Di Kediaman Smith, Alicia terbangun karena merasakan di sebelahnya sudah tidak ada orang. Alicia langsung membuka matanya, lalu bangun dan segera berlari keluar kamar, "Apa Tuan sudah pergi?" "Ya!" jawab si Kepala Pelayan. "Pagi-pagi sekali?" tanya Alicia lagi. Kepala pelayan mengangguk. "Kenapa pergi bekerja begitu pagi!" gumam pelan Alicia. Pada saat ini, Anthony pergi ke rumah sakit, duduk bersama Chen Li. "Berapa nilai yang kau pinta?" tanya Anthony sambil memandangi sebuah buku yang sedang Chen Li pegang. "Bebas akses untuk semua akses pemeriksaan di rumah sakit ini!" jawab Chen Li. "Apa kau sedang meminta belas kasihanku?" imbuh Anthony lalu berkata lagi, "Aku membiarkan dia dirawat di rumah sakit bukan karena kebaikan hatiku. Anthony pun berdiri bergegas meninggalkan rumah sakit. Dia mengampuni Anna Hwang, karena tidak ingin menarik karma buruk kepada bayi yang sedang dikandung oleh Alicia. Merasa tidak perlu membalas kejahatan dengan kejahatan. "Apa kau tidak ingin men
Anthony berdiri lalu langsung menundukan kepalanya, dan memangut bibir manis istrinya itu. Lalu menggandeng Alicia berjalan menuju dapur sambil mengendurkan dasinya. Anthony membuka dua kancing teratas kemejanya. Kemudian, mengambil minuman kaleng dari kulkas dan meminumnya. Tangan Alicua pun langsung menarik minuman kaleng itu dari bibir anthony. "Sudah aku bilang berapa kali, untuk jangan minum soda sepulang kerja!" Alicia memperingatkan suaminya itu lagi."Hissh ..." gumam Anthony seraya bersandar di kulkas sambil bersedekapAlicia mengambilkan air mineral dingin lalu menuangkan ke gelas. "Minum ini saja," ujarnya.Semenjak Alicia hamil, terkadang Anthony Smith suka lupa diri, jadi pemakan segala, karena merasa sangat ingin."Siap, Nyonya," jawab Anthony sambil tersenyum dan menyesap air dingin itu.Anthony meneguk tiap tegukan air dingin itu seraya memandangi tubuh Alicia yang terlihat semakin sintal karena kehamilannya. Dia merasa semakin tidak bisa lepas dari keindahan tubuh i
Edna berjalan masuk secara perlahan, dengan seksama dia memperhatikan lukisan-lukisan yang tergantung di dinding. Lamunannya terbuyarkan oleh suara magnetis yang memanggil namanya. Edna menoleh, melihat Claudius yang memandanginya. "Apa menyukai lukisannya?" tanya pria itu kepada Edna."Apa ini semua kau yang melukisnya?" tanya Edna. Claudius mengangguk sambil memperhatikan lukisannya sendiri. "Kakek Chen tidak pernah mengizinkan aku menjadi pelukis, jadi aku hanya bisa melukis secara sembunyi-sembunyi dengan memakai nama pena!" Edna menelan salivanya, ketika mendengar nada suara Claudius yang terlihat sangat sedih tertekan. "Jadi, karena itu kau membuat studio ini!" "Ya, hanya untuk bisa aku pandangi saja!" imbuh Claudius. Edna memperhatikan sebuah skesta pohon yang diarsir sangat tebal. Lalu dia melihat Claudius. "Apa kau memiliki sebuah trauma?" Claudius menoleh kepada Edna, mengernyitkan alisnya, wajahnya seakan mengatakan, "Bagaimana kau bisa tahu!"Melihat Claudius terdiam
