“Kalian sedang belanja juga?”
Sapaan itu langsung menarik perhatianku ke arah wanita yang aku tahu adalah sahabat dekat Oma Meylani, yang beberapa kali aku jumpai di pesta-pesta sosialita meski aku tak terlalu sering menghadiri pesta yang cenderung menjadi ajang pamer itu.
“Nyonya Silvia?!”
Segera aku mendekat untuk memberikan ciuman basa-basi pada kedua pipinya yang sudah terlihat turun itu.
“Wah lihatlah anak-anak lucu ini yang sudah sangat terkenal seantero negeri, chanel kalian benar-benar menarik dan menginspirasi lho,” ungkap wanita kaya raya itu ketika tatapannya mulai beralih ke arah Raka dan Raya yang berada di sampingku sejak tadi.
Kedua anakku ikut mendekat untuk menyalami dan mencium punggung tangan dari wanita yang usianya sepantaran dengan buyut mereka itu.
Senyum Nyonya Silvia terkembang sempurn
“Biasanya kamu selalu tak pernah keberatan kalau aku mengajak anak-anak ke mall, tadi itu Raka sendiri lho Mas yang minta.”Aku berusaha menerangkan dengan gamblang meminta pengertian dari suamiku yang sekarang tampak uring-uringan tak jelas ini.“Kenapa Mas sekarang malah jadi nggak suka saat aku ingin menyenangkan anak-anak, lagian tidak sampai terlalu sore juga dan anak-anak tetap melakukan kewajibannya kok, seperti biasa sepulang dari mall?”Tatapan Mas Bara malah kian menegas yang membuatku sangat tak paham hingga aku mengernyit gelisah sembari menatapnya.“Apa kamu tahu apa salah kamu?”Aku menatapnya bingung lalu menggeleng pelan.Mas Bara kemudian malah mendekatiku dengan ekspresinya yang masih saja tajam.“Karena kamu sudah membuatku seperti orang bodoh di hadapan Abe yang sedang memamerk
“Melakukan apa ya Mas?” Aku bertanya menjadi tak bisa menyembunyikan rasa gelisahku.Tatapan Mas Bara malah kian melekat yang membuatku semakin resah saja.“Aku mau kamu hanya fokus sama aku saja semalaman ini, aku nggak mau ada orang lain yang mengganggu waktu kamu.”Aku mengernyit tipis menjadi sedikit kurang paham dengan apa yang diminta suamiku kali ini. Dia meminta seluruh waktu semalaman untuk memberikan dia perhatian. Biasanya kan memang sudah seperti itu, aku selalu berada di rumah tak pernah pergi keluar kalau malam. Bahkan tinggal beberapa jam lagi setelah makan malam kami akan menghabiskan waktu semalaman di kamar, tidur bersisian di atas ranjang kami. Apa semua itu masih kurang?.“Iya Mas, biasanya kan juga gitu.”Mas Bara malah menggeleng keras.“Nggak biasanya kamu kalau ke bawah malah mengabaikan aku, s
Setelah sarapan bersama, Mas Bara mengajak anak-anak ke mall. Aku tahu suamiku ini sedang berusaha menebus kesalahannya pada anak-anak.Melihat anak-anak menjadi sangat gembira dan tampak dekat dengan papanya, aku benar-benar tak dapat menyembunyikan rasa bahagiaku.Mas Bara terlihat memanjakan anak-anak, dengan mengabulkan apapun yang mereka minta. Bahkan dengan tanpa ragu suamiku yang royal itu membelikan seperangkat permainan mobil remote dengan berbagai ukuran yang jelas tidak akan Raka dapatkan jika anak lelaki itu pergi berbelanja bersamaku.Aku sedikit protes pada suamiku saat Mas Bara meluluskan semua permintaan anak-anak dengan sangat mudah.“Mas, jangan berlebihan seperti ini,” bisikku ketika Mas Bara baru saja meluluskan keinginan Raya untuk memiliki boneka Barbie limited edition yang harganya benar-benar gila ini.“Siapa juga yang berlebihan sih Rin?
