Sesampainya di gerbang Devian turun menepikan mobilnya. Yumna yang memiliki kebiasaan mencium tangan suaminya, ketika sang suami juga mencium keningnya. "Cantik bener istri aku, ayok masuk!' perintahnya seraya membuka mobilnya. Yumna tidak menggubris ucapan yang disampaikan suaminya. Dirinya langsung masuk seketika dan Devian juga ikut masuk ke mobil. Lalu mobil Devian melaju menuju ke arah restoran yang mereka tuju. Dalam mobil Devian menyalakan musik "long drive" dan Yumna hanya duduk menikmati pemandangan, sambil mendengarkan musik yang dinyalakan oleh suaminya. Devian meraih tangan istrinya tanpa memalingkan wajahnya. Lalu Yumna menggeser genggaman usminay ke perutnya agar sang anak merasakan belaian hangat sang ayah."Halo papah! aku sangat lapar sekali !" ujar Yumna sembari mengusap-usap tangan suaminya."Okey jagoan papah! aku siap memberikan kamu banyak makanan yang kamu suka." ujar Devian kepada perutnya Yumna. disepanjang perjalanan Yumna menyampaikan bahwa perutnya
Setelah kepergian sang suami Yumna yang tadi mengantarkannya sampai pintu, seketika langsung menutup pintunya. Dirinya langsung kembali menuju ke kamarnya. saat kembali ke kamarnya handphone miliknya berbunyi. Ketika dijenguk itu adalah panggilan dari Rizal. Dirinya teringat akan ucapan terakhir dari Rizal, seketika dirinya meningkat panggilannya."Assalam lakum halo zal!" ucapnya.“Waalaikumsalam, gimana kabarmu kok sudah berhari-hari aku tidak mendengar kabarmu atau melihatmu.""Alhamdulilah aku baik-baik saja zal, ""Yum." panggilnya dari seberang."Gimana zal?'' tanya Yumna kemudian.Yumna merasa dirinya akan ditanyai mengenai perayaan tempo itu. Dirinya ketika harus menjelaskan akan hal semuanya. karena ini akan menjadi berkelanjutan, bahkan Rizal akan berpotensi untuk sakit hati."Bagaimana keputusan kemarin? yang aku ucapkan kepadamu pada terakhir kali menelponmu?" Sesuai dengan apa yang dipikirkannya. dirinya harus menyampaikannya saat ini juga. jika tidak kapan lagi waktu y
30 tahun kemudian ....Yumna dan Devian hanyalah nama. Meski begitu kebaikan keduanya masih tinggal di hati anaknya, Keanu Reeves. Seorang pemuda yang akhirnya memilih menjadi pengacara dan tidak meneruskan pekerjaan Devian -ayahnya mengurus perusahaan. Pengacara adalah mimpinya sedari kecil. Ia ingin menegakkan kebenaran tanpa harus nyemplung ke instansi pemerintah yang menurutnya tidak sesuai hati nurani dan kadang kali ada oknum yang bisa dibeli.Seluruh aset keluarganya tetap menjadi miliknya, meski begitu ia menitipkan perusahaan ke pada keluarga sahabat Devian dan mengontrol sesekali. Sayang sekali, kematian sahabat Devian terjadi, dan perusahaan itu dikelola Bagas, menantu dari anak pertamanya Lisa. Bagas terkenal licik. Karenanya, Keanu tak bisa tinggal diam dan mendekati adik Lisa, untuk bisa ikut mengontrol semuanya. Walau bagaimana warisan orang tuanya harus tetap dijaga.Dari sinilah kisah dimulai. Setelah berhasil mengambil hati Kamila, Keanu memulai rencana gila mengha
