POV Rudy Aku menatap kaget saat mataku tak sengaja melihat penampakan perempuan yang sampai saat ini secara hukum masih berstatus sebagai istriku itu yang tiba tiba tengah berada dalam antrean sebelah menuju kasir swalayan di mana aku berada saat ini.Sejenak aku ingin tertawa melihat keberadaan nya. Ya, bagaimana bisa dia memborong begitu banyak makanan dan memenuhi isi troli nya dengan belanjaan yang saling banyaknya bahkan hendak keluar dari keranjang besi yang tengah dia pegang itu.Mataku seketika mencoba menelusuri apa saja barang yang dia beli itu. Ada bermacam produk susu untuk kesehatan tulang perempuan aktif seumur dirinya, yang aku taksir harganya tidak murah itu. Ada aneka makanan yang sudah jadi yang tadi sempat mau aku beli juga, niatnya ingin menyenangkan istriku Soraya, agar dia tak perlu lagi menanyakan soal gajiku yang hendak aku berikan pada ibu, tapi karena harganya yang ternyata cukup mahal, membuatku urung memasukkan nya dalam keranjang belanjaan kecil yang teng
POV Rudy"Bu, aku tadi ketemu Alya di pasar ...," lirihku pada ibu saat akhirnya pulang ke rumah.Ibu yang sedang menyuap nasi, sontak menoleh ke arahku dengan wajah mengernyit."Ketemu Alya? Ngapain lagi perempuan miskin itu ketemu kamu? Minta uang kamu untuk nafkah dia dan anaknya?""Jangan dikasih! Belum tentu juga Kayla itu anak kamu! Kamu lihat sendiri kan, dia nggak mirip kamu sama sekali! Jadi nggak usah terpengaruh sama tangisan mengiba nya kalau dia menjadikan anaknya sebagai senjata untuk meminta uang dari kamu?" jawab ibu sembari melanjutkan kembali suapan nya.Aku menaikkan sudut bibir mendengar perkataan ibu. Beliau mungkin tak tahu kalau Alya sekarang tak seperti Alya yang kemarin tak punya uang, lusuh, jelek, bau dan gendut.Alya sekarang telah berubah menjadi wanita yang lebih cantik dan anggun.Tubuhnya mungkin masih berisi, tapi penampilannya, out fit yang melekat di tubuhnya menampakkan kalau mantan istriku itu tampaknya tak kekurangan apa apa.Justru saat hidup ber
POV Arif."Ya ampun, Arif ....ini benar benar Alya? Rasanya Ibu kok nggak bisa percaya ya! Gimana mungkin mantan istri kamu itu bisa berubah secepat ini? Dia nggak seperti Alya biasanya, Rif!" Ibu menggeleng gelengkan kepalanya nyaris tak percaya sembari menatap takjub pada layar ponselku yang memperlihatkan gambar Alya yang tengah menyerahkan uang pada kasir."Bener bener nggak bisa dipercaya. Dari mana dia punya uang sebanyak itu sehingga bisa mengubah penampilannya seperti ini? Ck ... ck ... ck ....""Kamu harus selidiki ini, Rif. Kalau dia memang Alya, Ibu ... rasanya ingin kalian balikan lagi aja. Ibu nyesel sudah ngusir dia dari rumah ini, Rif!""Padahal dia sudah bilang kalau dia akan bekerja lagi. Tapi karena terlalu merendahkan kemampuannya, Ibu jadi menghina dia dan nggak percaya kalau perusahaan tempat dia bekerja dulu bersedia menerima dia kembali bekerja di sana.""Ibu terlalu gegabah, Rif! Tapi ini belum terlambat. Kamu kan belum mendaftarkan ikrar talak di pengadilan ag
