Chen Li memiliki keahlian meretes CCTV gedung dan CCTV jalan. Dia pun langsung mengintip rekaman CCTV di hotel bintang 5, tempat perjamuan kemarin. Dia pun melihat Anthony memukuli pria yang tengah membawa Alicia Huang waktu itu. chen Li, juga melihat Anthony memapah Alicia masuk ke kamar, dan beberapa jam kemudian baru keluar dengan sambil merapihkan pakaiannya. Dia juga mengecek daftar tamu, dan mendapati jika tamu tersebut saat ini tengah di penjara. "Apa Anthony Smith sudah jatuh cinta dengan Alicia!" pikirnya, karena melihat tindakan yang diambil oleh pria itu. pada saat ini, Anna menghubungi Chen Li lagi. "Jadi bagaimana hasilnya, Apakah pria itu adalah Anthony!" "Eum ... iya!" jawab Chen Li. "Kau baru saja menghancurkan hidupku lagi!" pekik marah Anna Hwang lalu menutup sambungan telpon itu. Jika bukan karena takdir buruk yang sudah tertera di buku takdir, maka untuk melihat wajah Chen Li pun Anna enggan. Pria itu memiliki bekas luka sayatan panjang di pipi kanannya, waja
Perkataan Alicia jelas membuat Anthony marah. Baru saja istrinya itu memberikan penawaran kepadanya, malah saat ini pergi, Anthony merasa wanita itu sungguh menyebalkan. Dia yang memaksa dirinya untuk menikah. Tapi, sekarang malah dia yang meminta bercerai. Anthony tersenyum, lalu menuddukan kepalanya seraya berbisik kepada istrinya itu, "Kau pikir Keluarga Smith, keluarga yang seperti apa?" "Dalam mimpi pun, jangan harap bisa bercerai!" imbuh Anthony seraya pergi meninggalkan Alicia. Alicia mengikuti langkah suaminya itu sambil terus memanggilnya, berteriak. Tapi, yang dipanggil malah terus mengabaikannya. Alicia terus mengikuti Anthony, ketika akan mendekati pesawat. Beberapa pria jas hitam menghalangi langkah nya. "Lionel ... Lionel," teriak panggil Alicia. lionel mendekatkan wajahnyanya ke jendela pesawat. "Mama ... Mama," gumam Pelan Lionel. Alicia mulai menangis ketika melihat Pesawat itu akan lepas landas. "Tidak ... tidak, jangan bawa Lionel pergi. Anthony ... aku moho
"Stupid Cupid" gumam kesal Alicia yang berpikir, "Mengapa membuat saling sayang, jika pada akhirnya dipisahkan dengan Lionel."Alicia duduk di ranjangnya, tidak pernah berpikir jika pengajuan bisnisnya malah jadi alat untuk menyanderanya. "Hah! Dia itu benar-benar ingin menyiksaku ya!"Di asrama, terlihat Lionel juga sama, sedang tidak bisa memejamkan matanya. Dia mrerasa benar-benar harus bisa menyesuaikan diri dengan baik. Lionel selalu mengulang-ulang nasihat Alicia. " Semangat yang luar biasa akan membantumu mengatasi semua kesusahan."Alicia juga selalu berkata, jika kelak Lionel akan menjadi orang besar dan hebat. Karena itu dia tidak boleh takut berbicara dengan orang lain. Merasa jika dia masih terlalu lemah untuk melindungi Mamanya itu, maka dia pun bertekad untuk tidak takut bicara lagi dengan orang lain.Keesokan paginya, Anthony sarapan sendirian di ruang makan mereka yang besar itu. Dia menatap ke kursi Lionel yang kosong. Lalu menatap juga ke kursi yang biasa Alicia dud
