Saat aku mendapati sosok Mas Bara sudah berada di dekatku, dengan tanpa sadar aku menarik tubuhku, beringsut menjauh dengan resah.
Tapi Mas Bara mengabaikan penolakanku dengan tetap mendekat bahkan meraih kedua tanganku.
Aku membeku kemudian dengan cepat memalingkan muka saat dia mulai menatapku dengan sorot mata yang memancarkan kecemasan yang enggan untuk aku pahami.
“Maafkan aku karena aku tak bisa melindungi kamu.”
Mas Bara mengunggah penyesalannya.
Aku bergeming diam bahkan masih melemparkan pandangan ke arah lain, alih-alih membalas tatapannya yang intens padaku.
“Seharusnya aku bisa memperkirakan apa yang akan terjadi ini. Tapi ini terlalu cepat dan aku tak menyangka kalau Lina benar-benar membuktikan ancamannya.”
Aku masih diam membeku, menjadi terlalu sakit saat mengingat apa yang sudah aku alami kemarin.<
“Apa ada yang ingin kamu katakan Mas?”Mas Bara langsung tersenyum lebar saat mendengar pertanyaanku.“Aku senang akhirnya kamu sudah bisa menyiapkan diri kamu agar kita bisa berbicara dari hati ke hati sekarang.”Mas Bara kemudian meraih kedua pundakku dan dia tuntun tubuhku agar menghadap sepenuhnya ke arahnya.Untuk beberapa saat Mas Bara menatapku penuh arti.“Sekarang aku merasa sudah waktunya buatku untuk berterus terang padamu.”Mas Bara lalu meraih kedua tanganku berniat untuk menggenggamnya.Tapi hatiku yang masih merasakan sakit dan perih yang teramat sangat tanpa sadar langsung menarik kedua tanganku dari genggamannya.“Katakan saja apa yang ingin Mas katakan, aku akan mendengarnya.”Terdengar Mas Bara menghela nafas dalam, dia terdengar s
Saat mendapati aku hanya bisa diam sembari menundukkan kepala Mas Bara langsung bangkit dan berjalan menuju nakas untuk mengambil gawaiku yang tergeletak di sana. Segera Mas Bara memeriksa gawai milikku dan langsung menatapku tajam. “Pasti kamu sudah menjadi follower perempuan itu hingga kamu menjadi mudah untuk terjebak dalam permainannya.” Mas Bara semakin terlihat emosi. Aku terperangah ketika mendengar ucapannya yang penuh amarah itu. “Asal kamu tahu apa yang dia posting sangat jauh dari kenyataan. Kamu tidak tahu betapa liciknya perempuan itu. Sementara kamu hanya wanita desa yang minim pengalaman hingga mudah terprovokasi.” Aku segera ikut bangkit dan menatapnya. Saat dia menyebutku sebagai wanita desa yang minim pengalaman segera memancing emosiku. “Iya Mas aku memang wanita desa yang nggak punya pengal
“Mbak Rina, apa kamu tahu, siapa tamu yang akan datang nanti malam?”Aku berusaha memancing agar asistenku itu mengatakan apa yang sudah ia tahu.Rina menatapku lurus.“Apa Tuan Richard mengatakan akan ada yang datang nanti malam?”Rina malah balik bertanya.Aku mengernyit tipis.“Jadi kamu tak tahu apapun?”“Mungkin sebentar lagi Tuan Richard akan memintaku untuk menyiapkan semuanya kalau memang benar nanti akan ada tamu,” sahut Rina cepat.“Tolong lanjutkan makannya Mbak, kalau bisa dihabiskan saja, karena nanti Tuan Richard pasti akan menegurku kalau Mbak Rindu masih menyisakan banyak.”Aku mendengus jengah tapi aku tetap saja melanjutkan makanku meski tak berselera.Rina benar-benar terlalu patuh pada Mas Bara, se
“Apa kamu akan pergi lagi Mas?” tanyaku saat melihat Mas Bara mulai berkemas dengan memasukkan beberapa pakaian ke dalam kopor.Aku mendekati dirinya yang sekarang berada di dalam walk in closet.Mas Bara melirikku.“Iya aku harus menyelesaikan sesuatu di Jakarta.”Saat menyebut kota Jakarta aku malah teringat dengan istri pertama suamiku. Walau aku sangat ingin tahu tentang kemungkinan Mas Bara untuk bertemu dengan Lina Salim, tapi tetap saja aku tak memiliki keberanian untuk buka suara.Aku hanya mampu memandangnya dalam diam, dengan sorot mata yang begitu lekat.“Kamu tak usah khawatir aku tidak akan lama, lagipula kamu tak lagi sendiri di sini karena Oma Meylani masih ingin tinggal di sini untuk menemani kamu.”Aku terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Mas Bara.
BARA POVMalam telah cukup larut saat aku memasuki rumah besar berlantai tiga yang selama ini menjadi tempat tinggal dari sosok yang lebih sering aku hindari akhir-akhir ini.Tapi demi Rindu, aku harus menemuinya. Aku harus menyelesaikan urusan ini agar hidupku tak terganggu dengan segala yang pernah aku lakukan di masa lalu.Dengan hati yang berat aku membuka pintu kamar, tempat di mana aku selama ini beristirahat kala berada di rumah mewah yang menjadi hadiah ulang tahun pernikahan kami dulu, dari papi, sosok yang awalnya sempat aku kira adalah ayah kandungku.Dengan jengah aku lepaskan dasi yang melingkar di leher sembari membuka jas mahal yang sebelumnya membungkus tubuhku.Bila melihat suasana yang lengang aku yakin dia belum kembali ke rumah ini. Entah berada di mana dia sekarang, bahkan sejak awal dia tak pernah memberitahuku ke manapun dia pergi, bahkan di saat aku masih
Aku berusaha menikmati sarapanku dengan tenang sembari ditemani secangkir kopi yang akan selalu membangkitkan semangat.Tapi sejurus kemudian wanita licik itu datang menghampiri dengan melontarkan amarah, mengusik ketenangan pagiku.“Apa maksud kamu melakukan semua ini?!” sergah Lina sembari menggebrak meja dengan geram hingga menggetarkan semua benda yang berada di atasnya.Aku hanya meliriknya tipis sebelum kemudian kembali menikmati kopi dari cangkir mahal dari bahan terbaik.“Apa kamu ingin membalasku?!”Lina kian sengit mengunggah amarahnya saat melihat responku yang setenang air kolam.“Kamu yang terlebih dahulu memancingku,” ucapku tenang.Lina mengeraskan kedua rahangnya menatapku dengan sangat lugas.“Aku tidak mau tahu kamu harus ikut aku untuk melakuka
“Tawaran apa itu?”Aku bertanya dengan hati-hati.Aku sangat tahu kalau suami ibuku itu sekarang sedang bermanuver lagi. Entah apalagi yang akan dia rencanakan untuk menahanku padahal seingatku dulu dia selalu menegaskan padaku kalau aku bukanlah putranya dan aku tak pernah lebih hebat daripada Raymond putra kandungnya yang selalu membanggakan.Sekarang mendadak dia membutuhkan aku setelah dia tahu apa yang bisa aku lakukan tanpa bantuan darinya. Nyatanya aku sekarang bisa mendirikan perusahaan sendiri, dalam waktu yang tak terlalu lama dengan perkembangan yang cukup signifikan.“Kamu bisa tetap bersama wanita itu jika memang itu yang kamu mau, tapi kamu harus tetap berada di dalam Inti Semesta Corp.”“Tapi aku sudah punya Citra Persada, anak sulungku yang akan aku besarkan dengan kemampuanku sendiri.”“Apa kamu sedan
“Kamu mau melakukannya atau tidak?”Papi terdengar menegaskan kalimatnya.Aku mengedikkan bahu tipis. Tapi aku kembali memikirkan ulang semuanya mencari celah yang aku rasa bisa sangat menguntungkan.“Aku harap ini yang terakhir kalinya aku berurusan dengan Lina.”Papi tersenyum tipis sembari menghembuskan asap cerutunya ke atas.“Setelah ini kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau.”Aku mencebik tipis.“Aku kurang yakin itu.”Aku kembali menatap lurus ke arah suami ibuku itu.“Bukankah Papi masih memintaku untuk tetap terlibat di Inti Semesta?”“Tapi aku tak akan pernah mengganggu pernikahan kamu dengan wanita pilihan kamu.”“Baiklah, aku akan mendampingi Lina, dan ini adalah t
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira