POV Arif"Ada uang nya, Rif?" tanya Ibu dengan wajah berbinar saat aku kembali ke rumah sakit.Aku menggelengkan kepala lalu menghembuskan nafas gundah."Nggak ada, Bu. Apa Ibu salah taruh nggak? Barusan Arif cari sampai capek tapi kok nggak ketemu juga ya, Bu," jawabku apa adanya karena memang tak berhasil menemukan uang tersebut.Sementara bertanya dengan Soraya pun aku tak mendapatkan jawaban yang memuaskan hati karena wanita itu tak mau mengakui sedikit pun kalau dia lah yang telah mengambil uang tersebut saat aku tanyai.Soraya malah balik menyalahkan aku yang katanya kena karma karena telah salah tempat memberikan uang belanja, makanya uang tersebut bisa hilang.Dan dari pada aku semakin jengkel padanya lalu melakukan yang tidak tidak, aku pun akhirnya memutuskan untuk balik lagi ke rumah sakit ini dan mengatakan terus terang pada Ibu kalau uang tersebut tak berhasil aku temukan."Kok bisa nggak ada sih, Rief?" Ibu tampak kaget."Jelas jelas uang itu Ibu taruh di bawah tumpukan
POV Arif"Pak, Bapak lihat mobil saya yang saya parkir di sini nggak, Pak?" tanyaku dengan nada panik pada petugas parkir lepas yang terlihat berada di lokasi parkir ini.Laki laki itu menatapku kaget lalu balik bertanya."Memangnya Bapak parkir di mana? Ada kartu penitipan nya nggak?" tanya nya.Aku menggelengkan kepala. Barusan karena buru buru, aku memang lupa menitipkan mobilku pada tukang parkir.Padahal aku sadar kalau rumah sakit ini adalah rumah sakit kecil yang lokasi parkir nya hanya dijaga oleh petugas parkir lepas. Belum dikelola secara profesional sehingga bisa jadi parkiran di sini memang tidak sepenuhnya aman dari tindak kejahatan.Tapi karena buru buru hendak memberi tahu Ibu soal uang beliau yang hilang, aku pun jadi lupa menitipkan mobil kesayangan itu pada petugas yang sedang bekerja.Dan sekarang akhirnya mobilku entah ada di mana. Dan demi membayangkan mobilku dicuri orang, sungguh rasanya begitu menyakitkan. Saat ini rasanya aku nyaris tak percaya. Aku tak lagi
POV Arif"Sayang, ada tamu ya? Siapa yang datang?" Sedang aku bengong karena kaget, shock dan tak percaya mendapati tanda tanganku ada pada berkas pengalihan hak atas rumah ini di tangan Soraya, terdengar suara berat seorang laki laki dari dalam ruang tengah.Seperti halnya Soraya, aku pun menoleh ke arah sumber suara itu. Tapi bila perempuan itu menyambut laki laki yang baru saja datang dengan senyum lebar di bibir, aku justru menyambut dengan mata melotot lebar dan tatapan yang sungguh sungguh tak mengerti.Bagaimana bisa laki laki ini berada di rumah ini? Kapan dia datang dan siapa sebenarnya dirinya? Laki laki dengan wajah sangar dan tato naga menyeramkan yang menyembul dari balik lengan kaos pendek yang dikenakan yang sedang menatapku dengan tatapan yang sama denganku itu? Apakah Soraya memasukkan laki laki yang tak aku kenal ini ke dalam rumah ini saat aku pergi beberapa waktu yang lalu? Kalau iya, benar benar kurang ajar perempuan itu. Berani berkhianat saat masih berstatus
