Beruntung Arum sudah berangkat. Kalau tidak, mungkin dia akan memaki Bi Asti dan langsung membayar hutang ibunya yang dua puluh ribu itu.
Setelah Bi Asti pergi, ibu langsung masuk kedalam rumah, tampak bapak sedang menyeruput kopi hitam pahit tanpa gula, karena persediaan gula dirumah sudah habis."Pak, nanti jangan berangkat kerja dulu" ucap ibu, bapak menghentikan aktivitasnya meminum kopi lalu mneyerit heran menatap isterinya."Loh kenapa Bu?" tanya bapak"Itu tadi Bi Asti, minta tolong buat benerin kran airnya dirumah. Tapi tanpa bayaran pak, karna ibu punya hutang sama dia" ucapan ibu terhenti saat pria paruh baya itu menganggukan kepalanya sambil menghembuskan nafas pelan dari mulutnya."Iya Bu ga papa, yang sabar aja ya bu" Jawab Bapak. Ibu hanya menganggukan kepala lalu segera pergi menuju dapur, dia sudah tidak kuat karna dari sudut kedua matanya ada air asin yang sudah menggenang dan siap jatuh. Dia tidak ingin membuat suaminya menjadi tambah bersedih dan berputus asa.Sedangkan ditempat lainArum tampak sibuk melayani para tamu yang datang ke restoran tempat dia bekerja, sedangkan Rani temanya mendapat tugas di bagian dapur.Arumi dengan cekatan dalam hal service, mulai dari menerima, menawarkan menu makanan, dan sampai mengantarkan makanan yang sudah di masak. Semua sudah Arumi hafal dan sangat mahir melakukan semua itu."Huft cape juga yah ternyata, do'a ibu di kabulin nih. Restoran rame banget hari ini" gumam Arumi sambil mengelap peluh yang membasahi wajah cantiknya. Ini memang sudah menunjukan jam makan siang, biasanya para tamu sudah datang dari jam setengah sebelas, dan akan mulai pergi ketika jam makan siang sudah selesai."Arum antarkan ke meja nomer 3!" teriak Mila salah satu senior Arum di tempat ini, mendengar itu Arum langsung mengambil nampan berisi satu gelas jus jeruk, dan mie goreng itu ke meja nomer tiga.Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba Arum tersentak kaget karena dari arah depan ada pria berjas rapi yang berjalan terlalu cepat, dan menabrak dirinya yang sedang membawa nampan itu.Alhasil nampan yang dia pegang jatuh dan membuat minuman serta makanan yang ada di atasnya tumpah mengenai sepatu mahal milik pria itu."Astaga maaf tuan, saya tidak sengaja tadi" Arum meminta maaf sambil membungkukkan badannya ke arah depan, semua pasang mata baik pekerja disana maupun para tamu menatap Arum dengan tatapan iba.Pria itu menarik nafas kasar, Arum dapat dengan jelas mendengarnya."Kamu dendam kah sama saya?" Tanya pria itu dengan suara barinton miliknya.Arum yang merasa tidak asing dengan suara barinton itu langsung mendongkrak ke atas, Arum dapat melihat dengan jelas pria dengan parah tampan, putih dan rahang tegas yang pria itu miliki."Ka-kamu?" Arum menyipitkan netranya mencoba mengingat pria yang kini sedang berdiri di depannya dengan tatapan angkuh dan penuh amarah."Loh kamu! orang yang sama, yang kemarin ngelindas dompet miliku kan?" Gerutu Arum.Pria didepannya berdecak kesal, "Dompet murah gitu aja masih terus dipermasalahkan. Kamu gak liat sepatu mahal saya jadi kotor seperti ini! kamu tau gak? bahkan gaji kamu selama setengah tahun pun ga akan cukup buat beli dan ganti rugi sepatuku" Kecam pria itu.Arum langsung menelan ludah dengan susah payah, "I-iya maaf" Ucap Arum meminta maaf, dia tidak ingin mendapatkan penilaian buruk ditempat kerjanya, apalagi sekarang dia masih anak magang yang bisa dengan gampang di pecat dari restoran ini."Maaf, Maaf! Hei kamu! cepat panggilkan Manager restoran ini, saya ingin berbicara kepada dia" Sentak pria itu memberi perintah kepada salah satu senior tempat kerja Arum.Senior Arum yang bernama Andi itu langsung tersentak dan dengan segera berlari untuk memanggil manager."Kan bisa dibicarakan baik-baik, kenapa harus panggil manager sih!" ucap Arum dengan takut, keningnya kini dibasahi oleh keringat dingin.Ntah apa yang akan terjadi sekarang dan ntah apa yang akan dia lakukan jika sampai dirinya dipecat dari tempat kerja ini nanti.Tak selang lama, Manager datang dengan tergesa. Terlihat jelas wajah paniknya."Ada apa tuan Alka?" tanya Pa Handi manager Arum.Arum terkejut karna sepertinya Pa Handi dan pria di depannya sudah saling mengenal dengan baik satu sama lain."Kita bicarakan diruanganmu!" Sentak Alka, Pa Handi hanya menganggukan kepala.Mereka bertiga pergi ke ruangan kerja pa Handi, karna Alka pun merasa risih mendapat tatapan dari banyak orang yang ada di restoran itu."Apakah Arum membuat kesalahan tuan?" tanya Pa HandiAlka berdecih lalu menghentakkan sepatu mahal miliknya yang sudah kotor dan basah itu, Pa Handi langsung menatap Arum dengan tatapan yang begitu