Share

Bab 17

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Hendra yang salah, Pa." sahutku.

"Sekiranya Papa dari dahulu becus menjadi seorang Ayah, tentu kalian tak akan hidup susah. Dan ini semua tak akan terjadi." suara Papa bergetar,

Seumur-umur baru kali ini aku melihat air mata Papa mengalir deras.

"Papa memang payah!" rutuk Papa sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan. Begitu pun Mama, tangisnya kian kencang.

"Sudah, Pa. Semua sudah berlalu, kini gimana cara

agar rumah tangga Hendra bisa kembali utuh." ujar Mbak Widya menenangkan Papa.

"Utuh? memang apa yang terjadi?" tanya Papa kaget.

Mbak Widya menatapku cemas. Sepertinya dia belum cerita jika Melody kabur dari rumah.

"Melody pergi, Pa." cicit Mbak Widya kemudian.

"Ya Allah ..." Suara Papa bergetar pilu.

"Ya Allah, Ndra, kamu sudah cari Melody, Nak? kamu harus mendapatkan dia kembali. Mama banyak salah. Mama berdosa pada Melody." Mama terisak.

Melihat air mata dari orang-orang yang kusayangi, hati ini terasa ditusuk ratusan pisau, sakit.

"Iya, Ma. Hendra akan mencari Melody."

"Ap
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hafsah Umar bin Khattab
gw masih gak ngerti Hendra itu knp
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 18

    Aku menajamkan penglihatan, foto yang di kirim Ata, berulangkali aku zoom. Dari sisi mana pun perempuan itu sangat mirip dengan Melody. Tanganku gemetaran.Ya Allah, apa Melody tertekan, stres lalu berubah menjadi perempuan seperti itu?"Ta, kamu masih di sana? tolong ikuti perempuan itu." Aku langsung melakukan panggilan telepon kepada Ata. Ga ada waktu lagi untuk berkirim pesan."Ga, Ndra. Dia sudah naik sebuah mobil mewah dan meluncur cepat. Aku ga sempat memperhatikan karena keberadaannya ada diseberang jalan."Aku mendengkus. Gimana cara menyelidikinya kalau begini?"Jadi, hanya foto itu aja, Ta?" "Iya, sorry, Bro. Aku juga ga nyangka istri kamu yang berkerudung itu nekat mengubah penampilan seperti itu.""Bukan, Ta! itu bukan Melody! Melody tak mungkin menjadi wanita ga bener! dia wanita yang tau agama." kilahku. Tak terima Ata menghakimi Melody seperti itu."Maaf, Ndra. Aku pikir setahun kamu abaikan dia, membuat jiwanya sakit. Apalagi setelah kesalahanpahaman yang terjadi di

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 19

    Setengah jam berlalu, rasa sakit sudah mulai hilang, walau berat dibagian tengkuk masih aku rasakan. Jam ditangan menunjukkan angka dua. Aku belum sholat. Gegas aku menyalakan mobil dan meninggalkan tempat itu. Tak jauh dari rumah Ayah Melody, ada mesjid. Aku akan sholat dulu disana. Walau sudah lewat waktunya. Mesjid sudah sepi, hanya beberapa driver ojek online yang rebahan di pelataran bangunan suci itu. Tak apa yang penting berniat untuk beribadah. Tak lupa berdoa agar masalah ini cepat teratasi.Usai sholat aku kembali melanjutkan perjalanan. Tinggal beberapa jarak lagi aku akan sampai dirumah mertuaku. Ingin kesana, tapi takut jika Ayah Melody akan terpancing emosinya. Tapi, aku penasaran apakah Melody ada disana atau tidak. Khawatir jika Ayah menyembunyikan anak perempuannya itu karena kecewa padaku. Mengingat itu aku melajukan mobil ke sana, mengintai dari jauh.Rumah minimalis itu tampak sepi, tapi pintunya terbuka lebar. Dua buah mobil parkir di depan rumah Ayah Dahlan. Yang

