Pov ArifAku tersenyum puas sesaat setelah melihat bayangan istriku dan anaknya yang dari sejak awal kelahirannya memang tak aku harapkan itu menghilang di balik taksi yang mereka tumpangi. Entah ke mana.Syukurlah, setelah terpaksa harus bersitegang urat leher dengan perempuan norak dan kampungan itu, akhirnya aku bisa juga mengusirnya pergi dari rumah ini.Sebenarnya sudah lama aku ingin Alya pergi dari rumah ibu ini di mana selama ini kami tinggal bersama, akan tetapi sayang Ibu selalu menghalang halangi ku dengan alasan tak ada orang yang bisa dijadikan pembantu dan pesuruh yang tidak perlu dibayar di rumah ini kalau Alya tak ada.Terpaksa lah aku mengalah demi beliau karena hal itu. Itu sebabnya saat tiba tiba beliau sendiri yang meminta Alya supaya segera pergi dari rumah ini pasca menolak diperintah untuk mencucikan baju baju Yuni, aku pun merasa girang tak kepalang.Ya, akhirnya aku bisa juga hidup bebas tanpa perempuan gendut dan tak menarik itu lagi. Beda dengan Soraya yang
Pov Arif"Sayang, aku sudah mengusir Alya dari rumah. Dalam waktu dekat aku juga akan mengajukan ikrar talak di pengadilan agama supaya kita bisa menikah resmi. Setelah menikah resmi, kamu mau kan tinggal di rumah ibuku? Ibu pengen kamu tinggal di sana soalnya.""Lagi pula selama ini aku tinggal bersama ibu dan adikku juga Alya. Jadi nanti kalau kita sudah menikah resmi, kamu mau kan tinggal di rumah ibu?" tanyaku pada Soraya saat aku datang ke kontrakannya keesokan harinya untuk mengabarkan berita bahagia mengenai telah perginya Alya dan putrinya, Kayla dari rumah kami.Soraya tersenyum mendengar berita yang aku sampaikan."Oh syukurlah kalau gitu, Mas. Aku senang sekali mendengarnya. Akhirnya hanya aku satu satunya wanita di dunia ini yang berhak memiliki kamu seorang, nggak ada yang lain lagi. Hmm ... kamu pasti akan hidup bahagia bersamaku, Mas. Aku jamin itu," jawab Soraya sambil memeluk lenganku lalu menjatuhkan tubuhnya di sampingku.Aku balas memeluk bidadari pujaan yang saat
POV Alya "Assalamualaikum, Alya. Alhamdulillah permohonan kerja kamu diterima sama Pak Arga. Besok pagi siap siap ya datang ke kantor untuk wawancara.""Ya, sebenarnya hanya formalitas aja sih soalnya beliau udah bilang kalau kamu boleh kerja lagi. Cuma untuk memenuhi persyaratan, kamu ditunggu wawancara besok. Oke?" ujar Sinta saat baru saja pulang dari kantor.Aku yang sedang membersihkan teras dan menyiram bunga bunga milik Sinta tersenyum sumringah dan berbinar binar."Beneran, Sin? Syukurlah kalau gitu. Besok aku ke kantor ya. Tapi Kayla sama siapa ya, Sin? Aku belum ketemu orang yang bersedia mengasuh anak sebesar dia soalnya," jawabku tiba tiba bimbang karena sampai hari ini aku belum mendapatkan juga pengasuh untuk putri semata wayangku itu.Sinta kembali tersenyum ke arahku."Kamu tenang aja. Tempo hari aku kan udah bilang kalau urusan pengasuh Kayla biar aku yang bantu nyarikan nanti. Nah, barusan Ibu telepon kalau Yanti, keponakan beliau sedang dalam perjalanan kemari. Dia