POV Alya"Kamu yakin nggak ke mana mana lagi, Al? Kalau kamu masih ada keperluan, bilang saja biar saya antarkan," tawar Pak Arga sekali lagi saat kami kembali naik ke mobil usai beliau sarapan pagi.Aku kembali menggelengkan kepala pelan."Nggak, Pak. Saya mau langsung pulang saja," jawabku sambil tersenyum kecil.Pak Arga manggut manggut."Baiklah, kalau begitu saya antar kamu pulang sekarang ya. Kamu masih tinggal di rumah Sinta ya? Siapa yang jaga anak kamu? Siapa namanya?" Pak Arga menatapku."Kayla, Pak," jawabku."Hmm ... nama yang bagus. Beruntung sekali Arief punya anak perempuan. Pasti cantik seperti ibunya. Oh ya, dia kamu tinggal sama siapa sekarang?" ucap Pak Arga sembari menatapku sekilas.Aku hampir saja tersedak mendengar ucapan laki laki tampan itu. Aku cantik? Apakah tidak salah dengar dan tidak terlalu berlebihan pujian itu di alamat kan padaku?Seumur umur, jangankan memujiku cantik, tidak menghina saja, Mas Arif tak pernah melakukan itu.Apa dunia memang semenakju
Pov AlyaSetelah melakukan berbagai langkah untuk mempersiapkan pembukaan cabang dan mengurus segala sesuatunya, akhirnya cabang butik milik Ibu Pak Arga pun selesai dibangun di ruko berukuran besar yang baru saja dibangun oleh Pak Arga.Hari ini genap satu minggu cabang butik di buka. Seperti hal nya butik utama, butik cabang ke tiga ini pun ramai di kunjungi para pembeli.Antusiasme para pengunjung seperti nya benar benar baik. Semua menjadikan kerja keras dan lelahku selama satu bulan ini melakukan persiapan seolah dibayar dengan tunai."Bu Alya, ada yang nyari, Bu," ujar salah seorang pegawai butik saat aku tengah menghitung arus keluar dan masuk usaha.Aku menoleh ke arah pintu ruang kerjaku yang berada di lantai atas butik lalu menatap Sita, pegawai tersebut dengan pandangan penuh tanya."Siapa?" tanyaku ingin tahu.Sita tampak bingung tapi akhirnya menyebutkan juga nama orang yang konon sedang mencariku dan ingin bertemu denganku itu."Ehm ... namanya Pak Arif, Bu. Katanya ...
POV SorayaAku menatap kepergian Mas Arif dengan senyum lebar tersungging di bibir. Akhirnya setelah drama pura pura yang harus terus aku mainkan demi mencapai satu tujuan yakni menguasai harta benda milik suami pura pura ku itu, sekarang harta benda yang laki laki itu bersama keluarganya miliki itu pun berhasil juga aku kuasai.Sekarang rumah besar milik Mas Arif dan keluarganya pun berhasil menjadi milikku juga. Bukan itu saja, tapi juga mobil miliknya yang kemarin berhasil dilarikan suamiku, Mas Alex, dari halaman parkir rumah sakit tempat mertua pura pura ku dan adik ipar yang juga pura pura itu dirawat.Mas Arif memang polos. Dia terlalu gampang di tipu hingga tak sadar kalau selama ini aku hanya mengincar harta bendanya saja.Aku memang sudah lama merencanakan hal ini bersama suami sahku, Mas Alex yang selama ini terpaksa harus tinggal di penjara akibat tertangkap polisi saat sedang melakukan perampokan di sebuah rumah dan terpaksa membunuh si empunya rumah karena melakukan perl
POV Soraya"Mas, siapa yang nelpon kamu barusan ?" tanyaku saat Mas Alex membalikkan tubuhnya lalu melangkah pelan dengan wajah tak bersalah mendekatiku.Mendengar nada suara ku yang bertanya dengan nada tajam dan dibalut rasa curiga, Mas Alex tampak terkejut dan menatapku kikuk. Kentara wajahnya yang sedikit memucat."Bukan siapa siapa, Sayang. Cuma teman yang bareng keluar lapas kemarin kok. Nanyain kabar. Kenapa emangnya? Mas pergi dulu ya. Mana uang nya? Nanti keburu sore, nggak bisa lagi Mas jalan jalan," ujarnya sambil mengangsurkan tangan ke arahku. Pura pura tenang.Aku menghembuskan nafas dengan perasaan gundah melihatnya. Hatiku rasanya sungguh tak tenang. Aku yakin tak salah dengar barusan, Mas Alex memang tengah menelpon seorang perempuan. Dan dia memanggil dengan panggilan Sayang pada perempuan yang dia telepon itu."Mas yakin itu cuma temen yang bareng keluar lapas kemarin? Mas nggak bohong?" kejarku dengan perasaan tak enak karena jujur aku tak rela jika suamiku itu ber