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 20

    Hari sudah gelap, badanku sudah lemas rasanya tubuh ini tak bertulang. Seharian aku mutar-mutar mencari Melody. Beberapa orang di dekat kampus Melody dulu, yang kuperlihatkan foto istriku itu, sama sekali tak mengenalnya. Aku memutuskan ke rumah Mama badanku sungguh tak nyaman aku takut tinggal sendirian. Jika nanti mati, siapa yang akan tau.Mobilku sampai dihalaman rumah Mama. Pintu langsung terbuka. Mama dan Mbak Widya menatap ke arahku. Baru saja aku turun dari mobil. Pandanganku tiba-tiba saja berputar. Badan terasa berat, aku terhempas ke tanah. Hanya samar-samar suara Mama dan Mbak Widya memanggil-manggil namaku cemas.***"Alhamdulillah, kamu sudah sadar, Ndra." suara Mama menyambut kesadaranku."Ini dimana, Ma?""Rumah sakit, Ndra. Kamu pingsan kemarin. Kamu ini gimana toh, Ndra. Seharian mesti ga makan?" sungut Mama."Mencari istri ya harus mikirin kesehatan juga, Ndra. Kalau kamu begini gimana mau mencari Melody! pikir kesehatan kamu!" potong Mbak Widya yang mendekat ke bib

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 21

    "Aku kan sakit, Ta.""Iya, tapi taunya Pak Ryan kamu itu ngayap di jalan-jalan. Kayak orang bingung." ketus Ata.Aku mengeryitkan kening. Kenapa Pak Ryan bisa tau."Pak Ryan tau dari mana?""Dia melihat kamu, Ndra. Beberapa hari ini Pak Ryan memang ada perlu bolak balik ke PT. Inti Mas. Dia lihat mobil kamu."Aku terdiam. Mau memberi alasan apa lagi setelah ini."Besok kamu harus masuk, Ndra.""Ga bisa, Ta. Istriku belum ketemu.""Wah, bisa-bisa kamu di pecat!"Aku membuang napas kasar. Pekerjaan ini penting bagiku.Ata mendekat lalu duduk dibibir ranjang kemudian meraih tanganku. Aku terkejut, menatap lelaki itu tanpa suara. Apa-apaan Ata? "Tenang aja, Ndra. Yakin masalah kamu, akan segera selesai. Pokoknya kamu besok harus masuk, aku pamit dulu." lelaki itu melepaskan tanganku lalu menepuk pundak sekilas dan bangkit meninggalkan senyum yang penuh misteri.Darahku berdesir. "Astaghfirullah ..." desisku.Motor Ata sudah terdengar menjauh, aku baru hendak bangkit ketika terdengar sua

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 22

    Saat sampai di depan jalan rumah Ayah Melody, benar saja seorang wanita berkerudung menatapku dengan senyum manisnya. Hatiku begitu berdesir. Senyum yang seminggu ini aku nantikan.Melody?Senyumku merekah, wajah cantik Melody terus melempar senyum.Tiiiiiiin!"Woi! cari mati lu! berhenti sembarangan!" umpat seseorang yang mengendarai motor yang kemudian mendahuluiku.Aku yang tersentak, segera menepikan kendaraanku. Pandangan kembali menatap kearah rumah Melody. Sepi, tak ada orang. Ternyata hanya halusinasiku saja. Kembali melanjutkan perjalanan dengan hati yang kecewa. Mungkin saking inginnyabertemu, bayang-bayang Melody seakan ada di pelupuk mataku.Sejam kemudian aku sampai dikantor. Awalnya semua normal, hingga aku dipanggil Pak Ryan keruangannya."Kemana saja kamu akhir-akhir ini, beralasan sakit tapi nyatanya kamu berkeliling kota seperti orang yang tak punya pekerjaan. Setelah ini tak ada toleransi lagi atas kelalaian kamu!"Hardik Pak Ryan."Sekarang segera buat laporan pema

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 23

    "Bu, Bu. Maaf, saya bisa bertemu dengan Bu ..." aku mengingat-ingat nama pemilik rumah yang tadi dia sebutkan."Bu Nada?" tanyanya melanjutkan."Iya bener, Bu Nada." "Buat apa? wong ada keperluan kok. Bu Nada sibuk, ga bisa diganggu!" ketusnya lalu melanjutkan langkah."Bu, plis!"Aku berharap itu Melody sedang mengganti identitas diri."Ada apa, Bik?" suara perempuan dari dalam sana."Ada orang yang nyari perempuan bernama Melody, Non."Dari celah pagar aku dapat melihat perempuan dengan baju dres hitam ketat yang membungkus tubuhnya itu. Rambut sebahu dan dandanan yang elegan. Selain wajahnya semua terlihat bukan Melody. Melody tak mungkin memakai pakaian seperti itu. Suara sepatu beradu dengan lantai terdengar mendekat. Wangi parfum juga makin jelas tercium. Pagar terbuka, sosok perempuan yang sangat mirip dengan Melody menatapku dengan kedua tangan terlipat di dada."Kamu sudah dengar kan, tadi pembantu saya bilang tak ada yang namanya Melody disini!""Dek, apa itu kamu?" aku ma

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 24

    Aku membuka lemari kecil yang ada dekat ranjang. Mengelus benda yang selalu menemanikudisaat rasa itu tiba.Perlahan aku membuka pakaianku. Disaat-saat perasaan itu mengebu, aku melempar alat itu ke ranjang. Terduduk dengan tangan meremas rambut."Aaarrrgggh!"Aku meraung menahan rasa sakit yang datang seiring rasa yang aku coba tahan. Perlahan bangkit menuju mobil, obat-obatanku masih tersimpan disana. Rasa sakit ini benar-benar menusuk-nusuk dari dalam. Tertatih aku sampai dan bergegas membuka mobil lalu meraih tas hitam yang selalu aku bawa-bawa.Ya Allah, Astaghfirullah ...Aku pun meneguk satu buah obat dan duduk didalam mobil untuk sesaat, merasai sakit yang mulai sedikit demi sedikit menghilang.Ponsel disaku celana berbunyi, Athaya!Astaga! aku lupa tadi Pak Ryan memintaku untuk membuat laporan."Ndra! kamu dimana? Pak Ryan marah-marah!""Aku lupa, Ta. Tadi, langsung pulang karena sakit kepalaku kambuh.""Ah, kamu gimana sih! Pak Ryan nanyain laporan yang kamu buat? sudah jad

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 25

    "Kalau begitu menurut Mama, Mama urus anak Mama ini sendirian. Mama tak pernah mau mendengarkan kata orang, tak usah Mama menikahi dia dengan perempuan mana pun, kasian. Kalau hanya akan menyakiti hati saja." Mbak Widya mulai melemah."Bersyukur kamu bisa menikah dengan Melody, jika istri kamu bukan dia. Mungkin aib kamu sejagat raya orang sudah tahu!" lanjut Mbak Widya.Dia menatapku tajam lalu meninggalkan rumah dengan membawa amarah. Aku kembali meremas rambutku. Kenapa masalah ini makin runyam."Sudahlah, Ndra. Kamu ga usah khawatir. Penyakit kamu ga bahaya, kok. Nanti juga sembuh. Kalau udah pulih, sepuluh perempuan seperti Melody bisa Mama carikan untuk kamu." Mama duduk disampingku lalu mengusap punggungku lembut. Tapi, bukan kenyamanan yang aku rasakan, justru hati makin tak tenang.***Aku kembali kerumah Mama. Kata Mama sampai aku mendapatkan pengganti Melody, Mama yang akan menjagaku. Aku terenyuh, tapi bukan itu yang kuinginkan. Usia bukan usia anak-anak lagi, kebutuhan ju

Bab terbaru

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    TAMAT

    POV author"Melody?"Rasti terhenti. Matanya yang cekung menatap Melody dengan tatapan tak percaya. "Siapa yang sakit, Mel?"tanyanya lagi."Mas Hendra. Kamu sendiri siapa yang berobat kesini?"Rasti tersenyum tipis. Tak tampak lagi wajah yang dulu glowing, bibir yang selalu berwarna merah dan alis mata yang indah. Keadaan Rasti benar-benar terlihat memprihatinkan dimata Melody."Aku yang sakit." lirih Rasti. Sejak di vonis terkena virus HIV Aids itu, Rasti menjadi pesakitan yang mulai dijauhi orang-orang. Bahkan laki-laki yang dulu memakai jasanya pun satu persatu menghilang. Ada yang ketularan penyakit itu, ada juga yang kabur takut terkena juga.Melody sungkan bertanya, sehingga dia hanya mengangguk saja."Oh, ya Hendra sakit apa?" Melody tak mungkin menceritakan semuanya pada Rasti. Memang mereka dulu sahabat, tapi apa yang pernah terjadi membuat Melody menganggap Rasti hanya orang lain. Cukup dia merasa bod*h karena membawa masuk wanita lain dalam hidupnya."Kecelakaan." jawabny