POV Alya Pagi pagi sekali aku sudah siap siap untuk berangkat ke kantor yang dulu notabene adalah tempat aku bekerja sebelum menikah dengan Mas Arif.Ada rasa cemas dan gamang membayangkan setelah sekian lama vakum, sekarang aku harus kembali berkutat dengan pekerjaan di kantor dan dengan rekan kerja yang berasal dari berbagai kalangan.Aku takut tak mampu lagi beradaptasi dengan situasi kantor yang sekarang pastinya sudah berubah jauh dari yang dulu.Apalagi aku sekarang bukanlah Alya yang dulu muda, enerjik dan supel. Aku sekarang seolah olah telah menjadi pribadi yang lain, yang kurang percaya diri dan cenderung pemalu karena bully dan cela yang selama ini sering aku dapatkan dari Mas Arif dan ibu mertua, yang membuat kepercayaan diriku sedikit menurun dari yang dulu.Aku juga mengalami krisis kepercayaan diri mengingat kondisi fisikku yang sekarang ini tak lagi secantik dan semenarik dulu.Tubuhku berangsur gemuk dan kulit wajahku pun kurang terjaga. Itulah sebabnya Mas Arif tega
POV Arif"Ayo, Sayang, kita masuk! Ibu sudah menunggu kamu di dalam," ujarku pada Soraya sembari menggamit bahu istri mudaku itu menuju ke dalam rumah di mana ibu sudah menunggu kedatangannya.Soraya menganggukkan kepalanya. Lalu sambil membimbing putrinya, perempuan itu memasuki ruang tamu."Eh, ada tamu. Ini ya yang namanya Soraya? Menantu baru Ibu? Saya Bu Ani, ibunya Arif. Selamat datang di rumah ini ya. Anggap saja rumah sendiri. Oh ya ini putri kamu? Siapa namanya?" ujar Ibu sok ramah pada Soraya dan Cintya, putri sambungku."Chintya, Nek!" jawab bocah kecil berusia delapan tahun itu.Setelah menjawab pertanyaan Ibu, Chintya lalu dudu di sofa sambil menggerak gerakkan kakinya."Nek, ambilkan minum dong, Cyntia haus nih! Dari tadi belum minum. Minuman dingin tapi ya, Nek. Tenggorokan Cyntia udah kering soalnya ini!" tiba tiba terdengar suara gadis kecil itu yang meminta diambilkan minuman oleh Ibu.Mendengar permintaan yang lebih mirip perintah itu, Ibu tampak mendelik keki. Waja
POV Arif "Rif, bilang sama istri muda kamu dan anaknya, jangan sembarangan aja di rumah ini. Ini Ibu masih sabar, masih nahan nahan. Tapi kalau anaknya itu bikin ulah lagi, Ibu nggak segan segan ngusir dia dari rumah ini!""Kamu ini gimana sih, nyari istri muda kok lebih parah dari istri yang barusan kamu usir dari rumah. Kamu gimana sih?" Gerutu Ibu saat aku berhasil memaksa beliau masuk kembali ke dalam kamar nya.Aku menghembuskan nafas lalu kembali menepuk pelan bahu beliau."Itu kan anaknya, Bu. Nanti Arif nasehatin lah supaya Soraya bisa menjaga anaknya supaya hati hati di rumah ini. Tapi ibu nggak usah khawatir, nanti guci nya bakalan Arif ganti baru ya, Bu.""Sekarang Ibu istirahat dulu ya di kamar. Arif mau beresin pecahan guci tadi biar nggak kena laki. Ya, Bu?" sahutku lagi."Ya udah sana!" jawab Ibu masih dengan nada kesal.Aku menganggukkan kepala lalu keluar dari kamar ibu dan menuju ruang tamu kembali. Kulihat pecahan guci masih berserakan di lantai sementara sosok Sor
POV Arif"Mas Arif, siapa dia? Kok ada di kamar Mas?" tanya adikku sambil menatap penuh rasa ingin tahu ke arahku dan ke arah Soraya. Mungkin heran karena melihat istri mudaku itu ada di kamarku sementara aku memang belum cerita soal Soraya pada Yuni."Dia kakak ipar kamu yang baru, Yun. Makanya jangan galak galak dong. Tadi itu yang habisin bolu sama minuman dingin kamu itu anaknya Mbak Soraya.""Sana kenalan dulu!" ujarku menjelaskan pada Yuni sambil menghela tubuh adikku itu supaya mendekati Soraya.Meski masih terlihat enggan, Yuni akhirnya mendekati Soraya dan mengulurkan tangannya."Yuni!" kata adikku menyebutkan namanya."Soraya," balas Soraya juga menyebutkan namanya.Sesaat kemudian perempuan itu membuka kembali mulutnya."Kamu sekolah apa kuliah?" tanya Soraya pada Yuni."Kuliah," jawab Yuni."Oh, ya sudah! Saya mau istirahat lagi! Tolong jangan berisik ya, soalnya saya masih ngantuk banget. Habis pindahan, capek!" ujar istri mudaku itu dengan nada ketus.Setelah itu Soraya
POV Soraya"Ini, Bu. Istri baru Mas Arif, bikin kesel aja! Mandi aja minta disediakan air panas segala! Dah kayak sultan aja nggak bisa mandi pakai air dingin! Siapa yang nggak kesel coba dengar nya?""Mana kue bolu sama es lumut aku di kulkas habis lagi! Eh rupanya dia sama anaknya yang ngabisin! Bikin kesel nggak namanya?" ujar Yuni menjawab pertanyaan Ibunya dengan wajah terlihat kesal dan bibir yang manyun.Aku mendengkus sebal mendengar perkataan gadis itu. Ingin rasanya aku dekati dia dan kulayangkan tamparan di mulutnya yang lancang itu, tapi kutahan.Hmm ... belum tahu dia siapa Soraya sebenarnya. Tunggu saja apa yang bisa aku lakukan untuk membalas perkataan nya itu.*****"Silahkan, Bu ... Yuni, dimakan sup nya!" ujarku sambil meletakkan mangkuk sup yang masih mengepulkan uap panas ke atas meja.Sejak Yuni menghardik ku sore kemarin, diikuti oleh ibu mertua dan suamiku yang kesemuanya jadi menyalahkan aku, aku memang berpura pura merasa bersalah dan menyesali sikapku di hada
Setelah percakapannya dengan Bu Dewi yang membuat hatinya panas, Anggi melangkah keluar dari butik dengan wajah muram. Pikirannya terus memutar ucapan Bu Dewi tentang Alya, calon menantu sederhana yang telah merebut hati Arga. Tidak mungkin dia membiarkan perempuan seperti itu memenangkan segalanya.Sambil masuk ke mobilnya, Anggi mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu anak buah kepercayaan papanya yang sering dia minta jasanya untuk membantunya menyelesaikan berbagai urusan pribadinya."Hallo, Pak Rendi. Bisa bantu saya dengan sesuatu?" ujar Anggi dengan nada dingin namun penuh maksud."Tentu, Nona Anggi. Ada yang bisa saya lakukan?" balas suara pria paruh baya di seberang."Saya ingin Anda menyelidiki seseorang. Namanya Alya. Katanya dia bekerja sebagai pengelola butik Bu Dewi, ibunya Arga. Saya butuh semua informasi tentang dia. Masa lalunya, keluarganya, apa pun yang bisa Anda temukan. Secepatnya," perintah Anggi tegas."Baik, Nona. Saya akan segera mencari informasinya,"
POV Author"Tante, Apa kabar?" tanya Anggi sembari melangkahkan kakinya dengan jumawa mendekati sosok Bu Dewi yang tengah mengecek persediaan barang di butik miliknya tersebut.Mendengar suara seseorang bertanya kabarnya, sontak Bu Dewi pun membalikkan badannya dan terkejut saat mendapati sosok putri sahabatnya yang dulu dia ketahui sebagai teman dekat Arga meski Bu Dewi tak tahu persis sebatas mana hubungan mereka itu, tengah memandang ke arahnya sembari menyunggingkan senyum manis."Ang-Anggi? Kamu Anggi, kan? Putrinya Herman?""Kapan kamu pulang dari Australia, Sayang? Alhamdulillah kabar Tante baik. Kabar kamu sendiri gimana?" sambut Bu Dewi ramah sembari balas tersenyum pada sosok gadis cantik di depannya itu."Kabar aku baik baik aja, Tante. Oh ya, ini butik Tante ya? Makin gede dan maju aja, Tan. Mau dong Anggi kerja sama Tante, soalnya Anggi belum ada kerjaan nih setelah lulus kuliah kemarin, Tan," ucap Anggi pura pura ingin melamar pekerjaan di butik milik Bu Dewi padahal dal
