Heri melihat keadaan temannya tidak tega, ia melihat banyak luka di sekujur tubuhnya. Darah kering dan segar bercampur, belum lagi kondisi pakaian yang rusak. Keduanya menunggu di depan ruangan UGD. Dengan saling bertatapan untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi padanya setelah beberapa hari tidak menunjukkan batang hidungnya.Pada saat-saat tertentu saja jiwa pahlawan Adam terlihat, namun kebanyakan ia cuek dan tidak perduli.Mengingat Henri dan Heri telah bekerja bersamanya bertahun-tahun."Apa ada seseorang yang mencelakakan Henri, ya Bos??!" Heri memecah keheningan."Kau tanya aku, lalu aku tanya siapa?? Shitt!! Konyol kau ini!!" Adam teringat pada ucapan Henri sebelum ia pingsan. 'Ia mengatakan akan mengungkapkan satu hal. Apa ya??! Aku penasaran menunggu itu,' kata Adam dalam hati.Pikirannya dibuat pening karena kalimat yang diucapkan Henri terbata-bata itu. "Shitt!! Pekerjaan dokter-dokter disini memang sangat lamban!! Menangani satu orang saja membutuhkan waktu berm
Sementara di dalam kamar Henri sudah berdiri pria dengan penutup kepala, mengangkat sebuah bantal yang didapat dari alas kepala yang sengaja ditarik paksa."Ucapkan selamat tinggal pada dunia, Henri!" titahnya sebelum bantal itu akan menutup wajahnya.Brak!!"Hentikan!!"Teriak Heri dari ambang pintu yang baru di dobraknya. Ia berlari cepat dan menendang tubuh orang yang berdiri di sisi ranjang, hingga tubuhnya jatuh. Dan bantalnya terlempar."Kurang ajar!! Siapa kamu sebenarnya?? Apa motif kamu ingin menghabisi nyawa temanku??! Hah!!" Masih tidak terima ia menarik kerah kemejanya dan menghajarnya habis-habisan.Ia pun berhasil menarik penutup kelapa. "Ternyata kau seorang pria!! Kau pasti orang suruhan!! Katakan siapa yang menyuruhmu!!"Pria itu masih diam membisu. Hanya erangan sakit saja yang terdengar di telinga Heri. Membuatnya tidak sabar.Saat lengah—Heri pun terkena juga pukulan perlawanan yang lolos mengenai wajahnya.Baku hantam pun terjadi, namun dominan oleh Heri. Pria it
"KATAKAN! ATAU ——" ancam Adam."Baik, ampun!! Ampun!!" Karena merasa sangat kesakitan, pria itu mengangkat kedua tangannya.Ia tidak ingin mati mengenaskan di tangan Adam. Lekas ia berkata, "Baik!! Saya akan katakan." "Cepatlah!!" gertak Adam."Saya di suruh Mama Anda menghabisi Henri. Karena Henri adalah saksi semua kejahatannya——" ungkapnya membuat Adam terkejut.Seketika ia melepaskan kerah baju itu hingga ia kembali terkulai jatuh. "Mama??!" tanya Adam lagi, dengan menyatukan dua alisnya. Menatap pria yang masih menatapnya dengan ketakutan."Ya Tuan, Nyonya Maliana penyebab kerusakan hubungan rumah tangga Anda——" sedikit ragu-ragu pria itu menjelaskan."Jelaskan semua yang kau tahu!!! Jangan sampai ada sedikit informasi pun yang kau tutupi!!" lagi gertak Adam. Pria itu patuh. Entahlah kehidupan nya setelah ini. Ia sudah pasrah.Adam dan Heri mendengarkan dengan seksama penjelasan pria itu. Sementara Henri bersyukur, pria itu membantu menjelaskan semua. "Ya Tuan, Nyonya Maliana
