Evan melajukan kendaraannya dengan gusar, saat ada tiga panggilan tidak terjawab dari Anin, dia bergegas menelpon istrinya. Tidak biasanya sang istri menelponnya hingga berulang kali saat dirinya bekerja. Evan berkali-kali menelpon nomor Anin namun tidak kunjung diangkat oleh istrinya.Laki-laki itu berinisiatif untuk mengecek kamera pengawas namun tak menemukan istri dan anaknya dimanapun. Saat mengulang rekaman diwaktu Anin menelpon, dia mendapatkan fakta jika saat itu istrinya tengah terkapar tidak berdaya dengan Albanna di sampingnya. Evan segera menelepon Fajar begitu mengetahui istrinya di tolong oleh Fajar dan Meysha. Fajar memberitahukan sebuah nama rumah sakit bersalin yang cukup terkenal di daerah Jakarta, dan saat ini Evan tengah berkendara menuju ke tempat tersebut. Berkendara dengan keadaan panik membuat perjalanan terasa sangat lama, seperti itulah yang dialami oleh Evan saat ini. Kekhawatiran akan keselamatan istri dan anak yang ada dalam kandungan Anin membuat Evan b
"Apa yang ingin kamu ketahui, aku akan menjawabnya," ucap Evan.Laki-laki itu duduk di kursi yang berada di samping ranjang Anin. Istrinya, masih tidak mau di sentuh olehnya."Katakan masalah apa yang terjadi dan bagaimana bisa selesai," sahut Anin melunak."Waktu itu ada bangunan yang hasilnya memang tidak sesuai, pihak perusahaan sempat marah dan ingin menuntut. Kami mengadakan negosiasi, perusahaanku akhirnya memberikan diskon. Selain itu, kami sudah sering melakukan kerjasama dan hasilnya memang tidak pernah mengecewakan. Dengan mempertimbangkan semua itu, akhirnya kami berdamai dan masalah itu terselesaikan," papar Evan panjang lebar."Semudah itu?" tanya Anin tidak percaya."Tidak mudah sayang ... Tapi intinya seperti itu, kamu pasti tahu jika bernegosiasi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tapi semuanya sudah berlalu, tidak ada lagi masalah makanya aku bilang semua sudah baik-baik saja.""Kenapa kami tidak mau bercerita denganku?" tanya Anin."Aku tidak ingin membuatmu k
Evan bergegas turun menuju lobby apartemen miliknya, menemui Bella sahabatnya. Saat sampai, dilihatnya wanita itu tengah berdiri dengan kesal menunggu kedatangannya."Tega kamu, Evan!" ucapnya kesal."Aku melakukannya demi keluargaku," sahut Evan."Mari kita bicara di tempat lain, jangan disini," lanjutnya mengajak Bella. Wanita itu menurut dan mengekor Evan keluar dari lobby apartemennya, mencari tempat yang nyaman untuk berbicara.Evan pergi menuju cafe yang berada tak jauh dari tempat itu, tidak pergi terlalu jauh dari situ adalah pilihan yang bijaksana. Dia akan bisa cepat kembali ke apartemennya dan menemaninya istrinya.Mereka memesan minuman dan makanan sesaat setalah memilih tempat duduk di sana."Kenapa kamu melarangku datang ke apartemenmu?" ucap Bella masih dengan kekesalannya."Terakhir kali kamu datang, istriku kecelakaan. Apa yang kamu bicarakan dengannya?" tanya Evan pura-pura tidak tahu.Bella mendengus kesal, " kamu pikir aku ada hubungannya dengan kecelakaan istrimu