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    bab 61

    POV authorSeminggu sudah Hendra dirawat, luka serius dikepalanya akibat jatuh dari gedung lantai tiga itu membuatnya koma begitu lama. Beruntung Hendra selamat, meski sempat kritis. Kaki Hendra mengalami patah tulang yang mungkin akan membuat dia harus duduk di kursi roda kelak. Nada yang kenal dengan pemilik perusahaan tempat Ata bekerja yang mengabarkan pada pihak keluarga. Kebetulan perempuan muda itu baru saja ada meeting di perusahaan tersebut.Rusdi dan Fatma sangat syok atas kejadian itu yang menimpa anak lelakinya itu. Terlebih saat tau penyebabnya dari penjelasan saksi dan cerita dari Dahlan sahabatnya."Kasian sekali kamu, Nak." tangis Fatma ketika melihat keadaan anaknya."Ini semua karena kita, Ma. Kita yang menyebabkan Hendra seperti ini. Jika saja kita lebih hati-hati dulu. Anak kita tak akan seperti ini." sahut Rusdi yang melihat Hendra dengan infus terpasang ditangannya dan juga beberapa alat medis yang masih menempel ditubuh sang anak."Sudah, Ma, Pa. Kita fokus deng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 60

    Ancaman Ata ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa saat setelah kejadian di puncak, lelaki lucknut itu benar-benar mengirimkan foto-foto yang dia ambil saat aku dalam keadaan tak berdaya. Melody yang baru saja melahirkan anak pertama kami terlihat syock. Meski aku berusaha menjelaskan tapi Melody tak mau percaya. Terlebih ada sekotak tissu magic berada dalam tasku. Entah itu milik siapa, yang jelas aku tak pernah memakai barang itu, buat apa? Jangankan untuk memakainya terpikirkan saja tidak. Aku sudah meyakinkan diri untuk menunggu Melody sembuh dulu baru kami akan melakukan hal itu lagi. Dengan menyibukkan diri, banyak membaca buku-buku agama dan rutin membaca Al Qur'an, Alhamdulillah nafsuku bisa terbendung. Sakit di kepala juga sudah sembuh total, karena setiap terasa sedikit saja nyeri, aku langsung meruqyahnya sendiri.Namun, apa yang terjadi saat ini dengan rumah tanggaku membuat jiwa ini seakan terguncang.'Kenapa saat aku sudah bertaubat dengan sebenarnya taubat, Eng

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 59

    POV Hendra.Tak ada yang dapat kuucapkan selain kata syukur yang berlimpah untuk kenikmatan yang telah Allah berikan saat ini. Memiliki istri yang bisa menjadi selimut untuk menutupi aib-aibku di masa lalu. Bahkan mau menerimaku kembali dengan hati yang lapang.Aku akan berusaha menjaga dia dan berjanji untuk menjadi suami yang baik bagi Melody, terlebih istriku itu sedang hamil saat ini, mengandung buah cinta kami.Hari itu ada rapat penting yang dilakukan perusahaan tempat kubekerja dengan beberapa klien dari perusahaan lain. Aku yang dipilih untuk memimpin rapat itu. Tanpa diduga, aku bertemu lagi dengan Ata. Teman masa lalu, yang sempat dekat kembali denganku beberapa waktu lalu. Namun, setelah aku tahu Ata punya kelainan orientasi seksual, aku menjauh. Aku saja mati-matian untuk sembuh dari kebiasaan buruk itu. Jangan sampai terjerumus dalam keburukan lain yang jelas lebih menyeramkan."Hend, gimana kabar kamu?" Ata dan dua orang temannya menyalamiku. Riko dan Denis nama temannya

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 58

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 57

    "Bu, mau Bibik buatkan teh?" Bik Milah mungkin melihatku yang sedang termenung dengan tatapan kosong di ruang tengah."Ga usah, Bik. Tolong jagain Alif saja, Bik."Bik Milah mengangguk dan langsung berlalu ke kamar dimana Alif sedang ditidurkan. Kalau bukan karena Alif, aku rasanya ingin pergi jauh saja. Buat apa lagi bertahan. Setengah jam kemudian Mas Hendra datang. Suamiku itu membawa seorang laki-laki bersamanya. Pakaiannya rapi, tampak terlihat tegas. Sesekali mereka melempar tawa saat keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah.Bukan dia yang aku cari. Laki-laki yang tidur bersama Mas Hendra di puncak itu bukan ini. "Assalamu'alaikum ..."Mas Hendra masuk, sembari mengajak tamunya mengikuti dari belakang."Wa'alaykumussalam ..." jawabku singkat. "Dek, ini Pak Ardi, rekan kerja Mas. Kebetulan Mas hari ini tak balik lagi ke kantor, jadi Pak Ardi sekalian ikut untuk mengambil map yang ketinggalan." jelasnya.Lelaki yang bernama Ardi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Aku

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 56

    Aku terbangun dalam ruangan bercat putih. Memicingkan mata karena silau yang menerpa."Alhamdulillah ....kamu sudah sadar, Dek. Alhamdulillah ..." Wajah Mas Hendra yang pertama kali kulihat tampak begitu senang."Anak kita gimana, Mas?"Mas Hendra meraih tanganku yang masih terpasang jarum infus lalu menciumnya."Anak kita selamat, Dek. Laki-laki, hidungnya mancung seperti hidung Mamanya."Aku tersenyum membayangkan anak yang baru saja aku lahirkan. Meski harus lewat operasi Caesar karena aku yang tiba-tiba saja mengalami pendarahan. Mungkin karena kelelahan dalam acara pernikahan Mbak Nada kemarin.Tak lama Mama, Papa, Ayah, Mbak Widya, Mbak Nada juga suaminya masuk ke ruanganku."Kami baru saja mengintip bayi kamu di ruang perawatan bayi, kulitnya bersih, matanya bening, mana cakep banget, MasyaAllah." ucap Mama."Selamat ya, Sayang. Makasih sudah memberikan Mama seorang cucu. Mama senang sekali."Mama mengusap kepalaku, aku terharu. Akhirnya kasih sayang Mama bisa juga aku dapatka

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 55

    Mas Hendra pulang, sorot matanya memperlihatkan kebahagiaan. Tapi, tak bisa dipungkiri, dari wajah dia terlihat sangat lelah."Kita istirahat dulu disini ya, Mas. Besok baru pulang. Mas sepertinya lelah sekali." ujarku.Saat ini Mas Hendra sedang tiduran di kamar, Ayah setelah tadi ngobrol sebentar dengannya, sudah pergi ke Pondok."Jangan, Dek, kita langsung pulang saja. Mas gapapa kok. Sejam lagi kita berangkat ya, Mas mau tiduran sebentar."Aku mengangguk, melihat Mas Hendra sudah memejamkan mata aku bergegas merapikan barang-barang milikku. Meski tertartih karena perut yang besar ini."Pulang hari ini juga, Nak?" tanya Ayah yang baru pulang. "Jadi, Yah." jawabku pelan. Aku yang sedang duduk di sofa karena merasa lelah, tersenyum."Apa tidak besok saja, kasian Hendra baru pulang.""Mas Hendra minta sekarang aja, Yah. Mungkin dia masih kuat."Ayah mengangguk-anggukan kepalanya. Tak lama Mas Hendra bangun. Lalu mengajakku segera pulang ke rumah kami. Mata Ayah berkaca-kaca, lelaki y

  • ISTRI TANPA NAFKAH BATIN    Bab 54

    Aku menoleh."Kang Hanif, ini mau istirahat dulu." sahutku sopan."Oh iya, saya yang minta maaf malam-malam ganggu. Cuma sebentar saja kok, ada perlu sama Pak Haji." tuturnya."Iya, Kang silahkan. Saya pamit masuk dulu."Lelaki itu tersenyum lalu mengangguk. Meski dulu aku selalu memanggilnya 'Hanip' tidak pakai embel-embel didepan namanya, sekarang ada rasa sungkan terlebih kami sudah sama-sama dewasa. Setidaknya untuk menghormati dirinya yang juga seorang ustadz disini.Aku merebahkan diri di atas ranjang. Perut yang kian membuncit membuat gerakanku agak terbatas. Mencoba memejamkan mata, tapi kelopak ini sama sekali tidak mau diajak kompromi. Pikiran justru melayang pada Mas Hendra. Sedang apa dia? sudah jam delapan malam tapi belum ada kabar darinya. Aku meraih ponsel yang berada di sampingku. Mas Hendra aktif beberapa jam lalu. Apa kucoba menghubunginya saja. Baru saja hendak menekan tanda telepon hijau di layar ponsel. Panggilan dari Mas Hendra tertera di sana."Assalamu'alaiku

DMCA.com Protection Status