"Kita pikirkan itu nanti saja!" ujar Nyonya Huang. Saat ini keadaan berbalik, mereka merasakan di posisi Alicia. Hanya saja jika dulu Rose dan Nyonya Huang menolak dan mengusir. Sedangkan Alicia tetap mengulurkan tangannya, bersedia menampung. Di Grup Huang, nampak Alicia masih sibuk bekerja. Meski hari sudah malam. Dia benar-benar enggan melihat wajah Anthony. "Hmm ... jika saja ada sihir yang bisa memperbaiki semua ini!" pikir Alicia menghayal. Melihat jam di tangannya, dan merasa sudah malam, Alicia pun memutuskan pulang. Seperti kebiasaan barunya, Alicia memarkir mobilnya di depan teras dapur. Begitu masuk ke dalam, dia teringat Lionel lagi. Betapa dulu dia suka sekali memasak untuk putra kesayangannya itu. "Mengapa dia begitu tidak punya hati." "Apa kau sedang mengataiku?" tanya sebuah suara yang tidak asing didengar daun telinga Alicia. "K-kau ..." ujar Alicia yang baru saja melihat Anthony keluar dari balik pilar besar dapur mereka. Tidak ingin berbagi udara dengan pria
"Lionel apakah itu Lionel!" pikir senang Alicia. baru sedetik mendengar suara putranya itu, kemarahan di hati pun langsung menghilang. Allicia segera berlari ke arah anthony, lalu mendekatkan kepalanya kepada pipi Anthony. "Sayang!" sapa senang Alicia kepada putranya itu sambil melambaikan tangannya.Anthony seketika saja membeku, Ini kedua kalinya kulit mereka saling bersentuhan seintim ini lagi. Setelah hari kejadian mereka bercinta waktu itu. "Rindu Mama tidak?" tanya Alicia. Lionel mengangguk dengan mata berbinar senang. "Jika Papa tidak sibuk, kami akan mengunjungimu!" ujar Alicia, yang mengambil kesempatan dari situasi ini. "Iya kan sayang!" ujarnya sambil mencium pipi Anthony. Napas Anthony terasa berhenti berembus ketika bibir ranum merah jambu Alicia mendarat di pipinya. Lalu dengan spontan Anthony langsung saja menganggukan kepalanya. "Nah, Papa sudah setuju. Nanti kami akan segera menjenguk mu ok!" Lionel mengangguk lagi, lalu Alicia berkata lagi, "Rajin-rajinlah bica
"Tentu saja berbisnis!" jawab Alicia dengan nada dan tatapan serius. Will kembali duduk bersandar lalu sedikit mengangkat dagunya. Alicia pun langsung mengutarakan konsep bisnisnya kepada Willy. Berdasarkan dari informasi yang dia tahu, Meski Willy ini eksentrik, namun pria ini juga sangat menyukai hal-hal yang tradisional. "Kami dari Grup Huang, memiliki konsep yang aku sangat yakin kau akan suka 100%!" ujar Alicia dengan bersemangat. "Kami memiliki rumah cagar budaya yang pasti akan sangat kau sukai juga!" Jelas Alicia lagi. Pada saat ini Alicia pun dengan lugas menjelaskan semuanya kepada Will Grifin. Alicia menawarkan kepada Will, untuk penggunaan toko permen Nenek Ang sebagai tempat peragaan busana hasil rancangannya. "Ini aku kasih lihat foto-fotonya!" ujar Alicia seraya memberikan ponselnya kepada Will. Pria itu nampak serius memperhatikan setiap arsitektur dari toko Nenek Ang. "Bawa aku ke sana!" ujarnya. "Oh boleh, ayo kita ke sana sekarang!" ajak Alicia. Will pun mengi
"Biasanya sebelum jam enam pagi,Nyonya sudah pergi, Dan, sebelum jam dua belas malam barulah Nyonya akan kembali!" jawab si kepala pelayan. "Apakah dalam keadaan mabuk?" tanya Anthony lagi. "Tidak ... tidak pernah!" jawab si kepala pelayan lagi. Anthony mengangguk. "Sebenarnya dia sedang melakukan apa, mengapa pergi pagi-pagi sekali dan pulang larut malam!" pikirnya. Anthony mengambil ponselnya dan menghubungi asisten Lee. "Cari tahu di mana Dave Smith!" pada saat ini, di Grup Huang, Alicia langsung saja membereskan berkas kerjanya, ketika melihat waktu sudah menunjukan jam tiga sore. Pada Jam empat sore nanti dia harus melakukan latihan di studio milik Will Grifin. Baru saja sampai di studio Will tiba-tiba menyodorkan sebuah sepatu berhak tinggi di depan wajah Alicia. "Apa ini?" tanya Alicia sembari menurunkan tangan Will yang ada di depan wajah. "Hari ini kau berjalan memakai sepatu ini!" ujar Will sambil memberikan senyuman jahilnya. "Wah, yang benar saja. Model asli saja m
