Evan sedang berdiskusi dengan Veronica saat ponselnya terus bergetar dan berkedip, tertera disana kontak dengan nama Bidadariku. Itu adalah nomer milik Anin, Anin telah menyuruh Evan untuk menggantinya dengan nama lain dari sebelumnya tertulis Canduku.
Kata Anin, itu yang membuat Evan tak kenal waktu meminta istrinya melayaninya karena saat Anin menelpon yang keluar nama tidak jelas begitu.
"Vero, kamu bisa keluar dulu!" titah Evan.
Setelah Veronica keluar Evan segera mengangkat panggilan tersebut.
"Ada apa sayang, udah ketemunya sama Yusuf?"
"Udah mas, ini udah ada di apartemen lagi."
"Ada apa? Albanna mampir ke tempat Meysha? dia gak ada dirumah?" tanya Evan usil.
"Apaan sih mas, demen banget kalau Albanna gak ada dirumah siang hari," sunggut Anin.
"K
Anin mengetuk pintu kamar Kevin yang ada lantai dua juga. Kamar mereka di pisahkan oleh ruang bersantai diantara didepan tangga naik."Taruh di atas meja dekat tempat tidur kak, aku lagi di kamar mandi!" terdengar teriakan Kevin dari dalam.Anin membuka perlahan pintu kamar adik iparnya, melongokkan kepalanya kedalam dan memastikan Kevin benar ada di kamar mandi.Setelah itu dia buru-buru masuk dan meletakkannya begitu saja map merah tersebut diatas meja sesuai pesan Kevin dan bergegas keluar dari kamar itu. Tapi sebelum dia berhasil meraih handle pintu tersebut, sebuah tangan menarik dirinya dan menutup lagi pintu itu dengan paksa."Apa yang kamu lakukan Kevin?" sentak Anin."Jawab dulu pertanyaanku baru kakak boleh keluar.""Apa!" sahut Anin dan menepis tangan adik ipa
Lina dan Adiguna yang baru pulang kaget mendengar teriakkan menantunya yang berasal dari lantai atas."Papa bawa Albanna ke kamar dulu, biar mama yang lihat. Apa Anin dan Evan bertengkar lagi?" ucap Lina.Wanita itu segera naik ke lantai atas dengan tergesa-gesa, tanpa permisi dibukanya pintu kamar Anin dan Evan tapi tak menemukan apapun disana. Yang dia dengar malah suara beda di banting dengan sangat keras dari arah kamar Kevin.Bergegas dia pergi ke kamar putra bungsunya, matanya melotot tak percaya melihat apa yang dia lihat. Di sini siapa yang dianiaya siapa, itu yang menjadi pertanyaan besar di kepalanya.Kamar berantakan bagai kapal pecah, Kevin tergeletak tak berdaya, disudut lain dia lihat menantunya ketakutan sambil menangis, dan dihadapannya ada putra keduanya tengah berdiri tegak dengan wajah merah menahan amarahnya."Apa yang terjadi disini?" tanya Lina pada Evan."Tanyalah pada anak mama itu!