POV AuthorUsai mengantarkan ibunya kembali ke kantor pusat, Arga pun kembali menuju ke kantornya sendiri. Namun, baru saja membuka pintu ruangan kerjanya, netranya sudah disuguhkan pemandangan yang membuatnya tak suka. Seorang perempuan muda berwajah cantik namun berpakaian kurang bahan, telah menunggunya di sofa ruang tamu.Melihat kedatangannya, wanita itu reflek bangun dari tempat duduknya lalu berjalan dengan langkah kaki gemulai dan bibir menyunggingkan senyum menggoda mendekati sosok Arga yang memandang dengan rahang mengeras karena tak mengira perempuan yang barusan meneleponnya tadi dan tidak dia angkat itu ternyata sudah menunggunya di ruang tamu ruangan kerjanya. Benar benar tak paham dengan penolakan yang dia berikan barusan."Mas Arga? Kamu dari mana? Kok telpon dariku nggak kamu angkat? Kenapa sih? Kamu sibuk banget ya sampai sampai nggak sempat angkat telepon dari aku?" tanya Anggi dengan suara manja sembari tanpa malu malu lagi langsung melingkarkan kedua tangannya di
Pov Alya"Gimana, Al? Arif masih gangguin kamu dan Kayla?" tanya Pak Arga saat siang ini mengantar Bu Dewi mengecek butik cabang yang sekarang aku kelola karena konon mobil Bu Dewi sedang masuk bengkel karena ada sedikit kerusakan.Aku menggelengkan kepala lalu tersenyum lega."Alhamdulillah enggak, Pak. Mas Arif nggak ganggu lagi. Semoga selamanya begitu ya, Pak. Aamiin," jawabku lega karena sejak pindah ke rumah baru, Mas Arif memang tak lagi bisa menggangguku.Setelah pindah ke rumah baru, aku memang memperkerjakan dua orang satpam yang bertugas menjaga rumahku selama dua puluh empat j setiap hari agar mantan suamiku itu tak bisa lagi mendekatiku atau pun Kayla, sehingga sejauh ini kami pun aman dari gangguannya."Lho ... kok manggilnya Bapak sih, Al? Mas dong. Kan kalian sebentar lagi mau menikah. Masak masih manggil bapak ke Arga?" sela Bu Dewi tiba tiba sambil menatapku.Mendengar perkataan ibunya tersebut, Pak Arga juga refleks menatap ke arahku dengan pandangan bertanya, semen
POV Arif"Gimana ini, Rif? Alya kayaknya beneran nggak balik balik lagi ke rumah ini. Jangan jangan dia udah nggak tinggal di sini lagi? Nggak mungkin soalnya dia mau lama lama di rumah sakit kalau pun Kayla sakit. Ini sudah hampir dua mingguan soalnya. Nggak mungkin demam biasa seperti Kayla itu mau dirawat lama lama di rumah sakit, Rif.""Jangan jangan Alya memang nggak tinggal di sini lagi, Rif. Kalau iya, tinggal di mana ya? Apa pindah kontrakan ke tempat lain? Terus kalau gitu gimana? Kita datangi aja ke butiknya atau gimana?" tanya Mbak Maya saat keesokan paginya kami kembali ke kediaman Alya dan lagi lagi menemukan rumah itu kosong tanpa terdengar keberadaan Kayla dan pengasuhnya sama sekali di rumah itu.Aku menghembuskan nafas mendengar perkataan Mbak Maya itu."Iya, Mbak. Kayaknya sih dia pindah kontrakan. Tapi kenapa ya? Apa karena kemarin Kayla kita culik terus jadinya dia pindah kontrakan supaya kita nggak bisa culik dia lagi gitu? Ha ha ha, kecele dia kalau begitu! Dia p
POV ArifDengan nekad dan berusaha mengumpulkan keberanian, aku, Mbak Maya dan Yuni pun kemudian mengendap endap mendekati rumah kontrakan Alya dan mengetuk pintunya dengan cukup keras saat sudah sampai di depan teras. Berharap Alya yang keluar supaya bisa langsung kami eksekusi.Namun, dari dalam tak terdengar suara siapa siapa sehingga kami pun hanya bisa saling pandang dengan ekspresi bingung. Jangan jangan benar, saat ini Alya tengah berada di rumah sakit karena kondisi Kayla yang mungkin sakit beneran akibat aku culik kemarin sehingga Alya harus menginap di sana?Berpikir begitu aku pun membuka mulutku."Gimana ini, Mbak? Kayaknya di dalam emang nggak ada siapa siapa. Mungkin bener Kayla dirawat di rumah sakit, Mbak. Sekarang gimana? Apa kita datang lagi aja besok, mana tahu Alya udah pulang dan bisa kita culik, Mbak?" kataku.Mbak Maya pun menganggukkan kepalanya tanda setuju."Iya, gitu aja deh! Besok kita ke sini lagi aja. Soalnya kalau ke tempat kerjanya kan jauh. Lagi pula