Alicia langsung menerabas, ingin segera masuk ke dalam mobilnya. Tapi, salah satu dari pria berjas hitam itu malah mendorong Alicia, dan membawanya agar masuk ke dalam mobil yang akan membawanya pergi ke suatu tempat. Supir yang telah menunggu sedari tadi, langsung saja masuk begitu Alicia sudah duduk di kursi belakang. "Kalian sedang menculik aku ya!" hardik marah Alicia sambil berusaha membuka pintu mobil, tapi percuma saja pintunya tidak akan bisa terbuka. Alicia mengeluarkan ponselnya, mencoba menghubungi Will, tapi ponselnya malah diambil oleh pria berjas hitam yang duduk di sampingnya. pria itu berkata, "Nyonya, sebaiknya duduk tenang-tenang saja!" "Brengsek!" ujar Alicia dalam hati. Pada akhirnya mereka pun tiba di Bandara. "Mengapa kalian membawaku ke sini?" tanya Alicia dengan sedikit panik. "Lepaskan aku! kalian ini tuli ya?" hardik Alicia kepada para pria yang membawanya. Alicia melihat di depan mereka ada pesawat Jet, Hatinya bertambah panik dan mulai menendang-nenda
Charles dan Jean Smith sudah dipastikan akan mendekam lama di penjara, Sementara, Anthony dan Alicia sudah bersiap untuk pulang keesokan harinya. Sebelum pulang Alicia mengajak Lionel untuk tidak satu kamar dengannya dan juga Anthony. Alicia merasa rindu masa masa ketika membacakan dongeng untuk putranya itu. "Kali ini mau baca dongeng apa?" tanya Anthony seraya meletakan buku kisah 1001 dongen di atas ranjang. "Biarkan Lionel yang memilihnya?" imbuh Alicia sembari menyodorkan buku itu kepada putranya. "Ini saja, Bocah dan penyihir!" ujar Lionel menunjuk kepada salah satu judul cerita. Anthony pun mulai membacakan ceritu itu. "seorang anak tersesat di dalam hutan dan menemukan rumah 'kue' milik penyihir jahat. tak disangka si bocah itu malah dijadikan budak yang setiap hari diberi makan yang banyak agar tubunya menjadi gemuk berisi, Dengan tujuan untuk disantap oleh penyihir itu. Si bocah yang tadi berbadan kurus pun telah berubah menjadi bocah gendut yang terlihat gempal
"ini pasti salah, ini adalah sebuah kesalahnan. kalian tidak bisa membawanya pergi. Apa kalian tidak tahu kami ini keluarga apa?" imbuh Maya Li panjang lebar, Di sana ada Sean Li, tentu saja para polisi itu mengabaikan kata-kata Maya Li. Dan, terus membawa Patrick Li dengan tangan terborgol, Merasa tidak bisa menahan penangkapan Papanya, Maya Li langsung menghampiri Sean yang sedang bersandar berdiri di meja kerja Papapnya itu. "Kau... apa kau sengaja melakukan ini? Karena marah, karena keluarga kita mendesak agar kita segera menikah?" sangka marah Maya Li. "Siapa yang menabur maka dia harus menuai!" jawab Sean seraya melangkah pergi, "Tunggu dulu apa maksudmu itu, katakan kepadaku membunuh, siapa yang dibunuh!" imbuh Maya Li lagi dengan nada yang semakin kacau. Sean tidak mau menjawab, membiarkan Maya Li dengan kegalauan dan kemarahannya. Dixon yang sedari tadi mengikuti hanya terdiam saja. Barulah ketika masuk ke dalam mobil dia besuara, "Apa kau benar-benar sudah mengambi
