Sejenak gadis itu terdiam membisu. Apa yang dikatakan seorang Ceo sungguh membuat gadis itu terpana bahkan situasinya semakin gugup.
"Ke-kenapa nungguin aku? Kalau mau pulang ya pulang saja!" ucap Alma menyunggingkan bibirnya.
"Lagian, kenapa tadi tidak ikut pulang sama teman-teman kamu?" tambah Alma.
"Teman? Teman yang mana? Aku disini tidak punya teman, selain kamu," tutur Daffa.
"Loh! Tadi yang ngobrol sama kamu di dalam bar siapa? Masa tiba-tiba amnesia? Lagi pula, di sini siapa yang mau temanan sama kamu?" ucap Alma mengkerlingkan matanya.
"Oh, mungkin yang dimaksud dia, bodyguard aku," ucap Daffa dalam hatinya.
"Oia, maaf aku lupa hehe," ucap Daffa cengengesan.
"Tapi, bukankah kita sudah menjadi teman?" ucap Daffa dengan pedenya.
"Sejak kapan?" Alma malah balik tanya.
"Ya ampun! Bukannya tadi di dalam bar kita sudah saling bertukar nama? Kamu bilang panggil aku Alma, dan sebaliknya aku pun begitu, panggil aku Daffa!" ujar Daffa sembari memberi penjelasan kepada Alma.
"Tapi itu beda! Ya udah lah sana pulang! Udah larut malam, waktunya kita istirahat," titah Alma sembari berjalan meninggalkan Daffa.
"Ya udah ayo!" kata Daffa sembari berjalan mendahului Alma.
"Hey! Kamu mau kemana?" tanya Alma yang mulai gereget atas tingkah laku Daffa.
"Katanya kita mau istirahat? Ya udah ayo!" jawab Daffa dengan polosnya.
"Memangnya siapa yang mau istirahat bareng kamu, Bambang?" ketus Alma menahan kejengkelannya.
"Aku Daffa! Bukan Bambang! Kamu lupa ya? Hayo ngaku," ujar Daffa sedikit menggoda.
"Ah terserah lah, aku capek. Aku mau istirahat, bye!" kata Alma yang sudah tidak bisa bersabar menghadapi ulah Daffa.
"Eh tunggu-tunggu! Aku akan mengantarkanmu pulang, masa aku tega membiarkan kamu pulang sendirian," tutur Daffa.
Daffa pun tidak tinggal diam, ia mengikuti gadis itu melangkah pergi. Alma yang merasa risih atas ulah Daffa yang mengikutinya terus dari tadi, langsung berhenti berjalan dan berkata, "Mau kamu apa sih?"
Ucapan Alma menyentak Daffa. Dan seketika Daffa pun terdiam menatap mata gadis itu sambil berkata, "Aku maunya kamu!"
"Apa! Ka-kamu tuh ngaco ya!" Alma membelalakan matanya, ia tidak percaya jika apa yang diucapkan Daffa sungguh membuat hati gadis itu bergetar.
"Tapi kan memang itu kenyataannya. Aku ingin menjadi teman kamu, ingin berbagi suka dan dukanya bersama kamu, apa semua itu salah?" tutur Daffa mengkernyitkan alisnya.
"Salah sih tidak! Hanya saja kita baru kenal. Aku belum tau kamu, dan kamu juga belum tau aku. Jadi untuk sekarang ini, lebih baik kamu pulang saja, oke!" tegas Alma yang kesabarannya sudah diubun-ubun.
Setelah itu, Alma pun langsung melangkah pergi tanpa berkata apapun lagi. Sedangkan Daffa malah hanya terdiam melihat Alma melangkah pergi begitu saja.
"Yah, dia marah. Gagal deh rencanaku. Eh tapi tunggu dulu! Aku masih punya cara lain untuk mendekatinya!" batin Daffa.