Matahari pagi mulai bersinar dengan terangnya, hari ini adalah hari yang di tunggu-tunggu oleh Evan dan Anin. Mereka berdua akan menjemput putrinya setelah dua minggu bayi itu menghabiskan waktu di rumah sakit dalam pengambilan dokter. Albanna sudah sangat antusias sejak pagi karena akan menjemput adiknya. Putri kedua mereka diberi nama Jinan Arcilla yang berarti taman surga, anak perempuan dengan wajah manis dan berkulit putih bersih seperti milik bundanya. "Bunda, ayo cepetan. Nanti adik kelamaan nunggu kita," seru Albanna tidak sabaran.Dia sudah bersiap sejak tadi di ruang tamu, duduk di sofa bersama papanya menunggu bundanya yang masih di dalam kamar. Evan hanya tersenyum mendengar ucapan putranya yang sudah tidak sabar untuk bertemu dengan adiknya. Anin keluar kamar dan segera disambut dengan tarikan tangan oleh Albanna. Anak laki-laki itu benar-benar tidak sabar dan menarik bundanya segera bergegas keluar dari hunian mereka.Evan melajukan mobilnya menuju rumah sakit tempat
"Apa aku salah masuk kamar?" gumam Anin bertanya-tanya. " Jika salah masuk harusnya kartu itu tidak akan berfungsi kan?" lanjutnya."Kamu sudah datang," sapa sebuah suara.Anin memutar tubuhnya menghadap ke arah sumber suara, terlihat Evan keluar dari kamar mandi dan berjalan ke arahnya. "Apa-apaan kamu mas, tadi Veronica bilang kamu sakit. Tapi sepertinya kamu baik-baik saja," ucap Anin kesal."Maaf aku melakukannya karena ingin bersamamu." Evan berkata sambil memeluk erat pinggang istrinya. "Tapi aku khawatir, tau gak!" Anin berkata dengan geram sambil memukul dada suaminya. "Kamu tidak akan datang jika aku hanya bilang ingin menghabisi waktu bersamamu disini. Iya kan?"Anin diam tidak menjawab, dalam hatinya dia membernarkan ucapan suaminya. Untuk apa juga mereka menghabiskan waktu berduaan di hotel saat anak-anak mereka tidak dibawa serta. "Temani aku disini, hanya ada kita berdua. Dua puluh empat jam saja," pinta Evan pada istrinya."Tapi bagaimana anak-anak mas, mereka tidak
"Mas, aku harus mempersiapkan diri," ucap Anin dengan nafas terengah-engah. Evan terus melumat bibirnya tanpa memberikan kesempatan kepadanya untuk bernafas. "Mempersiapkan diri bagaimana?" tanya Evan dengan suara tertahan."Aku harus ke kamar mandi dan ...."Lagi-lagi Anin tidak menyelesaikan kalimatnya karena Evan menautkan bibir mereka kembali. "Aku tetap menyukainya meskipun kamu bau asem sekalipun," Evan berkata sambil menelusupkan kepalanya di leher Anin. Menghirup aroma wangi yang menguar dari sana."Kamu sudah mandi di rumah dan juga sudah wangi. Untuk apa lagi kamu ke kamar mandi, hemmm?""Aaww mas, sakit!" pekik Anin antar berteriak dan tertawa.Pasalnya Evan menghisap kemudian mengigit bahunya."Aku gemas, kamu selalu saja punya alasan untuk menjauhiku.""Aku tidak menjauhimu mas," sela Anin membela diri."Benarkah?" "Aaww, !" pekik Anin lagi saat Evan melakukan hal yang sama pada belahan dadanya. "Aku ingin kamu memekik sambil menyebut namaku." Evan berkata sambil men
" Tapi apa?" tanya Evan terus menuntut."Tapi aku tidak mau, aku tidak bisa melakukan disini!" Anin berkata sambil mendorong tubuh suaminya hingga tercebur kebelakang.Anin segera keluar dari kolam tersebut dan menaikkan lagi reselting bajunya yang sudah turun hingga bagian perut lalu berlari masuk ke dalam kamar hotel. Evan semakin gemas dan tertantang oleh penolakan istrinya. Dia segera ikutan keluar dari kolam dan menyusul Anin yang dia yakini sudah masuk ke kamar mandi. Anin membilas tubuhnya di bawah shower, menikmati kucuran air hangat yang keluar darinya. Tak menunggu lama, Evan juga masuk dan menyusul Anin. Tanpa banyak bicara, dia langsung memeluk Anin dari belakang. "Mas!" Anin tersentak kaget. Dia asyik menikmati kucuran air sambil memejamkan mata hingga tidak menyadari suaminya sudah menyusulnya."Kenapa sih kaget? masa kamu tidak berpikir jika hal seperti ini akan terjadi." Evan berkata dengan tangan bergerilya kemana-mana."Lagi?" tanya Anin memastikan."Kubilang aku i