"Ini demi kebaikannya!" jawab Sean. Olivia menaikan satu alisnya seraya berpikir, "Pria ini pernuh dengan teka-teki!" "Apa ada hal yang membahayakan?" tanya Olivia penasaran. "Bisa ya bisa juga tidak!" jawab Sean berteka teki lagi. "Ish!" ujar Olivia seraya merengut dan pergi ke dapur untuk membantu Nenek Han memasak. Sean hanya tersenyum saja, entah mengapa semakin Olivia kesal, hatinya semakin terasa manis, seperti permen tanghulu buah apel yang ditambah siram gula. Ponsel Sean berdering lagi, "Foto-foto sudah ada, apakah mau hari ini?" tanya Dixon. Sean mengintip ke dapur lalu berkata, "Ya, hari ini saja!" Sean menutup sambungan ponselnya, sekali lagi dia menatapi Olivia yang sepertinya sedang merajuk. Melihat wajah merajuk Olivia, hati Sean pun merasa semakin gemas. "Sebentar lagi, sebentar lagi kau tidak akan bisa lari dari pelukanku!" imbuh pelan Sean sambil tertawa kecil dan membiarkan 'kejutan indahnya' itu bersibuk bersama dengan Nenek Han di dapur. Pada saat ini Di
"Aku baik-baik saja!" imbuh Alicia. Flavia melihat wajah Nyonya Smith memucat, dia langsung saja mengambil tangan Alicia dan mulai mengecek denyut nadinya. Wajahnya terlihat serius, namuan beberapa detik kemudian berubah menjadi tenang. Flavia menatap wajah Alicia dan berkata, "Sebaikanya Nyonya duduk dulu, sebentar lagi polisi akan datang!" Alicia mengaguk, Lionel pun ikut duduk di sisi Alicia. Sementara si agen menelpon kantor pusatnya, mencari informasi tentang apa yang baru saja terjadi. "Maksudmu, itu Tuan Hamilton?" tanya staff kantor pusat si agen itu. "Mana aku tahu!" jawba si agen itu. "Yang aku dengar dia memang gila, dia selalu mengancam jika area peternakan yang ada di sekitar rumah itu dihidupkan lagi, maka dia akan mengusir si pemiliki baru. Tidak aku sangka dia benar-benar melakukannya!" jelas si staff penjualan yang ada di kantor pusat. "Apa kau ini bodoh, mengapa tidak memberitahuku tentang hal sepenting ini!" Hardik marah si agen itu sambil menutup ponse
"Wanita hamil memang sebaikanya ada yang menemani!" jawab singkat Anthony karena tidak ingin membuat Alicia khawatir. "Ma, aku lapar..." pinta tiba-tiba Anthony kepada Mama mertuanya itu. "Ah iya, harusnya makan malam sudah siap, Mama akan memeriksa ke dapur. Kalian tunggulah di ruang makan!" imbuh Nyonya Yin. Pada saat ini di ruang makan, Leticia sedang memeriksa menu makanan yang akan disediakan. "Ini terbuat dari apa? tanya Leticia. "Campuran coklat dan kacang almond!" jawab si pelayan. "Singkirkan!" imbuhnya, seraya berkata lagi, "Tuan Anthony alergi pada kacang almond!" Alicia yang baru saja masuk mendengar hal ini. Lalu dia menoleh kepada suaminya itu, "Apakah benar kau alergi kacang almond!" Anthony mengangguk seraya menarik kursi untuk istrinya itu. Mendengar jika memang Anthony alergi dengan kacang almond, maka Alicia pun tidak berkeberatan menu itu disingkirkan. "Apa kau memiliki alergi lain, sayang!" tanya Alicia kepada Anthony. "Tidak hanya itu saja!" jawab Leticia
Lionel langsung saja bersedekap tangan, "Apa Papa cemburu?" Anthony tertawa kecil, sedikit tidak percaya, baru saja sebentar berpisah, siapa sangka putranya itu malah sudah semakin fasih berbicara, menyudutkan orang. "Papa lebih tampan darimu, jadi untuk apa cemburu!" balas kata Anthony kepada Lionel. "Papa Cemburu, Karena papa bukan pria satu-satunya untuk Mama!" imbuh Lionel. "Hah! lucu sekali!" imbuh Anthony yang semakin tertawa. Alicia mencubit lengan Anthony, "Jangan halangi aku untuk memeluk cium putraku!" imbuh Alicia seraya berkata lagi, "Sayang! Mama sangat merindukanmu, apa tidak mau memeluk Mama?" Lionel melemparkan senyuman kemenangan kepada Papa-nya, melihat itu, Anthony semakin tidak percaya jika Lionel sudah pandai memprovokasi orang. "Sejak kapan bocah itu menjadi pandai berargumentasi.." Melihat Alicia ingin menggendong Lionel, lagi=lagi Anthony menghalangi. "Sayang ingat kau sedang hamil!" Alicia pun tertawa, "Aku terlalu senang bertemu dengan putraku yang i
