“Kau ingin memilih warna apa? Merah? Hitam? Brunet? Atau mungkin pirang yang lebih terang lagi? Aku sebenarnya suka warna rambutmu yang sekarang. Sayang sekali kau ingin menutupinya.” Albert menunjuk jajaran wigs yang ada di sampingnya, meminta Zoe memilih. Salonnya sudah menyediakan permintaan Zoe dengan sempurna. Zoe bisa dengan bebas memilih dari sekitar tiga puluh mode rambut aneka warna. “Hmm… Merah terlalu menyala.” Zoe bergumam. Ia tidak mau Iris akan mengingat teman gym yang menumpahkan minuman ke bahunya. “Oke, singkirkan.” Albert menyingkirkan semua warna merah, menyisakan sekitar dua puluh sekian. “Rambutmu indah dan sehat, apa harus melakukan ini?” tanya Albert. Ini kesekian kali Albert mengucapkannya. Ia masih tidak ingin menutupinya.
“Ini,” kata Wolf sambil menyerahkan amplop berwarna coklat. Mereka sudah kembali ke rumah, dan membahas langkah lain yang harus dilakukan Zoe besok lusa. Pertama kali Zoe akan muncul di depan publik. “Apa ini?” Zoe membuka amplop coklat panjang itu dan menemukan identitasnya yang baru. Kartu identitas, SIM, paspor, kartu kredit. Semua atas nama Loria Moreau. Nama Zoe yang baru. Zoe menatap foto yang ada di semua kartu identitas itu, dan merasa puas. Foto itu diambil tadi setelah memilih wig bersama dengan Albert, dan rambutnya terlihat sangat nyata. Wajah di foto itu masih Zoe, tapi sekaligus berbeda. Masih ada kesan Zoe seperti yang diinginkannya. “Apa hanya ini?” tanya Zoe, sambil memasukkan semua identitasnya itu ke d
“You look like a shit! Kau itu vampire atau apa?” Clay menilai dengan jujur saat melihat penampilan Wolf yang baru saja datang menghampirinya. Mereka ada di tengah padang golf bermandi matahari, tapi Wolf memakai jaket hitam, celana hitam, sepatu hitam, dan kacamata hitam. Lalu wajahnya tampak pucat. Ketampanan wajahnya, melengkapi penampilan ala vampir. “Kapan terakhir kali kau mandi?” tanya Clay, menatap Wolf sekali lagi. Karena ia tampak sangat berantakan ternyata. Wolf hanya mengangkat bahu, lalu duduk pada golf car yang dibawa Clay. Bersandar pada salah satu tiangnya. “Are you hangover or something?” (Apa kau hangover?) Clay mengernyit sambil menjentikkan tangan di depan wajah Wolf. Ingin tahu apakah bisa diajak bicara atau tidak. Wolf hanya menggeram. Memang benar saat ini kepalanya sedang amat sakit karena minum terlalu banyak, tapi ia masih cukup paham apa yang dibicarakan Clay. Ia juga bisa menyeret tubuhnya sendiri sampai sejauh ini ke tengah lapangan golf. Jadi tubuh
“Aku pikir akan menjijikkan… tapi ternyata tidak.” Wolf bergumam setelah beberapa lama. “Menjijik… oh, kau… ternyata… Well, aku tidak bisa banyak berkomentar, tapi mungkin kau juga butuh terapi kalau hal itu mengganggumu sampai sekarang.” Clay mendecak sambil mengernyit. Wolf pernah menceritakan kejadian itu saat mereka mabuk bersama, Clay masih ingat. “Tidak sangat mengganggu, aku baik-baik saja. Hanya…” “Hanya kejadian itu membuat pikiranmu tercemar. Penilaianmu akan perasaan manusia menjadi sempit. Tidak semua wanita akan menjijikkan seperti itu.” Clay mengangkat tangan, merasa ia mungkin terlalu jauh bicara. “Maaf, aku tidak bermaksud menganggap enteng kejadian itu. Tentu saja aku tidak akan pernah mengerti bagaimana hal itu mempengaruhi kehidupanmu–dan berakibat bagaimana. Tapi aku tahu satu hal, dan dengarkan aku.” Clay kembali menjentikkan jarinya, meminta Wolf tidak menunduk. “Tidak ada gunanya kau lari dan mencoba untuk menghindar. Dan saat ini, Zoe hanya mengambil keput