Merasa tak ada gunanya melihat kondisi Lisa dari balkon, Mas Bagas akhirnya berlari ke luar. Dia pasti ingin memastikan keadaan wanita itu sekarang. Aku pun sangat penasaran, hingga kupaksa keluar kamar dengan berjalan gontai turut melihat keadaan Lisa di bawah sana.Jujur, baru ini batinku dipenuhi rasa bersalah pada wanita itu. Meski kenyataannya ini bukan salahku. Tak menyangka jika Lisa punya keberanian begitu besar mengakhiri hidupnya. Di mana kata-kata sombongnya dulu, yang mengatakan dia adalah istri baik-baik yang terdzolimi.Sampai di luar banyak orang mengerumuni Lisa. Apa dia masih hidup?Tidak mungkin, dia jatuh dari lantai 20, kemudian terbentur di lantai lain, lantas terhempas hingga ke lantai dasar. Di tiap lantai itu kan ada balkon, tubuhnya memantul dan jatuh ke lantai dasar. Lisa masih hidup dengan tubuh yang bersimbah darah, napas tersengal, menatap redup ke arahku. Aku sangat takut! Apa dia akan mengatakan pada semua orang bahwa akulah penyebab bunuh dirinya?Aku
Setelah penantian panjang akhirnya aku bisa menghalalkan Laura. Mantan kekasihku dulu. Kami berpisah karena ia dijodohkan. Lalu setelah perceraian dengan suaminya, kami kembali bertemu. Saat itulah kisahku dengannya dimulai. Jujur saja, masih ada cinta yang tersimpan untuknya. Dan kurasa Laura menyadari itu. Itu kenapa, dia sering mengirim pesan setelah pertemuan kedua kami dan saling bertukar nomor telepon. Siapa yang menyangka, takdir seolah memaksa kami untuk bersatu lagi. Dari waktu ke waktu kami kian dekat, hingga kuutarakan perasaan cinta yang telah kupendam selama ini. Laura menyambutnya. Kami sering bertemu, hingga suatu ketika kami berhubungan layaknya suami istri. Itu terus berulang tanpa kami bisa menahannya. Perasaan bersalah pada Lisa? Tentu saja ada. Lebih rasa bersalah pada sang pencipta. Harusnya sebagai hamba aku mati saja karena berbuat zina berkali-kali. Tak ingin terus berbuat dosa, aku pun menikahi siri Laura. Selain juga tak mau ada yang tahu hubungan kami
"Apa bunuh diri?""Wah, parah. Ini mah punggungnya remuk.""Tengkoraknya juga pecah.""Iya, gak mungkin ketolong juga kalau pun ambulan sudah menuju ke sini.""Gila, kenapa bisa jatuh, ya?""Apa dia pengantin baru, kenapa pakai baju pengantin?""Jangan-jangan didorong suaminya. Tapi mustahil baru menikah malah dibunuh?""Tunggu polisi saja, jangan berasumsi, bahaya.""Duh, masih muda, cantik. Kenapa malah bunuh diri di sini."Suara-suara itu bersahutan saat aku datang dan memeriksa kondisi Lisa. "Lis, kamu masih hidup? Maafin Mas, Sayang. Tolong bertahan ya. Biar aku panggil ambulan!" tekanku yang bicara gemetar karena panik. Kurengkuh tubuh itu sejenak. Tak peduli jika seluruh tubuhku dipenuhi amis darah dari tubuh Lisa. Aku pun bangkit mengeluarkan ponsel untuk memanggil ambulans. Berharap Lisa bisa bertahan hidup dan aku bisa memperbaiki semuanya. Wajahnya yang berseri-seri kini memenuhi pikiran. Beberapa dari mereka mendekatiku. Dan langsung tahu aku ada hubungannya dengan ini.