"Kasian Anin ya mas, ujian hidupnya belum juga berakhir. Kemarin belum lama kulihat dia selalu tersenyum saat aku kesana menjemput Albanna kerumahnya. Sekarang begini lagi."Meysha menghembuskan nafas dengan kasar, di selimutinya Albanna yang sudah tidur sejak tadi. Seharian ini Albanna tinggal di apartemen Fajar dan Meysha, lalu menginap sekalian.Sejak kejadian yang menimpa Anin dua hari lalu, badannya demam dan dia sering mimpi buruk jadi mau tak mau putranya dititipkan pada Meysha dan Fajar. Selain karena mereka sudah sering bersama Albanna, tempat tinggal mereka juga masih satu gedung dengan Anin dan Evan."Allah tidak akan memberikan ujian pada hamba-Nya diluar batas kemampuannya," jawab Fajar bijak."Tapi Anin terlalu sering menerima ujian yang berat mas," protes Meysha."Saat malam semakin larut, maka sebentar lagi akan terbit Fajar. Yakinlah bahwa sebentar l
Mobil yang di kendarai Kevin dan mamanya berhenti di depan rumah dengan sistem cluster. Rumah tanpa pagar dengan halaman langsung terhubung dengan jalanan hanya ada tanaman biasa yang terjejer rapi mengantikan pagar pembatas antara halaman dan jalanan.Rumah dengan desain minimalis dan tidak terlalu mewah itu nampak bersih dan terawat. Setelah turun dari mobil, keduanya bergegas menuju rumah tersebut dan mengetuk pintunya.Rumah itu adalah rumah yang ditempati oleh Aaira wanita yang pernah dinodai oleh Kevin berserta putrinya Thalia. Lina memaksa Kevin untuk menemui putrinya bersamanya.Setelah menunggu cukup lama, keluar seorang wanita setengah baya bersama anak perempuan. Lina sangat mengenal wanita ini, dia dulu adalah asisten rumah tangga yang sudah bekerja sejak masih muda dan membantu merawat serta membesarkan ketiga putranya.Sekitar empat tahun lalu dia pamit katanya hendak di ka
Seharian itu mereka benar-benar menghabiskan waktu bersama, melihat berbagi jenis ikan juga di sea world. Tadinya Evan hendak mengajak Anin bermain air tapi tentu saja dia menolaknya.Setelah seharian menghabiskan waktu bersama mereka melanjutkan acara kencan mereka dengan malam malam bersama. Anin berkali-kali mengajak suaminya untuk pulang karena khawatir dengan putranya, Albanna. Tapi tetap saja Evan menolaknya, dia meyakinkan jika Albanna baik-baik saja bersama dengan sahabat mereka. Kalau Albanna ngambek atau marah pasti sudah menelepon kedua orangtuanya, nyatanya ponsel mereka anteng saja sejak tadi.Evan mengajak Anin makan di restoran 'Atap dunia' . Restoran yang terletak tepat kawasan jantung kota Jakarta, berada di lantai lima puluh enam itu menawarkan area indoor dan outdoor yang luas dengan pemandangan kota yang menawan. Pemandangan indah menjadi pilihan utama untuk menghabiskan kencan romantis bersama pasangan
Evan bergegas naik ke atas menyusul istrinya, dia khawatir jika perempuan itu kenapa-napa. Tangannya tadi begitu dingin saat berpegangan pada tangannya.Saat masuk ke dalam apartemennya, suasananya begitu sepi. Tiba-tiba saja timbul kekawatiran dalam dirinya, khawatir Anin pergi entah kemana lagi."Anin ... sayang!" seru Evan sambil membuka kamarnya.Kosong tidak ada orang, setengah berlari dia menghampiri pintu kamar mandi. Berpikir jika istrinya ada disana. Dibukanya pintu kamar mandi yang tidak terkunci."Apakah Anin tidak ada sini juga?" batin Evan.Saat pintu terbuka dia sangat lega melihat pemandangan didepannya. Anin tengah mengeringkan diri dengan handuk."Mas, apa-apa sih kamu!" pekik Anin sambil segera melilitkan handuk pada tubuhnya."Maaf, tidak dikunci kirain gak ada orang. Kenapa sih kaget dan ditutupi
Evan berkendara dengan frustasi menembus padatnya lalu lintas ibu kota. Dia segera pergi meninggalkan pekerjaannya saat mendapatkan telpon dari Meysha yang memberitahukan jika istrinya terjebak di lift bersama dengan adiknya. Kenapa tak bosan-bosannya anak itu terus berada disekitar istrinya.Ponsel Evan kembali berdering, Meysha menelponnya kembali. Kekhawatirannya semakin menjadi, takut adiknya itu melakukan hal yang tidak-tidak pada istrinya."Mas, aku sama Anin sudah ada dirumah sakit. Dia pingsan tadi di dalam lift," ucap Meysha dari seberang telepon."Kirim lokasi rumah sakitnya, biar aku langsung kesana!" pinta Evan.Setelah sambungan telepon terputus, Evan menerima pesan berisi lokasi tempat Meysha dan Anin berada. Evan bergegas menuju rumah sakit tersebut. Setelah menghabiskan waktu yang cukup lama di jalanan, akhirnya Evan sampai juga dirumah sakit tempat Anin berada.