Zoe melangkah di atas panggung, berusaha tidak terjatuh karena permukaannya terlihat licin. Ia menemukan tanda silang dengan cukup mudah dan berdiri di sana. Ada jeda sebelum musik dimulai—untuk memasukkan narasi suara nanti. Tapi Zoe tahu kamera telah mulai merekam.Beberapa detik diam itu membuat Zoe punya kesempatan untuk sedikit mengamati apa yang ada di depannya.Ia hanya melihat temaram, karena lampu yang paling terang mengarah padanya. Tapi Zoe bisa melihat tiga kursi besar yang menjadi tempat juri berbalik memunggunginya. Mereka yang akan menilai nanti, saat kursi itu berbalik.Adalah ide Wolf yang memintanya untuk mengikuti reality show ini, agar Zoe mendapat eksposure penuh dalam waktu singkat. Lebih menguntungkan untuk bisa mendapat kepopuleran instan, tapi tentu beresiko. Jika Zoe kalah, di babak awal, maka mereka mengulang dari nol.Tapi Wolf menjamin hal itu hanya akan terjadi kalau semua juri yang ada tuli.Zoe menatap dua nama diantara tiga yang masing-masing tertulis
Tapi kekhawatiran Zoe surut. Billy memang masih memandang wajah Zoe. Tentu bertanya-tanya, tapi tidak bereaksi. Kesalahan Zoe tadi sangat tipis. Billy hanya memperlihatkan seseorang yang tengah terkejut karena merasa wajah Zoe akrab tapi ternyata asing.“Oke, Loria. Dari mana asalmu? Aku mendengar sedikit aksen saat kau bicara.” Syanna bertanya.“Bristol, England.”Zoe tentu saja sudah menyiapkan latar belakang palsu, bahkan menyesuaikan logatnya dengan memakai aksen Inggris. Ia memilih tempat yang jauh agar tidak aneh karena tidak ada keluarganya yang mengantar.“Ah… English person. Nice to meet you, Lori.” Jacob kembali menyahut.“Tolong berhentilah untuk bermanis-manis padanya, dan segera katakan apa penilaianmu!” sergah Syanna. Ia jelas sangat menginginkan Zoe.Jacob tertawa, tapi segera beralih kembali ke sikap profesional.“Aku tidak perlu berkomentar banyak karena tentu kau sangat tahu bagaimana kami bertiga langsung berbalik saat mendengar beberapa kata darimu. Itu saja sudah
Billy menatap Zoe sambil tidak berkedip. Tapi Zoe tidak lagi terkejut. Cepat atau lambat ia berharap konfrontasi seperti ini terjadi. Memang lebih cepat. Sedikit meleset dari perkiraannya, tapi tidak terlalu mengherankan. Zoe dengan cepat bisa mempersiapkan hatinya. “Mr. Dacosta, saya tidak tahu apa yang Anda maksud, tapi tolong lepaskan.”Zoe menarik tangannya, sambil menampakkan wajah ketakutan yang wajar karena didesak dengan kasar oleh orang yang tidak dikenal.“Tidak usah berpura-pura bodoh dan mengingkari !Aku tahu kau berpura-pura! Bagaimana kau bisa ada disini?!” Billy mendesak sambil terus menarik tangan Zoe dengan kasar.“Mr. Dacosta, Anda menyakiti saya!”Zoe dengan sengaja berteriak cukup keras. Menarik perhatian orang yang ada di sekitar. Mereka masih ada di lobby gedung, dan tentu beberapa menoleh.Billy menyadari hal itu juga. Terlalu banyak saksi, dan tentu saja Billy terlihat seperti pria yang baru saja mengkonfrontasi wanita tanpa alasan jelas. Billy melepaskan tang
“Oh… Itu… Halo. Maaf, aku salah. Aku pikir ini mobil orang lain.” Zoe dengan tergagap meminta maaf sambil menurunkan kaki dan mundur menjauh dari mobil itu dengan wajah memerah. Jacob tertawa melihat kepanikan itu.“Mungkin salahku juga karena tiba-tiba berhenti di depanmu. Aku tadinya hanya ingin menyapa tapi kalau jemputan yang kau tunggu belum datang, aku mungkin bisa mengantarmu sampai ke tempat yang kau inginkan.” Jacob menawarkan dengan baik hati.Zoe langsung menggeleng.“Tidak! Maksudku terima kasih, tapi tidak. Aku bisa… aku masih harus menunggu… Di sini.” Zoe mengeluh karena tergagap dengan tiba-tiba. Sudah lama ia tidak mengalaminya. Sara sudah mengingatkan Zoe tentang ini. Ia harus lebih tenang agar gagap itu tidak muncul lagi.“Oke, tidak perlu panik. Aku tidak sedang ingin menculikmu.” Jacob bercanda untuk menenangkan.“Kalau begitu sampai jumpa nanti pada syuting jadwal syuting yang berikutnya.” Jacob melambai berpamitan.Tentu saja seluruh pertemuan antara mentor dan
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba