Lea nyaris ambruk, saat harus menopang sesosok tubuh, yang tiba-tiba terhuyung ke arahnya waktu dia membuka pintu apart-nya.Makian yang tadi siap dia layangkan mengudara entah ke mana. Berganti rasa heran melihat Zio bersandar sepenuhnya padanya. "Kau kenapa?""Pusing," balas Zio lirih. "Kau sakit?" Lea merasakan panas saat kulit Zio bersentuhan dengannya, juga napas lelaki itu yang memberi kesan terbakar.Zio tak menjawab, alhasil Lea harus bersusah payah setengah menyeret tubuh tinggi besar sang suami ke sofa terdekat."Tuan kulkas bisa sakit juga to." Kata Lea nyaris melempar raga Zio.Pria itu hanya mendengus kecil mendengar ucapan Lea. Zio berbaring telentang tanpa daya, mengabaikan Lea yang berkacak pinggang sambil menghubungi seseorang.Zio ingin mengumpat melihat Lea hanya memakai tank top dengan rok span selutut yang membalut bokong dan paha mulusnya.Istrinya kini benar-benar full perawatan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Siapa yang tahan untuk tidak menerkamnya kala
"Zio ...." Dua jam kemudian, dan itu cukup membuat Lea sesak napas serta kebas merata di sekujur tubuh. Bagaimana dia tidak kesulitan bernapas ketika dada bidang penuh otot Zio menekan dadanya. Dekapan pria itu juga erat, melingkari tubuh Lea dengan sempurna. Belum lagi posisi kaki Zio yang seketika membuat Lea tak berani bergerak. Dia takut salah sentuh dan berakibat fatal, bisa bahaya kan kalau sang suami memaksanya. Bukannya tidak mau, tapi ... entahlah. Lea agaknya perlu waktu untuk kembali membiasakan diri akan kehadiran Zio di sekitarnya. "Zio ...." Lea memanggil lagi, tangan Lea bergerak sepelan mungkin, mengecek dahi Zio. Lumayan, tidak sepanas tadi. Dia tak punya termometer atau apapun yang behubungan dengan P3K. Hidupnya terlalu sibuk untuk mengurusi hal remeh berhubungan dengan kesehatan. Dan untungnya tubuh Lea bisa diajak bekerjasama. Walau diawal kepergiannya dari The Mirror, Lea sempat mengalami susah tidur. Tapi hal itu tidak berlangsung lama. Beruntung dia be
Lea menoleh ke arah Zio yang setengah terpejam di kursi penumpang. Lea menghembuskan napas, kemudian kembali fokus pada kemudi yang sedang dia kendalikan.Berusaha memusatkan perhatian, nyatanya Lea tak mampu mengalihkan pikiran dari ucapan Zio beberapa waktu yang lalu. Cinta? Lelaki itu bilang cinta padanya. Lea tidak salah dengar kan?Semudah itukah Zio melupakan Nika? Setahun lalu, pria yang ada di samping Lea terlihat sangat mencintai Nika, tapi sekarang. Zio dengan gamblang menyebut mencintainya."Aku tidak tahu sejak kapan, tapi sejak aku tidak bisa melihatmu hari itu. Aku sadar kalau kehilanganmu efeknya sangat besar bagiku. Please, aku tidak bisa hidup dengan baik tanpamu.""Tidak semudah itu Zi, sikapmu masih seperti enigma, teka teki untukku. Aku masih bingung harus menanggapi hubungan kita bagaimana. Terus terang, aku masih trauma dengan apa yang terjadi malam itu. Aku takut, semua akan terulang kembali."Lea berucap ketika lampu merah menghadang jalan mereka. Dipandanginya