Daffa langsung segera mengambil mobilnya yang masih di area parkiran bar. Ia secepatnya mengemudikan mobil itu untuk menyusul Alma karena takut Alma keburu naik taksi. Dan alhasil, Alma masih berjalan di trotoar karena tak kunjung mendapatkan taksi.
Titt tiitt ..
Suara klakson mobil yang begitu halus mengiringi langkah Alma. Akan tetapi, Alma tidak mempedulikan orang yang ada di dalam mobil itu. Karena ia tahu, orang yang ada di mobil itu adalah orang yang membuat hatinya kesal.
"Hey, cantik ayo masuk! Aku akan mengantarkan kamu pulang sampai rumah," ujar Daffa sedikit merayu.
"Tidak perlu! Aku masih bisa pulang sendiri," ujar Alma yang masih berjalan di trotoar tanpa ia sadari jika di depannya ada segerombolan anak-anak funky yang sedang kumpul-kumpul dengan komunitasnya.
"Yakin kamu bisa pulang sendiri?" ucap Daffa ragu.
Sejenak Alma melihat ke depan, dimana para anak funky sedang berkerumun bahkan duduk-duduk di trotoar yang sudah terbiasa mereka lakukan di malam hari. Tanpa berpikir panjang lagi, Alma pun langsung segera masuk ke dalam mobilnya Daffa. Rasa takut kepada anak-anak funky itu semakin kian menyelimutinya.
Dengan senyuman yang licik, Daffa langsung menancapkan gas mobilnya. Alma yang sudah duduk di sisinya, masih tidak percaya jika dirinya bisa mau begitu saja diantar pulang oleh orang yang baru saja ia kenali.
"Kenapa senyum-senyum? Senang ya melihat orang yang sedang kesusahaan?" tanya Alma menyunggingkan bibirnya.
"Iya hehe. Apalagi orangnya macam kamu, senang aku!" jawab Daffa sembari tertawa kecil.
"Ish, dasar nyebelin!" cibir Alma sembari cemberut.
"Kamu sudah makan belum?" tanya Daffa mengalihkan pembicaraannya.
"Belum!" ungkap Alma yang masih ketus.
"Kalau begitu sebentar ya, aku mau berhenti dulu. Kamu diam saja disini, jangan kemana-mana," pinta Daffa sembari memarkirkan mobilnya ke pinggir jalan.
"Memangnya kamu mau kemana?" tanya Alma penasaran.
Namun Daffa tidak menjawab pertanyaan Alma. Ia langsung keluar dari mobilnya dan langsung menghampiri tukang nasi goreng dan beberapa tukang dagang lainnya, yang semuanya berada di pinggir jalan. Setelah beberapa menit kemudian, Daffa pun masuk lagi ke dalam mobil sembari membawa beberapa makanan untuk Alma. Lalu, mobil yang dikendarai Daffa melaju lagi hingga dalam beberpa menit akhirnya sampai juga ke tempat kos-an, dimana Alma tinggal di tempat itu.
"Inikah kos-an mu? Sepi amat!" Kata Daffa sembari membukakan pintu mobilnya untuk Alma.
"Tentu saja, semua orang sudah pada tidur," kata Alma sembari kelaur dari dalam mobil. "Ya udah kalau begitu aku masuk dulu, trima kasih sudah mengantarkan aku pulang."
"Eh tunggu dulu! Nih buat kamu! Katanya kamu belum makan, jadi aku belikan makanan ini untuk kamu," ujar Alby sembari menyodorkan plastik berisi makanan.
"Ta-tapi—"
"Makanlah!"
Tatapan Daffa membuat Alma tidak bisa menolak. Alma merasa apa yang dilakukan Daffa sangat berlebihan. Ada rasa tidak mengenakan hati dari dalam hatinya. Namun, Alma tidak mau mengecewakan Daffa, akhirnya ia menerima pemberian Daffa dengan senang hati.