Anin terbangun dengan hidung yang terasa tersumbat. Tenggorokannya sedikit sakit, sepertinya dia benar-benar akan Flu. Semalam dia tidur dalam keadaan rambut belum kering sempurna, dan juga tidak meminum teh hangat yang sudah dibuat oleh Evan. Dia lebih memilih untuk segera tidur dan terbuai mimpi, badannya yang terasa lelah membuatnya segera terlelap begitu kepalanya menyentuh bantal."Morning sayang ...." ucap Evan.Laki-laki itu juga terbangun dan hendak mencium istrinya tapi segera di tahan oleh Anin dengan kedua tangannya."Kenapa?" tanya Evan."Sepertinya aku mau flu, nanti kamu ketularan." Anin berkata sambil menarik nafasnya yang tersumbat."Kamu sakit, demam?" tanya Evan. Di pegangnya kening istrinya. "Ayo ke dokter," lanjutnya berkata."Enggak perlu mas. Cukup minum obat flu saja, nanti kita mampir ke apotek sebelum pulang. Sekalian beli masker, aku takut anak-anak akan tertular.""Ini pasti karena semalam," sahut Evan dengan nada bersalah. "Sudahlah ... Tidak apa-apa, uda
"Kenapa kita harus merayakan hari itu mas, kenapa kamu melakukan hal yang membuatmu bersedih?" tanya Anin sambil menyisir rambut Evan dengan jari-jari tangannya. "Aku melakukannya untuk menghargai apa yang aku miliki sekarang," jawab Evan. "Aku harus selalu mengingat apa yang aku lakukan dulu kepadamu membuat penderita untukku sendiri, sehingga dimasa depan aku harus selalu berhati-hati dalam bertindak.""Kamu tahu, saat aku tahu kejadian yang sebenarnya menyimpan hatiku sangat hancur dan merasa bersalah. Ditambah lagi aku tahu jika kamu hamil dan pergi bersama calon bayi kita, kamu tidak mencariku dan meminta aku bertanggung jawab atas anak itu, tapi malah pergi tanpa jejak. Bertahun-tahun lamanya aku tidak bisa menemukanmu. Malah kita tidak sengaja bertemu saat Fajar memintaku membangun gedung di desa itu."Mata Evan menerawang mengenang masa itu, masa terberat dalam hidupnya. "Apa kamu mencari kami?" tanya Anin. Tangannya masih terus membelai rambut suaminya. "Tentu, dan saat a
"Tanggal berapa ini mas? mana ada kita menikah tanggal ini?" tanya Anin. "Sudah pokoknya kita makan saja dahulu, nanti baru kita bahas masalah itu." Evan berkata sambil membimbing istrinya duduk di kursi dan mengajaknya menikmati makanan. Anin mendesah panjang dan mengikuti perkataan suaminya, toh dia juga sudah lapar. "Eh tapi kita belum mandi loh mas," ucap Anin. Dia ingat kalau mereka baru saja pulang dan bahkan belum membersihkan diri. "Mau mandi bersama dulu?" tanya Evan menggoda. "Isshh kamu ini! aku mau mandi dulu baru makan biar segar dan makannya enak." Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Anin bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kamarnya untuk mandi dulu. Anin berpikir jika acara perayaan pernikahan itu hanya akal-akalan suaminya saja. Melihat istrinya pergi, akhirnya Evan juga memilih untuk mandi terlebih dahulu. Sepertinya makan setelah mandi lebih baik daripada seperti ini. Evan menunggui istrinya mandi sambil melihat-lihat layar ponselnya, kali ini dia ti
Di ruangannya, Evan sedang memberikan instruksi kepada sekertarisnya, Veronica. Dia ingin wanita itu melakukan sesuatu yang pribadi untuknya. Terakhir kali dia meminta untuk melakukan hal itu dan sukses, itu saat dirinya menyuruh Veronica menjemput Anin ke rumah dan mengatakan bahwa dirinya sakit dan dirawat di hotel. Semua berjalan dengan lancar, dan Anin datang begitu saja ke hotel tersebut."Pastikan semua berjalan lancar dan sempurna ya," pesan Evan sebelum sekretarisnya tersebut keluar ruangannya."Siap pak!" jawab Veronica. Setelah memastikan atasannya tidak memberikan instruksi lagi, wanita itu berpamitan ke luar dari ruangan bosnya. Evan tersenyum puas melihat segala sesuatu yang di persiapkan untuk memberikan kejutan kepada istrinya sudah hampir sempurna. Laki-laki itu meraih smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Segera dia menghubungi istrinya. "Sayang, hari ini pulang seperti biasa kan?" tanya Evan kepada Anin yang berada di ujung telpon."Iya mas, k
"Kopinya mas," ucap Meysha sambil meletakkan secangkir kopi dan sepiring gorengan di atas meja tempat dimana suaminya duduk.Fajar sedang duduk di ruang tamu sambil sibuk di depan laptopnya, pekerjaan sebagai dosen sebuah universitas membuatnya kadang harus menyelesaikan beberapa hal dirumahnya. "Terimakasih, Fattah sudah tidur?" tanya Fajar. "Sudah mas, gak lama masuk ke kamar langsung tidur dia," jawab Meysha. Wanita itu duduk disamping suaminya dan ikutan menatap ke arah layar datar yang tengah menyala menampilkan tampilan Microsoft powerpoint. Mungkin itu materi yang akan digunakan untuk mengajar besok."Sibuk mas, apa aku menganggumu jika aku duduk disini?" tanya Meysha. "Enggak kok, ini sudah selesai." Fajar berkata sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa dan merenggangkan otot-ototnya. "Lelah? sini aku pijitin."Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Meysha langsung memijit pundak Fajar. Laki-laki itu diam dan menikmati pijatan lembut dari istrinya. "Kamu tidak menyesal m
Mobil Evan memasuki pekarangan rumah baru Kevin dan Aaira dan berpapasan dengan sebuah mobil yang juga hendak keluar dari tempat itu. Tak lama berselang, mobil Fajar dan Meysha juga masuk ke halaman rumah yang cukup luas tersebut. "Itu tadi sepertinya mobil kakak," ucap Evan."Apa kita terlambat?" tanya Anin. "Harusnya tidak, kita datang di jam yang seperti di katakan oleh Kevin kok."Mereka berdua keluar dari mobil, Anin mengendong putrinya. Lalu kemudian memberikannya kepada Evan dan dia sendiri menuntun Albanna, lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh Fajar dan Meysha. Aaira langsung menyambut kedatangan mereka dan membawanya ke dalam, melewati ruang tamu yang cukup luas dan nyaman. Hingga akhirnya mereka sampai di bagian belakang rumah tersebut. Bagian belakang yang sangat luas, ada meja makan panjang berisi berbagai makanan yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Ruangan semi outdoor tersebut, sangat nyaman dan luas. Di bagian pinggir-pingg
Anin segera membukakan pintu untuk tamunya. Didepan pintu nampak dua orang dewasa dengan satu anak kecil di antara mereka."Maaf menganggu waktunya," ucap Tania."Ah enggak kok mam, silahkan masuk," sahut Anin sopan kemudian mempersilahkan tamunya masuk. Papa Kaira, atau suami Tania ikut masuk dengan membawa tentengan goodie bag di kedua tangannya. Anin sampai memandang tak percaya karena kedua tangan tamunya penuh dengan bawaan. Anin dan Evan mempersilahkan kedua tamunya duduk, sedangkan Kaira langsung akrab dengan Albanna dan bermain bersama dengan adiknya juga, meraka bermain di atas karpet yang sengaja di gelar untuk Albanna dan adiknya bermain. "Maaf kami menganggu waktu bersantai bunda," ucap Tania."Kami datang untuk berterima kasih dan berpamitan, berterima kasih karena bunda sudah menjaga putri kami dengan baik selama ini," lanjutnya."Itu sudah tugas kami mam," sahut Anin. "Lalu kami kesini juga mau berpamitan karena seperti yang bunda tahu jika kami akan berpindah ke lu
Evan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka yang terbuka. Dia tidak menyangka jika istrinya akan menggodanya terlebih dahulu. Ditatapnya wajah Anin yang memejamkan mata sambil memeluknya, menggunakan lengannya sebagai bantalnya. Evan tahu jika Anin belum tertidur, tapi dia enggan untuk membuat percakapan dengan istrinya. "Tadi Bella menemuiku di daycare," ucap Anin membuka suara. "Lalu?" tanya Evan. "Dia memperingatkan diriku untuk menjagamu, memperhatikanmu agar kamu tidak berpindah tangan ke wanita lain. Mungkin yang dia maksud wanita lain itu dirinya," ucap Anin menjelaskan. "Oh jadi karena hal ini kamu begitu manis hari ini?" ucap Evan dalam hati. Awalnya tadi dia ingin memberitahu jika Bella sudah menikah, dan pertemuannya tadi di pusat perbelanjaan untuk memperkenalkan suaminya sekaligus berpamitan dengannya. Bella bilang akan tinggal bersama suaminya di luar negeri. Tapi karena Anin begitu berubah karena kedatangan Bella, akhirnya Evan memutuskan untuk tidak
Anin segera membuka pintu apartemennya dan bergegas masuk kedalam. Saat hendak menuju kamarnya, Anin melihat pembantu rumah tangganya sedang merapikan kulkas. Nampak olehnya terdapat beberapa kantong belanjaan. Sepertinya suaminya sudah kembali dari berbelanja seperti perkiraannya. "Mas Evan dimana bik?" tanya Anin."Tadi setelah menemani nak Albanna tidur siang, bapak masuk kamar sepertinya."Anin segera masuk ke kamarnya, terlihat Evan tengah tertidur pulas di atas ranjang. Melihat suaminya masih tertidur, wanita itu pergi ke kamar mandi. Mencuci muka, membersihkan dirinya lalu berganti pakaian dengan baju rumahan. Setelah itu menyusul suaminya naik ke atas tempat tidur. Evan yang tertidur dengan posisi miring, membuat Anin memeluk tubuh suaminya dari belakang. Evan terbangun dan mengeliat merasakan ada seseorang memeluknya."Kamu sudah pulang?" tanya Evan saat menyadari tubuhnya dipeluk oleh istrinya. Lantas dia berbalik menghadap ke arah Anin."Sudah," jawab Anin singkat."Daycar
"Wooww ... Seorang Nevan Adiguna berbelanja kebutuhan rumah tangga sendirian? sungguh pemandangan yang tidak biasa," sapa seorang wanita dari arah belakang Evan. Secara refleks Evan membalikkan badannya menghadap ke arah suara yang menyapanya barusan. "Bella ...." gumamnya."Apa kamu sudah beralih profesi menjadi bapak rumah tangga?" ejek Bella lagi. "Tidak sopan!" sahut Evan. Bella tertawa melihat Evan tidak suka di ejek olehnya. "Hai jagoan? apa dia papamu?" tanya Bella pada Albanna yang sedang berdiri di samping Evan. "Iya Tante," jawab Albanna sambil tersenyum. "Siapa namamu?" tanya Bella lagi. "Albanna," sahut Albanna."Anak yang manis," ucap Bella sambil mencubit pipi Albanna dengan gemas. "Jangan cubit-cubit tante, Albanna sudah besar!" seru Albanna tidak suka."Wow ... Kamu galak seperti papamu," goda Bella lagi. Kali ini tangannya mengacak-acak rambut bocah itu.Ini adalah kali pertama Bella bertemu dengan putra pertama Evan, jadi wajar saja jika dia bahkan tidak tah