Karena kemarahan Sisil, akhirnya aku pergi meninggalkan rumah sakit dengan kecewa. Lalu menunggunya di rumah. Jenazah Lisa pasti akan dibawa pulang ke rumah duka. Dia bukan pasien covid jadi tak mungkin ditahan oleh pihak rumah sakit. Sisil juga bukan keluarga pasien yang tak bisa membayar jasa rumah sakit hingga mayat keluarganya ditahan. Harta mereka bahkan tak akan habis 70 turunan. Ah, berlebihan sekali analogiku, tapi itulah kenyataannya. Orang tua Lisa dan Sisil benar-benar orang kaya dengan puluhan cabang perusahaan properti. Mungkin akulah yang gila, demi Laura yang tak punya apa-apa mengkhianati istri yang bukan cuma setia, tapi juga tajir. Ya, aku memang gila. Benar kata orang bahwa kelemahan laki-laki adalah wanita, dan aku mengalaminya sendiri. Hidupku hancur sekarang karena wanita. Merasakan aura kemarahan Sisil saja aku sudah merinding, entah bagaimana besok jika yang kutakutkan terjadi? Sampai pagi aku menunggu di rumah, tapi Sisil dan jenazah Lisa tak kunjung datan
Aku hanya bisa membuang napas kasar, melihat deretan chat yang Laura kirim. Dia tampaknya merasa sangat bersalah dan stress sampai harus memberondongku dengan pesan dan mengada-ada mengenai keberadaan Lisa. Yang kulakukan adalah berusaha maklum atas sikapnya. Aku saja masih syok dan tak percaya Lisa telah pergi.Dan lagi mendramatisir keadaan adalah keahlian Laura, sayang saja semua itu kuanggap sebagai sifat manja dan wajar darinya. Padahal kalau dipikir, sikap manjanya sudah kelewatan. Namun, karena sedang jatuh cinta aku selalu membenarkan sikapnya.Tak kuhiraukan pesan dari Laura dan menyimpan ponsel itu kembali ke saku. Kembali fokus pada tamu yang menunggu kehadiran jenazah Lisa. Tak berapa lama, beberapa orang pamit pergi. Katanya mereka harus bekerja. "Maaf, Pak Bagas. Kami harus bekerja karena meeting tak bisa ditunda," pamit salah satu tetanggaku. Dia melihat jam tangan. Aku pun sontak ikut melihat, seolah tertular apa yang dilakukan.Kecuali Pak RT dan beberapa orang lain
"Mas, gimana menurut kamu sekarang?" tanya Sisil sembari meletakkan cangkir di atas meja, dekat laptop yang digunakan suaminya untuk kerja. "Hem?" Keanu yang kurang jelas mendongak. Melepaskan tatapan dari layar dan kemudian fokus pada wanita cantik yang hanya mengenakan dress tipis dengan rambut diikat tinggi. "Ya, Sayang. Kamu membahas tentang siapa?" Pria yang profesinya sebagai pengacara itu ingin memperjelas maksud pertanyaan istrinya. "Itu si Laura. Hidupnya kan ngenes, lebih ngenes dari janda yang gada suami." Sisil mengatakan secara detail. Dia sendiri meski merasa benci pada masa lalu Laura yang jahat, ada anak kecil yang tak bersalah hadir di tengah wanita jahat itu dan mantan suami Lisa -kakaknya. "Hem, apa kamu belum puas melihat penderitaannya?" tanya Keanu. Sisil menggeleng. "Lalu?""Aku kasihan pada anaknya, Mas. Apa kita ambil jadi anak angkat aja, ya? Atau kita kirim ke panti biar diasuh orang," celetuk Sisil ketika terpikir untuk menolong anak tidak bersalah i
"Jadi kita harus bagaimana, Mas?" Laura tampak bingung.Bagas mendesah panjang. Dia memikirkan cara bagaimana membalas dendam ada orang-orang yang telah membuatnya terpuruk seperti sekarang."Sudahlah, kita pikirkan nanti, Ra. Mas mau mandi dulu, gerah!" ucap Bagas bangkit. Lelaki itu sudah berjalan mencapai tangga, tapi membalik tubuh karena ada sesuatu yang perlu dia katakan."Ohya, cepat berkemas. Kita harus segera pergi dari sini!" seru Bagas, yang kemudian terus berjalan tanpa menunggu persetujuan sang istri. "Aku perlu menghubungi kolega yang masih punya hutang pribadi padaku, yah cukuplah buat nyewa sebuah rumah minimalis."Laura mendecak sebal. Ia sangat kesal pada Lisa. Wanita itu harus dilaporkan karena kasus penipuan."Tapi bagaimana caranya? Kami bahkan tak punya uang untuk menyewa pengacara." Perempuan yang tengah hamil muda itu mendesah lelah. Dengan langkah gontai bergerak mengikuti Bagas di lantai dua.Bagas yang akan masuk kamar mandi, tiba-tiba harus menghentikan la
