"Bu, Sita tidak ingin menunggu lagi. Kita harus segera melaksanakan semua rencana yang sudah kita susun," pinta Sita dengan suara lirih, sambil duduk di kamarnya yang sunyi. Dia merasa gelisah dan takut akan apa yang mungkin terjadi jika mereka terlambat.
Yuni hanya bisa pasrah melihat ketidakberdayaan Sita saat ini. Hatinya hancur melihat keadaan sahabatnya yang sedang berjuang menghadapi masalah besar ini. Namun dia tahu bahwa dia harus tetap kuat untuk memberikan dukungan kepada Sita.
"Baiklah, tapi pelan-pelan ya Sayang?" ujar Yuni dengan lembut, mencoba menenangkan hati Sita yang sedang dilanda kecemasan. Dia membelai lembut rambut panjang Sita sebagai bentuk kasih sayang dan dukungan.
"Sekarang kau tidak perlu memikirkan apa yang Arjun tuduhkan kepadamu," kata Yuni dengan tegas namun penuh empati. "Air matamu sangat berharga, jangan biarkan mereka menguasai pikiranmu dan membuatmu merasa rendah diri."
"Mayang, apa maksudmu?" tanya Sita terlihat heran dan mengajak Mayang ke kamarnya karena dia akan berganti baju.Saat dia benar-benar sudah berganti baju, matanya memandang Mayang dengan kebingungan yang jelas terpancar dari wajahnya. Dia tidak mengerti mengapa Mayang begitu marah dan menuduhnya seperti itu. Di sisi lain, Yuni hanya tersenyum tipis, seolah-olah dia sudah mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh Sita."Kak Sita! Kau jangan pernah sok bodoh seperti itu," desak Mayang dengan nada tinggi. Suaranya penuh kemarahan dan ketidakpercayaan. "Pasti foto-foto itu kau kan yang mengirim ke nomor Mas Arjun? Jangan berpura-pura tidak tahu!"Sita merasa hatinya hancur mendengar tuduhan tersebut. Dia sama sekali tidak melakukan hal semacam itu kepada temannya sendiri. Kenapa Mayang bisa begitu yakin bahwa dia adalah pelaku di balik semua ini? Pikirannya melayang-layang mencari jawaban atas pertanyaan terse
Mayang merasa panik yang tak terkendali. Perutnya terasa seperti diperas dengan kuat, membuatnya merasakan rasa mulas yang sangat tidak nyaman. Tanda-tanda kelahiran sudah mulai dirasakannya, membuat hatinya berdegup kencang dan pikirannya penuh kekhawatiran.Dalam kondisi yang semakin memburuk, Mayang tidak bisa menahan rasa sakit lagi. "Mas, sakit..." teriaknya dengan suara parau sambil jatuh lemas di lantai. Arjun yang mendengar jeritan Mayang dan tanpa ragu-ragu mendekatinya dengan sigap.Arjun melihat Mayang dalam keadaan yang sangat lemah dan kesakitan. Tanpa berpikir panjang, ia menggendong tubuh rapuh Mayang dengan penuh perhatian dan membawanya menuju mobil mereka yang parkir di depan rumah. Dengan cepat, Arjun membuka pintu mobil dan meletakkan Mayang dengan lembut di kursi penumpang.Tubuh Mayang tampak begitu rapuh saat digendong oleh Arjun. Wajahnya pucat pasi dan matanya mencerminkan ketidaknyamanan akibat rasa sakit yang dialaminya. Namun demikian, Arjun tetap tenang da
Arjun yang penuh kekhawatiran segera mendekati dokter yang baru saja keluar dari kamar Mayang. Wajahnya terlihat tegang dan mata Arjun mencerminkan rasa cemas yang begitu dalam."Dokter, bagaimana keadaan istri dan bayi saya?" tanya Arjun dengan suara gemetar. Ia berharap mendapatkan kabar baik tentang kondisi mereka.Dokter itu menatap Arjun dengan serius, lalu mengambil napas dalam-dalam sebelum akhirnya memberikan jawaban. "Pak, Ibu Mayang dalam keadaan sehat," ucap dokter tersebut perlahan. Namun, ekspresi sedih masih terpancar di wajahnya.Kata-kata dokter tersebut membuat hati Arjun lega sejenak. Setidaknya istri dan bayinya tidak mengalami masalah kesehatan yang serius. Namun, ada sesuatu yang membuat penasaran Arjun dari ucapan dokter tadi."Maksud Dokter? Ada apa dengan mereka?" tanya Arjun semakin khawatir.Dokter itu menundukkan kepala sejenak seolah merenungkan kata-kata yang akan ia sampaikan selanjutnya. Kemudian ia angkat wajahnya dan bertemu pandangan mata Arjun."Kami