POV Soraya"Gimana ini, Cyn? Kita kehilangan jejak papa kamu," ujarku sembari memandang pasrah pada Cynthia yang juga terlihat geram karena sang Papa yang mengaku hendak jalan jalan ke pasar menghirup udara segar pasca keluar dari penjara nyatanya malah pergi dengan seorang perempuan lain yang bukan mamanya. Entah ke mana."Kita pulang aja, Ma. Terus kita bawa aja barang barang yang ada. Kita pergi dari rumah. Malas aku ketemu Papa lagi. Papa pembohong ternyata!" jawab Cyntia sembari memandang geram ke arah pergi dan berlalunya sang papa.Aku menoleh dan menatap kaget wajah Cyntia. Pergi dari rumah? Uang hasil penjualan mobil kemarin hanya empat puluh juta rupiah mengingat surat menyurat tidak lengkap.Lalu haruskah kami kembali tinggal di rumah kontrakan sementara Mas Alex mendapatkan rumah milik Mas Arif? Enak sekali dia. Aku yang capek nipu sana nipu sini, eh suami narapidana itu yang panen!"Nggak, Sin! Masa Mama harus pergi dari rumah itu! Masa iya mama yang capek capek nipu Om A
Setelah percakapannya dengan Bu Dewi yang membuat hatinya panas, Anggi melangkah keluar dari butik dengan wajah muram. Pikirannya terus memutar ucapan Bu Dewi tentang Alya, calon menantu sederhana yang telah merebut hati Arga. Tidak mungkin dia membiarkan perempuan seperti itu memenangkan segalanya.Sambil masuk ke mobilnya, Anggi mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu anak buah kepercayaan papanya yang sering dia minta jasanya untuk membantunya menyelesaikan berbagai urusan pribadinya."Hallo, Pak Rendi. Bisa bantu saya dengan sesuatu?" ujar Anggi dengan nada dingin namun penuh maksud."Tentu, Nona Anggi. Ada yang bisa saya lakukan?" balas suara pria paruh baya di seberang."Saya ingin Anda menyelidiki seseorang. Namanya Alya. Katanya dia bekerja sebagai pengelola butik Bu Dewi, ibunya Arga. Saya butuh semua informasi tentang dia. Masa lalunya, keluarganya, apa pun yang bisa Anda temukan. Secepatnya," perintah Anggi tegas."Baik, Nona. Saya akan segera mencari informasinya,"
POV Author"Tante, Apa kabar?" tanya Anggi sembari melangkahkan kakinya dengan jumawa mendekati sosok Bu Dewi yang tengah mengecek persediaan barang di butik miliknya tersebut.Mendengar suara seseorang bertanya kabarnya, sontak Bu Dewi pun membalikkan badannya dan terkejut saat mendapati sosok putri sahabatnya yang dulu dia ketahui sebagai teman dekat Arga meski Bu Dewi tak tahu persis sebatas mana hubungan mereka itu, tengah memandang ke arahnya sembari menyunggingkan senyum manis."Ang-Anggi? Kamu Anggi, kan? Putrinya Herman?""Kapan kamu pulang dari Australia, Sayang? Alhamdulillah kabar Tante baik. Kabar kamu sendiri gimana?" sambut Bu Dewi ramah sembari balas tersenyum pada sosok gadis cantik di depannya itu."Kabar aku baik baik aja, Tante. Oh ya, ini butik Tante ya? Makin gede dan maju aja, Tan. Mau dong Anggi kerja sama Tante, soalnya Anggi belum ada kerjaan nih setelah lulus kuliah kemarin, Tan," ucap Anggi pura pura ingin melamar pekerjaan di butik milik Bu Dewi padahal dal