POV Arif "Mbak, kok sepi ya? Dari tadi nggak ada tanda tanda Alya keluar dari rumah itu. Terus suara si Kayla dan pengasuhnya juga nggak kedengaran. Apa jangan jangan mereka lagi pergi ya?" tanyaku pada Mbak Maya yang berada tepat di depanku. Saat ini kami tengah berada di balik tembok pembatas yang memisahkan jalan setapak di sebelah rumah kontrakan Alya dan temannya itu dengan rumah kontrakan yang mereka huni tersebut. Mendengar pertanyaanku, Mbak Maya terdiam sesaat sebelum kemudian membuka suaranya. "Iya, Rif. Sepi ... Alya juga nggak kelihatan dari tadi keluar dari kontrakan itu. Apa jangan jangan dia nggak kerja ya? Atau jangan jangan sakitnya Kayla lumayan parah sehingga harus nginap di rumah sakit segala?" "Duh, nggak ada petunjuk sama sekali ini. Tapi kalau Alya bener bener nggak keluar dari rumah itu, artinya ada sesuatu yang sedang terjadi, Rif. Tapi apa Mbak juga nggak tahu? Apa Kayla sakit parah sehingga harus dirawat di rumah sakit ya?" "Duh, gimana ini? Sudah satu
POV Arif "Apa, Pak? Saya dipecat? Tapi salah saya apa, Pak? Tidak berkompeten? Tidak di inginkan lagi di perusahaan ini? Yang benar saja, Pak?" "Sudah bertahun tahun saya bekerja di perusahaan ini, tapi mengapa baru kali ini saya dibilang tidak kompeten? Sebenarnya salah saya apa, Pak?" Aku benar benar tak mampu menguasai diri hingga mencecar Pak Alex dengan seribu pertanyaan yang melanda hatiku saat ini. Bagaimana bisa Pak Alex mengatakan aku tak berkompeten dan tak diinginkan lagi berada dalam perusahaannya setelah bertahun tahun aku justru sudah mendedikasikan diriku di perusahaan ini. "Ya, Pak Arif sudah tidak kompeten lagi untuk kami pekerjakan di perusahaan ini. Perusahaan ini butuh orang orang yang total dalam bekerja. Cerdas dan berkemampuan. Sementara saya perhatikan dua atau tiga bulan terakhir ini, Pak Arif malas malasan dalam bekerja." "Pak Arif seperti orang yang punya masalah pribadi sehingga datang ke kantor dalam keadaan tidak fresh dan tertekan. Bapak juga tidak
POV AlyaAku baru saja tiba di kantor saat ponselku bergetar. Ternyata telepon dari Yanti, asisten rumah tanggaku. Berharap mendapatkan kabar baik soal keberadaan putriku yang saat ini masih berada di tangan Mas Arif, aku pun gegas mengangkat panggilan tersebut.Benar saja, saat aku terima panggilan darinya, ternyata Yanti memang mengabarkan tentang kepulangan Kayla yang barusan saja diantar oleh Mas Arif ke rumah."Bu, alhamdulilah ... adik udah dipulangkan sama Pak Arif, Bu. Barusan aja ... sekarang adik ada di rumah. Tapi badannya agak panas sih, Bu. Apa Ibu bisa pulang sebentar untuk belikan adik obat penurun panas?" ucap Yanti yang membuatku seketika merasa lega.Meski pun kata Yanti, Kayla dalam keadaan panas badannya tapi setidaknya putri semata wayangku itu sekarang telah kembali berada di tanganku.Selepas ini aku akan berusaha menjaga Kayla dengan sebaik baiknya. Tak akan kubiarkan Mas Arif mendekatinya lagi dengan alasan apa pun juga bila niatnya hanya ingin melakukan yang