Kala itu, gadis cantik yang bernama Almaira baru saja menginjak usia 29 tahun. Ia berasal dari keluarga yang jauh dari kata cukup. Dengan bermodal wajah cantik nan mulus, ia memberanikan diri pergi ke kota untuk bekerja disalah satu bar yang cukup ternama. Meskipun dirinya seorang tipe pemalu, namun kecantikannya lah yang menjadi alasan kuat untuk melangkah ke zona hitam demi memperbaiki perekonomiannya.
Sudah hampir setengah bulan, Alma bekerja di bar itu. Ia mulai bisa menyesuaikan diri dengan pekerjaannya. Tidak hanya itu, ia pun mendapatkan teman baru yang rata-rata usianya lebih tua dari dirinya. Meskipun Alma bekerja di bar, tapi ia tidak pernah melayani pria hidung belang, yang seperti layaknya wanita nakal. Justru tiap ada pria yang mendekatinya, ia selalu menolaknya dengan halus.
Saat itu, waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam, Alma masih bergelut dengan pekerjaannya. Hanya ada sekitar dua orang rekan kerjanya yang menemani Alma di bar itu, mereka adalah Doni dan Ikhsan. Semakin malam, bar itu semakin ramai. Ketika Alma sedang membereskan gelas bekas alkohol, tiba-tiba saja seorang pria datang menghampirinya dengan muka yang begitu masam, seperti sedang dirundung kecewa dan bercampur amarah.
Pria itu langsung memesan minuman yang mengandung alkohol kepada Alma. Dan dengan gesitnya gadis itu langsung menyediakan minuman yang dipesannya. Awalnya Alma tidak begitu mempedulikan, namun karena pria itu terlihat sedih, apalagi meneteskan air mata, rasa simpati Alma tidak bisa tertahan lagi. Pikirannya pun bertanya-tanya, sebenarnya apa yang sedang terjadi pada pria tersebut. Bahkan rasa ingin tahunya kepada pria itu menjadi semakin penasaran.
Dengan rasa canggung dan malu, Alma pun memberanikan diri untuk bertanya kepada pria tersebut, "Apakah Anda baik-baik saja, Tuan?"
Pria itu hanya menoleh dan tersenyum kepada Alma dengan tatapan kosong. Ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun karena menahan air mata yang hampir saja terberai.
"Sepertinya Anda memang sedang punya masalah. Apa Anda pikir dengan meminum banyak alkohol bisa menyelesaikan masalah anda, Tuan?" tambah Alma menyunggingkan bibirnya. Ia semakin penasaran karena pria itu tidak juga menjawab pertanyaannya. Malahan minum lagi dan lagi.
"Daripada Anda melakukan hal yang tidak berfaedah, mendingan—" belum juga selesai bicara, pria itu langsung memotong pembicaraan Alma.
"Apa pedulimu? Kamu bahkan tidak tau apa yang sedang aku rasakan saat ini!" sentak pria itu marah dan dengan sedikit agak mabuk. Air mata yang mulai mengalir dari pipinya pun tidak ia rasakan. Bahkan pria itu menambahkan minuman alkohol lagi ke dalam gelas hingga penuh.
"Ya elah, mana saya tau urusan orang! Ditanya baik-baik malah marah. Sepertinya orang ini wataknya sombong dan keras kepala, nyesel deh sudah nyamperin dia kesini," kata Alma dalam hatinya.
"Ya, tidak tau juga sih, tapi kasian saja melihat Tuan menangis seperti itu," tambah Alma dengan polosnya.
"Apa? Menangis? Sok tau kamu! Mana mungkin orang ganteng sepertiku menangis di depan umum," geram pria itu gelagapan dan sedikit malu.
"Oh masa? Tapi kenapa pipinya basah ya?" kata Alma sedikit Mengernyitkan alisnya.
"Ya sudah tidak masalah, kalau begitu, saya permisi dulu, selamat menikmati Tuan, jangan lupa bayarnya dikasir," sahut Alma lagi dengan senyuman manisnya. Ia berusaha tersenyum meski hatinya kesal kepada pria itu.
"Ya sudah sana! Lagian siapa yang menyuruhmu ke sini. Orang ganteng sepertiku, tidak akan pernah mau mendekati perempuan seperti kamu!" cetus pria itu menyunggingkan bibirnya.
Alma hanya tersenyum geli, meski pria itu mengejeknya, tapi ia tidak peduli, ia hanya menyengir karena laki-laki itu membantah kalau dirinya tidak menangis. Padahal sudah terlihat jelas oleh Alma, kalau pria itu sedang menangis.
"Terserah kamu saja, Tuan. Yang pasti saya orang yang tidak bisa kamu bohongi, udah jelas-jelas nangis, masih saja berkilah!" ucap Alma dalam hatinya.
Setelah Alma pergi dari hadapannya, pria itu langsung segera menyeka air mata diwajahnya dengan tisu sambil berkata, "Bisa-bisanya ada orang yang memperhatikanku seperti ini."
****
"Gimana nih, kita sudah mau pulang, tapi orang itu masih ada di sini, kalau disuruh pulang, nanti dia kesinggung nggak ya?" ucap Ikhsan salah satu rekan kerja Alma.
"Dia sedang bersedih, tadi saya sudah menghampiri dia," ujar Alma.
"Oia? Ya sudah kalau begitu kamu saja yang ngasih tau kalau bar ini akan segera ditutup," suruh Doni kepada Alma.
"Tapi—dia sombong, nanti ngomel-ngomel lagi gimana?" kata Alma yang sedikit merasa enggan untuk menghampirinya lagi.
"Sudah tidak apa-apa, aku yakin dia gak bakalan marah. Percaya deh sama aku, orang lagi mabuk gitu juga," tutur Ikhsan sembari mendorong Alma supaya segera menghampiri pria itu.
Tanpa bisa mengelak lagi, Alma terpaksa menghampiri pria itu dengan sedikit ragu. Dalam benaknya, pasti pria ini akan marah. Mengingat tadi yang ia lakukan atas sikapnya, membuat Alma sungkan.
"Tuan, bar ini akan segera tutup, jadi aku harap—" seperti biasa, pria itu langsung memotong pembicaraan Alma.
"Iya-iya, aku tahu," ucap Pria itu yang sudah mabuk berat.
Untuk beranjak dari tempat duduk pun pria itu seperti kesulitan dan hampir saja terjatuh. Alma yang masih dihadapannya ikut prihatin dan tanpa berpikir panjang, ia langsung membantu pria itu berdiri.
"Hati-hati, Tuan. Anda sudah mabuk berat, bagaimana bisa pulang kalau Anda dalam keadaan seperti ini?" tutur Alma sembari memegang lengannya.
"Biarin, emang aku gak mau pulang. Kamu tidak usah khawatir aku bisa sendiri," ucap pria itu sembari berusaha melepaskan tangan Alma. Dan akhirnya ia bisa lepas, namun ia jatuh tersungkur ke lantai.
"Ya ampun, Anda sudah mabuk berat begini, mana mungkin bisa sendiri. Ayo saya bantu. Di luar ada tempat duduk, Anda bisa duduk dulu disana, sampai keluarga menjemput Anda," ucap Alma sembari berusaha mengangkat tubuh pria itu yang sudah tidak berdaya.
Melihat Alma dalam kesulitan, rekan kerjanya pun tidak tinggal diam, mereka berdua langsung segera membantu pria itu berjalan keluar dari bar.
"Sini biar kita saja yang membawa pria ini keluar, mendingan kamu bereskan dulu bekas minumannya, dan jangan lupa setelah itu matikan semua lampu, kecuali yang di luar," tutur Doni
"Oia, nih kuncinya!" kata Doni lagi sembari menyodorkan kuncinya.
"Oke, Mas. Oia dia sudah bayar belum?" tanya Alma.
"Ya ampun belum! Untung saja kamu ngingetin kita, jadi gimana dong?" tanya Ikhsan kepada Doni.
"Nanti kita bicarakan lagi di luar, berat nih, orangnya udah gak sadar," kata Doni yang sudah membopong Pria itu dengan sekuat tenaganya.
"Oke-oke."
Kedua rekan kerja Alma langsung membopong pria itu, sementara Alma membereskan semua yang ada di dalam bar sebelum tempat itu ia tutup. Selang beberapa menit kemudian, Alma pun keluar dari tempat itu setelah semuanya beres dan ia juga tidak lupa untuk menguncinya.
"Mas, ini kuncinya, Oia, bagaimana? Apa sudah ada pihak keluarganya yang mau jemput dia?" tanya Alma sembari memberikan kunci kepada Doni.
Bersambung ....
Doni dan Ikhsan masih setia menunggu pria tersebut. Tidak lama kemudian, Alma pun datang menghampirinya sembari menanyakan pihak keluarga pria itu. Namun, sayang sekali, ponsel milik pria itu lowbat dan tidak bisa digunakan."Boro-boro mau menghubungi keluarganya, ponselnya saja mati," sahut Doni yang sudah terlihat kelelahan."Terus gimana dong? Apa kita laporin saja ke manager kita? Atau lapor polisi?" tutur Alma kebingungan."Ke kantor polisi saja deh, lagian percuma kita lapor ke manager, orang dianya lagi ke luar kota," usul Ikhsan.Mendengar dirinya akan dibawa ke kantor polisi, pria itu langsung sadar dan seketika marah, namun masih dalam keadaan mabuk pria itu berkata, "Aku tidak mau ke kantor polisi, kalau kalian nekat membawa aku kesana, kalian akan tau akibatnya!""Yey, malah mengancam dia. Eh Tuan! Bagaimana tidak lapor polisi, dirimu saja sudah dalam keadaan begin
Flashback onDari kejauhan, terlihat dua orangBodyguar sedang mencari seseorang, yang tak lain adalah Bosnya sendiri. Sejak malam itu, mereka mencarinya ke setiap tempat namun tak kunjung juga menemukannya. Mereka juga sembari menanyakan kesetiap orang yang ada dijalanan, sambil memperlihatkan sebuah foto Bosnya, berharap ada orang yang mengenalinya.Benar saja, ketika duaBodyguard itu sedang menanyakan keseseorang dijalanan, orang itu mengetahui dimana Bosnya berada. Langsung saja kedua Bodyguard itu segera mencari ke tempat yang sudah diberitahu oleh orang yang tak dikenal itu. Dan akhirnya usaha mereka membuahkan hasil, mereka menemukan Bosnya di sebuah bar, dimana Alma dan pria itu sedang tertidur pulas di kursi luar yang sudah tersedia di tempat itu."Lihat! Ada orang di sana! Ayo kita hampiri saja," ucap salah satu bodyguarditu.
Waktu sudah menunjukan jam delapan pagi, dimana pagi itu, Alma baru saja sampai ke kos-annya setelah tertidur di luar bar bersama pria yang tak dikenalnya. Namun, keberuntungan pada perempuan itu adalah dia hanya tertidur dikursi tanpa melakukan hal-hal yang negatif."Ya ampun! Badanku serasa remuk semua, ini gara-gara laki-laki itu ngigau terus, aku sampai masuk angin. Udah ditolongin malah kabur," gerutu Alma sembari mengambil air minum.Gadis itu lalu merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Ia hendak beristirahat lagi karena waktu untuk bekerjanya nanti adalah jam lima sore. Dan ini kesempatan bagi Alma untuk melanjutkan istirahatnya lagi. Namun tetap saja, meski bisa rebahan, ia tetap harus mencari sesuap nasi untuk mengisi perutnya yang sedari tadi berbunyi karena lapar. Untung saja, ada tukang bubur yang suka nawarin ke tempat kos-annya.Waktu pun begitu cepat, sehingga
Alma menatap Daffa dengan sorotan mata yang tajam. Ia tidak habis pikir, dalam benaknya, pria itu orang yang galak yang pernah ia temui. Namun kenyataannya tidak begitu, hampir beberapa kali Daffa meminta maaf kepada Alma atas prilakunya yang kurang mengenakan hati. Seketika Alma menarik nafas dalam-dalam seolah ingin membuang jauh-jauh rasa lelahnya, tanpa berpikir panjang lagi, ia pun langsung memberikan nomor ponselnya kepada pria itu dengan begitu mudahnya.Biasanya gadis itu pelit mengenai soal yang berhubungan dengan kepribadiannya, bahkan lebih pelit dari Nyi Endit. Namun, untuk seorang Daffa, ia malah memberikan nomor pribadinya itu dengan begitu saja, entah apa yang merasuki gadis itu, bisa-bisanya memberikannya dengan cuma-cuma.*****Daffa dan keduabodyguardnya masih berada di dalam bar. Mereka masih asyi