“Sungguh sebuah kejutan bisa bertemu dengan kalian di restoran ini!” Sapaan Sophia jelas sangat mengagetkan aku. Sementara sosok yang juga datang bersamanya nyatanya kian membuat Mas Bara yang sejak tadi bersamaku mengunggah kekesalannya yang lugas. Aku berusaha bersikap sewajar mungkin untuk bisa mengendalikan suasana yang pastinya sudah mengusik suamiku sekarang. “Pasti kalian tidak keberatan kan kalau kami juga ikut bergabung?” sahut Abe yang di luar dugaan malah sedang jalan berdua bersama Sophia. Aku tak mampu menjawab dan hanya mengarahkan pandangan ke samping untuk memastikan ijin suamiku. Karena kami baru saja membicarakan tentang Sophia dan Mas Bara menampakkan penilaian yang kurang positif untuk temannya sendiri itu jadi aku tak mau gegabah yang hanya akan membuat suasana hati suamiku buruk. Terlebih saat ini Sophia datang bersama Abe, sosok yan
“Sepertinya aku sudah tahu ke mana kalian akan pergi sore ini.”Aku terdiam kelu tak berniat untuk menyela suamiku saat ini.Tapi Mas Bara kemudian malah menarik lenganku dan membawaku kembali masuk ke dalam rumah.“Aku tidak akan mengijinkan kamu pergi,” tegas Mas Bara geram.Aku sudah bisa menduga pasti Mas Bara tak akan pernah setuju kalau aku berziarah ke makam papi sekedar menemani oma agar beliau tidak sendirian ke area pemakaman itu.Meski aku tahu jika kebencian suamiku pada Rommy begitu besar tapi aku tetap saja tak menyangka kalau kebencian itu masih saja belum usai walau papi tiri suamiku itu sudah berpulang sejak 4 tahun silam itu.Setelah sempat dirawat selama lebih dari dua bulan setelah mengalami percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Flo yang pada akhirnya juga memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri itu, Rommy Huan
“Bagaimana kabar kamu kakak ipar?” sapa Raymond yang terdengar mengintimidasi.Aku yang awalnya memusatkan perhatian pada pusara papi yang terbuat dari marmer mahal itu, menjadi terusik untuk mulai menatap lelaki yang selalu tampil dandy itu.“Sekarang aku tahu kenapa Richard selalu melarang kamu keluar karena ternyata sekarang kamu benar-benar semakin cantik.”Lelaki itu melontarkan pujian yang terlalu meresahkan. Aku mulai merasa tidak nyaman sekarang.Walau begitu aku tetap berusaha menyajikan sorot mata yang tegas, menyuguhkan sebuah ketegaran yang kuat.“Jaga sikap kamu Ray,” tukas Oma Meylani melerai tatapan Raymond yang jelas sangat tidak sopan itu padaku.“Maaf Oma, kalau aku keterlaluan tapi hanya ingin menyampaikan sesuatu pada kakak iparku ini agar tak sepenuhnya percaya dengan suaminya yang manipulatif itu
“Kamu terlalu naif, dan terlalu penurut pada Richard yang selama ini selalu mendominasi kehidupan kamu. Apa kamu tidak pernah curiga dan masih saja menganggap dia mencintai kamu?”Lina masih saja meluncurkan kata-katanya yang sangat memprovokasi.Aku masih tetap mengabaikannya enggan menentang tatapan matanya yang terlihat sangat lekat memandangku. Wanita itu tampak berusaha sangat keras untuk meyakinkan aku agar meragukan suamiku sendiri, sosok yang selama ini sudah mendapatkan seluruh hatiku yang tak pernah berhenti untuk aku cintai.Selama ini aku sudah sangat memaklumi segala karakter Mas Bara yang memang agak keras tapi aku bisa merasakan kalau dia sangat tulus padaku dan selalu bisa menunjukkan cintanya padaku dengan caranya sendiri.“Bukankah selama ini Richard terlalu banyak memberikan larangan untuk kamu? Aku tahu kalau Richard juga masih melarang kamu untuk t
Aku semakin terusik dengan berbagai pertanyaan yang berkecamuk di dalam benakku, yang kemudian malah menarik diriku untuk memutar tubuhku ke belakang demi bisa menelisik wajah suamiku yang terlihat sangat nyenyak dalam tidurnya.Wajahnya terlihat begitu tenang, memancarkan aura ketampanan yang jelas aku kagumi. Kedua matanya terkatup yang selama ini aku tahu sering terlihat memancarkan tatapan penuh cinta padaku.Rasanya aku menjadi tak kuasa untuk memendam kecurigaan seperti ini pada suamiku sendiri. Dengan tangan gemetar aku mulai terpancing untuk bisa membelai wajah tampan itu. Merasakan dengan lugas kehadirannya yang dulu pernah sangat selalu aku harapkan.Aku berusaha meresapi rasa yang memenuhi ruang kalbuku dan aku lugas merasakan jika cinta itu begitu nyata. Bahkan Mas Bara adalah ayah dari kedua anakku, dan aku merasa begitu bahagia dengan segala cintanya yang memang aku rasakan selalu terang.
