"Abere!!!" teriak Eville melompat turun mendekati Abere yang terkapar, kejang-kejang.
Eville menarik tubuh Luna dan menghempaskan wanita itu ke samping. Luna justru menyeringai senang melihat ekspresi ketakutan dan kekhawatiran Eville.
"Abere!!! Sadarlah!!!"
Eville memukul-mukul pipi Abere dengan kuat namun iblis wanita itu hanya mengerang, kesakitan ketika lehernya ditegakkan.
Melihat kesayangannya sekarat, Eville menjadi sangat marah. Ia menatap Luna dengan penuh dendam dan angkara.
"Kaaau!!!" .
Luna hanya membalas tatapan Eville penuh dengan rasa kemenangan.
"Jangan kau merasa senang dulu, ular kecil! Ini belum berakhir!" garang Eville.
Ia merogoh sesuatu dari belakang pinggangnya, mengeluarkan benda yang seperti jarum suntikan dengan ukuran yang cukup besar. Jelas terlihat, warna cairan itu hitam pekat.
&nb
Semua mata mengarah pada arah asal suara tembakan itu."Sudah cukup Eville! Tuanku sudah memenangkan pertarungan ini. Jangan coba-coba kau menyentuh kulitnya dengan tubuh harammu itu!"Tampak Aderald sedang menodongkan senjata pada Eville."Tahaaaaan!!!" perintah Eville pada puluhan anak buahnya yang sudah siap meluncurkan peluru ke arah Aderald.Tak sedikitpun rasa takut itu muncul dari mata Aderald. Sedang di sisi lain, Luna dengan cepat meraih kain robekan gamisnya yang bergeletak lalu segera melilitnya di pinggang untuk menutupi belahan bokongnya.Gemerincing suara peluru jatuh ke lantai setelah gagal menembus tubuh Eville. Iblis itu tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi kaget Aderald."Kenapa Igor? Kau pasti kebingungan melihat pelurumu yang menggelinding. Hahahaa kau takkan pernah bisa mengalahkanku Igor Lenya!""Lepaskan tuanku,
"Hentikan tingkah gilamu itu, Eville!" teriak Aleksei maju. Eville hanya tertawa girang. "Keluarkan para gladiatorku!" Aleksei mengokohkan kakinya. Dari balik dinding, melalui lorong gelap itu muncul 5 orang laki-laki bebadan kekar, berminyak, dan berotot. Mereka hanya menggunakan dalaman bawah saja. Tak ada senjata. "Seret dia masuk gelanggang dan berikan mereka ruang!" perintah Eville sembari menarik-narik bibirnya. Lulululululu! Suaranya menakutkan seperti sebuah yel-yel. Eville dan semua anak buahnya menghentak-hentakkan kakinya secara bergiliran. Dumm! Dumm! Dumm! "Apakah ini sebuah ritual?" desis Yudha menatap sekeliling. "Ritual kematian mereka," jawab Luna penuh dendam. Lulululululu! Woooaaar ...! Serentak suara itu memenuhi aula berdebu itu. Aleksei memasang kuda-kuda. Otot-otot dadanya berkedut dengan dengusan dari hidungnya yang keluar tak beraturan. Yudha meletakkan jenazah Aderald lalu menciumnya. "Hey kalian!!!" teriak Yudha tak gentar. Semua mat
Buuuughh!!Aku terperanjat melihat istriku tersungkur dengan darah mengalir dari dahinya. Luna memegang hijabnya seperti takut kain itu terlepas."Dek!" teriakku akan bangkit tapi tubuhku sama sekali tak bisa bergerak. Refleks aku mencoba mengangkat diriku namun sialnya kursi besi itu sengaja ditanam."Kursi setan!" umpatku memberontak, mencoba merenggangkan tangan.Eville muncul."Jangan sentuh istriku!"Iblis itu hanya menyeringai.Kleeeek ....Eville mengunci pintu itu. Perlahan dia mendekati Luna tanpa memperdulikanku."Eville!!! Laki-laki setan! Menjauhlah dari istriku" teriakku. Aku begitu ketakutan. Bukan aku takut akan kematianku, aku tak ingin kehormatan istriku direnggut manusia kadal itu."Teruslah meracau! Aku ingin,