Ia menarik tubuh Aisyah mendekat ke arahnya Tanpa ragu, ia memeluknya erat. Sementara Aisyah bingung, tidak tahu harus berkata apa. 'Apa yang terjadi pada pria ini?? Dia lagi tidak kerasukan???'Pelukan itu berlangsung lama, Aisyah tidak mampu untuk menyingkirkan pergi. Gejolak perasaan dahulu yang hampir tenggelam mencuat kembali. Tiba-tiba saja hadir hanya dalam satu waktu.Ingin mendorong tubuh kekar Adam menjauh dari tubuhnya, nihil tubuhnya tidak sinkron dengan perintah otaknya.'Aisyah ... Pria ini bukan muhrimmu lagi. Berusaha lepaslah dari pelukannya.'Beberapa kali perintah itu terdengar, namun ia tidak menyanggupinya. Ia ingin bertahan lama dalam posisi ini.Sungguh ia merindukan Adam bisa memperlakukannya seperti ini. Meski belum tahu, alasan apa yang membuatnya merubah sikap."Aisyah ... Bersediakah kamu memaafkan aku??" tanya Adam lirih disela pertanyaan yang berkeliling dikepala."Maaf untuk apa?" Aisyah juga bertanya dengan ragu dengan banyak ketakutan berlebihan dala
Brak! Brak! Brak!"BUKA!""BUKA!!"Adam yang sudah tersulut emosi, tak sabar menunggu pintu kamar Maliana terbuka. Ia menggebrak berulang kali, sampai salah satu penghuni kamar itu menyahuti teriakannya."Maliana keluar kamu!!!"Tanpa memanggil sebutan Mama lagi, saking panasnya hati Adam. Bertahun-tahun wanita itu membuat hidup Aisyah menderita. Ia tidak akan memaafkan wanita itu. "Maliana!!!!!"Setelah teriakan berikutnya, terlihat handle pintu bergerak. Adam menunggu sampai wajah memuakkan itu terlihat di hadapannya.Kriet ..."Adam, Anakku??! Pagi sekali Nak kamu datang kemari??!" tanya wanita yang masih terlihat kacau balau selepas bangun dari tidurnya. Tidak tampak Bima diatas ranjang, entah kemana dia.Wanita pemalas ya seperti ini, sama seperti Jenny, peliharaan dirumahnya yang tidak ada fungsinya menjadi seorang istri. Sangat berbeda jauh dengan kehidupan Aisyah yang tertata. Meski hanya beberapa saat ia pernah tinggal serumah dengan Aisyah, ia banyak menemukan kedamaian be
Adam yang sudah tidak memiliki perasaan belas kasih meminta polisi membawanya segera."Hukum wanita itu seberat-beratnya, Pak!!" Adam meluapkan emosinya. Tidak perduli sekalipun dia adalah ibunya.Wanita itu akan dipidanakan dalam kurun waktu lama, karena kasusnya sangat berat. Adanya saksi dan korban membuat polisi tidak kesulitan menangkapnya atas kejahatannya.Tanpa pikir panjang anggota kepolisian gegas membawa wanita itu pergi. Semua anak buah yang ikut terlibat telah diringkus lebih dahulu. Maliana sesekali menengok ke belakang, berharap putranya berubah pikiran. Namun nihil, Adam sama sekali tidak menghiraukannya.Segurat perasaan bersalah menyelimuti hati Maliana, dan semuanya sudah terlambat. "Her, sekarang keadaan Henri bagaimana?? Apakah dia tahu, istrinya telah tiada??" Adam menatap Heri serius. Ada duka juga terlihat dari wajah Adam. Keduanya buru-buru turun sambil berbincang. "Dia tahu Bos, karena saya sendiri yang mengatakan." Heri menjawab sembari mengiringi langka
Aisyah mendengar jatuhnya rangakaian bunga di depan pintu. Wanita itu melihat Adam berdiri disana. Segera ia berdiri dan menyuruhnya masuk.Karena wajah Adam terlihat berbeda, Aisyah berjalan kearahnya. Ia meraih bunga di lantai itu, melihatnya dengan penuh haru.Terbesit dalam hati bunga itu untuk dirinya. Tapi ia tidak yakin, pasti ada orang lain yang akan menerima bunga itu. Bukan Aisyah, pikirnya."Mas, kenapa kamu tidak masuk kedalam??" tanya Aisyah ramah. Tidak pernah sekalipun ia menunjukkan wajahnya yang buruk."Lanjutkan saja, aku akan datang lagi nanti setelah Ryan pulang—" pria itu berniat melangkahkan kaki pergi."Melanjutkan apanya, Mas??!" tanya Aisyah bingung."Aku tidak tahu, pikir saja sendiri." Adam tidak ingin dua tahu. Ada perasaan cemburu dalam hatinya.Exel pun tidak memanggilnya, mungkin dia tidak ada harganya dimata mereka.Aisyah mengejarnya dan menarik pergelangan tangannya, berniat menghentikan. "Tunggu, Mas!! Jangan pergi!!" titahnya memohon."Aku kan suda