Asisten Li langsung memberikan daftar riwayat hidup Nenek Han kepada Sean. pria itu, membuka dan membacanya sekilas, lalu memberikan berkas itu kepada Dixon. "Orangnya ada di dalam!" imbuhnya seraya membawa kedua tamunya ke atas. Dixon membaca berkas-berkas itu dengan cermat tapi cepat. Begitu pintu lift terbuka dia memasukan berkas itu ke dalam amplopnya. "Apa sudah dapat benang merahnya?" tanya Sean. Dixon mengangguk, seraya ikut masuk ke dalam unit apartemen Sean. Pada saat ini Nenek Han dan Olivia sedang duduk di sofa, Olivia langsung berdiri mendekati Sean. "Ada apa ini?" tanyanya sambil berbisik. "Kami perlu bicara dengan Nenek Han!" jawab Sean. Dixon pun mulai duduk di depan Nenek Han dan mulai mengajak wanita tua itu berkenalan. Setelah sedikit berbasa-basi, Dixon pun langsung bertanya, "Apa dulu pernah bekerja di Grup Smith?" "Eum.... Grup Smith. Ya tentu saja pernah!" jawab Nenek Han. "Pada saat itu mengapa berhenti?" tanya Dixon lagi. "Seingatku setelah kematian Tuan
"Dasar jalang!" hardik Meng Qi lagi yang langsung ingin menampar wajah Olivia. Tapi, terhenti karena Sean menahan tangan wanita itu. Sean menghempaskan tangan Meng Qi, lalu menarik Olivia ke sisinya dan merangkulnya. "Tanganmu terlalu kotor untuk menyentuh wanitaku!" "Hah! bukankah kau adalah calon tunangan Maya Li!" imbuh Meng Qi. Sean tersenyum sarkas, "Seingatku... aku tidak pernah bilang 'iya' kepadanya," ujarnya sembari membawa Olivia keluar dari hotel. "Kau mau ke mana? Aku antar!" imbuh Sean dengan nada sedikit tercekat berbalut emosi marah. Olivia menangkap perubahan suasana hati Sean yang tadinya senang, sekarang malah nampak menjadi murung. "Apa kau baik-baik saja?" Sean tidak menjawab, dia langsung membukakan pintu mobilnya untuk Olivia, lalu masuk duduk ke kursi kemudi dan mulai melajukannya, Penghinaan yang Meng Qi lakukan tadi mengingatkan dia pada sosok ibunya yang sering di hardik seperti itu, semua karena ibu adalah selir dari Tuan Li. Olivia melirik kepada
Sean terbatuk mendengar pertanyaan Olivia, "Dicium mendadak siapa yang tidak terkejut!" imbuhnya seraya menarik pinggul ramping Olivia, "Apa ingin meneruskannya di dalam?" goda Sean pada gadis itu. "Sembarangan, apa mau dipecut oleh kakek Li!" Jawab Olivia sembari memukul dada Sean. Olivia melepaskan pelukan Sean seraya menoleh ke kamar yang tadi baru dimasuki oleh Meng Qi dan Direktur Fang, "Apa mereka berselingkuh!" gumam pelan Olivia. "Siapa?" tanya Sean. Olivia menoleh kepada Sean, ingin bercerita namun urung. "Bukan urusanmu!" ujar ketusnya. "Apa mau mencari tahu?" tanya Sean seraya berkata lagi, "Aku bisa membantumu!" "Benarkah?" tanya Olivia sembari memicingkan mata. "Pria sejati tidak pernah ingkar janji!" imbuh Sean lagi. "Hish..." imbuh olivia seraya berkata lagi. "Ada ada cara?" "Apa ada hadiahnya?" imbuh Sean."Hah! Benar-benar pria yang perhitungan," kata Olivia. "Sepakat tidak?" tanya Sean. "Ok!" jawab Olivia pada akhirnya. "Besok kita sarapan bersama di sin