“Diam, atau aku akan menembakmu seperti yang sudah aku lakukan pada Richard!” Aku terperangah saat mendengar pengakuan lelaki berwajah oriental itu. Pengakuannya jelas sangat mengagetkan aku. “Jadi kamu yang sudah menembak suamiku?!” sergahku tandas. Raymond malah tersenyum sarkas menanggapi. “Dia sendiri yang sudah memaksaku melakukan semua ini karena dia terlalu serakah,” tukas Raymond sengit. “Kamu gila!” Aku kembali memakinya dengan suara yang semakin kuat. “Tolong, tolong ....” Aku mulai berteriak ketika Raymond semakin kewalahan dan tak mampu lagi menutup mulutku. Pergerakan di pintu itu semakin intens bersamaan aku mendengar suara gebrakan yang sangat kuat beberapa kali. Raymond yang sedang menggila ini sudah menutup pintu dari dalam hingga sulit untuk dibuka. Pastinya orang-orang di luar ruangan sedang berusaha untuk mendobrak pintu itu. Sementara aku sendiri masih berjuang untuk membebaskan diri dari sergapan Raymond. Tapi beberapa detik kemudian kami malah dikejut
Aku menjadi terlalu kaget mendapati kedatangan Raymond yang sangat tak terduga.Tapi aku malah tak kuasa untuk menghalaunya yang membuat sosok itu terus mendekat dengan penuh rasa percaya diri.“Aku tak menyangka kalau dia mampu bertahan sampai sejauh ini setelah apa yang sudah dia alami,” ungkap lelaki itu sembari mengarahkan pandangannya pada Mas Bara yang sekarang hanya bisa terbaring tanpa kesadaran di atas brankar.Gelisah mulai menerjangku ketika aku mulai melihat tatapan adik dari suamiku yang kini malah memindaiku dengan sangat intens.Aku segera bangkit dan memasang sikap waspada.Setelah kemarin aku melihat sikap Raymond yang tampak berbeda begitu rapuh dan sedih tapi sekarang dia kembali menjadi sosoknya yang dulu, yang terasa licik menakutkan.“Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam ruangan ini?”Selama ini mami melarang orang lain masuk menemui Mas Bara. Tak sembarangan orang boleh menemani Mas Bara. Hanya aku, oma dan mami yang memiliki akses untuk bisa memasuki ruangan. Kar
“Sekarang katakan saja apa kamu yang sudah membuat Richard seperti ini?” Abe malah melontarkan tuduhannya dengan terlalu lugas.Aku tak pernah menyangka jika sahabat terdekat suamiku itu akan mengungkapkan tuduhannya dengan sangat lugas pada Lina yang sebelumnya sempat kami bicarakan dan kami curigai.Lina membeliakkan mata, mengunggah kekagetannya yang terlalu ketara.Sejenak aku tak bisa mengartikan tentang ekspresi kekagetannya yang seperti itu.“Apa kamu yang sudah menembak Richard?”Abe kian menegaskan tuduhannya.Lina malah menanggapi dengan tenang hingga kemudian malah mencebik sarkas.“Jadi kalian sekarang mencurigaiku?”Aku dan Abe tak menjawab meski masih saja memberikan tatapan yang sangat lugas pada wanita yang sering mengunggah ekspresi sinisnya itu.“Aku merasa tak perlu untuk memberikan penjelasan apapun pada kalian,” pungkas wanita itu sembari langsung bangkit dari duduknya.Tapi sebelum melangkah wanita itu melemparkan pandangannya pada Abe yang sedang mengikuti perg
“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Segera aku menoleh ke ambang pintu dan menjadi sangat kaget ketika melihat sosok yang sedang kami bicarakan telah berdiri di sana dengan memberikan tatapan yang terlalu tajam.Sempat aku merasa kalau dia sempat mendengar pembicaraanku bersama Abe tadi, yang kemudian menelusupkan rasa gelisah di dalam dada.“Kalian berdua terlihat terlalu dekat, dan aku yakin jika Richard melihat kedekatan kalian, dia tidak akan bisa menerima ini,” sindir wanita berbaju merah itu sangat sarkas.Dengan tatapan yang sama tajamnya aku mulai menentang sorot matanya. Enggan menampakkan ketundukan atas sikapnya yang selalu saja mengintimidasi.Sejak dulu Lina selalu mengunggah keangkuhannya terutama di hadapanku yang pastinya dia anggap sebagai saingan terbesarnya karena nyatanya memang hanya aku yang bisa mendapatkan hati Mas Bara sepenuhnya, sesuatu yang kini membawa kesadaranku kembali atas apa yang sudah aku dapatkan selama ini. Nyatanya memang tak ada yang paling ber