"Makasih ya, tadi kamu udah ngasih aku uang tip, sekarang ngasih makanan, apa tidak terlalu—"
Belum juga Alma selesai bicara, tiba-tiba saja Daffa langsung menyelangnya, "Tidak!""Ini murni dari lubuk hatiku yang paling dalam, aku ikhlas kok. Lagian pemberianku tidak seberapa dibandingkan dengan waktu malam kemarin. Kamu menjagaku waktu aku sedang mabukkan? Coba pikirkan kalau ada orang yang jahat? Mungkin saja aku sudah dirampok atau diculik? Kan bahaya," tutur Daffa tersenyum manis. Hatinya lega karena pemberiannya diterima oleh Alma.
"Siapa yang mau nyulik orang nyebelin macam kamu, kalau orang kaya raya pasti iya," ucap Alma dalam hatinya.
"Ya sudah kalau begitu aku pamit dan mau—"
Belum juga selesai bicara, iba-tiba saja pembicaraan Daffa terhenti karena mendadak turun hujan.
"Ya ampun hujan! Gimana ini!" teriak Daffa.
"Ya tidak gimana-gimana, masuklah!" ajak Alma sembari terburu-buru membuka pintu kamar kos-annya.
Mendengar ajakan Alma, Daffa pun terperangah kaget. Rasa senang sudah terlihat dari raut wajahnya, karena untuk mendekati Alma akhirnya membuahkan hasil. Padahal bisa saja, ia langsung pulang, tapi karena Alma mengajaknya masuk ke dalam kos-annya, ia pun menuruti ajakan Alma.
"Apa dia serius ngajak aku masuk ke dalam kos-annya?" kata Daffa dalam hatinya.
Bersambung ...
Kamar Alma begitu kecil, di dalamnya terdapat satu buah kasur kecil dan kamar mandi saja. Tidak ada lemari maupun televisi. Ia sengaja memilih tempat tinggal yang sangat murah, karena yang paling penting bagi dirinya adalah bisa tidur dan bisa mandi. Saat mereka berdua masuk ke dalam, suasananya menjadi hangat. Bahkan diantara mereka berdua sudah tidak ada rasa canggung dan gugup lagi. Mereka mengobrol seperti sudah terbiasa, sementara di luar hujannya sangat deras."Biasanya pulang kerja, aku suka langsung tidur sampai pagi! Tapi berhubung kamu membawakan aku makanan, jadi aku akan makan. Tapi sepertinya kita makan bareng saja, soalnya kamu bawa makanannya banyak banget, siapa lagi yang akan makan kalau bukan kita!" tutur Alma mengawali percakapannya."Oke! Setuju!" ujar Daffa sumringah.Mereka berdua pun akhirnya makan bersama meski waktu sudah menunjukan pukul satu malam, karena akan mubazir jika makanan itu dibuang.
Waktu semakin bergulir dan mereka berdua masih terlelap dalam tidurnya. Apalagi dibarengi dengan pelukan yang hangat, membuat keduanya enggan untuk terbangun dari mimpi indahnya. Mereka berdua terlihat begitu dekat dan belum ada tanda-tanda untuk sadarkan diri.Tidak lama kemudian, sinar mentari mulai menyambut indahnya pagi hari. Suara burung pun berkicau kian terdengar syahdu mengiringi kabut setelah hujan semalaman. Serta jam beker juga telah berbunyi sangat nyaring sehingga membangunkan Daffa dari mimpi indahnya.Pria itu mulai membuka matanya pelan-pelan. Namun ada sesuatu yang membuat dirinya merasakan sesak dan terasa berat di dadanya. Seperti tertimpa sebuah benda berat yang menutupi semua badannya. Setelah matanya terbuka lebar, akhirnya ia pun tau apa yang telah menimpa pada dirinya. Ya, sebuah tangan dengan jari yang lentik mendarat di dadanya. Begitu juga dengan kaki yang kecil nan panjang menghimpit kaki Daffa hingga ia tak bisa