Terlihat Heri datang tergesa-gesa menemui Adam. "Tuan maaf menggangu ... Acara pemakaman istri Henri akan dilangsungkan pagi ini. Apakah Anda akan ikut mendampingi Henri untuk mengistirahatkan pada tempat terakhirnya??!" "Ya Her!! Urus semuanya!!""Baik Tuan.""Aku ikut, Mas!!""Ryan, maaf, aku titip Exel dulu, ya?? Bisa 'kan??" Aisyah memohon pada Ryan yang masih duduk santai di kursi tunggu."Baiklah!!"Aisyah sedikit berlari mengejar dua pria yang berjalan cepat di depannya.Terlihat dari kejauhan Henri duduk di kursi roda, tampak ia menunggu mereka, keadaannya belum stabil. Heri membantu mendorongnya menuju lantai bawah.Mereka turun ke lantai dasar menggunakan lift. Tidak perlu menunggu lama, mereka telah sampai disana.Heri mendorong tubuh Adam sedikit menyingkir, dari luar pintu utama rumah sakit yang dijaga ketat oleh security terlihat banyak wartawan, sepertinya menunggu Adam turun."Bos!! Lebih baik Bos tidak keluar!!" saran Heri. Adam pun melihatnya sendiri, mereka berjub
Beberapa menit mereka habiskan di dalam cafe. Exel mulai suntuk harus berpura-pura menemani wanita itu. 'Sial. Kapan sih orang itu menyelesaikan tugasnya? Aku sudah tidak tahan lagi,' batin Exel. Selesai makan, ia meletakkan sendok dan pisau di atas plate. Mencoba melihat gawainya belum ada tanda pria suru itu menghubunginya. Beberapa saat kemudian terlihat empat pria bersergam lengkap datang bersama orang suruhan Exel. Exel menaikkan dua sudut bibirnya. "Akhirnya, mereka sampai juga."Ivanna menoleh kebelakang, terdengar suara sedikit mengusik telinganya. Saat mengetahui siapa yang datang, Ivanna gegas berdiri dengan perasan panik.Tidak memberi penjelasan, pria tersebut memborgol dua tangan Ivanna. Wanita itu berusaha melepaskan. "Tunggu!! Kalian mau bawa aku kemana? Kenapa kalian tidak memberiku penjelasan?" Ivanna berusaha melepaskan diri dari pria-pria tersebut. "Jelaskan nanti di kantor polisi, Nona!!!" Salah satu di antara mereka menjawab. Gadis itu melihat ke arah
'Aku akan buat perhitungan. Aku akan gagalkan rencana mereka,' batin Ivanna sambil berjalan, sesekali menatap mereka dengan tatapan bengis.Sementara malam itu Exel mengantarkan Anne pulang. Aisyah memaksa Exel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, membawa Anne ke rumah ini. Ia harus bisa bertanggung jawab atas anak orang, katanya.Kurang lebih tiga puluh menit mobil Exel akhirnya sampai pada gang rumahnya."Aku mau mampir, boleh gak?" goda Exel."Kau tahu sekarang uda malam banget, kelamaan di rumah kamu sih. Bukannya gak boleh, tapi tahulah aku tidak enakkan sama papa!""I-iya, aku tahu itu. Tapi kamu kan udah izin malam malam di rumahku. Papamu juga ga keberatan. Hih, gak bisa di ajak bercanda!! Ya sudah kamu cepat pulang. Aku tunggu kamu sampai masuk rumah mu!""Terlalu berlebih-lebihan. Lagi pula tinggal nyebrang aja kan? Sana kamu pergi! Terimakasih, ya sudah di antar!" Anne tersipu malu. Ia tidak bisa berlama-lama melihat wajah Exel."Ok!"Beberapa saat kemudian, pria itu