Edna membuka pintu, "Ka Le," gumam pelannya seraya menutup pintu."Bagaimana kau bisa tahu alamat kami!" tanya Edna yang mengetahui jika Olivia tidak pernah membawa Ka Le ke flat mereka. Selama ini, hanya sebatas mengantar sampai diblok depan saja. Olivia menghormati Edna, sebagai teman satu kamarnya."HRD!" jawab Ka Le. "Aku adalah pemilik restoran!" jawab Ka Le lagi. "Wah, kau benar-benar pembohong ulung ya! Mau apa lagi kau kemari?" tanya Edna. "Aku ingin bicara dengan Olivia," imbuh Ka Le. "Mau apa lagi!" hardik marah Edna. "Apa masih belum puas menyakitinya?" tanya Edna sambil bersedekap. "Sebaiknya kau pergi dari sini!" ujar Edna sambil melempar tatapan marah kepada Ka Le. "Aku ingin menemuinya!" ujar Ka Le lagi sambil ingin menerabas masuk ke flat kecil itu. "Apa kau ini tuli! Aku bilang pergi ya pergi!" hardik marah Edna dengan lebih marah lagi. Pada saat ini pintu pun terbuka, Edna menoleh. "Olivia!" Melihat Olivia bersedia keluar, Ka Le pun tersenyum. "Aku bisa men
"Kak Wang, apa kau merindukanku?" tanya Olivia sambil bergelayut di lengan supervisornya itu. Tangan Olivia dipukul lembut oleh kak Wang, "Jika sudah sehat lekas kembali bekerja!" "Siap Kapten!" jawab Olivia seraya memberi hornat kepada Kak Wang lalu menarik tangan Edna menuju ke ruang loker. Edna sedikit senang karena melihat Olivia sudah bisa kembali tersenyum, Mereka segera mengganti baju dengan seragam kerja. Lalu mulai bekerja, Edna menyusun peralatan makan. sementara, Olivia merapikan meja kasir. Mendengar suara bel pintu terbuka, Oilivia yang sedang menyalakan mesin kasir berkata tanpa melihat ke arah pintu, "Maaf kami belum buka!" Mencium wangi yang terasa familiar, "Sepertinya kenal!" pikir Olivia seraya mendongakan kepalanya. "Kakak!" panggil terkejut Olivia. "K-kau... bagaimana... hish," gumam pelan Olvia karena merasa sangat terkejut.Wajah Claudius sama terkejutnya melihat adik satu-satunya itu ada di Restoran, memakai seragam kerja. Sungguh ini adalah sebuah pemand
Pada saat ini, Nyonya Chen datang untuk menjenguk Kakek Chen. Tapi, siapa sangka malah melihat dan mendengar penghinaan seperti ini. "Ayah, tidak boleh menundukan kepalamu lagi!""Claudius adalah putraku, dia telah berbuat salah. Aku sebagai Mama tidak bisa mendidiknya dengan baik, Jika berlutut kepada kalian bisa menghapus salah ini di masa depan. Maka biarkan aku yang melakukannya!” ujarnya sambil melihat kepada tamu yang datang hari ini meminta kompensasi. Wajah Nyonya Zhan sedikit kikuk ketika melihat menantu utama di keluarga Chen ini. Aura seorang jendral seperti tersebar keluar dari tubuhnya. “T-tidak bisa, itu harus dilakukan oleh Kakek Chen!” ujar Nyonya Zhan dengan nada sedikit takut-takut.“Nyonya Zhan, jangan keterlaluan. Apa kau telah lupa dengan prinsip moral paling penting di dalam budaya kita?”“Prinsip budaya yang sudah ada selama lebih dari 3000 tahun. Apa aku perlu ingatkan? Tentang kesetiaan dan rasa hormat yang tinggi kepada orang tua, kepada leluhur!” “Memint
"Menjemput Claudius," jawab Kakek Chen. "Ayah sudah menemukannya?" tanya Nyonya Chen. "Aku ikut ke sana!" imbuh Nyonya Chen ketika melihat ayah mertuanya itu mengangguk. Tanpa membuang banyak waktu, mereka pun pergi ke Shangai dengan pesawat. Hari ini hati Olivia merasa was was. "Apa kau baik-baik saja!" "Eum..." jawab Olivia sambil bersiap untuk pergi bekerja lagi. Pada saat ini Claudius lebih memilih menghabiskan waktu di Studio Galileo miliknya. Untuk mengusir penat dia pun mulai melukis. Duduk berjam-jam merampungkan lukisannya. Mendengar suara langkah , Claudius pun menoleh, "Kakek!" imbuh terkejutnya sampai-sampai alat lukis yang sedang dia pegang terlepas dari tangan. Melihat Mamanya juga ikut datang. Claudius langsung saja melangkah, berdiri di depan Nyonya Chen. "Ma, maafkan aku!" Nyonya Chen langsung saja memeluk putranya itu, "Mama yang seharusnya meminta maaf karena telah memaksakan apa yang tidak digariskan untukmu!" Kakek Chen melihat semua lukisan-lukisan yang
“Olivia,” panggil Nyonya Chen sambil bergegas memeluk putrinya itu. Kak Wang dan Edna langsung saja seperti sedang kena terapi kejut listrik. “Wah dia ternyata benar-benar Nona Muda!” ujar pelan Kak Wang.“Mama, ada di sini!” ujar limbung Olivia Chen. “Kami datang ingin menjemput kakakmu, siapa sangka bisa mendapatkan kau juga di sini!” jelas Nyonya Chen. “kakak, apakah Kalian juga sudah menemukan Kakak!” ujar Olivia seraya melirik ke Edna yang saat ini raut wajahnya sudah tidak karuan-karuan. “Kau... kau adalah adik Claudius!” imbuh Edna dengan suara sedikit sumbang. Olivia menggigit bibir bawahnya, lalu segera melangkah dan menarik tangan Edna. “Maaf, aku benar-benar tidak ingin membohongimu. Hanya saja situasinya sulit untuk dijelaskan!” “Kau bekerja di sini?” tanya Nyonya Chen memperhatikan pada saat ini, Edna dan Olivia memakai seragam yang sama. “Ya,” jawab keduanya bersamaan. “Kau benar-benar bekerja?” tanya Nyonya Chen sekali lagi kepada putrinya itu. “Iya, Ma. Aku b
Charles dan Jean Smith sudah dipastikan akan mendekam lama di penjara, Sementara, Anthony dan Alicia sudah bersiap untuk pulang keesokan harinya. Sebelum pulang Alicia mengajak Lionel untuk tidak satu kamar dengannya dan juga Anthony. Alicia merasa rindu masa masa ketika membacakan dongeng untuk putranya itu. "Kali ini mau baca dongeng apa?" tanya Anthony seraya meletakan buku kisah 1001 dongen di atas ranjang. "Biarkan Lionel yang memilihnya?" imbuh Alicia sembari menyodorkan buku itu kepada putranya. "Ini saja, Bocah dan penyihir!" ujar Lionel menunjuk kepada salah satu judul cerita. Anthony pun mulai membacakan ceritu itu. "seorang anak tersesat di dalam hutan dan menemukan rumah 'kue' milik penyihir jahat. tak disangka si bocah itu malah dijadikan budak yang setiap hari diberi makan yang banyak agar tubunya menjadi gemuk berisi, Dengan tujuan untuk disantap oleh penyihir itu. Si bocah yang tadi berbadan kurus pun telah berubah menjadi bocah gendut yang terlihat gempal
"ini pasti salah, ini adalah sebuah kesalahnan. kalian tidak bisa membawanya pergi. Apa kalian tidak tahu kami ini keluarga apa?" imbuh Maya Li panjang lebar, Di sana ada Sean Li, tentu saja para polisi itu mengabaikan kata-kata Maya Li. Dan, terus membawa Patrick Li dengan tangan terborgol, Merasa tidak bisa menahan penangkapan Papanya, Maya Li langsung menghampiri Sean yang sedang bersandar berdiri di meja kerja Papapnya itu. "Kau... apa kau sengaja melakukan ini? Karena marah, karena keluarga kita mendesak agar kita segera menikah?" sangka marah Maya Li. "Siapa yang menabur maka dia harus menuai!" jawab Sean seraya melangkah pergi, "Tunggu dulu apa maksudmu itu, katakan kepadaku membunuh, siapa yang dibunuh!" imbuh Maya Li lagi dengan nada yang semakin kacau. Sean tidak mau menjawab, membiarkan Maya Li dengan kegalauan dan kemarahannya. Dixon yang sedari tadi mengikuti hanya terdiam saja. Barulah ketika masuk ke dalam mobil dia besuara, "Apa kau benar-benar sudah mengambi