POV Alya"Sin, menurut kamu gimana kalau aku mengurus perceraian hari ini juga? Nunggu nunggu dari Mas Arif kayaknya kok belum ada kabar ya? Aku takut dia nggak jadi ngurus karena barangkali dia sibuk, Sin?" tanyaku meminta pertimbangan dari Sinta saat kami tengah sarapan pagi.Sinta menganggukkan kepalanya lalu tersenyum."Ya bagus lah itu, Al. Makin cepat kamu urus perceraian makin bagus. Supaya status hukum kamu juga jelas. Jadi kalau ada apa apa, Arif nggak bisa nuntut kamu lagi, karena kamu udah bener bener berpisah dan nggak ada ikatan apa apa lagi dengan dia. Kita nggak tahu lho apa yang akan terjadi nanti.""Contoh nya saja seperti cerita kamu semalam. Kamu nggak sengaja ketemu mantan suami kamu itu di swalayan terus dia kelihatan kaget waktu lihat kamu. Apalagi waktu kamu bayar belanjaan banyak banget, katamu dia melotot lebar. Bisa jadi 'kan dia shock lihat kamu sekarang punya banyak uang?""Dan dia pasti nggak akan nyangka kalau ada Pak Arga yang sangat bermurah hati memban
POV Alya "Jadi, kamu mau diantar ke mana, Alya? Langsung pulang atau ... mau mampir ke mana dulu, biar saya anterin?" tanya Pak Arga saat laki laki tampan itu telah kembali mengemudikan kendaraannya."Hmm ... langsung pulang aja, Pak. Bapak kan harus ke kantor lagi," jawabku yang masih merasa tak enak hati merepotkan laki laki itu. Apalagi niatku tadi memang ingin langsung pulang segera usai mendaftarkan gugatan sebab aku ingin menghindari keluar uang lagi bila terlalu sering cuci mata karena rencananya aku ingin segera buka usaha toko pakaian kecil kecilan usai surat cerai dari pengadilan agama keluar."Kamu sudah sarapan? Kalau belum, kita makan dulu yuk. Mau?" tanya Pak Arga lagi sembari melihat ke arahku.Sesaat aku terpana melihat tatapan lembut Pak Arga lalu kemudian menggelengkan kepalaku."Saya sudah sarapan, Pak tadi sama Sinta. Tapi kalau Bapak belum sarapan, sarapan aja dulu Pak, saya ... temani ..." jawabku lagi dengan suara kikukPak Arga tersenyum lalu melanjutkan kemba
POV ArifSepeninggal Alya dan Pak Arga, dengan mengepalkan buku tinju kuat kuat segera aku meninggalkan kedai sarapan pagi yang baru saja aku tuju itu.Saat ini selera makan ku mendadak hilang entah kemana digantikan rasa kesal, benci, dan emosi yang membumbung tinggi karena baru saja melihat mantan istriku itu sedang bersama dengan laki laki lain. Padahal sekarang ini aku tiba tiba saja mengharapkan kehadirannya kembali untuk mengisi hidupku yang mulai kacau setelah kehilangan dirinya.Aku pun segera mengarahkan kemudi menuju pulang ke rumah. Teringat pesan ibu untuk mengambil uang yang beliau sembunyikan di dalam lemari pakaian di dalam kamar beliau.Aku ingin menggunakan uang tersebut untuk membeli kemeja baru dan merawat wajahku yang sudah lama tak perawatan agar kembali bersih dan kinclong seperti dulu lagi supaya kalau aku bertemu Alya kembali, wanita itu tak mengejek dan akan kembali jatuh hati padaku serta sadar kalau aku juga tak kalah tampan dan menariknya dari laki laki yan
POV Arif"Ada uang nya, Rif?" tanya Ibu dengan wajah berbinar saat aku kembali ke rumah sakit.Aku menggelengkan kepala lalu menghembuskan nafas gundah."Nggak ada, Bu. Apa Ibu salah taruh nggak? Barusan Arif cari sampai capek tapi kok nggak ketemu juga ya, Bu," jawabku apa adanya karena memang tak berhasil menemukan uang tersebut.Sementara bertanya dengan Soraya pun aku tak mendapatkan jawaban yang memuaskan hati karena wanita itu tak mau mengakui sedikit pun kalau dia lah yang telah mengambil uang tersebut saat aku tanyai.Soraya malah balik menyalahkan aku yang katanya kena karma karena telah salah tempat memberikan uang belanja, makanya uang tersebut bisa hilang.Dan dari pada aku semakin jengkel padanya lalu melakukan yang tidak tidak, aku pun akhirnya memutuskan untuk balik lagi ke rumah sakit ini dan mengatakan terus terang pada Ibu kalau uang tersebut tak berhasil aku temukan."Kok bisa nggak ada sih, Rief?" Ibu tampak kaget."Jelas jelas uang itu Ibu taruh di bawah tumpukan