POV AuthorUsai mengantarkan ibunya kembali ke kantor pusat, Arga pun kembali menuju ke kantornya sendiri. Namun, baru saja membuka pintu ruangan kerjanya, netranya sudah disuguhkan pemandangan yang membuatnya tak suka. Seorang perempuan muda berwajah cantik namun berpakaian kurang bahan, telah menunggunya di sofa ruang tamu.Melihat kedatangannya, wanita itu reflek bangun dari tempat duduknya lalu berjalan dengan langkah kaki gemulai dan bibir menyunggingkan senyum menggoda mendekati sosok Arga yang memandang dengan rahang mengeras karena tak mengira perempuan yang barusan meneleponnya tadi dan tidak dia angkat itu ternyata sudah menunggunya di ruang tamu ruangan kerjanya. Benar benar tak paham dengan penolakan yang dia berikan barusan."Mas Arga? Kamu dari mana? Kok telpon dariku nggak kamu angkat? Kenapa sih? Kamu sibuk banget ya sampai sampai nggak sempat angkat telepon dari aku?" tanya Anggi dengan suara manja sembari tanpa malu malu lagi langsung melingkarkan kedua tangannya di
Pov Alya"Gimana, Al? Arif masih gangguin kamu dan Kayla?" tanya Pak Arga saat siang ini mengantar Bu Dewi mengecek butik cabang yang sekarang aku kelola karena konon mobil Bu Dewi sedang masuk bengkel karena ada sedikit kerusakan.Aku menggelengkan kepala lalu tersenyum lega."Alhamdulillah enggak, Pak. Mas Arif nggak ganggu lagi. Semoga selamanya begitu ya, Pak. Aamiin," jawabku lega karena sejak pindah ke rumah baru, Mas Arif memang tak lagi bisa menggangguku.Setelah pindah ke rumah baru, aku memang memperkerjakan dua orang satpam yang bertugas menjaga rumahku selama dua puluh empat j setiap hari agar mantan suamiku itu tak bisa lagi mendekatiku atau pun Kayla, sehingga sejauh ini kami pun aman dari gangguannya."Lho ... kok manggilnya Bapak sih, Al? Mas dong. Kan kalian sebentar lagi mau menikah. Masak masih manggil bapak ke Arga?" sela Bu Dewi tiba tiba sambil menatapku.Mendengar perkataan ibunya tersebut, Pak Arga juga refleks menatap ke arahku dengan pandangan bertanya, semen
POV Arif"Gimana ini, Rif? Alya kayaknya beneran nggak balik balik lagi ke rumah ini. Jangan jangan dia udah nggak tinggal di sini lagi? Nggak mungkin soalnya dia mau lama lama di rumah sakit kalau pun Kayla sakit. Ini sudah hampir dua mingguan soalnya. Nggak mungkin demam biasa seperti Kayla itu mau dirawat lama lama di rumah sakit, Rif.""Jangan jangan Alya memang nggak tinggal di sini lagi, Rif. Kalau iya, tinggal di mana ya? Apa pindah kontrakan ke tempat lain? Terus kalau gitu gimana? Kita datangi aja ke butiknya atau gimana?" tanya Mbak Maya saat keesokan paginya kami kembali ke kediaman Alya dan lagi lagi menemukan rumah itu kosong tanpa terdengar keberadaan Kayla dan pengasuhnya sama sekali di rumah itu.Aku menghembuskan nafas mendengar perkataan Mbak Maya itu."Iya, Mbak. Kayaknya sih dia pindah kontrakan. Tapi kenapa ya? Apa karena kemarin Kayla kita culik terus jadinya dia pindah kontrakan supaya kita nggak bisa culik dia lagi gitu? Ha ha ha, kecele dia kalau begitu! Dia p
POV ArifDengan nekad dan berusaha mengumpulkan keberanian, aku, Mbak Maya dan Yuni pun kemudian mengendap endap mendekati rumah kontrakan Alya dan mengetuk pintunya dengan cukup keras saat sudah sampai di depan teras. Berharap Alya yang keluar supaya bisa langsung kami eksekusi.Namun, dari dalam tak terdengar suara siapa siapa sehingga kami pun hanya bisa saling pandang dengan ekspresi bingung. Jangan jangan benar, saat ini Alya tengah berada di rumah sakit karena kondisi Kayla yang mungkin sakit beneran akibat aku culik kemarin sehingga Alya harus menginap di sana?Berpikir begitu aku pun membuka mulutku."Gimana ini, Mbak? Kayaknya di dalam emang nggak ada siapa siapa. Mungkin bener Kayla dirawat di rumah sakit, Mbak. Sekarang gimana? Apa kita datang lagi aja besok, mana tahu Alya udah pulang dan bisa kita culik, Mbak?" kataku.Mbak Maya pun menganggukkan kepalanya tanda setuju."Iya, gitu aja deh! Besok kita ke sini lagi aja. Soalnya kalau ke tempat kerjanya kan jauh. Lagi pula