Lea tengah berkutat di dapur pagi itu. Zio yang masih belum merasa fit, memutuskan untuk work from home. Jadi Lea berinisiatif menyiapkan sarapan. Sebelum Zio bergulat dengan tumpukan berkas yang dibawa oleh Han.Lelaki yang langsung nyengir lebar melihat nyonya mudanya. "Pagi, Lea. Tambah cantik aja. Pantas pak bos sampai sakit mikirin ayangnya."Begitu kata Han begitu beradu visual dengan Lea yang langsung menawarkan kopi."Tahu aja, jomblo begini perlu kehangatan di pagi hari," ucap Han meletakkan berkas pekerjaan di kursi lalu melepas jasnya."Makanya buruan ajak nikah Agni. Biar ada yang ngurus," saran Lea."Kasihan si Puspa kalau Agni tak bawa pergi. Eh, tapi kemarin aku lihat ada cowok yang dekatin dia.""Siapa?" Mulailah Lea dan Han bergosip pagi itu.Satu hal yang membuat Zio geram. Dia ingin nimbrung obrolan istri dan asistennya, tapi langkahnya dijegal Nancy yang tiba-tiba muncul di hadapannya."Aku dengar kamu sakit?" Nancy berujar sambil menelisik penampilan Zio. Tampak p
"Selamat pagi, Nyonya."Inez meletakkan buku yang dia baca setelah Lea menyajikan teh chamomile di depannya. Perempuan itu sedikit mengamati Lea yang setelah delapan bulan lebih, nyata menunjukkan perubahannya.Baik dalam bertutur, bersikap juga berkarakter. Tentu saja dengan upgrade penampilan yang bakal membuat semua orang terpukau kala melihat Lea. Jika dulu Inez kurang menerima jika Lea bersanding dengan Zio. Sekarang semua berbeda.Perempuan di depannya punya value tinggi untuk bisa setara dengan Zio. Lea yang sekarang punya tampilan ala wanita kelas satu yang selalu tampil modis dan menawan.Lea juga punya pekerjaan yang memungkinkan Lea bertemu banyak orang, hingga Lea punya kemampuan untuk menghadapi berbagai karakter individu yang berbeda.Dibanding Nancy, Lea yang sekarang jauh lebih unggul. Ditambah Lea punya perhatian penuh pada Zio plus Lea juga dicintai oleh cucu juga dua anaknya. "Selamat pagi, duduklah. Aku ingin bicara."Lea mengangguk sopan. Lantas menempatkan diri
Lea menoleh untuk melihat siapa yang sedang bicara padanya. Perempuan itu lantas tersenyum samar. Sekian lama akhirnya dia bisa bertemu kembali dengan mantan ibu mertuanya, Dita.Ibu Rian masih sama seperti dulu. Sombong, suka meremehkan orang lain. Agaknya Dita sudah menunggu lama momen bertemu Lea. Sebab Dita langsung menyerang Lea dengan cibiran pedas yang membuat kuping panas."Untung Rian langsung menceraikanmu. Jika tidak dia akan tertular sial. Asal kamu tahu dia akan segera menikah dengan Vika. Dan kau akan menyesal telah melepaskannya."Lea yang sejak tadi hanya diam, lama-lama gerah juga. Pasalnya dia tidak enak dengan staf outlet yang hanya bisa saling pandang. Bisa saja mereka menyimak ocehan Dita lantas menyebarkannya. Nama baik Zio pasti akan terpengaruh. Dia tidak mau itu terjadi. Begitulah Lea, pikiran dan sikapnya kadang bertolak belakang. Sikapnya boleh cuek pada Zio. Tapi soal kepedulian aslinya Lea menaruh perhatian penuh pada Zio."Maaf, Nyonya. Saya pikir tidak
Dita berusaha keras mengejar Rina yang berjalan cepat masuk ke dalam rumah. Rina tampak gusar mendapati Lea berada di depannya. Melipat tangan sambil memandangnya. Meski tak bicara sama sekali. Namun gesture tubuh Lea sudah menunjukkan sebuah ancaman baginya.Lea sudah tahu kalau dirinya bekerja di kantor Zio. Bukan tidak mungkin Lea akan mengusik pekerjaannya.Walau Rina benci pada Lea, tetap saja dia punya rasa cemas jika perempuan itu bakal mengganggu kehidupannya."Rin! Rina tunggu dulu! Kenapa kau sepertinya takut sekali pada Lea? Dia itu cuma perempuan tak tahu malu, tak tahu diri. Kau tidak perlu begitu.""Mama tolong diam! Mama tidak tahu siapa Lea yang sekarang!" Raung Rina begitu mereka berada di ruang tamu."Memangnya dia siapa. Suaminya pasti tak lebih baik dari kakakmu!"Rina memejamkan mata, menanamkan kesabaran agar dia tak lepas kendali di hadapan Dita. "Biar Rina kasih tahu. Mulai sekarang, jangan mengganggu Lea. Lea yang sekarang bukan orang yang bisa Ibu tindas sepe
