Rama merasa seperti bermimpi, mendekati wajah yang ada di hadapannya memegang dengan kedua tangannya.Mendekatkan hidungnya dengan hidung Elsa menatap kedua mata gadis itu suaranya tercekat, “Sa.”“Bang, Elsa haus,” kata gadis itu pelan.Pria itu terpaku sesaat dan kemudian menyadari itu bukanlah mimpi dia segara berlari keluar berteriak memanggil dokter dan suster jaga, Adit yang sedang tertidur di sofa luar pun terkejut.Adit sempat panik karena takut terjadi sesuatu yang buruk, tapi kemudian dia lega begitu mendengar kalau Elsa sudah sadar.Setelah dokter memastikan keadaan Elsa sudah Benar-benar baik, Rama dan Adit mendekat.Kedua wajah pria itu cerah juga lega melihat kalau kondisi Elsa sudah sadar walaupun masih lemah.“Bang aku haus,” kata Elsa lagi dan itu membuat Rama langsung bergerak mengambil gelas dan sedotan serta membantu Elsa minum.Elsa dapat merasakan kalau keningnya dicium, dan pelukan erat dirasakan olehnya dia menyadarkan wajah ke dada pria itu dan air mata pun
Setelah selesai di periksa dan kondisinya dinyatakan sudah stabil, Elsa segera di pindahkan dari ruang ICU ke ruang rawat biasa. “Biar saya yang angkat,” Rama mengangkat tubuh Elsa saat akan di dipindahkan dari brankar ke tempat tidur yang ada di ruangan itu.“Elsa berat, Bang,” bisik Elsa.“Beratmu 100kg pun Abang masih bisa angkat,” Rama menaruh Elsa ke tempat tidur dan meletakkannya perlahan seolah di takut Elsa akan merasa sakit.“Berat Elsa cuman 60kg, ngak 100kg,” protes Elsa.“Beda dikit.”“Banyak Bang,” Elsa memukul punggung Rama pelan.Rama hanya tersenyum mendengar protes Elsa, sambil membetulkan letak tidur dan bantal yang ada di belakang Elsa. Perawat yang mengantung infus dan memeriksa kembali tekanan darah Elisa sambil bertanya tentang apa yang di keluhkan Elsa tersenyum melihat semua perhatian Rama.“Begini sudah enak?”“Sudah, Bang.”“Kamu mau yang lain, Sa?”“Ngak, Elsa masih ngantuk.”“Ya sudah kalau begitu kamu tidur saja lagi.”Wajah Rama begitu dek
“Mungkin Anda salah kamar, di sini memang nama pasiennya Elsa tapi nama Daddynya Frans,” sahut Ibu Tri dengan memandang curiga.“Elsa itu putri kandung saya, kalau Frans itu cuman orang tua angkatnya saja,” terang Ferry.“Jangan bohong ya, saya kenal semua keluarga Elsa, tapi tidak pernah saya dengar tentang Anda,” Ibu Tri terdengar kekeuh dengan pendapatnya sendiri.“Saya tidak bohong, saya ini memang Papa kandungnya Elsa,” Ferry terdengar putus asa.“Kalau kamu memang Papa kandungnya Elsa, kenapa baru muncul sekarang?” “Saya baru tahu kabar soal Elsa itu kemarin.”“Memang Anda tinggal di mana? Kok baru tahu itu kemarin?”“Saya tinggal di kota ini juga, tapi ..”“Nah apalagi kalau tinggal satu kota begini, tidak mungkin Anda baru tahu soal Elsa kemarin, kan Elsa sudah satu Minggu di rawat di rumah sakit? Anda itu sangat mencurigakan.”Ibu Tri terus mengawasi gerak-gerik kedua orang yang ada di hadapannya, terutama gadis muda yang ada di samping pria itu.“Tante, apa yang d
Elsa merasa suasana di ruangan itu terasa sepi, walaupun sesekali dia menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Ferry maupun Jasmine. “Daddy,” panggil Elsa. Frans berjalan masuk, mendekati Elsa dan langsung mencium pucuk kepala putrinya. “Daddy bawa makanan kesukaanmu,” Frans menunjukkan bungkus yang ada di tangannya. “Baunya harum.” “Sebentar Daddy siapkan,” Frans berlalu seolah tak melihat keberadaan Ferry atau Jasmine. “Frans.” Gerakan Frans terhenti saat namanya di sebut. “Terima kasih, kau mau menjaga dan merawat Elsa untukku.” Frans membalikkan badannya dan memandang pada Ferry dengan tatapan tajam. “Aku tak melakukan itu untukmu, tapi kulakukan untuk diriku sendiri,” Frans menarik napas berat, “Karena Elsa adalah putriku, peninggalan paling berharga yang di berikan padaku.” Ferry terpaku juga terdiam mendengar perkataan Frans, “Aku tahu, kau sudah menganggap Elsa seperti Putri sendiri...” “Elsa memang putriku, buka