"Exel terserah Mama dan Papa saja.""Alhamdulillah ..."Sementara Anne, "????"'Benarkah yang aku dengar barusan? Terserah mereka? Dalam artian dia setuju dong?! Ah, kacau. Kenapa aku jadi pengen melepaskan senyuman ya. Tahan. Tahan Anne ... Kamu harus bisa menjaga image.'Terlihat pasangan suami isteri tersebut tersenyum bahagia. 'Wah ... Sepertinya aku akan menjadi menantu paling bahagia di keluarga ini.' Anne masih tidak berhenti bicara dalam batinnya.Ia melirik Exel yang duduk dengan tenangnya. Heran, bagaimana bisa ia setenang itu dalam pembahasan masalah masa depannya. Dasar! Pikir Anne. "Mama Aisyah dan Papa Adam akan datang ke rumah Anne besok malam."????Baik Exel maupun Anne terkejut. Mereka saling melihat satu sama lain. Dengan cepat Exel bertanya. "Ma, apa tidak terlalu terburu-buru? Kita bisa bicarakan ini pelan-pelan. Bukan begitu, Anne?!" Exel menatap tajam. Ia harus setuju dengan usulannya."Ya, itu benar. Sepertinya itu terlalu terburu-buru." Anne hanya bisa tersen
Sore itu, Aisyah gegas menyiapkan makan malamnya untuk calon menantu yang di damba sepanjang hari itu. Wajahnya yang berhari-hari terlihat sedih karena tidak dapat bertemu dengan Anne kembali, kini terlihat lebih ceria.Kesehatan Aisyah jauh lebih baik sekarang, semua berkat Anne. Assisten dapurnya membantu kesibukan Aisyah di sana.Dari luar terlihat Anne berjalan masuk, ia mengambil celemek yang tergantung di sebelah pintu dan memakainya. Seperti biasa senyum Aisyah mengembang sempurna."Boleh saya bantu??!" Wajah Anne yang ceria menawarkan diri."Kamu nanti lelah, kamu istirahat saja, Sayang. Kan kamu di rumah ini adalah tamu, jadi lebih baik Anne duduk manis sambil di temani secangkir kopi." Anne tersenyum melihat ucapan ibu Exel ini."Tidak boleh menolak pokoknya, heheh.""Ya sudah silahkan. Bisa masak juga memangnya?""Kalau masak yang mudah sih, bisa Nyonya."Aisyah menatap wajah Anne, lalu mengatakan, "Bisakah kamu panggil saya Mama Aisyah. Ibu rindu dengan Beyza, aku harap k
"Hey!! Kamu kenapa bengong? Aku antar kamu pulang. Biar mobilnya di bawa Supir!" Exel tiba-tiba mengagetkan. "Ah!! Tidak perlu. Kamu datang ke sini saja aku sudah berterima kasih banyak. Jika kamu tidak datang, entahlah nasib kami." Anne berusaha merendahkan diri."Eh, tapi. Kamu harus bayar mahal!!" Lanjutnya.Exel mengerutkan keningnya. "Apa yang kudu aku bayar?!""Itu tadi, kamu meluk aku! Memang aku wanita apaan?" "Sudahlah lupakan. Aku hanya ingin wanita gatal itu segera pergi dari kehidupanku. Maaf ya, gara-gara dia kamu hampir celaka."Kedua masuk dalam mobil Exel. Sementara mobil Anne di kemudian supirnya. Selama di dalam mobil..."Xel, selama aku kenal kamu, ternyata kamu tidak seburuk yang aku kira." Anne memulai percakapan setelah kuda bermesin Exel melaju pelan."Memang kaukira aku dulu sangat buruk menurut pandangan mu?!""Ya, saat kamu menabrak ku dulu, terus kau tidak mau tanggung jawab. Rasanya sesak sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu, Xel!""Maaf, memang ak
[Halo, Papa!!] [Papa Gundul mu!!] Terdengar suara tidak asing. Bukan suara Abimanyu. Ia menjauhkan ponselnya dan melihat layar. Pikirnya mengarah ke arah sana, pria dingin itu. "ASTAGA!!" Anne segera menutup mulutnya. 'Aku salah telepon. Tapi udah terlanjur. Tidak ada waktu lagi. Ini emergency banget.' [Halo!! Ada apa? Apa tidak bisa sebentar saja kamu melupakanku, Hem?! Padahal jadwalnya nanti malam kau akan datang ke rumahku. Sekarang sudah menelpon saja. Dasar wanita tukang malu-maluin!] umpat Exel tanpa sensor. [Astaga. Sudah aku tidak ada waktu berdebat. Nanti malam kita lanjutkan debatnya. Xel, aku minta tolong. Sekarang aku dalam perjalanan pulang, saat ini aku sampai di jalan Permata Indah ——] [Terus?] [Dengarkan dulu kenapa, sih!! Di belakang mobilku ada mobil hitam yang mengikuti ku dari tadi. Aku takut itu penjahat, Xel. Aku tidak mau mati muda gara-gara preman.] [Kenapa harus takut? Lawan saja. Mereka juga manusia. Sama seperti mu!] [Kalau mereka membawa s