Suara "ahh" terdengar, disambut "ahh" lain yang seketika menaikkan suhu kamar Zio menjadi panas. Kian lama makin membara kala lelaki itu sukses mendapatkan apa yang dia mau. Setelah drama foreplay lumayan lama, sebab Lea masih tanggung memberi izin. Zio berhasil menyatukan diri. Lelaki itu lumayan sadar kalau Lea perlu pemanasan lebih panjang. Mengingat sang istri tak ia sentuh lebih dari delapan bulan. Ditambah Lea masih segelan kala Zio mulai menyentuhnya dan mereka tidak banyak menyatu sebelum kejadian pahit tersebut berlaku. Jadi wajar saja jika Zio seperti mendapati Lea kembali perawan waktu dia masuki. Pria itu menggeram rendah campur nikmat kala jalan yang ditapaki miliknya justru makin sempit. Nikmat mana lagi yang Zio cari. Tidak! Lelaki itu tidak mau yang lain, dia hanya mau Lea. Hanya dari tubuh Lea, Zio mendapatkan kepuasan yang tidak dia dapatkan dari mendiang istrinya. Zio tak bermaksud membandingkan, tapi begitu yang dia rasakan. Sepertinya Nika memang spesial menja
Setelah semalam merenung, menimang juga mempertimbangkan semua hal dari segala sisi. Pada akhirnya Agra memutuskan untuk menyerahkan permasalahan sang adik pada yang bersangkutan.Agra tidak ingin mendoktrin, apalagi memaksa Raisa soal apapun. Pun dengan Zico, Agra secara khusus minta bertemu. Dan Zico dengan segera menyanggupi.Dengan membawa Livi, Agra kembali dibuat yakin dengan keputusannya. Dia pasti Zico bisa lebih baik darinya. "Aku izinkan kau berjuang. Tapi dengan satu catatan. Jika dia menolak kau harus enyah dari hadapannya juga Livi."Zico menelan ludah. Ditolak Raisa dia bisa terima. Tapi berjauhan dengan Livi, Zico tidak akan sanggup. Tidak, setelah dia menjalani dua puluh empat jam full bersama sang putri. Zico tidak akan bisa berpisah dengan Livi. Tidak, sesudah dia menyadari betapa berharganya Livi baginya.Maka siang itu dengan harapan setinggi langit, Zico nekat melamar Raisa. Dia yakin lamarannya akan diterima."Sa, mari menikah."Suara Zio membuat Raisa kembali
"Apapa," sebut Livi dengan bibir bertekuk menahan tangis."Ndak apa-apa, Sayang. Apapa nakal jadi pantas dipukul. Tapi kamu gak boleh asal pukul orang."Livi melayangkan tatapan tajam penuh permusuhan pada Agra."He, bukan Om yang salah. Dia yang jahat."Livi menangis dengan tangan sibuk melempar apa saja yang ada di meja. Agra maju tidak terima dengan aksi sang ponakan. Sementara Zico dengan cepat mendekap Livi yang bibir mungilnya terus menyebut om jahat."Kau! Kau jangan mimpi bisa dapatin Raisa," ancam Agra."Agra, berhenti gak!" Pria itu kicep begitu sang istri bicara. Irene mendekati Raisa yang cuma duduk sambil memijat pelipisnya yang berdenyut. Dalam sekejap, Livi sudah jadi perisai hidup untuk ayahnya. Dipandangnya wajah Zico yang memar di beberapa tempat. Saat ini pria itu masih menenangkan Livi yang masih menebar aura permusuhan pada omnya."Ren ....""Jangan tanya, Mbak. Pusing aku." Irene mundur ketika Raisa angkat tanganAgra mendesah frustrasi. Pria itu berdiam diri d