"Mayang, kenapa kau selalu saja menuduhku yang bukan-bukan?" tanya Sita sambil berjalan mendekati Mayang dan Arjun. Wajahnya terlihat tegang dan penuh dengan kekesalan.Mayang menatap Sita dengan tatapan tajam. Hatinya dipenuhi oleh perasaan marah dan kesal. "Cukup! Kau tidak usah berpura-pura, karena aku sudah muak dengan sandiwaramu itu, wanita licik!" ucap Mayang dengan suara yang masih lemah namun dia tidak bisa menahan semua emosinya. Dia merasakan beban emosi yang begitu besar sehingga membuatnya hampir tak mampu mengendalikan diri.Sita tersenyum sinis melihat reaksi Mayang. Dia seolah-olah menikmati ketidakstabilan emosi yang sedang dialami oleh madunya itu. "Hmm, baiklah kalau begitu," kata Sita sambil menggelengkan kepala. "Aku akan pulang." Arjun mencoba untuk memediasi pertengkaran antara Mayang dan Sita. Dia ingin agar mereka bisa saling memahami satu sama lain tanpa harus bertengkar seperti ini setiap kali ada masalah di antara mereka."Oh ya, sebelum aku pulang," lanju
"Tidak, Mas. Aku tidak akan rela kau talak begitu saja," tolak Mayang dengan wajah lemahnya. Air mata mengalir deras di pipinya saat ia berusaha keras menahan emosinya. Hatinya hancur melihat keadaan ini, merasa seperti ditendang dan dihina oleh orang-orang yang seharusnya mencintainya."Semua ini karena ulah kalian! Sekarang kalian puas, bukan?!" teriak Mayang kepada Sita dan ibunya dengan suara penuh amarah. Ia merasa dikhianati oleh mereka yang seharusnya menjadi keluarganya sendiri. Rasa sakit dan kecewa memenuhi hatinya, membuatnya sulit untuk mengendalikan diri.Namun, jawaban Yuni hanya membuat semuanya semakin buruk bagi Mayang. "Mayang, memang seharusnya seperti ini," ucap Yuni dengan nada sinis yang menusuk hati Mayang lebih dalam lagi. Tatapan matanya penuh dengan kebencian dan penolakan terhadap Mayang.Kata-kata itu seperti pisau tajam yang menusuk langsung ke hati Mayang. Ia merasa seperti duri yang menancap di rumah tangga anak Yuni, menyebabkan ketegangan dan pertengka
Sita menatap suaminya dengan pandangan sinis. Wajahnya penuh dengan kekecewaan dan ketidakpercayaan. Arjun pulang dalam keadaan mabuk lagi, seperti yang sering terjadi belakangan ini."Dari mana saja kau, Mas?" tanya Sita dengan nada tinggi. Suaranya penuh dengan rasa kesal dan penolakan atas perilaku suaminya yang tidak bertanggung jawab.Arjun mendekati Sita dengan tubuh yang sempoyongan. Ia mencoba untuk menjaga keseimbangannya saat berjalan menuju istrinya. "Sayang, kau menungguku?" tanyanya sambil tersenyum lebar meski wajahnya sudah memerah akibat alkohol.Sita menggelengkan kepala pelan, matanya penuh dengan kekhawatiran dan kesedihan. Ia tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir di pipinya saat melihat kondisi suaminya yang semakin buruk setiap harinya. Tubuh Arjun terlihat kurus dan lemah, wajahnya pucat dan lesu. Sita merasa seperti hatinya hancur melihat perubahan drastis ini."Mas kau jangan seperti ini," ucap Sita dengan suara lirih namun penuh kasih sayang. "Kau ja
"Anand, apakah selepas acara launching tadi Sita langsung ke rumahmu?" tanya Yuni dengan wajah yang penuh kecemasan saat ia mendatangi rumah Anand. Terlihat jelas raut kebingungan di wajah Anand saat ia menyambut kedatangan Yuni."Tante, tadi Sita tidak datang ke acara launching," jawab Anand dengan sedikit terkejut. Ia mencoba meredakan kekhawatiran yang ada di dalam diri Yuni. "Anand pikir dia sedang fokus mengurus perceraiannya."Yuni tak kalah terkejutnya mendengarkan jawaban dari Anand. Pagi tadi, Sita telah berpamitan akan pergi ke hotel tempat peluncuran perdana produk perusahaan mereka. Semua orang sangat menantikan kedatangan Sita karena ia adalah salah satu pemimpin proyek tersebut. Namun, hingga larut malam, Sita tak kunjung pulang.Bukan hanya itu saja, berkali-kali Yuni mencoba untuk menghubungi Sita namun tidak ada satupun panggilan telepon atau pesan singkat yang dijawab olehnya. Hal ini semakin membuat hati Yuni gelisah dan khawatir tentang apa yang mungkin terjadi pad
"Tidak mungkin, Anand apakah kau benar-benar sudah membuktikan jika itu adalah mobil Sita?" tanya Yuni ketika dia sudah sadar dari pingsannya. Matanya masih terlihat sayu dan wajahnya pucat pasi setelah kejadian yang mengejutkan tadi.Anand menghela nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaan Yuni. Ia mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati agar tidak membuat ibu mertuanya semakin panik. "Tante, aku telah melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa itu adalah mobil Sita," ucap Anand dengan suara lembut namun mantap.Namun, raut wajah Yuni masih dipenuhi keraguan. Ia merasa sulit untuk percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Pikirannya menjadi kacau dan ia merasa seperti dunianya runtuh.."Tidak mungkin, aku masih ragu akan hal ini, Anand," pungkas Yuni tampak sangat tidak percaya dengan kabar yang dibawa oleh Anand."Apakah benda ini milik Sita?" Anand menunjukkan sebuah gelang dengan liontin huruf S kepada Yuni.Saat melihat gelang liontin itu membuat Yuni terdiam sejenak
Pagi itu Dika dan Arsy tampak sangat bahagia karena Amel.tak pernah mengganggu hubungan mereka. Hingga pagi itu semua siswa berkumpul pada Mading sekolah bukan hanya itu, tatapan semua siswa yang ada disekolah itu memandang Arsy DNA Dika dengan tatapan penuh ejekan dan cemoohan.Arsy sadar jika ada sesuatu yang tidak beres."Dika, sepertinya ada yang aneh deh dengan siswa sekolah ini," ucap Arsy merasa risih dengan pandangan yang dilontarkan kepadanya saat dirinya dan Dika melewati lorong sekolah.Dika tersenyum manis, dia merangkulkan lengannya pada leher Arsy, "Kau ini selalu saja curiga. Bisa jadi mereka merasa heran karena si jomblo sejati kini sudah memiliki pacar, ditambah lagi pacarnya sangat tampan sepertiku."Arsy menatap Dika gemas, dan berkilah, "Narsis amat sih jadi orang. Seandainya saja bukan karena dijodohkan, mungkin aku tidak akan menerima kamu.""Halah, sudah jadian masih saja gengsi," sindir Dika melirik gemas kearah Arsy."Ah sudahlah. Ayo coba kita lihat ada apa d
Sejak jadian di Villa, Arsy dan Dika tak segan memperlihatkan keromantisan mereka. Bahkan di sekolahpun, Arsy dan Dika bak Romeo dan Juliet yang tak bisa dipisahkan. Setiap hari mereka terlihat mesra, saling berpegangan tangan saat berjalan menuju kelas, dan sering kali duduk bersama di bawah pohon rindang di halaman sekolah.Suatu hari, ketika sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di depan kantin sekolah, tiba-tiba Amel datang dengan wajah cemberut. Ia langsung mendekati Dika yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah langit biru."Dika, kamu ini kenapa sih? Aku telepon tidak pernah diangkat?" tanya Amel dengan nada kesal. Ia duduk di sebelah Dika dan melingkarkan tangannya pada lengan Dika.Dalam hati, Dika merasa gugup karena ia tidak ingin Arsy melihat adegan ini. Mereka berdua memang sudah menjadi pasangan yang sangat harmonis sejak jadian di Villa tersebut. Namun begitu masalah muncul ketika ada orang lain yang mencoba mendekati salah satu dari mereka."Maaf Amel,