Pria itu bergegas keluar sampai di ambang pintu, ia menoleh kembali. Ternyata wanita itu masih memperhatikannya. 'Dasar!!'Dalam batinnya mengatakan dengan percaya diri, 'Aku tidak mengira jika kau putri dari Tuan Abimanyu, Ann. Ah ... apakah Tuhan ingin mendekatkan kita berdua dalam satu hubungan?!' Exel menggeleng kepala. Dan cepat pergi dari ruangan itu.Sementara Anne bergeming entah dalam berapa waktu lamanya. Menatap kepergian Exel, sampai pria itu tidak terlihat lagi punggungnya, masih saja melihat ke arah pintu.Tanpa sadar, Anne masuk dalam dunia perhaluan. Ia membayangkan pria itu telah menjadi kekasihnya. Mereka memadu kasih, duduk di sebuah taman menatap langit yang biru. Exel memegang tangannya pelan sembari di usap penuh cinta. Keduanya saling bertatap muka. Melihat sepasang manik mata yang memiliki arti yang dalam.Sudut bibir mulai mengembang sempurna. Ah, betapa bahagianya hari ini. Memang benar pepatah mengatakan, jika dua insan manusia sedang di landa cinta, maka
Anne mendadak salah tingkah. Sampai mengumpat pada dirinya sendiri. 'Ish!! Anne!! Lihatlah, tidak ada yang special dari wajah pria dingin ini. Kenapa aku jadi salting gini sih?!"Tanpa sadar, Anne memperhatikan wajahnya beberapa saat. Sampai Exel memergokinya. "Eh, ternyata diam-diam mencuri pandang wajahku, ya!? Benar dan tidak salah sih, karena wajahku ini kegantengannya seperti ombak di laut. Kuat dan dapat menghanyutkan. Banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasihku, Ann."Cih!!Anne tertawa sinis. "Aduh, sudah buang jauh-jauh pembahasan Anda ini. Sesungguhnya, aku sedikit mual. Dan siapa juga yang sedang antri?? Perasaan sejauh ini cuma si Ivanna." Tetap menjaga konsentrasinya menggarap pekerjaan yang berada di berkas file laptopnya."Halah ... kenapa sih jadi wanita sombong banget. Tinggal mengakui saja, apa salahnya!!" Exel menjulur meletakkan tangannya di atas telapak tangan Anne. Wajah wanita itu makin pucat saja dibuatnya."Kamu itu sedang apa?! Begini yang benar itu
Pagi itu, sesuai dengan kesepakatan, Exel datang ke perusahaan besar Abimanyu. Manager Abi telah menunggu kedatangannya. Setelah Exel datang, ia dan beberapa pegawai lain, mendampingi menuju ruangan Anne."Silahkan, Pak Exel. Kami sudah menantikan kedatangan tamu kehormatan seperti Anda kemari." Ia menyapa dengan senyumnya yang mengembang."Anda terlalu membesar-besarkan, Pak. Terimakasih sambutannya." Exel menunduk kepala sebagai salam hormat.Banyak mata nakal terutama pegawai Abi yang ganjen, memperhatikan Exel berjalan melewatinya. "St St!! Siapa itu yang baru lewat? Tampan banget." Salah satunya nyeletuk. "Jangan bicara macam-macam ya, itu rekan kerja Pak Abimanyu!!" "Oh, aduh. Semoga tidak ada yang melaporkan mulutku yang celamitan ini.""Semoga saja.""Tampan sekali sih, duh. Kok aku jadi membayangkan Ibu Anne dan orang ini berjodoh, ya?!" Salah satu dari mereka nyeletuk.Beberapa saat mereka membenarkan. "Ya, kamu benar. Cocok banget. Tampan rupawan dan cantik. Ah ... apal