"Apa kamu bilang? Zico ke Tokyo?" Lea mengutip ucapan Zio barusan."Lah kan aku sudah bilang kemarin. Abian kasih tahu kalau Zico ke Tokyo. Katanya kerjaannya berantakan, jadi mereka suruh Zico buat healing lagi."Zio berkata sambil mendekati Lea yang sedang menyusui Celio. Zio seketika jadi cemburu. Benda itu bertambah menggiurkan, tapi sekarang bukan lagi miliknya. Ada Celio yang memonopoli tempat favorit Zio."Dia ke Tokyo bukan healing tapi cari perkara. Lihat saja yang ada di sana. Bukannya Zico selalu sakit kepala kalau coba mengingat Raisa," Lea membetulkan posisi Celio supaya lebih nyaman."Kan beda kalau ketemu orangnya langsung. Boy, gantian napa. Dikit aja."Lea menepis tangan Zio yang selalu ingin mengganggu Celio. Bayi lelaki itu sudah bertambah montok dengan pipi seperti bakpao. Tingkahnya juga bikin satu rumah tertawa senang."Memangnya kau setuju kalau Zico dengan Raisa?""Enggak! Jauh-jauh dari yang namanya Agra," balas Zio cepat.Lea seketika memutar bola matanya je
Livi menangis dengan tubuh Raisa turut gemetar, melihat bagaimana Zico menggelepar menahan sakit di kepala. "Tolong, Dok. Sakit!" Teriak Zico berulang kali.Dia pegangi kepalanya yang serasa mau pecah. Pria itu meringis, mendesis sementara tim medis sedang mencoba mengurangi kesakitan yang Zico rasa.Raisa susah payah berhasil membawa Zico ke klinik terdekat. Tubuh Zico yang tumbuh besar dan tinggi membuat Raisa kesulitan memapah. Ditambah dia sedang menggendong Livi yang sejak itu mulai menangis.Beruntungnya dia bertemu dua orang yang membantu Zico berjalan ke klinik. "Apapa!" Sebut Livi berulang kali. Balita tersebut tampak ketakutan, tapi juga menampilkan ekspresi sedih."Apa yang terjadi padanya?" Seorang dokter bertanya setelah Zico berhasil ditenangkan. Raisa melirik Zico yang mulai tenang, meski sesekali masih meringis kesakitan."Dia bilang pernah kecelakaan, lalu hilang ingatan. Tapi saya tidak tahu detail-nya.""Oke, kami paham. Kami akan memeriksanya lebih lanjut. Takut
Venue pernikahan sudah ramai orang. Agaknya prosesi pernikahan akan segera dimulai. Zico panik, dia tidak menemukan Raisa di mana pun. Mungkin perempuan itu sedang di touch up make up-nya. Tapi ruangannya di sebelah mana.Saat kecemasan Zico memuncak, dia mendengar musik pengiring pernikahan mengalun. Dia menerobos barisan tamu undangan untuk melihat lebih dekat. Raisa dan Livi muncul di pintu. Zico reflek berteriak, "Sa! Sa! Kamu gak boleh nikah sama dia!"Detik setelahnya Zico menarik Raisa pergi dari sana. Membawanya berlari setelah sempat menggendong Livi. Semua tamu melongo, melihat kejadian yang baru saja berlaku.Pun dengan Agra dan Irene. Dua orang itu jelas bingung ketika Zico mendadak muncul di Tokyo, lantas membawa pergi Raisa juga Livi.Namun hal itu tidak berlaku bagi Ryu dan Hana, sepasang pengantin itu justru saling melempar senyum."Itu tadi papanya Livi?" Tanya Hana seraya berjalan ke altar pernikahan dengan tangan melingkari lengan Ryu.Gaun putih sederhana senada d
Setelah menempuh perjalanan hampir tujuh jam, Zico sampai di Tokyo hampir pagi. Tubuhnya lelah luar biasa, hingga ketika dia sampai hotel tempat dia menginap, lelaki itu langsung ambruk untuk kemudian terlelap.Dia perlu memejamkan mata sejenak, atau dia bakal oleng. Lebih parah sakit kepala bisa membuat Zico tak berdaya. Satu yang Zico ingat, dia harus menemukan Raisa sebelum jam dua siang nanti. Sebab pernikahan Ryu digelar di jam itu. Dan Zico yang buta soal Tokyo sudah dipastikan harus berjibaku menemukan venue tempat pernikahan Ryu Watanabe."Tunggu aku, Sa," gumam Zico sebelum terlelap.Padahal yang disebut namanya sedang mengulas senyum. Pertikaianya dengan Agra berakhir lebih cepat dari yang dia duga. Raisa pikir Agra akan mendiamkannya lama. Bahkan mungkin memutuskan hubungan dengannya.Punya anak di luar nikah adalah aib besar di negara mereka. Namun di sini, Tokyo. Kota dan negara yang sedang mengalami masalah penurunan angka kelahiran yang signifikan.Kelahiran adalah hal
Agra langsung menuju apartemen Raisa begitu dia sampai di Tokyo. Lelaki itu heran melihat Ryu berkunjung ke unit sang adik, padahal hari sudah cukup malam. Ditambah besok adalah hari pernikahan sang asisten. Curiga membuat Agra bergerak cepat menahan pintu, hingga dia bisa ikut masuk ke apart sang adik tanpa penghuninya tahu. Agra pikir Ryu dan Raisa punya hubungan lebih di luar atasan dan asisten.Agra dan Irene terpaksa menguping pembicaraan Ryu dan Raisa. Betapa terkejutnya dua orang itu mendengar topik yang dibicarakan oleh Ryu dan Raisa."Livi siapa, Sa?" Pertanyaan Agra membuat Raisa terperanjat. Dia tidak pernah menyangka kalau Agra sudah berdiri di hadapannya."Kakak kapan sampai?" "Jawab dulu, Livi siapa?" Agra coba menahan diri. Meski pikirannya sudah mengembara ke mana-mana. Mungkinkah yang Agra takutkan benar terjadi. "Livi dia ....""Amama, Papa." Suara menggemaskan terdengar dari arah kamar.Agra dan Irene sontak menoleh, melihat seorang balita berjalan limbung ke ar
"Om, tahu tempat tinggal Livi gak?"Zico melirik sadis ke arah Arch, yang tampak tak masalah mendapat teror semacam itu dari om-nya."Lu ngapain sih nanya Livi mulu, kan elu sudah punya Celio," kesal Zico tiap ketemu Arch. Pasti bocah itu selalu menanyakan pasal Livi.Padahal Zico sendiri sedang H2C, harap-harap cemas menanti kabar dari dari Miguel soal tes DNA Livi dengannya. Miguel mengabarkan, sample sudah masuk lab dua hari lalu, pria itu bilang akan mengusahakan secepat mungkin. Dari mana Miguel dapat sample Livi, jangan ditanya. Mungkin saja Miguel punya join venture alias kerjasama dengan kelompok Yakuza di Tokyo sana. Aih serem, triad ketemu yakuza, kalau tawuran pasti mengerikan."Celio kan cowok. Livi cewek, beda," balas Arch cepat."Memangnya kenapa kalau cewek?" Zico mulai curiga kenapa keponakannya ngebet banget sama Livi.Arch diam, tapi rona merah bisa Zico lihat menyebar di pipi putra kandung Miguel."Dia cantik, Om.""Ha? Jangan bilang lu suka sama tu bayik. Eh biji
Berbeda dengan dua pasangan lain yang tengah melakoni malam panas membara. Kamar Zico yang selalu sunyi, kini kian dingin. Hatinya hampa sejak dia kehilangan memori soal Raisa.Namun hari ini semua terasa berbeda. Kehadiran seorang Nakaia Livi mengubah segalanya. Hati Zico menghangat. Tiap sentuhan Livi menyalurkan cinta yang telah lama hilang dari kalbunya.Panggilan "apapa" khas Livi membangkitkan sesuatu dalam jiwanya. Dia seperti diseret, dipaksa untuk memperjuangkan Livi.Zico berdecih lirih. Dia habiskan cairan merah yang ada dalam gelasnya. Matanya memandang siluet pesawat yang mengangkasa di depan sana."Dia pergi," gumam Zico. Padahal belum tentu itu pesawat Livi.Detik setelahnya bunyi benda pecah terdengar. Zico baru saja membanting gelas yang beberapa saat lalu masih dia genggam. Dia remas kepalanya, frustrasi dengan dirinya sendiri."Apa yang sebenarnya hilang? Apa yang sebenarnya kuinginkan? Apa yang sejatinya aku cari?!" Teriak Zico sambil memukuli kepalanya sendiri.Su