Pada akhirnya Anin mau menemani mertuanya bertemu dengan Aaira, mereka memilih untuk bertemu di hari Minggu. Selain karena wanita itu libur, Albanna juga bisa ditinggal bersama papanya.Lina memilih untuk bertemu disebuah restoran menjelang makan siang. Dia sengaja tidak memilih private room karena ingin suasananya lebih santai antara dia dan kedua wanita yang memiliki hubungan dengan kedua putranya.Anin dan mertuanya sampai di restoran tersebut menjelang jam sebelas siang, tidak lama kemudian Aaira juga datang dan langsung menuju tempat dimana Anin dan mertuanya duduk.Dalam pandangan Anin, wanita yang bernama Aaira itu cukup sempurna. Pantas saja Kevin bisa tertarik dengannya. Wajahnya terlihat polos dan manis, namun dari gaya berpakaian dan body language-nya terlihat smart. Rambutnya yang panjang dan lurus di kuncir kuda, dengan memakai dress dengan panjang sedikit dibawah lutut membuat
"Kenapa kita harus merayakan hari itu mas, kenapa kamu melakukan hal yang membuatmu bersedih?" tanya Anin sambil menyisir rambut Evan dengan jari-jari tangannya. "Aku melakukannya untuk menghargai apa yang aku miliki sekarang," jawab Evan. "Aku harus selalu mengingat apa yang aku lakukan dulu kepadamu membuat penderita untukku sendiri, sehingga dimasa depan aku harus selalu berhati-hati dalam bertindak.""Kamu tahu, saat aku tahu kejadian yang sebenarnya menyimpan hatiku sangat hancur dan merasa bersalah. Ditambah lagi aku tahu jika kamu hamil dan pergi bersama calon bayi kita, kamu tidak mencariku dan meminta aku bertanggung jawab atas anak itu, tapi malah pergi tanpa jejak. Bertahun-tahun lamanya aku tidak bisa menemukanmu. Malah kita tidak sengaja bertemu saat Fajar memintaku membangun gedung di desa itu."Mata Evan menerawang mengenang masa itu, masa terberat dalam hidupnya. "Apa kamu mencari kami?" tanya Anin. Tangannya masih terus membelai rambut suaminya. "Tentu, dan saat a
"Tanggal berapa ini mas? mana ada kita menikah tanggal ini?" tanya Anin. "Sudah pokoknya kita makan saja dahulu, nanti baru kita bahas masalah itu." Evan berkata sambil membimbing istrinya duduk di kursi dan mengajaknya menikmati makanan. Anin mendesah panjang dan mengikuti perkataan suaminya, toh dia juga sudah lapar. "Eh tapi kita belum mandi loh mas," ucap Anin. Dia ingat kalau mereka baru saja pulang dan bahkan belum membersihkan diri. "Mau mandi bersama dulu?" tanya Evan menggoda. "Isshh kamu ini! aku mau mandi dulu baru makan biar segar dan makannya enak." Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Anin bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kamarnya untuk mandi dulu. Anin berpikir jika acara perayaan pernikahan itu hanya akal-akalan suaminya saja. Melihat istrinya pergi, akhirnya Evan juga memilih untuk mandi terlebih dahulu. Sepertinya makan setelah mandi lebih baik daripada seperti ini. Evan menunggui istrinya mandi sambil melihat-lihat layar ponselnya, kali ini dia ti