POV Arif"Pak, Bapak lihat mobil saya yang saya parkir di sini nggak, Pak?" tanyaku dengan nada panik pada petugas parkir lepas yang terlihat berada di lokasi parkir ini.Laki laki itu menatapku kaget lalu balik bertanya."Memangnya Bapak parkir di mana? Ada kartu penitipan nya nggak?" tanya nya.Aku menggelengkan kepala. Barusan karena buru buru, aku memang lupa menitipkan mobilku pada tukang parkir.Padahal aku sadar kalau rumah sakit ini adalah rumah sakit kecil yang lokasi parkir nya hanya dijaga oleh petugas parkir lepas. Belum dikelola secara profesional sehingga bisa jadi parkiran di sini memang tidak sepenuhnya aman dari tindak kejahatan.Tapi karena buru buru hendak memberi tahu Ibu soal uang beliau yang hilang, aku pun jadi lupa menitipkan mobil kesayangan itu pada petugas yang sedang bekerja.Dan sekarang akhirnya mobilku entah ada di mana. Dan demi membayangkan mobilku dicuri orang, sungguh rasanya begitu menyakitkan. Saat ini rasanya aku nyaris tak percaya. Aku tak lagi
Setelah percakapannya dengan Bu Dewi yang membuat hatinya panas, Anggi melangkah keluar dari butik dengan wajah muram. Pikirannya terus memutar ucapan Bu Dewi tentang Alya, calon menantu sederhana yang telah merebut hati Arga. Tidak mungkin dia membiarkan perempuan seperti itu memenangkan segalanya.Sambil masuk ke mobilnya, Anggi mengambil ponselnya dan menghubungi salah satu anak buah kepercayaan papanya yang sering dia minta jasanya untuk membantunya menyelesaikan berbagai urusan pribadinya."Hallo, Pak Rendi. Bisa bantu saya dengan sesuatu?" ujar Anggi dengan nada dingin namun penuh maksud."Tentu, Nona Anggi. Ada yang bisa saya lakukan?" balas suara pria paruh baya di seberang."Saya ingin Anda menyelidiki seseorang. Namanya Alya. Katanya dia bekerja sebagai pengelola butik Bu Dewi, ibunya Arga. Saya butuh semua informasi tentang dia. Masa lalunya, keluarganya, apa pun yang bisa Anda temukan. Secepatnya," perintah Anggi tegas."Baik, Nona. Saya akan segera mencari informasinya,"
POV Author"Tante, Apa kabar?" tanya Anggi sembari melangkahkan kakinya dengan jumawa mendekati sosok Bu Dewi yang tengah mengecek persediaan barang di butik miliknya tersebut.Mendengar suara seseorang bertanya kabarnya, sontak Bu Dewi pun membalikkan badannya dan terkejut saat mendapati sosok putri sahabatnya yang dulu dia ketahui sebagai teman dekat Arga meski Bu Dewi tak tahu persis sebatas mana hubungan mereka itu, tengah memandang ke arahnya sembari menyunggingkan senyum manis."Ang-Anggi? Kamu Anggi, kan? Putrinya Herman?""Kapan kamu pulang dari Australia, Sayang? Alhamdulillah kabar Tante baik. Kabar kamu sendiri gimana?" sambut Bu Dewi ramah sembari balas tersenyum pada sosok gadis cantik di depannya itu."Kabar aku baik baik aja, Tante. Oh ya, ini butik Tante ya? Makin gede dan maju aja, Tan. Mau dong Anggi kerja sama Tante, soalnya Anggi belum ada kerjaan nih setelah lulus kuliah kemarin, Tan," ucap Anggi pura pura ingin melamar pekerjaan di butik milik Bu Dewi padahal dal