“Katakan padaku apa yang kamu ketahui tentang suamiku?”Aku segera mencecarnya dengan tak sabar, karena saat ini sekecil apapun informasi yang beredar sangat aku butuhkan karena aku benar-benar ingin menguak tabir misteri tentang penembakan suamiku yang sampai saat ini belum juga terungkap.Abe tampak memindaiku lebih lekat dan aku dengan tegas menentangnya tanpa keraguan.Lelaki bermata tajam itu kemudian menarik nafasnya sejenak sembari menautkan kedua tangannya di depan wajahnya yang lumayan good looking itu.“Sebenarnya sehari sebelum hari naas itu, aku dan Richard sempat bertemu di ruangan ini. Kami membicarakan banyak hal, terutama tentang dirimu dan segala penyesalannya.”Abe sengaja menghentikan kalimatnya kian intens memindaiku seakan ingin menebak apa yang ada di dalam pikiranku saat ini.Tapi aku memutuskan untuk membisu menunggunya melan
Sudah nyaris sebulan Mas Bara terbaring koma. Selama itu aku bertahan untuk tetap mendampingi walau keadaanku masih sering diserang mual dan rasa tak nyaman di perut.Tak ada alasan bagiku untuk menyerah karena saat ini prioritas utamaku tetap Mas Bara yang selalu aku yakini tetap bisa mendengar setiap kata yang aku ucapkan di telinganya.Bahkan setiap kali aku datang aku selalu membacakan ayat-ayat Ilahi, sebelum aku mulai mengajaknya mengobrol.“Mas, hari ini aku bawakan lavender, aromanya harum sekali. Kamu bisa menciumnya kan Mas?” tanyaku sembari mendekatkan bunga yang aku bawa di hidungnya.Aku selalu yakin jika Mas Bara selalu bisa merasakan apapun yang aku lakukan walau dia tak memberikan respon apapun. Bahkan tidak dengan kedipan mata, karena mata itu selalu terkatup rapat.Saat melihatnya tetap diam dan beku, hati ini mulai dirasuki kesedihan yang kian pekat
Rasa tidak nyaman kian menyerangku membuat sekujur tubuhku seakan melemah. Tapi saat ini aku memaksa untuk tetap tegar demi aku bisa memastikan bagaimana keadaan Mas Bara. Gelisah yang menyergapku memaksaku untuk bertahan dan tetap kuat meski sejak tadi rasa mual semakin menekan di dalam perutku.Bahkan ketika aku sampai di Jakarta, beberapa kali aku sudah memuntahkan isi perutku saat berada di dalam pesawat.Oma dan mami sempat menganggap apa yang aku rasakan hanya sekedar mabuk kendaraan.Tapi sesuatu di dalam diriku semakin tak bisa menampik praduga ini. Dengan pengalaman yang sempat aku dapatkan ketika mengandung Raka dan Raya, aku mulai bisa menegaskan pada diriku sendiri jika sekarang aku memang sedang berbadan dua.K
“Sesuatu telah terjadi pada Richard!”Ketika oma memekikkan nama suamiku segera aku mendekat dengan hati yang sudah diselimuti kabut kecemasan.“Ada apa dengan Mas Bara, Oma?” tanyaku menjadi kian khawatir.Sementara mami malah menatapku dengan gamang dan mulai menghampiriku untuk bisa memelukku dengan lembut.“Kita harus kembali ke Jakarta hari ini juga Rin.”Mami berucap dengan sangat sungguh-sungguh.Hatiku menjadi kian kuat memendam praduga yang buruk. Aku merasa sangat yakin jika sesuatu telah terjadi pada suamiku saat ini.“Katakan padaku, apa yang sudah terjadi Mi?” desakku semakin gelisah.“Richard membutuhkan kamu,” balas mami masih dengan mengunggah gurat kecemasan di wajahnya.Aku mengernyit penuh kecemasan.
Setiap orang bisa menganyam harapan tapi Tuhan yang akan menentukan segalanya. Walau berbagai macam cara telah diusahakan nyatanya, kehendak Tuhan yang tetap berlaku. Takdir telah menggariskan bahwa saat ini adalah perpisahan kami.Hatiku terus memendam rasa kehilangan yang bahkan membuatku terus menangis kala melepas jenazah ibu di pemakaman. Kini jasad yang sosok yang sangat aku sayangi itu telah berbaring di sisi makam bapak. Mereka akhirnya bersama lagi yang membuatku menghadirkan kembali segala kenangan kebersamaan keluarga kami dulu di permukaan ingatan.Tangisku semakin kuat nyaris menyedot segala ketegaran meski oma dan mami mendampingi untuk menguatkan. Sampai akhirnya semua saudaraku ikut mendekat dan kami mulai saling berangkulan berusaha untuk saling menularkan ketegaran.Bahkan Laras telah kembali dari Australia mengejar penerbangan pertama demi bisa ikut mengantarkan ibu menuju peristira