Sementara, Daffa yang sedang memainkan ponselnya ikut panik karena ia tidak tau harus bagaimana mengatasinya."Duh! Gimana ini! Bukain pintu apa enggak ya?" gumam Daffa yang begitu bimbang. Ia pun segera mengumpat dibalik pintu meski tidak akan ada yang bisa melihatnya karena masih dalam keadaan tertutup gorden."Pasti kamu sedang mandi ya, Al? Bibi tungguin aja deh disini," kata tukang bubur itu sembari duduk-duduk di depan kos-annya.Dan tidak lama kemudian, para pembeli yang sudah menjadi langganannya, saling menghampiri untuk membeli bubur buatannya. Mereka saling menanyakan Alma karena pintunya masih dalam keadaan tertutup. Bahkan ada sebagian orang yang saling menanyakan juga siapa pemilik mobil mewah itu. Karena sedari tadi, tidak ada yang mengakuinya. Mereka saling ngerumpi lagi sembari menunggu Ama selesai mandi.Dan beberapa menit kemudian, Alma pun selesai mandi, namun karena ia masuk dengan terburu
Dengan sekuat tenaga gadis itu memberontak. Namun usahanya sia-sia karena ciuman Daffa begitu kuat. Daffa tidak peduli kalau gadis itu sulit untuk bernapas, yang ada dalam benaknya hanyalah ingin memberi pelajaran kepada gadis itu, agar tidak mengundang hasrat yang menggairahkan. Akan tetapi, Daffa pun sadar atas apa yang dilakukannya itu. Dan tidak lama kemudian, akhirnya Daffa melepaskan ciumannya, sehingga Alma tidak lagi memberontaknya."Kalau sampai terjadi lagi seperti ini, aku tidak segan-segan untuk mencicipi daging mulusmu itu!" ancam Daffa menyeringai.Daffa langsung keluar dari kamar mandi, sementara Alma hanya bisa terdiam membisu akibat syok karena ulahnya Daffa. Ada sedikit rasa takut bercampur kesal terhadap laki-laki itu, namun hatinya lega karena Daffa tidak melakukan hal yang macam-macam kepada dirinya."Ya ampun! Ciuman ini!" kata Alma sembari meraba bibirnya yang sudah disentuh oleh Daffa. "Mimpi apa
"Kenapa gak dari tadi nutup matanya? Udah mau selesai dibaju, malah nutup mata! Gak kuat ya lihat body orang cantik macam aku? Cih, laki-laki ganjen seperti dirimu, mana mungkin bisa menahan hawa nafsu!" ledek Alma sembari memakai kaos oblongnya."Hey aku pria normal! Tentu saja tidak bisa nahan godaan! Memangnya kamu mau aku sentuh bolak-balik macam dadar gulung? Hah!" kata Daffa kesal setelah mendengar ledekan dari Alma."Ya-ya gak mau! Gak enak kalau disentuh sama pria ganjen seperti kamu! Wekk!" Alma langsung memalingkan wajahnya. Ia cepat-cepat menjauh dari sorotan Daffa.Daffa yang mendengar ocehan Alma, langsung mencoba mendekati Alma, "Kata siapa gak enak? Sini aku sentuh! Biar kamu merasakan sentuhanku yang begitu dahsyat!"Alma langsung menghindar ketika Daffa mendekatinya. Mereka seolah-olah seperti main kucing-kucingan. Dan seketika mereka lupa kalau diluar sana ada yang sedang menunggu untuk menjual dagangannya kepada Alma."Wekk! Gak kena!