Hhhhaassss ....Desis Eville melepaskan tubuh Luna. Laki-laki itu menatap Babon lekat-lekat. Seperti dia cukup terkejut dengan kehadiran ular kobra raksasa itu."Nice!" ucap Eville tak berkedip. Aku menduga, ia tertarik pada Babon.Eville bergeser dan turun dari ranjangnya.Luna secepat kilat bangkit dan melompat turun. Istriku itu memberikan tangannya yang terikat pada mulutku dan dengan cepat aku membuka ikatan itu dengan gusiku. Aku terus berusaha meskipun sulit karena iblis itu mengikatnya dengan begitu kencang. Luna membantuku dengan meggerak-gerakkan tangannya. Akhirnya aku berhasil.Luna langsung membuka tali ikatanku. Semua terjadi sangat cepat dan tak disadari Eville. Manusia kadal itu sedang terpesona dengan Babon. Entah apa alasannya. Aku takut malah dia ingin mencicipi daging Babon."Kemarilah sayang, kau luar biasa. Waaaw ...," desis Eville mende
"Allahuakbar!" takbirku ketika dengan tangan gemetar kuraih kepala Babon yang masih berdiri. Matanya terang menatapku. Aku merasakan, ada jiwa ayah dan ibu Luna di dalamnya. Aku tersenyum. "Istirahatlah Babon. Aku berjanji, sepanjang hidupku, aku akan melayanimu. Akan kusiapkan ayam kampung kesukaanmu setiap hari. Aku janji," ucapku pelan-pelan meletakkan ular itu ke dalam kotak kayu. "Terimakasih, Mas," ucap Luna. Aku memeluknya. Kami seketika menangis bersamaan. "Kau berhasil sayang! Kau luar biasa. Terimakasih sudah bertahan sampai sejauh ini," ucapku mencium kepalanya. "Bukan aku saja, Mas tapi kita. Terimakasih! Aku tak tahu, apa jadinya aku, jika kau dan Aleksei tak datang." "Aleksei?!!!" seru kami tersadar bersamaan "Mari kita cari dia, Dek!" ajakku menarik tangan Luna. Lu
Selama seminggu Luna dirawat di apartemen keluarga Aleksei. Kini saatnya kami pulang. Meski berdebar, aku berjalan dengan tubuh tegap menggandeng istriku keluar dari ruangan itu. Rupanya Aleksei dan ayahnya sudah menunggu kami. "My Dear ...." sapa Jhonzey merenggangkan tangannya. "Terimakasih Paman Bogan. Berkat pertolonganmu, aku masih hidup," ujar Luna menerima pelukan Jhonzey. "Aku sedang menyelamatkan anakku sendiri," timpal Jhonzey dengan tawa riang. Aku pun memeluk laki-laki botak itu. Tak henti-henti kuucapkan terimakasih. "Sudah. Sekarang Aleksei akan mengantar kalian pulang. Hiduplah bahagia!" serunya lagi. Aku dan Luna mengangguk mantap. Aleksei menyupiri kami. Laki-laki itu tak banyak bicara. "Kita ke rumahmu atau ke rumah Angel?" "Ke rumahku saja, Aleksei. Aku ingin menemui penghuninya," ujar Luna datar. Tiba-tiba saja hatiku berdebar. Aku takut Luna akan melumatkan ibuku dan Nindi karena telah bekerjasama dengan Eville, mendukung Miss Harram. Namun aku tak
"Aku tak terima semua ini berakhir, Mbak!""Tapi memang begitu, Demian. Wanita itu mengambil alih semua warisan orang tuanya. Lebih tepatnya, ayah yang memindahkan hak kepemilikan padanya. Mau bilang apa, semua sudah menjadi bubur. Masih untung aku diberikan rumah reot ini," keluh Ratih memijit pelipisnya.Carla bangkit dari sofa premium jebolan toko ternama di supermall."Ayah yang membesarkan semua bisnis itu, Mbak! Kok ujug-ujug jadi gini sih?!"Tas brandednya diletakkan kasar oleh wanita paruh baya itu."Terus aku harus gimana? Kamu tak mengenal wanita itu. Dia bukan wanita biasa. Sampai sekarang aku masih trauma. Bagiku, dia bukan menantuku!"Demian mondar-mandir sembari meremas pelan dagunya."Bagaimana kita bisa kehilangan suntikan dana dari keuntungan bisnis ayah dengan begitu saja?! Ini tidak bisa! Aku tak bisa hidup tanpa berjud
"Gimana rasanya tinggal di rumah mewah seperti istana?" tanya Ratih pada menantunya."Maksud Mama?""Yaah ... kan Mama tahu, kalian mafia lebih senang tinggal di tempat tersembunyi biar kejahatan kalian tak mudah diendus. Bisa di hutan, di bawah tanah," ujar Ratih memojokkan Luna."Dah kayak tikus dong, Ma," cerocos Nindi.Wanita bercadar itu menarik nafasnya kuat-kuat. Ia terus berbicara dalam hati bahwa kedua wanita ini adalah ibu dan adik suaminya. Ia hanya perlu tetap sabar."MANTAN ya, Ma. Setiap orang punya kesempatan untuk berubah menjadi orang baik. Apalagi buat yang berumur, harus lebih banyak ingat Tuhan," sindir Luna.Ratih diam seketika. Wanita itu mencebik membuang pandangan."Sebenarnya aku sedang memohon pada Allah supaya dikasih k
Kini villa itu sudah sepi, bahkan tempat sesepi itu tidak memiliki penjaga. Aleksei mondar-mandir tak karuan. Sedari tadi dia berusaha sibuk, merapikan hal yang remeh temeh padahal penjaga catring sudah merapikan semuanya. Sumpah demi apa pun, jantungnya dari tadi berdegup kencang seperti ditabuh keras-keras. Ia mencari apa lagi yang dia bisa kerjakan asal tidak masuk ke dalam kamar itu. Bahkan melihat ke arah pintu kamar saja dia tidak sanggup karena dia tahu, di dalam sana ada seseorang yang menjadi pujaannya seumur hidup. "Sial, aku harus apa lagi?!" Aleksei melihat jam dinding, dan terlihat sudah jam dua dini hari. Semua sudah rapi, sudah pada di tempatnya. Pria itu kembali mondar mandir. Menyesal dia menyimpan laptop dan ponselnya di kamar tempat Luna berada. "Ya, aku tahu," ucap Aleksei sendirian membuka laci dan membungkuk mencari gunting tanaman dan sabit. "Aku bersihkan taman saja," desisnya mantap. Crinnnng!!! Kedua benda itu jatuh karena pria itu terkejut luar biasa seba
"Maaf, aku mengganggu waktumu," ucap Yudha di depan Aleksei yang memperbaiki posisi kacamata hitamnya. Mereka bertemu di sebuah cafe di pinggir pantai. Ombak di sore hari terlihat lebih besar. "Tidak masalah. Maaf juga aku harus membuatmu menunggu. Aku benar-benar harus meeting tadi."Yudha tersenyum lalu menegak kopinya. Ia mengeluarkan rokok dan menyodorkannya pada Aleksei. "Rokok favoritmu," ucap Yudha menawarkan namun yang cukup membuat Aleksei terkejut, Yudha pun menyalakan putung rokok itu untuk dirinya sendiri. "Sejak kapan kau merokok?""Sejak tidak ada paru-paru lain yang kujaga," jawab Yudha santai menyesap asap. Aleksei hanya menoleh lalu membuang wajah, memilih menatap ombak yang berdebur. "Kau pasti tidak merokok lagi sekarang, karena ada paru-paru lain yang kau jaga, bukan?" lanjut Yudha. Aleksei kebingungan dan salah tingkah. Ia meraih rokok itu lalu akan membakarnya. Yudha menahan tangan pria itu. "Tidak perlu. Its oke. Aku tahu, kau tidak merokok lagi sejak operas