POV AuthorUsai mengantarkan ibunya kembali ke kantor pusat, Arga pun kembali menuju ke kantornya sendiri. Namun, baru saja membuka pintu ruangan kerjanya, netranya sudah disuguhkan pemandangan yang membuatnya tak suka. Seorang perempuan muda berwajah cantik namun berpakaian kurang bahan, telah menunggunya di sofa ruang tamu.Melihat kedatangannya, wanita itu reflek bangun dari tempat duduknya lalu berjalan dengan langkah kaki gemulai dan bibir menyunggingkan senyum menggoda mendekati sosok Arga yang memandang dengan rahang mengeras karena tak mengira perempuan yang barusan meneleponnya tadi dan tidak dia angkat itu ternyata sudah menunggunya di ruang tamu ruangan kerjanya. Benar benar tak paham dengan penolakan yang dia berikan barusan."Mas Arga? Kamu dari mana? Kok telpon dariku nggak kamu angkat? Kenapa sih? Kamu sibuk banget ya sampai sampai nggak sempat angkat telepon dari aku?" tanya Anggi dengan suara manja sembari tanpa malu malu lagi langsung melingkarkan kedua tangannya di
Pov Alya"Gimana, Al? Arif masih gangguin kamu dan Kayla?" tanya Pak Arga saat siang ini mengantar Bu Dewi mengecek butik cabang yang sekarang aku kelola karena konon mobil Bu Dewi sedang masuk bengkel karena ada sedikit kerusakan.Aku menggelengkan kepala lalu tersenyum lega."Alhamdulillah enggak, Pak. Mas Arif nggak ganggu lagi. Semoga selamanya begitu ya, Pak. Aamiin," jawabku lega karena sejak pindah ke rumah baru, Mas Arif memang tak lagi bisa menggangguku.Setelah pindah ke rumah baru, aku memang memperkerjakan dua orang satpam yang bertugas menjaga rumahku selama dua puluh empat j setiap hari agar mantan suamiku itu tak bisa lagi mendekatiku atau pun Kayla, sehingga sejauh ini kami pun aman dari gangguannya."Lho ... kok manggilnya Bapak sih, Al? Mas dong. Kan kalian sebentar lagi mau menikah. Masak masih manggil bapak ke Arga?" sela Bu Dewi tiba tiba sambil menatapku.Mendengar perkataan ibunya tersebut, Pak Arga juga refleks menatap ke arahku dengan pandangan bertanya, semen
POV Arif"Gimana ini, Rif? Alya kayaknya beneran nggak balik balik lagi ke rumah ini. Jangan jangan dia udah nggak tinggal di sini lagi? Nggak mungkin soalnya dia mau lama lama di rumah sakit kalau pun Kayla sakit. Ini sudah hampir dua mingguan soalnya. Nggak mungkin demam biasa seperti Kayla itu mau dirawat lama lama di rumah sakit, Rif.""Jangan jangan Alya memang nggak tinggal di sini lagi, Rif. Kalau iya, tinggal di mana ya? Apa pindah kontrakan ke tempat lain? Terus kalau gitu gimana? Kita datangi aja ke butiknya atau gimana?" tanya Mbak Maya saat keesokan paginya kami kembali ke kediaman Alya dan lagi lagi menemukan rumah itu kosong tanpa terdengar keberadaan Kayla dan pengasuhnya sama sekali di rumah itu.Aku menghembuskan nafas mendengar perkataan Mbak Maya itu."Iya, Mbak. Kayaknya sih dia pindah kontrakan. Tapi kenapa ya? Apa karena kemarin Kayla kita culik terus jadinya dia pindah kontrakan supaya kita nggak bisa culik dia lagi gitu? Ha ha ha, kecele dia kalau begitu! Dia p
POV ArifDengan nekad dan berusaha mengumpulkan keberanian, aku, Mbak Maya dan Yuni pun kemudian mengendap endap mendekati rumah kontrakan Alya dan mengetuk pintunya dengan cukup keras saat sudah sampai di depan teras. Berharap Alya yang keluar supaya bisa langsung kami eksekusi.Namun, dari dalam tak terdengar suara siapa siapa sehingga kami pun hanya bisa saling pandang dengan ekspresi bingung. Jangan jangan benar, saat ini Alya tengah berada di rumah sakit karena kondisi Kayla yang mungkin sakit beneran akibat aku culik kemarin sehingga Alya harus menginap di sana?Berpikir begitu aku pun membuka mulutku."Gimana ini, Mbak? Kayaknya di dalam emang nggak ada siapa siapa. Mungkin bener Kayla dirawat di rumah sakit, Mbak. Sekarang gimana? Apa kita datang lagi aja besok, mana tahu Alya udah pulang dan bisa kita culik, Mbak?" kataku.Mbak Maya pun menganggukkan kepalanya tanda setuju."Iya, gitu aja deh! Besok kita ke sini lagi aja. Soalnya kalau ke tempat kerjanya kan jauh. Lagi pula
POV Arif "Mbak, kok sepi ya? Dari tadi nggak ada tanda tanda Alya keluar dari rumah itu. Terus suara si Kayla dan pengasuhnya juga nggak kedengaran. Apa jangan jangan mereka lagi pergi ya?" tanyaku pada Mbak Maya yang berada tepat di depanku. Saat ini kami tengah berada di balik tembok pembatas yang memisahkan jalan setapak di sebelah rumah kontrakan Alya dan temannya itu dengan rumah kontrakan yang mereka huni tersebut. Mendengar pertanyaanku, Mbak Maya terdiam sesaat sebelum kemudian membuka suaranya. "Iya, Rif. Sepi ... Alya juga nggak kelihatan dari tadi keluar dari kontrakan itu. Apa jangan jangan dia nggak kerja ya? Atau jangan jangan sakitnya Kayla lumayan parah sehingga harus nginap di rumah sakit segala?" "Duh, nggak ada petunjuk sama sekali ini. Tapi kalau Alya bener bener nggak keluar dari rumah itu, artinya ada sesuatu yang sedang terjadi, Rif. Tapi apa Mbak juga nggak tahu? Apa Kayla sakit parah sehingga harus dirawat di rumah sakit ya?" "Duh, gimana ini? Sudah satu
POV Arif "Apa, Pak? Saya dipecat? Tapi salah saya apa, Pak? Tidak berkompeten? Tidak di inginkan lagi di perusahaan ini? Yang benar saja, Pak?" "Sudah bertahun tahun saya bekerja di perusahaan ini, tapi mengapa baru kali ini saya dibilang tidak kompeten? Sebenarnya salah saya apa, Pak?" Aku benar benar tak mampu menguasai diri hingga mencecar Pak Alex dengan seribu pertanyaan yang melanda hatiku saat ini. Bagaimana bisa Pak Alex mengatakan aku tak berkompeten dan tak diinginkan lagi berada dalam perusahaannya setelah bertahun tahun aku justru sudah mendedikasikan diriku di perusahaan ini. "Ya, Pak Arif sudah tidak kompeten lagi untuk kami pekerjakan di perusahaan ini. Perusahaan ini butuh orang orang yang total dalam bekerja. Cerdas dan berkemampuan. Sementara saya perhatikan dua atau tiga bulan terakhir ini, Pak Arif malas malasan dalam bekerja." "Pak Arif seperti orang yang punya masalah pribadi sehingga datang ke kantor dalam keadaan tidak fresh dan tertekan. Bapak juga tidak
POV AlyaAku baru saja tiba di kantor saat ponselku bergetar. Ternyata telepon dari Yanti, asisten rumah tanggaku. Berharap mendapatkan kabar baik soal keberadaan putriku yang saat ini masih berada di tangan Mas Arif, aku pun gegas mengangkat panggilan tersebut.Benar saja, saat aku terima panggilan darinya, ternyata Yanti memang mengabarkan tentang kepulangan Kayla yang barusan saja diantar oleh Mas Arif ke rumah."Bu, alhamdulilah ... adik udah dipulangkan sama Pak Arif, Bu. Barusan aja ... sekarang adik ada di rumah. Tapi badannya agak panas sih, Bu. Apa Ibu bisa pulang sebentar untuk belikan adik obat penurun panas?" ucap Yanti yang membuatku seketika merasa lega.Meski pun kata Yanti, Kayla dalam keadaan panas badannya tapi setidaknya putri semata wayangku itu sekarang telah kembali berada di tanganku.Selepas ini aku akan berusaha menjaga Kayla dengan sebaik baiknya. Tak akan kubiarkan Mas Arif mendekatinya lagi dengan alasan apa pun juga bila niatnya hanya ingin melakukan yang