Pertanyaan Alma membuat kedua bodyguard itu tercengang. bagaimana tidak, ia melontarkan pertanyaan dengan begitu banyaknya sehingga keduanya tidak bisa menjawabnya."Kenapa kalian diam saja?" tegas Alma."I-itu! Dia masih disana," tunjuk Akmal sembari gelagapan."Kalau begitu kami permisi dulu, Nona!" ucap Farhan sembari menarik lengan Akmal agar secepatnya pergi dari tempat itu.Melihat gelagat kedua bodyguard itu, membuat Alma keheranan. Namun ia sudah tidak peduli lagi karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan malam itu."Dasar orang aneh, ditanya begitu saja, seperti ditanya hantu!"*****Ketika bar itu sudah mulai sepi, Daffa berusaha mendekati Alma yang sedang membereskan botol minuman. Daffa ingin lebih dekat dengan gadis itu, karena ia mulai menyukainya. Sesuatu yang disukai,
Sejenak gadis itu terdiam membisu. Apa yang dikatakan seorang Ceo sungguh membuat gadis itu terpana bahkan situasinya semakin gugup."Ke-kenapa nungguin aku? Kalau mau pulang ya pulang saja!" ucap Alma menyunggingkan bibirnya."Lagian, kenapa tadi tidak ikut pulang sama teman-teman kamu?" tambah Alma."Teman? Teman yang mana? Aku disini tidak punya teman, selain kamu," tutur Daffa."Loh! Tadi yang ngobrol sama kamu di dalam bar siapa? Masa tiba-tiba amnesia? Lagi pula, di sini siapa yang mau temanan sama kamu?" ucap Alma mengkerlingkan matanya."Oh, mungkin yang dimaksud dia, bodyguard aku," ucap Daffa dalam hatinya."Oia, maaf aku lupa hehe," ucap Daffa cengengesan."Tapi, bukankah kita sudah menjadi teman?" ucap Daffa dengan pedenya."Sejak kapan?" Alma malah balik tanya."Ya ampun! Bukannya tadi di dalam bar ki
Kamar Alma begitu kecil, di dalamnya terdapat satu buah kasur kecil dan kamar mandi saja. Tidak ada lemari maupun televisi. Ia sengaja memilih tempat tinggal yang sangat murah, karena yang paling penting bagi dirinya adalah bisa tidur dan bisa mandi. Saat mereka berdua masuk ke dalam, suasananya menjadi hangat. Bahkan diantara mereka berdua sudah tidak ada rasa canggung dan gugup lagi. Mereka mengobrol seperti sudah terbiasa, sementara di luar hujannya sangat deras."Biasanya pulang kerja, aku suka langsung tidur sampai pagi! Tapi berhubung kamu membawakan aku makanan, jadi aku akan makan. Tapi sepertinya kita makan bareng saja, soalnya kamu bawa makanannya banyak banget, siapa lagi yang akan makan kalau bukan kita!" tutur Alma mengawali percakapannya."Oke! Setuju!" ujar Daffa sumringah.Mereka berdua pun akhirnya makan bersama meski waktu sudah menunjukan pukul satu malam, karena akan mubazir jika makanan itu dibuang.
Waktu semakin bergulir dan mereka berdua masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi dibarengi dengan pelukan yang hangat, membuat keduanya enggan untuk terbangun dari mimpi indahnya. Mereka berdua terlihat begitu dekat dan belum ada tanda-tanda untuk sadarkan diri.Tidak lama kemudian, sinar mentari mulai menyambut indahnya pagi hari. Suara burung pun berkicau kian terdengar syahdu mengiringi kabut setelah hujan semalaman. Serta jam beker juga telah berbunyi sangat nyaring sehingga membangunkan Daffa dari mimpi indahnya.Pria itu mulai membuka matanya pelan-pelan. Namun ada sesuatu yang membuat dirinya merasakan sesak dan terasa berat di dadanya. Seperti tertimpa sebuah benda berat yang menutupi semua badannya. Setelah matanya terbuka lebar, akhirnya ia pun tau apa yang telah menimpa pada dirinya. Ya, sebuah tangan dengan jari yang lentik mendarat di dadanya. Begitu juga dengan kaki yang kecil nan panjang menghimpit kaki Daffa hingga ia tak bisa
Hari demi hari telah mereka lalui bersama dengan penuh suka cita. Apa lagi semakin hari, kehadiran Alma di keluarganya Daffa, semakin disukai banyak orang. Bahkan suasananya pun menjadi hangat dan damai. Sebelum acara syukuran tiba, Alma ingin meminta izin kepada Daffa untuk menemui Ririn, teman kosannya dulu. Teman yang selama ini sudah ia lupakan karena kelicikannya. Akan tetapi, Alma masih punya hati untuk menemuinya karena biar bagaimanapun juga, Ririn adalah sahabatnya yang pernah membantunya ketika dirinya sedang kesusahan. "Mas, hari ini kamu ada waktu tidak?" kata Alma manja. "Mas? Tumben, apa aku tidak salah dengar?" kata Daffa sembari duduk di dekatnya Alma. "Tidak, aku sengaja ingin memanggil kamu Mas, mungkin karena bawaan bayi kali," kata Alma dengan santainya. "Hem, begitu ya. Terus kamu nanyain waktu sama aku, untuk apa? Kamu mau kemana? Bukannya ke dokte
Semenjak Ririn disangka perebut suami orang oleh orang-orang disekitarnya, kini beritanya sudah tersebar luas sejagat maya. Hari-hari yang Ririn lalui begitu menjadi tidak berarti. Dan akibatnya, ia juga di usir oleh ibu kos yang dulu pernah mengusir Alma dari kos-kosannya. Bahkan, ibu kos itu sangat menyesal telah mengusir Alma tanpa tahu kebenarannya. Kini, Ririn hidup menjadi wanita yang tertutup dan pensiun dari kehidupan matrealistisnya. Ia bahkan mencari tempat yang jauh lebih sepi dari tempat sebelumnya. Mantan-mantan pacarnya pun hanya bisa tertawa sinis, melihat kabar dirinya dari media sosial dan sudah tidak sudi lagi berhubungan dengan Ririn, walaupun itu hanya sebatas teman. Dan kini Ririn memilih hidup menyendiri dari orang-orang yang sudah mengenalnya. Akan tetapi, meskipun Ririn sudah pindah ke tempat yang sepi dan jauh dari kata ramai, tetap saja Kania bisa menemukannya. Ia masih saja mendendam kepada Ririn
"A-apa? Istri?" kata Nyonya Cristin kaget."Jadi ini menantu baru kita?" tambah Tuan Dimas tersenyum lebar."Iya Ma, Pa, mulai sekarang dan selamanya, dia yang akan menjadi pendamping hidup aku," kata Daffa sembari melirik ke arah Alma dan tersenyum manis."Ya ampun! Ini benar-benar kejutan yang tidak terduga, ayo kita duduk dulu," ajak Nyonya Cristin yang masih belum percaya, jika anaknya sudah menikah lagi.Mereka pun duduk di ruang tamu dengan berbagai hiasan yang menarik. Dan disertai dengan desain yang membuat para tamu menjadi semakin nyaman. Tuan Dimas dan Nyonya Cristin saling menatap Alma yang terlihat menunduk dengan sopan. Kebetulan Nyonya Cristin duduk bersampingan dengan Alma sehingga wanita paruh baya itu bisa melihat jelas kecantikan Alma yang sederhana namun elegan."Ya ampun kamu cantik sekali, siapa namanya?" tanya Nyonya Cristin sembari tersenyum bahagia.
Kriing kring kringSuara ponsel milik Nyonya Cristin berdering, setelah melihat ponselnya, ternyata yang menelepon adalah anak semata wayangnya. Betapa bahagianya Nyonya Cristin saat itu, ia pun langsung mengangkatnya dengan begitu sumringah.Beberapa menit setelah Daffa meneleponnya, hati Nyonya Cristin semakin berbunga-bunga, karena anaknya memberitahukan jika masalahnya dengan Karin telah berakhir.Kini, ia berjanji akan membawa sebuah kejutan untuk dirinya. Entah apa yang akan diberikan Daffa, yang pasti hari ini Nyonya Cristin begitu gembira sekali."Pa!" teriak Nyonya Cristin sembari menghampiri suaminya di teras rumah."Ada apa? Kok kelihatannya senang begitu?" kata Tuan Dimas dengan santainya."Tentu saja Pa! Aku sangat senang sekali, soalnya anak kita mau pulang sekarang, dan apa kamu tahu? Dia akan membawa sebuah kejutan loh!" ucap Nyonya Cristin sumringah.
"A - apa! Menemui orang tuamu!" jawab Alma kaget. "Iya Sayang, meskipun kamu tidak mau, tetap saja kamu pasti akan menemui mereka dikemudian hari. Jadi apa bedanya bertemu sekarang sama bertemu nanti? Toh sama saja bukan?" kata Daffa dengan santainya "I - iya sih! Tapi aku belum siap karena istrimu—" Belum juga selesai bicara, Alma sudah diselang oleh Daffa, "Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, kamu kan istri sahnya aku, dia udah aku ceraikan, udah kutalak tiga malah, jadi stop! Jangan bilang dia masih istriku, karena istriku yang sekarang sudah ada di depan mataku." "Tapi, tetap saja ini salah, Daff! Harusnya kamu sebelum menikahiku, urusan antara kamu dengan istrimu itu harusnya sudah beres. Biar aku tidak minder, karena aku merasa posisiku ini terkesan seperti per
Setelah beberapa bulan lamanya menjalani kehidupan baru menjadi Nyonya Di apartemennya Daffa, kehidupan Alma berubah drastis. Ia menjadi seorang istri yangmatre. Akan tetapi, meskipun Alma menjadi seorang istri yangmatre, ia tidak pernah absen untuk mengirim bantuan kepada anak yatim, para jompo, dan orang lain yang benar-benar membutuhkan bantuannya. Hal ini lah yang membuat Daffa semakin menyukainya karena berbeda dengan perempuan mana pun. Jalinan asmara mereka berdua pun semakin lengket. Sampai-sampai suami-istri ini tambah begitu mesra bagaikan seluruh dunianya serasa milik berdua. Di sisi lain, perkataannya Ririn yang dulu terus saja terngiang di telinganya Alma, bahwa, agar dirinya menjadi wanita yang matre. Walaupun keduanya sudah renggang dan belum pernah bertemu lagi, tapi kata-kata itu sudah menempel dalam benaknya Alma. Setiap melakukan senggama, ia pasti meminta D
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, di mana Alma dan Daffa sedang membereskan segala peralatan yang ada di dapur. Maklum, apartemen itu jarang di tempati, sehingga barang-barang yang ada di sekitar dapur terlihat kotor dan berdebu. Bahkan, rencananya mereka akan bersih-bersih ke setiap ruangan agar suasananya kembali bersih lagi.Ketika sedang sibuk-sibuknya bersih-bersih, tiba-tiba saja kedua orangbodyguardnya Daffa datang mengetuk pintu. Alma yang mengetahui hal itu, menjadi ketakutan karena takut jika ada salah seorang keluarga dari Daffa maupun Karin datang ke apartemen itu. Dan sudah pasti urusannya akan semakin besar."Daff, aku harus sembunyi di mana ini?" tanya Alma panik."Tenang dulu, jangan panik, aku akan melihatnya," kata Daffa sembari melangkah menuju ke arah pintu."Ah, tetap saja aku takut. Aku ke kamar saja lah," kata Alma sembari berlari k
Alma pun tercengang atas perkataan dari Daffa yang ingin menikahinya. Ia pun membalikkan tubuhnya, sehingga mereka berdua saling bertatapan satu sama lainnya. "Apa kamu serius?" tanya Alma dengan sungguh-sungguh. "Kenapa tidak?" kata Daffa dengan singkat. "Besok aku akan mengurus semuanya. Kamu tidak perlu khawatir, aku tahu apa yang harus aku lakukan nanti." "Kenapa rasanya senang sekali saat dia mengajakku untuk menikah, padahal semua ini sangat salah. Ya benar, ini salah. Aku mana mungkin tega menghancurkan rumah tangga orang, Daff. Tapi aku tidak mungkir, karena aku juga ingin memiliki dirimu, Daff," kata Alma dalam hatinya. "Kenapa kamu diam terus? Apa perasaanmu saat ini masih tidak menentu?" tanya Daffa sembari membelai rambutnya dengan lembut. Alma pun hanya menundukkan kepalanya, perasaannya sudah tidak sinkron lagi, dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hatin
Daffa sungguh tidak menyangka jika Alma masih dalam pengaruh obat perangsang itu. Entah apa yang harus ia lakukan, karena selama ini ia tidak pernah melakukan hubungan intim dengan menggunakan obat perangsang, walaupun itu dengan istrinya sendiri."Bantu aku, Daff. Ini benar-benar membuat aku tersiksa," lirih Alma."Oke-oke, kamu tenang saja, aku akan panggilkan dokter pribadiku ke sini," kata Daffa yang terlihat seperti cemas dan panik. Ia pun segera mengambil ponselnya di atas meja, untuk menghubungi temannya yang berprofesi sebagai dokter. Akan tetapi, Alma malah melarangnya dengan cepat."Daff, tunggu! Kemarilah!" teriak Alma dengan keras.Daffa pun menoleh ke arah belakang dan berkata, "Kenapa? Apa ada sesuatu?""Kemarilah, aku ingin bicara dulu sama kamu," kata Alma dengan manjanya.Tanpa berpikir panjang lagi, Daffa pun segera menghampiri Alma lagi. "Kenapa? Aku mau menel