Aleksei merasa seperti sedang diguyur berton-ton tumpukan bunga. Harum, lembut tapi terlalu banyak. Ia tidak bisa bernapas. Pria itu melihat ke bawah, ke samping, bahkan ia harus mendongak ke atas untuk mencari udara. Tak .... Tak .... Langkah Luna mendekat, dan itu membuat Aleksei refleks mundur. Wanita itu justru tersenyum melihat ekspresi Aleksei sekaget itu. "Jangan main-main kamu, Angel. Kita sudah berumur, jangan bicara yang tidak-tidak," ucap Aleksei mengusap wajahnya. "Kenapa memangnya? Kalau kita bersama terus, tanpa ada hal yang urgent, jatuhnya fitnah, lo!""Untuk bertemu denganmu meski hanya satu menit, itu sudah ranah urgent."Luna berhenti dan justru menutup mulutnya tertawa. "Ya sudah, mari kita menikah supaya tiap menit bisa bertemu," goda Luna. "Memang pandai sekali kamu mempermainkan hati," ucap Aleksei menghembuskan kasar napasnya. "Jadi kau menolakku? Tak ingin menikahiku?""Eiih?!"Aleksei hanya melongo. Dia seperti tidak menapak lagi di bumi mendengar ucap
Dua minggu kemudian .... "Katakan padaku, kenapa Angel tidak pernah datang mengunjungiku?" tanya Aleksei ketika Daniel sedang memeriksa tensi darahnya. "Syukurlah, semuanya berjalan lancar dan kondisi Anda juga semakin baik, Tuan.""Jangan alihkan pembicaraan, katakan kemana Angel? Apa dia baik-baik saja?" "Ya, Nyonya Angel baik-baik saja. Jika transplantasi Anda berhasil, Anda akan bisa melihatnya lagi meski mungkin tidak seterang penglihatan Anda sebelumnya.""Aku lega dia baik-baik saja. Tapi kenapa dia tidak mendatangiku sejak aku operasi? Wanita itu," gerutu Aleksei mengelus perban di matanya. "Perban Anda sudah bisa dibuka. Apa Anda siap?""Tolong panggilkan aku Angel, saat mataku terbuka, aku ingin melihat dia pertama kali."Dokter Daniel terenyuh mendengar semua ucapan Aleksei. Jelas sekali dari getaran suara pria itu, Aleksei benar-benar sangat mencintai sosok Angel Gracelia. "Maaf, Tuan. Nyonya Angel belum bisa menemui Anda kemari. Tapi tidak masalah, Anda yang bisa mene
"Bagaimana keadaannya?" tanya Luna dengan wajah tegang. "Selama Anda pergi, kami sudah tiga kali menyuntikkan obat penahan rasa sakit dan antibiotik.""Suntikan cairan ini pada bahu Aleksei."Luna menyerahkan tabung itu pada dokter Daniel. Pria itu melihat benda yang di tangannya itu lamat-lamat. "Cairan apa ini? Dingin sekali sampai menembus tulang.""Penawar racun itu. Cepat suntikan sekarang, Daniel."Dokter Daniel mengangguk dan matanya menangkap keberadaan Farid yang sedang dibersihkan lukanya. Nampak luka itu jauh lebih segar, tidak bengkak lagi dan tidak hitam. Sudah seperti daging biasa. "Bagaimana itu terjadi?""Racun dan penawar itu diciptakan oleh sosok yang paling hebat. Sudah, suntikan segera dan agar kau tenang kembali bekerja."Tak menunggu lagi, dokter yang berpostur tinggi itu langsung bergegas menuju ruang perawatan Aleksei. "Siapa?! Angel, kau kah itu?" tanya Aleksei terkejut saat terdengar suara pintu terbuka. "Bukan, Tuan. Saya, Daniel. Bagaimana perasaan Anda
Helena menggeleng sembari menutup mulutnya yang sudah tertutup cadar. "Helena! Berikan sandi itu! Kasihan putraku kesakitan seperti itu. Apa pun yang kau inginkan dariku, aku akan memberikannya!"Helena terus menggeleng dan membuat Luna semakin putus asa. Gadis itu justru mundur, mundur dan berbalik arah, seperti melarikan diri. Kakinya berlari sangat kencang masuk ke dalam rumahnya. "Helena! Helena!!!" teriak Luna sekencang-kencangnya. Wanita itu sampai memukul tanah tempatnya mengesot hingga kotor pakaiannya. Berdentam tanah itu karena amukan Luna. Suara tangisan Luna menyeruak penuh ketakutan dan kemarahan. "Wanita sialan! Awas kau! Akan kumakan kau hidup-hidup!" seru Eldor sudah berdiri akan mengejar Helena tapi langkahnya tertahan melihat Farid muntah darah. Silsilia sedari tadi menahan pemuda itu agar tidak terlalu mengamuk sebab banyak juga pot bunga, dan batu di sekitar tempat itu. "Oooh demi leluhur Razoore! Aaah sial!" Eldor memukul kosong di udara. Urat-urat tangannya ti
Di dalam mobil, Karmila masih diam. Sama sekali tak bicara setelah beberapa menit berada di samping Yudha yang saat ini fokus menyetir."Luna tidak mau rujuk," ucap Yudha tiba-tiba."Oh ya? Hmm ... mungkin dia butuh lebih banyak waktu lagi," sambut Karmila salah tingkah. Sedari tadi pikirannya dipenuhi dengan banyak pertimbangan. "Entahlah. Dia bukan jenis wanita yang mudah goyah setelah mengambil keputusan," timpal Yudha mengembuskan napasnya kasar. "Jadi kau menyesal telah menceraikannya?""Ya. Aku terlalu mengikuti emosiku. Aku tidak memandang jernih setiap sisi masalah. Menyesal, aku sangat menyesal."Karmila tidak berkata apa-apa lagi. Ia pernah menyerah, lalu kembali mencoba dan sekarang hempas lagi. Suasana menjadi hening kembali. Yudha menoleh sekilas pada Karmila yang terlihat kosong. "Tadi, Farid makan buah-buahan yang kamu bawa. Dia memang suka sekali dengan anggur, sama seperti ibunya," lanjut Yudha kembali bicara mencairkan suasana. "Syukurlah. Dia memang pemuda yang b
"Nona! Nooooon!" teriak Rumayah menggedor pintu Helena. "Kenapa, Mbok?!"Helena keluar tetap menggunakan hijabnya namun kali ini, ia menggunakan cadarnya. Bekas cakaran Sofia belum bisa dihilangkan meskipun ia rutin merawatnya. "Ada ... ada banyak orang yang sedang nyari Nona! Salah satunya, pria besar yang dulu pernah ke sini!"Helena terhenyak sebentar lalu memperat simpul tali cadarnya. "Tenanglah Mbok. Yang akan terjadi, biarlah terjadi."Helena melangkah tanpa ragu. Wajahnya yang rusak adalah hal yang membuatnya tidak memiliki rasa takut lagi. Bahkan, beberapa kali ia berpikir untuk mengakhiri saja hidupnya tapi dia tahu, itu hal yang paling dibenci Allah. Setidaknya, ia tidak ingin mati bunuh diri, lebih baik dibunuh saja. Gadis itu sudah pada puncak putus asa. "Katakan pada Amang, jangan keluar, jangan ikut campur. Ini urusanku. Apa pun yang terjadi padaku, kalian jangan terlibat," ujar Helena datar. "Tapi, Non ....""Tinggallah di sini, biar aku sendiri yang menghadapi mer
Farid mendorong kursi roda yang diduduki Luna dengan sangat tergesa-gesa. "Kami sudah memindahkannya ke dalam ruangan steril, tidak bisa dimasuki kecuali tenaga medis yang berpakaian lengkap," ucap dokter Daniel sembari terus melangkah cepat. "Kau harus melakukan yang terbaik, Daniel. Aku akan membayar berapa pun jumlah yang kau butuhkan.""Jangan dipikirkan, Nyonya. Anda bisa menemuinya. Kami memberikan waktu lima menit. Sekarang, pakailah alat pelindung ini," ucap Daniel sampai di sebuah ruangan kecil. Luna memakai baju pelindung dan masker juga penutup kepala lengkap. Daniel mempersilakannya masuk dan menunjukkannya jam tangan sebagai tanda dia tidak memiliki waktu yang banyak. "Apakah mereka akan baik-baik saja?" tanya Farid mengintip dari kaca. Terlihat Luna mendekati Aleksei dengan memutar kursi rodanya dengan cepat. "Aku harap semua baik-baik saja," ujar Daniel berdebar. Untuk pertama kali dia menangani kasus sedahsyat itu. Ada bakteri jahat yang aneh dan cepat sekali berege