Di ruangannya, Evan sedang memberikan instruksi kepada sekertarisnya, Veronica. Dia ingin wanita itu melakukan sesuatu yang pribadi untuknya. Terakhir kali dia meminta untuk melakukan hal itu dan sukses, itu saat dirinya menyuruh Veronica menjemput Anin ke rumah dan mengatakan bahwa dirinya sakit dan dirawat di hotel. Semua berjalan dengan lancar, dan Anin datang begitu saja ke hotel tersebut."Pastikan semua berjalan lancar dan sempurna ya," pesan Evan sebelum sekretarisnya tersebut keluar ruangannya."Siap pak!" jawab Veronica. Setelah memastikan atasannya tidak memberikan instruksi lagi, wanita itu berpamitan ke luar dari ruangan bosnya. Evan tersenyum puas melihat segala sesuatu yang di persiapkan untuk memberikan kejutan kepada istrinya sudah hampir sempurna. Laki-laki itu meraih smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Segera dia menghubungi istrinya. "Sayang, hari ini pulang seperti biasa kan?" tanya Evan kepada Anin yang berada di ujung telpon."Iya mas, k
"Kopinya mas," ucap Meysha sambil meletakkan secangkir kopi dan sepiring gorengan di atas meja tempat dimana suaminya duduk.Fajar sedang duduk di ruang tamu sambil sibuk di depan laptopnya, pekerjaan sebagai dosen sebuah universitas membuatnya kadang harus menyelesaikan beberapa hal dirumahnya. "Terimakasih, Fattah sudah tidur?" tanya Fajar. "Sudah mas, gak lama masuk ke kamar langsung tidur dia," jawab Meysha. Wanita itu duduk disamping suaminya dan ikutan menatap ke arah layar datar yang tengah menyala menampilkan tampilan Microsoft powerpoint. Mungkin itu materi yang akan digunakan untuk mengajar besok."Sibuk mas, apa aku menganggumu jika aku duduk disini?" tanya Meysha. "Enggak kok, ini sudah selesai." Fajar berkata sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa dan merenggangkan otot-ototnya. "Lelah? sini aku pijitin."Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Meysha langsung memijit pundak Fajar. Laki-laki itu diam dan menikmati pijatan lembut dari istrinya. "Kamu tidak menyesal m
Mobil Evan memasuki pekarangan rumah baru Kevin dan Aaira dan berpapasan dengan sebuah mobil yang juga hendak keluar dari tempat itu. Tak lama berselang, mobil Fajar dan Meysha juga masuk ke halaman rumah yang cukup luas tersebut. "Itu tadi sepertinya mobil kakak," ucap Evan."Apa kita terlambat?" tanya Anin. "Harusnya tidak, kita datang di jam yang seperti di katakan oleh Kevin kok."Mereka berdua keluar dari mobil, Anin mengendong putrinya. Lalu kemudian memberikannya kepada Evan dan dia sendiri menuntun Albanna, lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh Fajar dan Meysha. Aaira langsung menyambut kedatangan mereka dan membawanya ke dalam, melewati ruang tamu yang cukup luas dan nyaman. Hingga akhirnya mereka sampai di bagian belakang rumah tersebut. Bagian belakang yang sangat luas, ada meja makan panjang berisi berbagai makanan yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Ruangan semi outdoor tersebut, sangat nyaman dan luas. Di bagian pinggir-pingg
Anin segera membukakan pintu untuk tamunya. Didepan pintu nampak dua orang dewasa dengan satu anak kecil di antara mereka."Maaf menganggu waktunya," ucap Tania."Ah enggak kok mam, silahkan masuk," sahut Anin sopan kemudian mempersilahkan tamunya masuk. Papa Kaira, atau suami Tania ikut masuk dengan membawa tentengan goodie bag di kedua tangannya. Anin sampai memandang tak percaya karena kedua tangan tamunya penuh dengan bawaan. Anin dan Evan mempersilahkan kedua tamunya duduk, sedangkan Kaira langsung akrab dengan Albanna dan bermain bersama dengan adiknya juga, meraka bermain di atas karpet yang sengaja di gelar untuk Albanna dan adiknya bermain. "Maaf kami menganggu waktu bersantai bunda," ucap Tania."Kami datang untuk berterima kasih dan berpamitan, berterima kasih karena bunda sudah menjaga putri kami dengan baik selama ini," lanjutnya."Itu sudah tugas kami mam," sahut Anin. "Lalu kami kesini juga mau berpamitan karena seperti yang bunda tahu jika kami akan berpindah ke lu