"Ini demi kebaikannya!" jawab Sean. Olivia menaikan satu alisnya seraya berpikir, "Pria ini pernuh dengan teka-teki!" "Apa ada hal yang membahayakan?" tanya Olivia penasaran. "Bisa ya bisa juga tidak!" jawab Sean berteka teki lagi. "Ish!" ujar Olivia seraya merengut dan pergi ke dapur untuk membantu Nenek Han memasak. Sean hanya tersenyum saja, entah mengapa semakin Olivia kesal, hatinya semakin terasa manis, seperti permen tanghulu buah apel yang ditambah siram gula. Ponsel Sean berdering lagi, "Foto-foto sudah ada, apakah mau hari ini?" tanya Dixon. Sean mengintip ke dapur lalu berkata, "Ya, hari ini saja!" Sean menutup sambungan ponselnya, sekali lagi dia menatapi Olivia yang sepertinya sedang merajuk. Melihat wajah merajuk Olivia, hati Sean pun merasa semakin gemas. "Sebentar lagi, sebentar lagi kau tidak akan bisa lari dari pelukanku!" imbuh pelan Sean sambil tertawa kecil dan membiarkan 'kejutan indahnya' itu bersibuk bersama dengan Nenek Han di dapur. Pada saat ini Di
"Aku baik-baik saja!" imbuh Alicia. Flavia melihat wajah Nyonya Smith memucat, dia langsung saja mengambil tangan Alicia dan mulai mengecek denyut nadinya. Wajahnya terlihat serius, namuan beberapa detik kemudian berubah menjadi tenang. Flavia menatap wajah Alicia dan berkata, "Sebaikanya Nyonya duduk dulu, sebentar lagi polisi akan datang!" Alicia mengaguk, Lionel pun ikut duduk di sisi Alicia. Sementara si agen menelpon kantor pusatnya, mencari informasi tentang apa yang baru saja terjadi. "Maksudmu, itu Tuan Hamilton?" tanya staff kantor pusat si agen itu. "Mana aku tahu!" jawba si agen itu. "Yang aku dengar dia memang gila, dia selalu mengancam jika area peternakan yang ada di sekitar rumah itu dihidupkan lagi, maka dia akan mengusir si pemiliki baru. Tidak aku sangka dia benar-benar melakukannya!" jelas si staff penjualan yang ada di kantor pusat. "Apa kau ini bodoh, mengapa tidak memberitahuku tentang hal sepenting ini!" Hardik marah si agen itu sambil menutup ponse
"Wanita hamil memang sebaikanya ada yang menemani!" jawab singkat Anthony karena tidak ingin membuat Alicia khawatir. "Ma, aku lapar..." pinta tiba-tiba Anthony kepada Mama mertuanya itu. "Ah iya, harusnya makan malam sudah siap, Mama akan memeriksa ke dapur. Kalian tunggulah di ruang makan!" imbuh Nyonya Yin. Pada saat ini di ruang makan, Leticia sedang memeriksa menu makanan yang akan disediakan. "Ini terbuat dari apa? tanya Leticia. "Campuran coklat dan kacang almond!" jawab si pelayan. "Singkirkan!" imbuhnya, seraya berkata lagi, "Tuan Anthony alergi pada kacang almond!" Alicia yang baru saja masuk mendengar hal ini. Lalu dia menoleh kepada suaminya itu, "Apakah benar kau alergi kacang almond!" Anthony mengangguk seraya menarik kursi untuk istrinya itu. Mendengar jika memang Anthony alergi dengan kacang almond, maka Alicia pun tidak berkeberatan menu itu disingkirkan. "Apa kau memiliki alergi lain, sayang!" tanya Alicia kepada Anthony. "Tidak hanya itu saja!" jawab Leticia
Lionel langsung saja bersedekap tangan, "Apa Papa cemburu?" Anthony tertawa kecil, sedikit tidak percaya, baru saja sebentar berpisah, siapa sangka putranya itu malah sudah semakin fasih berbicara, menyudutkan orang. "Papa lebih tampan darimu, jadi untuk apa cemburu!" balas kata Anthony kepada Lionel. "Papa Cemburu, Karena papa bukan pria satu-satunya untuk Mama!" imbuh Lionel. "Hah! lucu sekali!" imbuh Anthony yang semakin tertawa. Alicia mencubit lengan Anthony, "Jangan halangi aku untuk memeluk cium putraku!" imbuh Alicia seraya berkata lagi, "Sayang! Mama sangat merindukanmu, apa tidak mau memeluk Mama?" Lionel melemparkan senyuman kemenangan kepada Papa-nya, melihat itu, Anthony semakin tidak percaya jika Lionel sudah pandai memprovokasi orang. "Sejak kapan bocah itu menjadi pandai berargumentasi.." Melihat Alicia ingin menggendong Lionel, lagi=lagi Anthony menghalangi. "Sayang ingat kau sedang hamil!" Alicia pun tertawa, "Aku terlalu senang bertemu dengan putraku yang i