Dengan senyum hangatnya, Dika menjelaskan lebih lanjut kepada Arsy tentang rencananya untuk masa depan mereka berdua. Dia bercerita tentang bagaimana ia telah mempersiapkan segalanya secara matang agar dapat memberikan kehidupan yang nyaman bagi mereka berdua kelak."Sebenarnya ada satu hal yang tampaknya belum kau ketahui, Arsy," ungkap Dika perlahan-lahan. "Mereka mendukung sepenuh hati hubungan kita dan ingin melihat kita bahagia bersama. Dengan kata lain, kita telah dijodohkan sejak kita baru saja dilahirkan."Arsy kaget mendengar pengakuan tersebut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa orang tuanya dan orang tua Dika telah menjodohkan dirinya dan Dika. Namun, di balik kejutan itu, ada rasa lega yang mulai menyelimuti hatinya.Arsy merasakan detak jantungnya berdegup kencang saat mendengar kata-kata Dika. Pikirannya melayang-layang mencoba memahami semua ini. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa orang tuanya mengatur semuany
Dika dengan penuh kelembutan menggendong Arsy menuju tepi pantai. Pasir putih nan bersih terlihat begitu menawan ditambah dengan sinar matahari yang hampir tenggelam. Dika berjalan pelan-pelan, sambil merasakan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah mereka.Kedua orang tua mereka, sedang duduk santai di tepi pantai tersebut. Mereka tampak begitu bahagia melihat kedatangan Dika dan Arsy. Namun tiba-tiba saja, wajah Sita berubah menjadi khawatir saat melihat Arsy digendong oleh Dika."Arsy, kamu kenapa?" tanya Sita dengan suara cemas sambil bangkit dari duduknya. Ia segera mendekati Arsy yang kini diturunkan oleh Dika dan duduk dengan kaki diluruskan ke depan.Arjun juga merasa cemas melihat kondisi anak mereka yang terlihat lemas itu. Ia segera bergabung dengan Sita untuk mendekati Arsy.Anand, sahabat baik mereka yang juga ikut dalam perjalanan ini bersama istrinya, turut merasa khawatir melihat keadaan Arsy. Mereka pun ikut mendekati keluarga ters
"Sayang, apakah semuanya sudah siap?" tanya Arjun kepada Sita yang baru selesai memasukkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi mobil expander miliknya. Setelah persiapan dan packing, mereka akhirnya siap untuk pergi liburan bersama keluarga."Sudah, Pa," jawab Sita dengan senyum kelegaan duduk disamping pengemudi. Dia merasa lega bahwa semua barang telah tertata rapi di dalam bagasi mobil.Sita menoleh kebelakang untuk mengecek ibu serta putrinya. Namun wajahnya berubah cemas saat melihat wajah sang putri yang terlihat murung. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Arsy dan itu membuat hati ibunya menjadi khawatir."Arsy, kenapa wajah kamu terlihat murung gitu, Nak?" tanya Sita seraya tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. Ia mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anak perempuan satu-satunya itu."Tidak apa-apa, Ma. Arsy hanya kepikiran pertandingan basket besok Ma