Evan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka yang terbuka. Dia tidak menyangka jika istrinya akan menggodanya terlebih dahulu. Ditatapnya wajah Anin yang memejamkan mata sambil memeluknya, menggunakan lengannya sebagai bantalnya. Evan tahu jika Anin belum tertidur, tapi dia enggan untuk membuat percakapan dengan istrinya. "Tadi Bella menemuiku di daycare," ucap Anin membuka suara. "Lalu?" tanya Evan. "Dia memperingatkan diriku untuk menjagamu, memperhatikanmu agar kamu tidak berpindah tangan ke wanita lain. Mungkin yang dia maksud wanita lain itu dirinya," ucap Anin menjelaskan. "Oh jadi karena hal ini kamu begitu manis hari ini?" ucap Evan dalam hati. Awalnya tadi dia ingin memberitahu jika Bella sudah menikah, dan pertemuannya tadi di pusat perbelanjaan untuk memperkenalkan suaminya sekaligus berpamitan dengannya. Bella bilang akan tinggal bersama suaminya di luar negeri. Tapi karena Anin begitu berubah karena kedatangan Bella, akhirnya Evan memutuskan untuk tidak
Anin segera membuka pintu apartemennya dan bergegas masuk kedalam. Saat hendak menuju kamarnya, Anin melihat pembantu rumah tangganya sedang merapikan kulkas. Nampak olehnya terdapat beberapa kantong belanjaan. Sepertinya suaminya sudah kembali dari berbelanja seperti perkiraannya. "Mas Evan dimana bik?" tanya Anin."Tadi setelah menemani nak Albanna tidur siang, bapak masuk kamar sepertinya."Anin segera masuk ke kamarnya, terlihat Evan tengah tertidur pulas di atas ranjang. Melihat suaminya masih tertidur, wanita itu pergi ke kamar mandi. Mencuci muka, membersihkan dirinya lalu berganti pakaian dengan baju rumahan. Setelah itu menyusul suaminya naik ke atas tempat tidur. Evan yang tertidur dengan posisi miring, membuat Anin memeluk tubuh suaminya dari belakang. Evan terbangun dan mengeliat merasakan ada seseorang memeluknya."Kamu sudah pulang?" tanya Evan saat menyadari tubuhnya dipeluk oleh istrinya. Lantas dia berbalik menghadap ke arah Anin."Sudah," jawab Anin singkat."Daycar
"Wooww ... Seorang Nevan Adiguna berbelanja kebutuhan rumah tangga sendirian? sungguh pemandangan yang tidak biasa," sapa seorang wanita dari arah belakang Evan. Secara refleks Evan membalikkan badannya menghadap ke arah suara yang menyapanya barusan. "Bella ...." gumamnya."Apa kamu sudah beralih profesi menjadi bapak rumah tangga?" ejek Bella lagi. "Tidak sopan!" sahut Evan. Bella tertawa melihat Evan tidak suka di ejek olehnya. "Hai jagoan? apa dia papamu?" tanya Bella pada Albanna yang sedang berdiri di samping Evan. "Iya Tante," jawab Albanna sambil tersenyum. "Siapa namamu?" tanya Bella lagi. "Albanna," sahut Albanna."Anak yang manis," ucap Bella sambil mencubit pipi Albanna dengan gemas. "Jangan cubit-cubit tante, Albanna sudah besar!" seru Albanna tidak suka."Wow ... Kamu galak seperti papamu," goda Bella lagi. Kali ini tangannya mengacak-acak rambut bocah itu.Ini adalah kali pertama Bella bertemu dengan putra pertama Evan, jadi wajar saja jika dia bahkan tidak tah