"Nadira adikku?"Zafran berdiri di belakang kami entah sejak kapan.Bang Adnan terus memohon maaf kepadanya. Dada bergemuruh hebat menahan emosi yang sudah membara sejak tadi. Segera kutepis rasa emosi dan lebih mengutamakan Zafran yang berdiri syok di depan pintu.Aku memeluknya yang masih berlinang air mata.Ia menjauh dariku. Matanya memerah dengan emosi yang menguasai otaknya."Argh... Beginilah cara Tuhan menghukumku karena kesalahan kalian." Zain menunjukkan jari telunjuknya kepadaku dan Bang Adnan.Hatiku terasa mati, sakit dan sangat sakit. Namun, aku tak bisa menyalahkan Zafran. Ini memang salah kami sebagai orang tua. Andai dulu perasaan lebih di korbankan dan menerima Lulu akankah ini semua tidak terjadi.Bang Adnan menangis bersimpuh di bawah kaki Zafran. Zafran tak mempedulikannya ia terus saja mengumpat kepada Bang Adnan. Hingga ia tak tahan lagi dan pergi meninggalkan kami.Tubuhku luruh ke lantai. Bagaimana bisa takdir mempermainkan kami dengan begitu pilu. Karma apa
Surat talak yang ditulis Zafran untuk Nadira. Haruskah dengan begini cinta mereka berakhir? Aku kembali membaca surat tersebut."Nadira sayang, Adik Abang yang sangat Abang cintai, maafkan Abang.Setelah kamu membaca surat ini, saat itu juga Abang jatuhkan talak tiga kepadamu. Kembalilah kepada orang tuamu. Kamu tentu sudah tahu apa alasannya. Nadira, kutitipkan Hanum kepadamu, didiklah ia menjadi anak yang soleha. Semoga kenyataan pilu yang kita alami tak berulang kepada anak cucu kita.Selamat tinggal Nadira. Abang sangat mencintaimu. Cinta yang tak dapat bersatu ini semoga mendapatkan kesembuhan lara yang bahagia."Aku kembali melipat surat dari Zafran, dan memeluk Nadira yang masih menangis menundukkan wajahnya."Sudah, Nak. berpisah memang jalan terbaik,"ucapku lirih.Hatiku tak tenang memikirkan Zafran. Ke mana ia pergi tanpa berpamitan, terlebih hatinya sedang tak baik-baik saja.Aku mengambil ponselku dan menghubunginya berkali-kali, tetapi tak ada jawaban meskipun masuk."A
Bayi perempuan dengan kulit putih susu dan mata berwarna keabu-abuan. Selalu menarik pasang mata yang datang untuk melihat bayi di poli anak. Sebagian mereka menatap kagum, walau tak sedikit yang mencibirnya.Aku dan Bu Aysah terus memandangi anak perempuan Zafran dan Nadira yang menangis di dalam sana. Kami tak boleh masuk karena daya tahan tubuhnya perlu di jaga. Perawat selalu mengoleskan sunscreen di kulitnya agar tak memerah. Dia perlakukan berbeda dari bayi umumnya karena kondisinya."Maafkan kami, Nak. Kamu harus lahir dengan keadaan seperti ini karena ketidaktahuan abi dan umimu," batinku."Umi! Ibu!"Zelia berteriak dan berlari memanggilku."Ada apa, Zelia?"tanyaku khawatir."Mbak Nadira! Ayo cepat."Wajah Zelia begitu panik, napas yang masih ngos-ngosan membuatnya sulit bicara.Aku dan Bu Aysah saling pandang, dan segera berlari melihat keadaan Nadira.Sampai di ruangan Nadira kami terkejut, sudah ada empat perawat yang mencoba menenangkannya. Ia tertawa sendiri memeluk ban
Sampai di rumah sakit kulihat Nadira meraung dan menangis di pojok ruangan. Hanum berada dalam dekapannya. Tak tega melihat kondisinya sekarang. Ia pasti sangat tertekan. Bu Aysah masih setia membujuknya untuk mengambil Hanum dalam dekapannya.Meskipun banyak perawat yang berada di sampingnya mereka tak berani melakukan apapun karena takut kejadian tadi akan kembali terulang."Bagaimana keadaannya, Bu?"Aku menghampiri Bu Aysah yang menangis di samping Nadira.Ia menggelengkan kepalanya.Aku mencoba mendekati Nadira."Dira, Hanum harus kembali ke ruang perawatan, ya."Ucapku lirih sambil membelai kepalanya."Tidak! Kalian pasti akan mengambil anakku. Kalian telah memisahkanku dengan Bang Zafran. Jangan harap kalian dapat merebut anakku! Jika kalian mengambilnya, lebih baik aku mati bersama anakku!" serunya."Kami tidak akan mengambilnya, Sayang. Kami hanya tak ingin Hanum sakit. Boleh Umi melihatnya?""Tidak!"Nadira berlari menjauh dariku, ia berdiri tepat di depan pintu. Ia membekap
ZAFRAN POV'BERTEMU DENGANMU ADALAH NASIB, TAK BISA BERSATU DENGANMU ADALAH TAKDIR YANG TAK BERUJUNG'Apa yang lebih pahit dari perpisahan?Aku harus merelakan anak dan istri jauh dariku karena haramnya hukum perkawinan kita.Nadira istriku dia adalah adikku, adik seayah denganku. Bagaimana Allah bisa memberikan takdir yang begitu mengguncang hidupku?Nadira gadis Ayu yang kutemui saat aku tengah belajar di Mekkah. Gadis dengan kesopanan di atas rata-rata. Memang tak bisa kusamakan dengan Asiyah sang mawar Padang Pasir, tetapi cukup membuat aku begitu jatuh hati.Kami hanya bertemu beberapa kali. Ia sama sepertiku sedang menuntut ilmu. Hingga kucari informasinya, tak disangka ia memiliki perasaan yang sama denganku.Kuutarakan niat untuk menghalalkannya. Ia menerima dengan senang hati.Aku pikir setelah menikahinya kehidupanku akan menjadi lebih baik, tetapi sayangnya tidak.Cobaan terus menghantam bahtera rumah tangga kami. Setelah tiga bulan pernikahan kami Nadira mengandung anak pe
Dokter kembali melihat kondisi Farhan. Pagi itu ditemani dengan Dokter Spesialis Kardiologi. Hatiku berdebar menunggu hasil pemeriksaan Farhan.Sore hari kami baru mendapatkan informasi tentang kondisi Farhan."Pak Zafran, bisa ikut kami,"Seorang perawat memanggilku, aku mengikutinya masuk keruangan Dr.Irawan Hanum Wibowo, Sp. Jp(K)"Duduk, Pak," ucapnya ramah. Hatiku berdebar kencang menunggu ia mengatakan hasil pemeriksaan Farhan."Anak bapak kekurangan Variasi DNA sehingga sistem tubuhnya akan selalu melemah. Kita hanya bisa berdoa dan berharap semoga ia dapat bertahan. Selain itu, Farhan memiliki penyakit jantung bawaan," ucap Dokter Irawan menjelaskan.Ia kembali membuka lembaran kertas yang ada di depannya."Sistem kekebalan tubuh tergantung pada komponen penting dari DNA yang disebut Major Histocompatibility Complex (MHC). MHC terdiri dari sekelompok gen yang bertugas sebagai penangkal penyakit. Kunci agar MHC bisa bekerja dengan baik melawan penyakit adalah memiliki keanekar
Haruskah aku menerima kehamilan Nadira yang tak kami rencanakan. "Astagfirullah, apa yang aku pikirkan," batinku.Anak adalah anugrah, apapun keadaannya dia adalah sesuatu yang harus kita jaga.Nadira menangis dalam pelukan umi, hatiku terasa pilu melihat kondisinya. Baru beberapa bulan aku melihat kebahagiaan di wajahnya, wajah baby face yang selalu terlihat seperti anak kecil ketika ia merajuk, kini lagi dan lagi di banjiri air mata.Kulantunkan dzikir, berharap anakku segera terbangun. Namun, Allah berkehendak lain. Pagi itu adalah hari terakhir kami bersama Farhan. Allah kembali memanggil buah hati kami dalam pangkuannya.Tubuhku luruh ke lantai, menatap Farhan yang tak lagi bernapas. Perawat sudah mulai melepaskan semua alat yang membantu hidupnya selama ini. Aku beranjak menghampirinya. Kucium dan kupeluk Farhan untuk terakhir kalinya. Hatiku sakit harus melepas kembali sesosok malaikat yang baru hadir dalam keluarga kecilku."Sabar, Zafran." Abi berusaha menenangkanku yang ma
Setelah menebus segala obat Nadira kami akhirnya pulang pagi ini.Aku membawa barang-barang Nadira di bantu ayah. Ia baru datang karena urusan bisnisnya baru selesai dan sempat mengalami keritis hingga ia tak dapat menunggu Nadira kemarin."Jalan pelan-pelan saja, Nduk."Ibu menggandeng tangan Nadira bersama Zelia."Iya, Bu."Nadira melangkah dengan sangat hati-hati.Aku dan Nadira naik mobil bersama ibu dan ayah, Zelia menyetir mobil Bang Zain sendiri.Zelia hendak mampir ke toko buku mencari buku untuk keperluan kuliahnya. Ia mengambil kuliah kedokteran tak mau mengikuti aku dan Bang Zain yang memilih mengambil ilmu keagamaan. Dia bilang jika ia terlalu pintar agama ia takut menyinggung suaminya esok. Alasan yang tidak logis, tapi mampu membuat abi luluh. Padahal abi dulu bersikeras ingin mengirimnya ke Kairo.Meskipun begitu, abi mewanti-wanti Zelia dengan begitu keras bahkan aku dan Bang Zain harus ikut andil dalam mengawasinya atas perintah abi. Abi bilang anak perempuan jika sat