Dika menatap Arsy dengan ekspresi kecewa yang jelas terlihat di wajahnya. Ia tahu bahwa Minggu ini tidak ada pertandingan apapun di sekolahnya. Dalam hatinya, Dika memahami jika Arsy ingin menghindarinya, tapi ia tidak tahu pasti masalah apa yang sedang dialami oleh Arsy. Sejak kemarahan Arsy terhadap dirinya beberapa waktu lalu, Dika semakin yakin bahwa kemarahan itu bukan hanya karena janji yang tak bisa dia tepati, melainkan ada masalah lain yang sedang mengganggu pikiran dan perasaan Arsy."Sungguh sayang sekali," ucap istri Anand dengan suara sedih. "Kita sudah merencanakan ini sejak lama."Semua yang duduk di meja makan saling menatap satu sama lain dengan perasaan campur aduk. Suasana hening pun tercipta di antara mereka sejenak.Dika mencoba untuk membuka pembicaraan lagi agar suasana menjadi lebih nyaman dan hangat. "Arsy," panggilnya lembut sambil memandang tajam gadis itu. Ia merasa kesal dengan kebohongan yang telah dilakukan oleh Arsy. Ia tidak bisa menahan diri untuk men
"Arsy, Andi. Kalian sudah saling kenal?" tanya Sita dengan ekspresi heran yang terlihat jelas di wajahnya. Dia tidak bisa menyembunyikan keheranan saat melihat putrinya, Arsy, dan putra Anand saling menunjuk satu sama lain dengan raut muka yang penuh kejutan.Sita sebenarnya tidak pernah menduga bahwa Dika adalah putra Anand. Namun kenyataannya memang begitu. Nama lengkapnya adalah Andika Pradana, tetapi keluarganya biasa memanggilnya dengan sebutan Andi. Meskipun begitu, Dika lebih suka dipanggil dengan nama Dika oleh teman-temannya di sekolah maupun lingkungan sekitar."Iya Tante. Arsy adalah teman sekelas Andi," jawab Andi dengan senyum canggungnya.Tidak ingin membuat suasana semakin canggung, Sita mencoba untuk tersenyum ramah kepada Anand dan berkata, "Anda memiliki anak laki-laki yang tampan dan cerdas seperti Dika." Anand pun tersenyum malu-malu sambil menjawab, "Terima kasih atas pujian Anda."Sementara itu, Dika juga merasa terkejut karena tidak pernah menyangka bahwa Arsy
"Arsy tunggu!" seru Dika dengan suara lantang, mencoba menarik perhatian Arsy yang sepertinya sengaja mengabaikannya sejak kemarin hingga pulang sekolah. Namun, Arsy terus melangkah tanpa memperdulikan Dika yang terus mengejarnya dan berusaha keras untuk berbicara kepadanya.Dengan raut wajah penuh penyesalan, Dika akhirnya berhasil mendekati Arsy. "Arsy, maafkan aku. Aku benar-benar lupa bahwa kita akan pergi mencari bahan untuk proyek sekolah, kemarin," ujar Dika dengan nada rendah.Namun, jawaban dari Arsy tidak seperti yang diharapkan oleh Dika. "Sudahlah lupakan saja. Aku sudah membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk proyek kita," kata Arsy tegas sambil menghentikan langkahnya dan menatap Dika dengan tatapan ketus.Dalam hati, Dika merasa sedih dan kesal atas sikap dingin yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. Ia tidak ingin hubungan mereka menjadi renggang hanya karena sebuah kesalahan kecil ini. Maka dengan suara memelasnya, ia mencoba membujuk Arsy agar mau memaafkannya."Ars
"Arsy, ke kantin yuk!" ajak Dika sambil melingkarkan tangannya ke leher Arsy. Dia mengajaknya dengan penuh semangat, berharap bisa menghabiskan waktu istirahat bersama sahabatnya.Namun, Arsy menolak dengan wajah yang di tekuk. "Kau pergi saja, ajak saja Amel!" ucapnya singkat dan tegas. Ada sesuatu yang terlihat dalam ekspresi wajahnya, seolah-olah dia sedang menyembunyikan sesuatu.Dika tidak bisa menahan tawa saat mendengar penolakan itu. "Jangan bilang kau cemburu!" tebaknya dengan nada bercanda. Dia merasa ada rasa cemburu yang terselip di balik kata-kata penolakan Arsy.Arsy memalingkan wajahnya dan mencoba untuk menyembunyikan senyum kecil yang muncul di bibirnya. Dia tidak ingin Dika tahu bahwa dia benar-benar merasa cemburu melihat Dika bersama dengan Amel saat pagi tadi.Sebenarnya, Arsy sudah lama memiliki perasaan khusus terhadap Dika. Walaupun mereka baru saja berteman tapi mereka sering melakukan segala hal bersama-sama. Namun belakangan ini, hati Arsy mulai berbunga-bun