Waktu sudah menunjukan pukul sembilan pagi, saat itu pula ponsel Daffa berdering terus tanpa henti. Meskipun suaranya tidak begitu kencang, tapi Daffa merasa enggan untuk meliriknya. Dan benar saja, ternyata yang menelepon Daffa adalah Karin, istrinya sendiri. Daffa benar-benar malas untuk mengangkatnya, dan pada akhirnya, ia langsung mematikan ponsel miliknya agar Karin tidak dapat menghubunginya lagi."Kenapa dimatikan?" tanya Alma sembari membereskan mangkuk yang sudah kotor dan hendak mencucinya."Gak penting!" jawab Daffa singkat."Kalau kamu mau pulang, ya pulang saja! Barangkali pihak keluarga mencarimu, kan semalaman kamu tidak pulang," tutur Alma."Tidak kok, santai saja. Lagian aku
Pagi itu, Tuan Dimas dan Nyonya Cristin sudah bersiap-siap untuk menuju ke ruang makan. Mereka hendak sarapan pagi, setelah selesai olahraga di taman belakang. Mereka berdua adalah orang tuanya Daffa. Seperti biasa, di atas meja makan sudah tersedia begitu banyak makanan yang telah dihidangkan oleh para asisten rumah tangga. Ada sekitar empat orang asisten yang tugasnya menyiapkan segala makanan untuk majikannya. Sementara, Karin sang menantu masih terlelap dalam tidurnya. Meskipun ia serumah dengan mertuanya, Karin tidak pernah merasa malu akan sikapnya kepada sang mertua. Ia bersikap tidak pernah ada santunnya. Karena yang ada dibenaknya, Nyonya yang ada di rumah itu hanyalah dirinya sendiri. "Jadi kita makan berdua lagi nih?" kata Tuan Dimas sembari menatap hidangan yang sudah diambilkan oleh istrinya.
Mendengar ucapan dari Daffa membuat Alma merinding. Akan tetapi, ia tidak peduli karena ia yakin Daffa bukan orang yang seperti itu."Memangnya kamu berani melakukan hal itu? Pria ganjen seperti kamu, mana mungkin berbuat seperti itu pada wanita, betul kan?" kata Alma menyeringai."Ya tapi—"Belum juga Daffa selesai bicara, Alma langsung menyelangnya, "Sudah lah tidak perlu dibahas! Nanti setanmu benar-benar mendengarkannya! Dan itu sangat berbahaya bagi pria ganjen sepertimu!"Daffa pun terkekeh-kekeh mendengar ucapan dari gadis itu. Mereka berdua segera mencari kamar yang sudah diberitahu oleh pihak staff hotel. Dan akhirnya, tanpa menunggu waktu yang lama, mereka m
Hari demi hari telah mereka lalui bersama dengan penuh suka cita. Apa lagi semakin hari, kehadiran Alma di keluarganya Daffa, semakin disukai banyak orang. Bahkan suasananya pun menjadi hangat dan damai. Sebelum acara syukuran tiba, Alma ingin meminta izin kepada Daffa untuk menemui Ririn, teman kosannya dulu. Teman yang selama ini sudah ia lupakan karena kelicikannya. Akan tetapi, Alma masih punya hati untuk menemuinya karena biar bagaimanapun juga, Ririn adalah sahabatnya yang pernah membantunya ketika dirinya sedang kesusahan. "Mas, hari ini kamu ada waktu tidak?" kata Alma manja. "Mas? Tumben, apa aku tidak salah dengar?" kata Daffa sembari duduk di dekatnya Alma. "Tidak, aku sengaja ingin memanggil kamu Mas, mungkin karena bawaan bayi kali," kata Alma dengan santainya. "Hem, begitu ya. Terus kamu nanyain waktu sama aku, untuk apa? Kamu mau kemana? Bukannya ke dokte