Asisten Li langsung memberikan daftar riwayat hidup Nenek Han kepada Sean. pria itu, membuka dan membacanya sekilas, lalu memberikan berkas itu kepada Dixon. "Orangnya ada di dalam!" imbuhnya seraya membawa kedua tamunya ke atas. Dixon membaca berkas-berkas itu dengan cermat tapi cepat. Begitu pintu lift terbuka dia memasukan berkas itu ke dalam amplopnya. "Apa sudah dapat benang merahnya?" tanya Sean. Dixon mengangguk, seraya ikut masuk ke dalam unit apartemen Sean. Pada saat ini Nenek Han dan Olivia sedang duduk di sofa, Olivia langsung berdiri mendekati Sean. "Ada apa ini?" tanyanya sambil berbisik. "Kami perlu bicara dengan Nenek Han!" jawab Sean. Dixon pun mulai duduk di depan Nenek Han dan mulai mengajak wanita tua itu berkenalan. Setelah sedikit berbasa-basi, Dixon pun langsung bertanya, "Apa dulu pernah bekerja di Grup Smith?" "Eum.... Grup Smith. Ya tentu saja pernah!" jawab Nenek Han. "Pada saat itu mengapa berhenti?" tanya Dixon lagi. "Seingatku setelah kematian Tuan
"Dasar jalang!" hardik Meng Qi lagi yang langsung ingin menampar wajah Olivia. Tapi, terhenti karena Sean menahan tangan wanita itu. Sean menghempaskan tangan Meng Qi, lalu menarik Olivia ke sisinya dan merangkulnya. "Tanganmu terlalu kotor untuk menyentuh wanitaku!" "Hah! bukankah kau adalah calon tunangan Maya Li!" imbuh Meng Qi. Sean tersenyum sarkas, "Seingatku... aku tidak pernah bilang 'iya' kepadanya," ujarnya sembari membawa Olivia keluar dari hotel. "Kau mau ke mana? Aku antar!" imbuh Sean dengan nada sedikit tercekat berbalut emosi marah. Olivia menangkap perubahan suasana hati Sean yang tadinya senang, sekarang malah nampak menjadi murung. "Apa kau baik-baik saja?" Sean tidak menjawab, dia langsung membukakan pintu mobilnya untuk Olivia, lalu masuk duduk ke kursi kemudi dan mulai melajukannya, Penghinaan yang Meng Qi lakukan tadi mengingatkan dia pada sosok ibunya yang sering di hardik seperti itu, semua karena ibu adalah selir dari Tuan Li. Olivia melirik kepada
Sean terbatuk mendengar pertanyaan Olivia, "Dicium mendadak siapa yang tidak terkejut!" imbuhnya seraya menarik pinggul ramping Olivia, "Apa ingin meneruskannya di dalam?" goda Sean pada gadis itu. "Sembarangan, apa mau dipecut oleh kakek Li!" Jawab Olivia sembari memukul dada Sean. Olivia melepaskan pelukan Sean seraya menoleh ke kamar yang tadi baru dimasuki oleh Meng Qi dan Direktur Fang, "Apa mereka berselingkuh!" gumam pelan Olivia. "Siapa?" tanya Sean. Olivia menoleh kepada Sean, ingin bercerita namun urung. "Bukan urusanmu!" ujar ketusnya. "Apa mau mencari tahu?" tanya Sean seraya berkata lagi, "Aku bisa membantumu!" "Benarkah?" tanya Olivia sembari memicingkan mata. "Pria sejati tidak pernah ingkar janji!" imbuh Sean lagi. "Hish..." imbuh olivia seraya berkata lagi. "Ada ada cara?" "Apa ada hadiahnya?" imbuh Sean."Hah! Benar-benar pria yang perhitungan," kata Olivia. "Sepakat tidak?" tanya Sean. "Ok!" jawab Olivia pada akhirnya. "Besok kita sarapan bersama di sin