POV Arif "Mbak, kok sepi ya? Dari tadi nggak ada tanda tanda Alya keluar dari rumah itu. Terus suara si Kayla dan pengasuhnya juga nggak kedengaran. Apa jangan jangan mereka lagi pergi ya?" tanyaku pada Mbak Maya yang berada tepat di depanku. Saat ini kami tengah berada di balik tembok pembatas yang memisahkan jalan setapak di sebelah rumah kontrakan Alya dan temannya itu dengan rumah kontrakan yang mereka huni tersebut. Mendengar pertanyaanku, Mbak Maya terdiam sesaat sebelum kemudian membuka suaranya. "Iya, Rif. Sepi ... Alya juga nggak kelihatan dari tadi keluar dari kontrakan itu. Apa jangan jangan dia nggak kerja ya? Atau jangan jangan sakitnya Kayla lumayan parah sehingga harus nginap di rumah sakit segala?" "Duh, nggak ada petunjuk sama sekali ini. Tapi kalau Alya bener bener nggak keluar dari rumah itu, artinya ada sesuatu yang sedang terjadi, Rif. Tapi apa Mbak juga nggak tahu? Apa Kayla sakit parah sehingga harus dirawat di rumah sakit ya?" "Duh, gimana ini? Sudah satu
POV Arif "Apa, Pak? Saya dipecat? Tapi salah saya apa, Pak? Tidak berkompeten? Tidak di inginkan lagi di perusahaan ini? Yang benar saja, Pak?" "Sudah bertahun tahun saya bekerja di perusahaan ini, tapi mengapa baru kali ini saya dibilang tidak kompeten? Sebenarnya salah saya apa, Pak?" Aku benar benar tak mampu menguasai diri hingga mencecar Pak Alex dengan seribu pertanyaan yang melanda hatiku saat ini. Bagaimana bisa Pak Alex mengatakan aku tak berkompeten dan tak diinginkan lagi berada dalam perusahaannya setelah bertahun tahun aku justru sudah mendedikasikan diriku di perusahaan ini. "Ya, Pak Arif sudah tidak kompeten lagi untuk kami pekerjakan di perusahaan ini. Perusahaan ini butuh orang orang yang total dalam bekerja. Cerdas dan berkemampuan. Sementara saya perhatikan dua atau tiga bulan terakhir ini, Pak Arif malas malasan dalam bekerja." "Pak Arif seperti orang yang punya masalah pribadi sehingga datang ke kantor dalam keadaan tidak fresh dan tertekan. Bapak juga tidak
POV AlyaAku baru saja tiba di kantor saat ponselku bergetar. Ternyata telepon dari Yanti, asisten rumah tanggaku. Berharap mendapatkan kabar baik soal keberadaan putriku yang saat ini masih berada di tangan Mas Arif, aku pun gegas mengangkat panggilan tersebut.Benar saja, saat aku terima panggilan darinya, ternyata Yanti memang mengabarkan tentang kepulangan Kayla yang barusan saja diantar oleh Mas Arif ke rumah."Bu, alhamdulilah ... adik udah dipulangkan sama Pak Arif, Bu. Barusan aja ... sekarang adik ada di rumah. Tapi badannya agak panas sih, Bu. Apa Ibu bisa pulang sebentar untuk belikan adik obat penurun panas?" ucap Yanti yang membuatku seketika merasa lega.Meski pun kata Yanti, Kayla dalam keadaan panas badannya tapi setidaknya putri semata wayangku itu sekarang telah kembali berada di tanganku.Selepas ini aku akan berusaha menjaga Kayla dengan sebaik baiknya. Tak akan kubiarkan Mas Arif mendekatinya lagi dengan alasan apa pun juga bila niatnya hanya ingin melakukan yang