Lisa mendesah. "Aku bisa mengurus Kamila sendiri. Toh, selama ini akulah yang mengurusnya, apalagi sejak kamu bertemu mantanmu itu, Mas. Kita cerai saja. Ini sudah keputusan terakhirku." Lisa mengucap tenang. Namun, juga mantap. Seketika wajah Bagas pias. Tak menyangka pada akhirnya Lisa yang lebih dulu menggungat cerai. Habis sudah. Tak ada lagu harapan untuk tetap hidup mewah di keluarga Handoko. Entah, bagaimana reaksi Laura nanti saat tahu, suaminya sekarang hanyalah seorang gembel yang tak memiliki apa-apa."Tap, tapi. Apa kamu sudah memikirkannya baik-baik, Lis? Lihatlah betapa menderitanya aku tanpa kamu selama ini. Mas minta maaf." Bagas menghiba. Berharap Lisa luluh atas permintaan maafnya."Maafku sudah habis, Mas. Aku terus memaafkanmu, tapi kamu tetap memilih mantanmu itu. Mas tak menoleh sedikit pun padaku dan Kamila, yang jelas-jelas telah membersamaimu sejak lama.""Mas, khilaf, Lis.""Khilaf yang terulang-ulang." Lisa bicara dengan tegas. Tak sia-sia dia terus melatih
Mbak Wati berlari dari arah dapur, ketika mendengar suara ribut-ribut di kamar Kamila."Ada apa?" tanya seorang pelayan kepada rekannya ketika Wati bergegas dari dapur tempat mereka bekerja."Biasalah. Orang kaya memang selalu begitu," cibir pelayan lain di sampingnya. Seorang perempuan yang semalam telah berhasil memberi obat tidur dalam minuman wanita bercadar di kamar Kamila.Perempuan itu tersenyum. Dia berpikir bahwa keributan pagi ini adalah imbas dari keberhasilan pekerjaannya semalam."Berhenti bergosip! Kalian makan dan digaji oleh orang yang kalian bicarakan keburukannya," tegur kepala pelayan yang tak suka mereka bicara tanpa adab."Not attitude!" dengkusnya sebelum akhirnya melangkah menyusul Wati untuk melihat apa yang terjadi.Mbak Wati yang melihat Bagas dan Sisil sibuk memanggil seseorang, segera mengambil Kamila yang tampak bingung. Untuk kemudian dibawa ke kamarnya dan diurus seperti biasa. Wanita itu tahu diri, hingga tak berani bertanya apapun mengenai keributan in
Lisa memegangi kepala yang berdenyut, saat membuka matanya dengan susah payah. Begitu mengerjap, cahaya menembus celah jendela. Wanita itu terhenyak, pagi telah tiba sebelum ia sempat menunaikan sholat subuh. "Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa kesiangan?"Wanita itu bangkit dengan tergesa. Berdiri di depan cermin untuk melepas topeng yang Sisil berikan semalam. "Aku bahkan tak sempat melepas benda ini sebelum tidur. Ini sangat aneh." Lisa meneleng sejenak mengingat-ingat kejadian ganjil semalam. Merasa sudah kehilangan banyak waktu, akhirnya ia bergerak ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan bersiap sholat."Li, Lisa ...." Mata Bagas hampir saja lepas melihat sosok wanita di hadapannya. Sementara wanita yang baru selesai mandi dan merasakan situasi yang tak baik telah menimpa, buru-buru menarik tubuhnya kembali ke kamar mandi, menghindari tatapan pria itu. "Ya Tuhan bagaimana ini?" Lisa menggumam bingung."Apa yang sedang terjadi? Kenapa kepalaku terasa berat?" Lisa berta