Semenjak Ririn disangka perebut suami orang oleh orang-orang disekitarnya, kini beritanya sudah tersebar luas sejagat maya. Hari-hari yang Ririn lalui begitu menjadi tidak berarti. Dan akibatnya, ia juga di usir oleh ibu kos yang dulu pernah mengusir Alma dari kos-kosannya. Bahkan, ibu kos itu sangat menyesal telah mengusir Alma tanpa tahu kebenarannya. Kini, Ririn hidup menjadi wanita yang tertutup dan pensiun dari kehidupan matrealistisnya. Ia bahkan mencari tempat yang jauh lebih sepi dari tempat sebelumnya. Mantan-mantan pacarnya pun hanya bisa tertawa sinis, melihat kabar dirinya dari media sosial dan sudah tidak sudi lagi berhubungan dengan Ririn, walaupun itu hanya sebatas teman. Dan kini Ririn memilih hidup menyendiri dari orang-orang yang sudah mengenalnya. Akan tetapi, meskipun Ririn sudah pindah ke tempat yang sepi dan jauh dari kata ramai, tetap saja Kania bisa menemukannya. Ia masih saja mendendam kepada Ririn
"A-apa? Istri?" kata Nyonya Cristin kaget."Jadi ini menantu baru kita?" tambah Tuan Dimas tersenyum lebar."Iya Ma, Pa, mulai sekarang dan selamanya, dia yang akan menjadi pendamping hidup aku," kata Daffa sembari melirik ke arah Alma dan tersenyum manis."Ya ampun! Ini benar-benar kejutan yang tidak terduga, ayo kita duduk dulu," ajak Nyonya Cristin yang masih belum percaya, jika anaknya sudah menikah lagi.Mereka pun duduk di ruang tamu dengan berbagai hiasan yang menarik. Dan disertai dengan desain yang membuat para tamu menjadi semakin nyaman. Tuan Dimas dan Nyonya Cristin saling menatap Alma yang terlihat menunduk dengan sopan. Kebetulan Nyonya Cristin duduk bersampingan dengan Alma sehingga wanita paruh baya itu bisa melihat jelas kecantikan Alma yang sederhana namun elegan."Ya ampun kamu cantik sekali, siapa namanya?" tanya Nyonya Cristin sembari tersenyum bahagia.
Kriing kring kringSuara ponsel milik Nyonya Cristin berdering, setelah melihat ponselnya, ternyata yang menelepon adalah anak semata wayangnya. Betapa bahagianya Nyonya Cristin saat itu, ia pun langsung mengangkatnya dengan begitu sumringah.Beberapa menit setelah Daffa meneleponnya, hati Nyonya Cristin semakin berbunga-bunga, karena anaknya memberitahukan jika masalahnya dengan Karin telah berakhir.Kini, ia berjanji akan membawa sebuah kejutan untuk dirinya. Entah apa yang akan diberikan Daffa, yang pasti hari ini Nyonya Cristin begitu gembira sekali."Pa!" teriak Nyonya Cristin sembari menghampiri suaminya di teras rumah."Ada apa? Kok kelihatannya senang begitu?" kata Tuan Dimas dengan santainya."Tentu saja Pa! Aku sangat senang sekali, soalnya anak kita mau pulang sekarang, dan apa kamu tahu? Dia akan membawa sebuah kejutan loh!" ucap Nyonya Cristin sumringah.
"A - apa! Menemui orang tuamu!" jawab Alma kaget. "Iya Sayang, meskipun kamu tidak mau, tetap saja kamu pasti akan menemui mereka dikemudian hari. Jadi apa bedanya bertemu sekarang sama bertemu nanti? Toh sama saja bukan?" kata Daffa dengan santainya "I - iya sih! Tapi aku belum siap karena istrimu—" Belum juga selesai bicara, Alma sudah diselang oleh Daffa, "Kamu tidak perlu memikirkan hal itu, kamu kan istri sahnya aku, dia udah aku ceraikan, udah kutalak tiga malah, jadi stop! Jangan bilang dia masih istriku, karena istriku yang sekarang sudah ada di depan mataku." "Tapi, tetap saja ini salah, Daff! Harusnya kamu sebelum menikahiku, urusan antara kamu dengan istrimu itu harusnya sudah beres. Biar aku tidak minder, karena aku merasa posisiku ini terkesan seperti per