Ivy memperhatikan Ikbal yang tergesa-gesa pergi, tanpa mempedulikan keberadaannya.“Bukankah ini terlalu pagi untuk pergi bekerja?” tanya Ivy.“Aku akan ke rumah sakit.”“Apa jalang itu sudah mati? Sampai kau harus pergi sepagi ini?” Ikbal memandang Ivy dengan tajam, “Elsa bukan jalang dan jangan pernah menyebut dia seperti.”“Lalu di sebut apa wanita yang menggoda suami orang lain selain jalang? Pelacur mungkin?”Tiba-tiba Ivy merasakan tenggorokannya tercekat, genggaman di lehernya terasa kuat.“Dengar, Elsa bukan jalang, juga bukan pelacur,yang pantas di sebut seperti itu adalah dirimu,” Ikbal berbisik di telinga Ivy dan tangannya mencengkeram erat leher istrinya.“Lepaskan Ikbal, lepaskan,” Ivy mencoba menarik tangan Ikbal agar lepas dari lehernya, “Kau mau membunuhku?”“Aku tak akan melakukan itu, karena aku tidak ingin membuat kehilangan kesempatan untuk kembali bersama Elsa, karena membunuhmu,” Ikbal melepaskan cengkeramannya dan berjalan menjauh.“Apa Kurangnya aku
Sumi terus memandang tajam dan juga sinis pada wanita cantik sebaya dengannya.“Elsa maafkan Tante baru bisa datang menjengukmu, tante baru saja pulang dari luar negeri karena ada pekerjaan,” Amara memasang wajah bersalah.“Tidak apa-apa tante Amara, Elsa tahu kalau Tante orang yang sangat sibuk,” Elsa tersenyum menanggapi permintaan maaf dari Amara “Cih.. sok penting, sok sibuk,” gumam Sumi.Amara memandang sinis sama seperti yang dilakukan Sumi, “Tentu saja aku sibuk karena aku punya perusahaan yang harus diurus, tidak sepertimu yang hanya bisa mengurus rumah tangga saja.”“Memang kenapa kalau aku ibu rumah tangga saja? Itu..” “Sumi sudah,” tegur Frans dan bisa terlihat wajahnya memperingatkan Sumi untuk tidak meneruskan.“Aku belum bicara apa-apa Mas, dianya itu sok pamer mentang-mentang punya perusahaan!” sahut Sumi kesal.“Bu,..” panggil Elsa pelan.Panggilan itu mengalihkan perhatian Sumi, terdengar nada khawatir dari Sumi, “Ada apa Sa? Mau apa?”“Elsa mau bubur ayam
Beberapa waktu sebelumnya..Frans cukup terkejut dengan kemunculan Amara begitu juga Sumi dan Elsa, apalagi dia datang sendiri tanpa di temani Ferry.Kalau Frans juga Elsa tampak berusaha tenang melihat kehadiran Amara, berbeda dengan Sumi yang dengan terang-terangan menujukan kebencian dan amarahnya.Sebenarnya Frans sangat heran, bagaimana mungkin Amara mau datang melihat keadaan Elsa, padahal selama ini yang dia ketahui wanita itu tak pernah peduli dengan keberadaan Elsa.“Daddy duduk di luar, tapi kalau kau perlu sesuatu tinggal panggil saja,” Frans melihat Elsa mengangguk pelan.Frans sempat melihat ke arah Amara, sebelum berlalu pergi.Entah kenapa Frans begitu membenci wanita ini, secantik dan semenarik apa pun bagi pria itu Amara terlihat seperti hantu yang mengerikan baginya.Duduk di luar membuat Frans mengingat banyak hal tentang masa lalu, ada hal-hal yang membuat dia sangat menyesal.Kotak rokok yang ada di tangannya hanya berpindah-pindah tangan tanpa ingin meng
“Ini semua gara-gara kamu Sa, coba kamu ngak suruh Ibu pergi beli bubur ayam tadi,” keluh Sumi.“Maaf Bu, aku cuman ngak mau Ibu marah-marah terus,” sahut Elsa pelan.“Aduh Mas Frans ini juga, kok ngak di angkat dari tadi?” Sumi terus melihat pada gawainya.“Semoga Kakek Haris baik-baik saja.”“Coba tadi Ibu datang lebih cepat, pasti ketemu sama Om Haris.”“Memang Ibu kenal sama Kakek Haris?” “Kenal, tapi ngak kenal dekat waktu masih pacaran sama Bandi,” kenang Sumi.“Terakhir bertemu waktu jadi saksi pernikahan Ratih dan Ferry,” lanjut Sumi.“Apa Kakek haris juga kenal lama dengan Tante Amara?”Sumi terdiam sesaat, “Kurang tahu, karena setelah pernikahan Ratih dan Ferry selesai, Om Haris langsung kembali ke luar negeri lagi dan tidak pernah datang lagi.”“Jadi bagaimana kakek Haris bisa mengenal Tante Amara?”“Ibu kurang tahu, karena waktu Ibu menikah kami langsung merantau,” terang Sumi, “Jadi banyak kejadian yang Ibu ngak tahu.”“Kakek Haris sangat membenci marah pada