"Apa ini, Sil?!" teriak Bagas dengan amarah yang meletup-letup. Baru saja dia berprasangka baik tentang Sisil tapi ternyata dalam sekejap dia menikamnya dengan cara lain.Sisil memutar mata malas. "Udah deh, Mas. Gak usah berisik! Katanya mau lapor Pak RT. Panggil warga buat gerebek aku? Silakan! Sana!""Kamu nantangin aku, Sil! Oke! Kamu akan habis karena berbuat mesum padahal sudah punya suami!" Suara bariton itu menggema, sampai membangunkan pelayan yang tidur di kamar pembantu, terbangun. Namun, seperti biasa, mereka tak berani keluar dan melihat apa yang terjadi di ruang-ruang utama. Hanya kepala pelayan yang berani mengintip dari kejauhan. Takut jika ada perampok dan sejenisnya dan perlu untuk memanggil polisi.Bagas bergegas, dia ingin membuktikan bahwa ucapannya bisa menghancurkan Sisil."Tunggu! Satu langkah kamu keluar dari pintu, aku akan menceraikanmu. Dan menghancurkan hidupmu Mas Bagas! Mau jadi gembel?!" Sisil tersenyum sinis. Namun, rupanya ... sang nyonya dan tuannya
Bagas memasuki kamar yang terbuka. Pria itu melihat dengan heran. Bukannya tadi Sisil sudah naik ke atas. Tetapi, kenapa sekarang tidak ada? "Sudahlah. Aku lelah terus memikirkan wanita gila itu. Aku ingin beristirahat," gumamnya. Setidaknya di samping cilaka bertubi-tubi, ada kabar membahagiakan untuknya. Laura yang tak lagi salah paham dan juga sebentar lagi dia akan tahu bahwa Lisa masih hidup.Langkah lebarnya memasuki kamar, dengan malas mendorong pintu. Begitu melihat kasur, langkahnya semakin cepat. Tak sabar merebahkan diri di sana."Ahhh. Lega sekali! Sepertinya aku akan tidur nyenyak malam ini. Tak perlu waktu lama, Bagas terlelap dan sempat mendengkur. Bahkan dia tak sadar ketika Sisil melihatnya di pintu, lalu kembali.Tak lama suara ponsel mengagetkannya.Dengan kondisi masih mengantuk, Bagas meraba-raba ponsel di nakas. Begitu dapat, ia segera meraihnya."Ya?" sapanya pada orang di ujung telepon."Tuan, saya sudah mengirimkan foto dari pacar saya.""Benarkah? Foto wani
"Mas, gimana?" tanya Laura tak sabar."Udah kamu tenang aja, ya. Besok aku akan cari waktu untuk pulang," bujuk Bagas yang kasihan melihat Laura. Tak pernah bertemu. Padahal dia sedang hamil. Meski Laura punya andil besar atas kekacauan sekarang, tetap saja Bagas tak bisa melepaskan tanggung jawabnya. Dia juga ikut andil, perselingkuhan yang menyebabkan banyak perselisihan tak akan terjadi jika Bagas menutup celah tersebut."Iya, itu harus, Mas. Kamu kan tau aku sedang hamil.""Ya, Sayang. Iya." Kini Bagas melunak. Tak ingin semua sisi menjadi sumber kesumpekan baginya. Terlebih Laura. Hanya dia wanita yang kini mencintai dan mendukungnya."Soal Lisa?" tanya Laura lagi. "Kamu tunggu kabar besok, oke? Aku sudah menyiapkan seseorang untuk memhuka kedoknya."Bagas mencoba menenangkan istrinya. Dia sangat yakin rencananya akan berhasil kali ini._____________Di tempat lain, Bibi yang akan masuk, urung ketika melihat majikannya tengah berbincang di telepon. Dia diam-diam mendengar pembi
"Mas, tadi aku gak sengaja lihat riwayat panggilan di ponsel Bibi. Banyak sekali panggilan dari Sisil dan Lisa. Ini aneh kan Mas. Apa Bibi itu sebenarnya suruhan Sisil untuk mengerjai kita?""Apa? Kamu serius? Gak salah baca?!" Ini sangat aneh menurut Bagas. Kenapa mereka berhubungan?Sementara Lisa yang mendengar percakapan mereka menutup mulut, terkejut. Secepat inikah rencananya dan Sisil terbongkar?Dia yang terkejut berbalik arah dan pergi meninggalkan tempatnya. Namun, nahas. Gamisnya nyangkut, hingga menimbulkan suara ketika ia bergerak.Bagas sontak menoleh, mencari asal suara. Dia pun bangkit, bergerak mendekat dan meninggalkan panggilan dengan Laura. Saat berdiri persis di depan pintu, Lisa sudah berjalan menjauh. "Tunggu!" serunya, hingga membuat Lisa menghentikan langkah.Pria itu pun berjalan semakin mendekat. Penasaran. Apa yang dilakukan baby sitter itu? Perempuan berhijab yang Sisil pekerjakan dan dicurigai Bagas sebagai Lisa. Dia pasti sudah mendengar obrolannya deng