Setelah beberapa bulan lamanya menjalani kehidupan baru menjadi Nyonya Di apartemennya Daffa, kehidupan Alma berubah drastis. Ia menjadi seorang istri yangmatre. Akan tetapi, meskipun Alma menjadi seorang istri yangmatre, ia tidak pernah absen untuk mengirim bantuan kepada anak yatim, para jompo, dan orang lain yang benar-benar membutuhkan bantuannya. Hal ini lah yang membuat Daffa semakin menyukainya karena berbeda dengan perempuan mana pun. Jalinan asmara mereka berdua pun semakin lengket. Sampai-sampai suami-istri ini tambah begitu mesra bagaikan seluruh dunianya serasa milik berdua. Di sisi lain, perkataannya Ririn yang dulu terus saja terngiang di telinganya Alma, bahwa, agar dirinya menjadi wanita yang matre. Walaupun keduanya sudah renggang dan belum pernah bertemu lagi, tapi kata-kata itu sudah menempel dalam benaknya Alma. Setiap melakukan senggama, ia pasti meminta D
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, di mana Alma dan Daffa sedang membereskan segala peralatan yang ada di dapur. Maklum, apartemen itu jarang di tempati, sehingga barang-barang yang ada di sekitar dapur terlihat kotor dan berdebu. Bahkan, rencananya mereka akan bersih-bersih ke setiap ruangan agar suasananya kembali bersih lagi.Ketika sedang sibuk-sibuknya bersih-bersih, tiba-tiba saja kedua orangbodyguardnya Daffa datang mengetuk pintu. Alma yang mengetahui hal itu, menjadi ketakutan karena takut jika ada salah seorang keluarga dari Daffa maupun Karin datang ke apartemen itu. Dan sudah pasti urusannya akan semakin besar."Daff, aku harus sembunyi di mana ini?" tanya Alma panik."Tenang dulu, jangan panik, aku akan melihatnya," kata Daffa sembari melangkah menuju ke arah pintu."Ah, tetap saja aku takut. Aku ke kamar saja lah," kata Alma sembari berlari k
Alma pun tercengang atas perkataan dari Daffa yang ingin menikahinya. Ia pun membalikkan tubuhnya, sehingga mereka berdua saling bertatapan satu sama lainnya. "Apa kamu serius?" tanya Alma dengan sungguh-sungguh. "Kenapa tidak?" kata Daffa dengan singkat. "Besok aku akan mengurus semuanya. Kamu tidak perlu khawatir, aku tahu apa yang harus aku lakukan nanti." "Kenapa rasanya senang sekali saat dia mengajakku untuk menikah, padahal semua ini sangat salah. Ya benar, ini salah. Aku mana mungkin tega menghancurkan rumah tangga orang, Daff. Tapi aku tidak mungkir, karena aku juga ingin memiliki dirimu, Daff," kata Alma dalam hatinya. "Kenapa kamu diam terus? Apa perasaanmu saat ini masih tidak menentu?" tanya Daffa sembari membelai rambutnya dengan lembut. Alma pun hanya menundukkan kepalanya, perasaannya sudah tidak sinkron lagi, dan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hatin
Daffa sungguh tidak menyangka jika Alma masih dalam pengaruh obat perangsang itu. Entah apa yang harus ia lakukan, karena selama ini ia tidak pernah melakukan hubungan intim dengan menggunakan obat perangsang, walaupun itu dengan istrinya sendiri."Bantu aku, Daff. Ini benar-benar membuat aku tersiksa," lirih Alma."Oke-oke, kamu tenang saja, aku akan panggilkan dokter pribadiku ke sini," kata Daffa yang terlihat seperti cemas dan panik. Ia pun segera mengambil ponselnya di atas meja, untuk menghubungi temannya yang berprofesi sebagai dokter. Akan tetapi, Alma malah melarangnya dengan cepat."Daff, tunggu! Kemarilah!" teriak Alma dengan keras.Daffa pun menoleh ke arah belakang dan berkata, "Kenapa? Apa ada sesuatu?""Kemarilah, aku ingin bicara dulu sama kamu," kata Alma dengan manjanya.Tanpa berpikir panjang lagi, Daffa pun segera menghampiri Alma lagi. "Kenapa? Aku mau menel