“Venti caramel ribbon crunch frappuccino, ekstra pisang, ekstra sprinkle, ekstra karamel, ekstra krim kocok, ekstra es, ekstra taburan cinnamon, dan tujuh pompa saus karamel hitam.”Zoe memandang Sara yang sedang memesan minuman dengan mulut ternganga. Ia hanya memerlukan dua kata untuk memesan minuman tadi. Americano hangat dan sudah.Tapi barista yang ada di belakang kasir tidak tampak gugup, karena sudah terbiasa. Ia bahkan masih bisa tersenyum saat menyerahkan pesanan Sara yang penuh warna itu—dan pesanan Zoe yang berwarna hitam polos.“Kita duduk di sana.”Sara menunjuk salah satu sudut di halaman kedai kopi itu, dan mereka duduk di sana. Cuaca dingin, tapi masih bisa tertahan. Yang tidak tertahan bagi Zoe adalah bagaimana Sara bisa meminum—memakan?—pesanannya itu dengan santai, memakai sendok.Karena terlalu banyak extra, Sara tidak bisa menyedot minumannya begitu saja, ia harus memakai sendok.“Apa sesi kita sudah selesai?” tanya Zoe. Ia menulisnya di atas sticky note berwarna-
“Wolf?”“Hm?” Wolf melepaskan headphone dari kepalanya. Becca menjentikkan tangan di depan wajahnya untuk menarik perhatian.“Ada apa?” Wolf mendesis. Ia tak suka gangguan saat dirinya bekerja di studio. Terutama saat sedang melakukan proses final untuk memutuskan apakah lagu siap dilepas atau tidak. Proses ini membutuhkan waktu, karena Wolf sangat detail—dan tidak segan meminta rekaman ulang atau proses mixing ulang saat tidak puas. Ia akan membutuhkan konsentrasi tinggi dan benci diganggu setengah jalan.Hampir seminggu ini Wolf tidak keluar dari studio, melakukan marathon quality checking banyak lagu yang dijadwalkan akan keluar bulan depan. Kesabarannya sedang ada dalam titik nir toleransi.“That Bitch is here.” (Wanita Sialan itu di sini)Becca tidak merasa bersalah telah mengganggu, malah mengumpat karena siapapun yang datang itu adalah orang yang dibencinya.“Which Bitch?” (Sialan yang mana?)Tapi Wolf tidak paham karena Becca punya daftar panjang untuk orang yang mendapat jul
Sara mendengus. “Kalau hanya itu traumanya, dia tidak akan menjadi bisu. Ini masalah psikologis lain. Kalau memang hanya jatuh dari tangga, kemungkinan besar ia akan takut ketinggian atau mungkin tidak akan pernah menaiki tangga lagi seumur hidup. Bisu ini bukan karena ia jatuh dari tangga. Dia merepresentasikan rasa sakit lain, kemungkinan karena pria. Shit! Seharusnya aku tidak mengatakan itu padamu!”Sara mengumpat karena ia membagi terlalu banyak. Tidak seharusnya ia mengatakan soal pria yang kemungkinan menyakiti Zoe itu.“Pria bagaimana?” Wolf tentu tidak mengerti. Sara mengibaskan tangan. Tidak ingin Wolf membahas pria lagi.“Begini. Aku hanya ingin mengatakan kalau masalah Zoe mungkin tidak akan mudah untuk ditangani, karena ia tidak mau terbuka padaku. Padahal inti permasalahannya sebenarnya adalah itu. Dia menahan sesuatu dalam dirinya, dia menyimpan rasa sakit atau apapun itu dalam dirinya. Aku tidak akan bisa menyembuhkannya kalau bukan dari Zoe sendiri yang mulai membuka
Zoe mengeluh, karena rekaman yang beberapa hari lalu diambilnya, membutuhkan banyak editan. Selain harus memotong suara Max—agar Iris tidak terdengar bisa ditenangkan, ada banyak suara orang lain yang saat itu ada di gym.Karena terlalu terfokus pada Iris, Zoe tidak terlalu menyadari keberadaan banyak orang berkumpul karena kejadian itu, mereka kebanyakan berbisik dan tentu saja hal itu mengganggu karena microphone dari ponsel akan menangkap semua suara di sekitar. Ada bagian dimana Cleo membubarkan mereka, tapi setelah bagian akhir.Zoe ingin memperjelas suara Iris dan menghapus bagian suara lain agar lebih jelas, tapi tidak punya kemampuan untuk itu.Ia bisa sedikit mengedit video dan membuat blur beberapa wajah, karena terbiasa memakai media sosial saat dulu mempromosikan Max—dan dirinya sendiri, sebelum Billy menemukan mereka.Tapi untuk bagian suara, biasanya menjadi bagian Max. Zoe menyesal karena seharusnya ia ikut saat mengerjakan bagian itu, jadi punya sedikit pengetahuan se
“Oke, hal apa yang membuatmu kebingungan?”Clay bertanya sambil meminum cocktail berwarna biru yang baru saja diantar.Seperti permintaan Clay Mereka berada di bar yang paling normal pelanggan yang ada di sana benar-benar datang untuk menemani untuk minum dan cocktail yang ditawarkan bar itu sangat beragam. mereka duduk di salah satu sudut yang memiliki sofa agar bisa bicara dengan lebih santai“Bagaimana caranya untuk membuat wanita nyaman?”Kali ini Clay benar-benar menyemburkan minuman yang ada di mulutnya dan terbatuk. Wolf mendecak, karena ada beberapa titik basah mengenai punggung tangannya.“Itu menjijikkan, Clay!” keluhnya.“Kau menyeretku ke sini hanya untuk bertanya itu?” Clay memakai tisu untuk membersihkan bibir dan pakaiannya.“Ya, kau tau jawabannya bukan? Aku ingin detail yang spesifik. Aku tidak mau bayangan global. Perhatian, pengertian—aku tidak mau jawaban seperti itu. Aku mau contoh jelas!”Wolf menuntut itu karena kalau hanya jawaban global maka Sara sudah menyebu
Zoe menggeliat sambil melempar selimut yang dipakainya dengan sembarangan sampai terjatuh dari ranjang. Memang kebiasaannya seperti itu. Ia mengacak rambutnya yang megar karena tadi malam ia terlalu mengantuk untuk menyisir rambut, jadi hanya mengeringkannya saja setelah mandi, Zoe menguap lebar-lebar dan kembali menggeliat untuk meluruskan punggung saat menurunkan kakinya. Ia masih mengantuk karena tadi malam bangun sampai larut. Masih mencoba untuk mengedit rekaman Iris. Hanya sama sekali tidak berhasil. Hari ini Zoe berencana untuk mencari ilmu lagi di internet. Mencari tutorial yang lebih tepat agar bisa melakukannya. Tidak meyakinkan, karena temuannya kemarin juga tidak sesuai keinginannya, tapi apalagi yang bisa dilakukannya. Zoe melangkah malas ke kamar mandi sambil menahan kuap. “Apa yang membuatmu bangun sampai larut malam dan mengantuk?” “AH!” Zoe tentu saja memekik dengan amat keras saat mendengar itu. Matanya nyalang saat berbalik, dan memandang sekitar. Lalu menemu
Zoe kembali mengusap dada karenanya. Wolf tidak menunjukkan tanda kalau ia mengetahui kedatangannya.Zoe akhirnya masuk ke dapur mewah yang biasanya selalu berkilau itu, sambil menunjukkan ponselnya.“Bagaimana kau tahu aku datang?” tanya Zoe“Aku mendengar langkah kakimu,” jawab Wolf.Zoe membelalak. “Aku tidak memakai alas kaki apapun!”Ia bisa memakai sepatu di dalam rumah itu, tapi saat ini Zoe tidak memakai alas kaki apapun karena memang baru turun dari kamar.“Bukan berarti aku tidak bisa mendengarnya. Telingaku terbiasa mendengar suara sekitar dengan lebih jelas. Dan jarakmu mengintip tidak jauh, Zoe.” Dapur itu tidak terlalu besar memang, karena Wolf tahu ia akan sangat jarang memakainya.Zoe mengangguk, saat teringat kalau pekerjaan Wolf yang utama adalah mendengar dengan detail, karena ia seorang produser.“Makanlah,” kata Wolf, sambil meletakkan dua piring yang sudah terisi penuh ke atas counter. Ada bangku tinggi yang bisa dipakai makan di sana, tidak perlu ke meja makan.
Zoe menatap peralatan dalam studio Wolf dengan takjub, karena sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan studio yang dulu disewanya bersama Max—dengan hitungan jam saat ingin membuat demo lagu.Bahkan peralatan mixingnya lebih lengkap dari studio Billy di Nova. Wolf bahkan memiliki ruang rekam profesional yang tentu kedap suara di situ.Ruang tertutup yang letaknya di samping ruang kerja Wolf itu, ternyata menyimpan area yang membuat Zoe merasa seperti telah menemukan gua harta karun rahasia.“Duduklah.”Wolf menggeser kursi satu lagi, agar Zoe bisa duduk di sampingnya setelah menyalakan komputer yang ada di sana,“Aku akan mengajarkan yang dasar dulu. Program yang bisa kau pakai untuk membuat layer pada lagu dan juga…” Zoe menepuk lengan Wolf, memintanya sedikit mengerem penjelasan, karena sama sekali tidak bisa mengikuti bagaimana cepatnya layar di komputer Wolf berubah.“Tidak bisakah kau menjelaskan memakai program yang lebih mudah? Maksudku yang lebih sederhana.”“Kenapa kau mem
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba