "Bahkan orang yang aku cintai bukan cuma diinginkan oleh wanita lain, tapi dimiliki oleh wan
"Kapan kamu bertemu dengannya, tadi kamu bertemu dengannya?" tanya Evan sambil menatap kearah Anin."A-aku tidak bertemu dengannya, hanya saja aku merasa jika apa yang dilakukan padamu saat dia datang ke sini merupakan bentuk ekspresi rasa sukanya padamu," jawab Anin dengan gugup menutupi kebohongannya."Kan sudah aku bilang dia begitu sejak dulu karena dia tidak memiliki saudara," ucap Evan."Kamu berpikir seperti itu tapi dia mungkin tidak berpikir begitu mas, dia suka sama kamu!""Jangan menyimpulkan sesuatu yang tidak-tidak, apa kamu mau suamimu benar-benar dicintai wanita lain?" ujar Evan balik bertanya. Anin menarik nafas panjang, nyatanya Bella mencintai suaminya dan suaminya tidak merasa. "Berhentilah berpikir macam-macam, jangan pikirkan wanita lain, jangan pikirkan pekerjaanku. Fokuslah pada kehamilanmu, aku tidak mau kamu stress dan berpengaruh pada kesehatanmu dan calon bayi kita." Panjang lebar Evan menasehati istrinya. Anin mengangguk dan berusaha menuruti perkataan E
Evan melajukan kendaraannya dengan gusar, saat ada tiga panggilan tidak terjawab dari Anin, dia bergegas menelpon istrinya. Tidak biasanya sang istri menelponnya hingga berulang kali saat dirinya bekerja. Evan berkali-kali menelpon nomor Anin namun tidak kunjung diangkat oleh istrinya.Laki-laki itu berinisiatif untuk mengecek kamera pengawas namun tak menemukan istri dan anaknya dimanapun. Saat mengulang rekaman diwaktu Anin menelpon, dia mendapatkan fakta jika saat itu istrinya tengah terkapar tidak berdaya dengan Albanna di sampingnya. Evan segera menelepon Fajar begitu mengetahui istrinya di tolong oleh Fajar dan Meysha. Fajar memberitahukan sebuah nama rumah sakit bersalin yang cukup terkenal di daerah Jakarta, dan saat ini Evan tengah berkendara menuju ke tempat tersebut. Berkendara dengan keadaan panik membuat perjalanan terasa sangat lama, seperti itulah yang dialami oleh Evan saat ini. Kekhawatiran akan keselamatan istri dan anak yang ada dalam kandungan Anin membuat Evan b
"Apa yang ingin kamu ketahui, aku akan menjawabnya," ucap Evan.Laki-laki itu duduk di kursi yang berada di samping ranjang Anin. Istrinya, masih tidak mau di sentuh olehnya."Katakan masalah apa yang terjadi dan bagaimana bisa selesai," sahut Anin melunak."Waktu itu ada bangunan yang hasilnya memang tidak sesuai, pihak perusahaan sempat marah dan ingin menuntut. Kami mengadakan negosiasi, perusahaanku akhirnya memberikan diskon. Selain itu, kami sudah sering melakukan kerjasama dan hasilnya memang tidak pernah mengecewakan. Dengan mempertimbangkan semua itu, akhirnya kami berdamai dan masalah itu terselesaikan," papar Evan panjang lebar."Semudah itu?" tanya Anin tidak percaya."Tidak mudah sayang ... Tapi intinya seperti itu, kamu pasti tahu jika bernegosiasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi semuanya sudah berlalu, tidak ada lagi masalah makanya aku bilang semua sudah baik-baik saja.""Kenapa kami tidak mau bercerita denganku?" tanya Anin."Aku tidak ingin membuatmu k
Evan bergegas turun menuju lobby apartemen miliknya, menemui Bella sahabatnya. Saat sampai, dilihatnya wanita itu tengah berdiri dengan kesal menunggu kedatangannya."Tega kamu, Evan!" ucapnya kesal."Aku melakukannya demi keluargaku," sahut Evan."Mari kita bicara di tempat lain, jangan disini," lanjutnya mengajak Bella. Wanita itu menurut dan mengekor Evan keluar dari lobby apartemennya, mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.Evan pergi menuju cafe yang berada tak jauh dari tempat itu, tidak pergi terlalu jauh dari situ adalah pilihan yang bijaksana. Dia akan bisa cepat kembali ke apartemennya dan menemaninya istrinya.Mereka memesan minuman dan makanan sesaat setalah memilih tempat duduk di sana."Kenapa kamu melarangku datang ke apartemenmu?" ucap Bella masih dengan kekesalannya."Terakhir kali kamu datang, istriku kecelakaan. Apa yang kamu bicarakan dengannya?" tanya Evan pura-pura tidak tahu.Bella mendengus kesal, " kamu pikir aku ada hubungannya dengan kecelakaan istrimu
"Kenapa kita harus merayakan hari itu mas, kenapa kamu melakukan hal yang membuatmu bersedih?" tanya Anin sambil menyisir rambut Evan dengan jari-jari tangannya. "Aku melakukannya untuk menghargai apa yang aku miliki sekarang," jawab Evan. "Aku harus selalu mengingat apa yang aku lakukan dulu kepadamu membuat penderita untukku sendiri, sehingga dimasa depan aku harus selalu berhati-hati dalam bertindak.""Kamu tahu, saat aku tahu kejadian yang sebenarnya menyimpan hatiku sangat hancur dan merasa bersalah. Ditambah lagi aku tahu jika kamu hamil dan pergi bersama calon bayi kita, kamu tidak mencariku dan meminta aku bertanggung jawab atas anak itu, tapi malah pergi tanpa jejak. Bertahun-tahun lamanya aku tidak bisa menemukanmu. Malah kita tidak sengaja bertemu saat Fajar memintaku membangun gedung di desa itu."Mata Evan menerawang mengenang masa itu, masa terberat dalam hidupnya. "Apa kamu mencari kami?" tanya Anin. Tangannya masih terus membelai rambut suaminya. "Tentu, dan saat a
"Tanggal berapa ini mas? mana ada kita menikah tanggal ini?" tanya Anin. "Sudah pokoknya kita makan saja dahulu, nanti baru kita bahas masalah itu." Evan berkata sambil membimbing istrinya duduk di kursi dan mengajaknya menikmati makanan. Anin mendesah panjang dan mengikuti perkataan suaminya, toh dia juga sudah lapar. "Eh tapi kita belum mandi loh mas," ucap Anin. Dia ingat kalau mereka baru saja pulang dan bahkan belum membersihkan diri. "Mau mandi bersama dulu?" tanya Evan menggoda. "Isshh kamu ini! aku mau mandi dulu baru makan biar segar dan makannya enak." Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Anin bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kamarnya untuk mandi dulu. Anin berpikir jika acara perayaan pernikahan itu hanya akal-akalan suaminya saja. Melihat istrinya pergi, akhirnya Evan juga memilih untuk mandi terlebih dahulu. Sepertinya makan setelah mandi lebih baik daripada seperti ini. Evan menunggui istrinya mandi sambil melihat-lihat layar ponselnya, kali ini dia ti
Di ruangannya, Evan sedang memberikan instruksi kepada sekertarisnya, Veronica. Dia ingin wanita itu melakukan sesuatu yang pribadi untuknya. Terakhir kali dia meminta untuk melakukan hal itu dan sukses, itu saat dirinya menyuruh Veronica menjemput Anin ke rumah dan mengatakan bahwa dirinya sakit dan dirawat di hotel. Semua berjalan dengan lancar, dan Anin datang begitu saja ke hotel tersebut."Pastikan semua berjalan lancar dan sempurna ya," pesan Evan sebelum sekretarisnya tersebut keluar ruangannya."Siap pak!" jawab Veronica. Setelah memastikan atasannya tidak memberikan instruksi lagi, wanita itu berpamitan ke luar dari ruangan bosnya. Evan tersenyum puas melihat segala sesuatu yang di persiapkan untuk memberikan kejutan kepada istrinya sudah hampir sempurna. Laki-laki itu meraih smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Segera dia menghubungi istrinya. "Sayang, hari ini pulang seperti biasa kan?" tanya Evan kepada Anin yang berada di ujung telpon."Iya mas, k
"Kopinya mas," ucap Meysha sambil meletakkan secangkir kopi dan sepiring gorengan di atas meja tempat dimana suaminya duduk.Fajar sedang duduk di ruang tamu sambil sibuk di depan laptopnya, pekerjaan sebagai dosen sebuah universitas membuatnya kadang harus menyelesaikan beberapa hal dirumahnya. "Terimakasih, Fattah sudah tidur?" tanya Fajar. "Sudah mas, gak lama masuk ke kamar langsung tidur dia," jawab Meysha. Wanita itu duduk disamping suaminya dan ikutan menatap ke arah layar datar yang tengah menyala menampilkan tampilan Microsoft powerpoint. Mungkin itu materi yang akan digunakan untuk mengajar besok."Sibuk mas, apa aku menganggumu jika aku duduk disini?" tanya Meysha. "Enggak kok, ini sudah selesai." Fajar berkata sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa dan merenggangkan otot-ototnya. "Lelah? sini aku pijitin."Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Meysha langsung memijit pundak Fajar. Laki-laki itu diam dan menikmati pijatan lembut dari istrinya. "Kamu tidak menyesal m
Mobil Evan memasuki pekarangan rumah baru Kevin dan Aaira dan berpapasan dengan sebuah mobil yang juga hendak keluar dari tempat itu. Tak lama berselang, mobil Fajar dan Meysha juga masuk ke halaman rumah yang cukup luas tersebut. "Itu tadi sepertinya mobil kakak," ucap Evan."Apa kita terlambat?" tanya Anin. "Harusnya tidak, kita datang di jam yang seperti di katakan oleh Kevin kok."Mereka berdua keluar dari mobil, Anin mengendong putrinya. Lalu kemudian memberikannya kepada Evan dan dia sendiri menuntun Albanna, lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh Fajar dan Meysha. Aaira langsung menyambut kedatangan mereka dan membawanya ke dalam, melewati ruang tamu yang cukup luas dan nyaman. Hingga akhirnya mereka sampai di bagian belakang rumah tersebut. Bagian belakang yang sangat luas, ada meja makan panjang berisi berbagai makanan yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Ruangan semi outdoor tersebut, sangat nyaman dan luas. Di bagian pinggir-pingg
Anin segera membukakan pintu untuk tamunya. Didepan pintu nampak dua orang dewasa dengan satu anak kecil di antara mereka."Maaf menganggu waktunya," ucap Tania."Ah enggak kok mam, silahkan masuk," sahut Anin sopan kemudian mempersilahkan tamunya masuk. Papa Kaira, atau suami Tania ikut masuk dengan membawa tentengan goodie bag di kedua tangannya. Anin sampai memandang tak percaya karena kedua tangan tamunya penuh dengan bawaan. Anin dan Evan mempersilahkan kedua tamunya duduk, sedangkan Kaira langsung akrab dengan Albanna dan bermain bersama dengan adiknya juga, meraka bermain di atas karpet yang sengaja di gelar untuk Albanna dan adiknya bermain. "Maaf kami menganggu waktu bersantai bunda," ucap Tania."Kami datang untuk berterima kasih dan berpamitan, berterima kasih karena bunda sudah menjaga putri kami dengan baik selama ini," lanjutnya."Itu sudah tugas kami mam," sahut Anin. "Lalu kami kesini juga mau berpamitan karena seperti yang bunda tahu jika kami akan berpindah ke lu
Evan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka yang terbuka. Dia tidak menyangka jika istrinya akan menggodanya terlebih dahulu. Ditatapnya wajah Anin yang memejamkan mata sambil memeluknya, menggunakan lengannya sebagai bantalnya. Evan tahu jika Anin belum tertidur, tapi dia enggan untuk membuat percakapan dengan istrinya. "Tadi Bella menemuiku di daycare," ucap Anin membuka suara. "Lalu?" tanya Evan. "Dia memperingatkan diriku untuk menjagamu, memperhatikanmu agar kamu tidak berpindah tangan ke wanita lain. Mungkin yang dia maksud wanita lain itu dirinya," ucap Anin menjelaskan. "Oh jadi karena hal ini kamu begitu manis hari ini?" ucap Evan dalam hati. Awalnya tadi dia ingin memberitahu jika Bella sudah menikah, dan pertemuannya tadi di pusat perbelanjaan untuk memperkenalkan suaminya sekaligus berpamitan dengannya. Bella bilang akan tinggal bersama suaminya di luar negeri. Tapi karena Anin begitu berubah karena kedatangan Bella, akhirnya Evan memutuskan untuk tidak
Anin segera membuka pintu apartemennya dan bergegas masuk kedalam. Saat hendak menuju kamarnya, Anin melihat pembantu rumah tangganya sedang merapikan kulkas. Nampak olehnya terdapat beberapa kantong belanjaan. Sepertinya suaminya sudah kembali dari berbelanja seperti perkiraannya. "Mas Evan dimana bik?" tanya Anin."Tadi setelah menemani nak Albanna tidur siang, bapak masuk kamar sepertinya."Anin segera masuk ke kamarnya, terlihat Evan tengah tertidur pulas di atas ranjang. Melihat suaminya masih tertidur, wanita itu pergi ke kamar mandi. Mencuci muka, membersihkan dirinya lalu berganti pakaian dengan baju rumahan. Setelah itu menyusul suaminya naik ke atas tempat tidur. Evan yang tertidur dengan posisi miring, membuat Anin memeluk tubuh suaminya dari belakang. Evan terbangun dan mengeliat merasakan ada seseorang memeluknya."Kamu sudah pulang?" tanya Evan saat menyadari tubuhnya dipeluk oleh istrinya. Lantas dia berbalik menghadap ke arah Anin."Sudah," jawab Anin singkat."Daycar
"Wooww ... Seorang Nevan Adiguna berbelanja kebutuhan rumah tangga sendirian? sungguh pemandangan yang tidak biasa," sapa seorang wanita dari arah belakang Evan. Secara refleks Evan membalikkan badannya menghadap ke arah suara yang menyapanya barusan. "Bella ...." gumamnya."Apa kamu sudah beralih profesi menjadi bapak rumah tangga?" ejek Bella lagi. "Tidak sopan!" sahut Evan. Bella tertawa melihat Evan tidak suka di ejek olehnya. "Hai jagoan? apa dia papamu?" tanya Bella pada Albanna yang sedang berdiri di samping Evan. "Iya Tante," jawab Albanna sambil tersenyum. "Siapa namamu?" tanya Bella lagi. "Albanna," sahut Albanna."Anak yang manis," ucap Bella sambil mencubit pipi Albanna dengan gemas. "Jangan cubit-cubit tante, Albanna sudah besar!" seru Albanna tidak suka."Wow ... Kamu galak seperti papamu," goda Bella lagi. Kali ini tangannya mengacak-acak rambut bocah itu.Ini adalah kali pertama Bella bertemu dengan putra pertama Evan, jadi wajar saja jika dia bahkan tidak tah