tidak mengenakan sama sekali."Arum! apa-apaan kamu ini? kamu tidak tau dia siapa? dia adalah Tuan Alkana Narendra, pewaris perusahaan ternama Jakarta, juga cucu dari pemilik restoran ini!" Sentak Pa Handi penuh amarah. Arum yang mendengarnya langsung tercengang kaget, bahkan ingin sekali rasanya saat ini dia menghilang dan memutar waktu agar tidak bertemu dengan pria pembawa masalah dalam hidupnya ini."Ma-maafkan saya Pa Handi, ta-tadi saya tidak sengaja, Pa""Saya ingin, kamu pecat wanita ini sekarang juga"Perintah Alka, Arum langsung mendongkak tidak percaya, ternyata kini hal yang dia takutkan benar-benar terjadi."Tuan maafkan saya tuan, Pa Handi saya mohon maafkan saya pak" Arum memohon kepada mereka berdua.Pa Handi menggelengkan kepalanya pelan "Maaf Arum dengan berat hati, saya pecat kamu hari ini juga, silahkan pergi dari tempat ini. Untuk uang pesangonmu akan saya titipkan kepada Rani nanti" Ujar Pa Handi."Saya mohon Pa, beri saya kesempatan sekali lagi. Saya mengakui kesalahan saya pa, saya minta maaf pa" Arum memelas, air matanya mulai terjatuh. Tapi Pa Handi hanya menggelengkan kepala.Sekarang pupus sudah harapan Arum, dia pikir dirinya akan menabung uang dari hasil kerjanya untuk membayarkan hutang kedua orang tuanya, tapi ternyata tuhan sudah menggariskan takdir lain untuk dirinya."Punya telinga gak!" Sentak Alkana, Arum menatap pria itu dengan tatapan tajam. Hingga akhirnya gadis itu menyerah untuk memohon dan memilih pergi karna sudah kehabisan harapan.Dan sepertinya percuma saja memohon kesempatan kedua pada Pa Handi, karna disini dirinya bukanlah siapa-siapa. Arum mengusap pipinya yang basah dengan kasar, kemudian meninggalkan restoran ini.Dengan gontai Arum melangkahkan kaki untuk pulang ke rumahnya, dia bingung apa yang harus dia katakan nanti kepada kedua orang tuanya jika sudah sampai dirumah."Bagaimana nanti dengan hutang orang tuaku" Gumam Arum dalam hati.Karena terlalu keras berfikir, Arum sampai tidak menyadari kalau sekarang kakinya sudah sampai di halaman rumahnya.Arum menyerit heran, karena didepan rumahnya sudah berkumpul banyak tetangganya."Ada apa ini!" teriak Arum panik, Bi Asti yang menyadari kedatangan Arum langsung mendekati wanita itu."Arum, ibu sama bapakmu hampir saja dipukuli para rentenir itu karna tidak bisa membayar hutang. Untung ada tetangga yang ngeliat dan berhasil menolong orang tuamu"Seketika Arum tersentak mendengar penuturan Bi Asti, Arum langsung berlari membelah kerumunan didepan rumahnya, tapi belum sampai masuk kedalam rumah Arum memutar badannya dan menyuruh para tetangga untuk meninggalkan halaman rumahnya, karena baginya kejadian menyedihkan ini bukanlah hal yang baik untuk menjadi sebuah tontonan dan pasti kejadian ini akan menjadi topik utama para tetangganya itu bergosip.Setelah berhasil membubarkan para tetangganya, Arum langsung melesak masuk kedalam rumah. "Sudah, saya mohon hentikan! Saya janji akan membayar semua hutang orang tua saya" Ujar Arum, Para rentenir yang berjumlah lebih dari lima orang itu menatap Arum tajam."Omong kosong kamu! Ini sudah melebihi batas tempo, bahkan bunganya sudah banyak!" Sentak salah satu rentenir itu sambil melepaskan cengkraman tangan besarnya yang tadi menggenggam kasar kerah baju bapak, Sontak karena hal itu bapak langsung tersungkur lemas, Arum dan Ibu berusaha menolong Bapa."Stop! Hentikan, tunggu dulu" Tiba-tiba ada suara wanita dari ambang pintu rumah, suara wanita itu berhasil memecah kegaduhan dirumah ini.Semua orang yang ada didalamnya melihat ke arah pintu, Arum dapat melihat dengan jelas wanita yang seusia dengan ibunya memasuki rumah. Dengan menggunakan pakaian mewah, dan sepatu mahal yang menempel di kaki jenjang mulus miliknya. Jelas semua itu sangat berbanding terbalik dengan keadaan ibu Arum, y
Arum membawa Oma jalan-jalan ditaman depan rumah nyonya Lidia. "Rumahnya besar yah Oma?" Arum mencoba memecah keheningan diantara dirinya dan Oma."Besar dan indah, tapi tidak dengan kehidupan didalamnya," ujar Oma lirih, tapi Arum masih bisa mendengar ucapan Oma.Gadis itu terpaku menatap Oma, ada gurat sedih tampak jelas disudut wajah tuanya."Oma mau makan buah?" Tanya Arum, Oma menggelengkan kepala."Sepertinya kamu orang baik," Oma memuji Arum, padahal baru pertama kali dirinya mengenal gadis ini. Tapi dilihat dari sifat dan tingkah laku sudah bisa ditebak kalau Arum adalah gadis baik-baik.Arum hanya tersenyum mendengar ucapan Oma."Aku ingi masuk ke dalam," titah Oma, Arum menurutinya.Saat sudah berada didepan pintu, Arum melihat ada wanita seusianya sedang duduk memainkan ponsel mahal di sofa ruang tamu."Mau apa lagi dia kesini," ketus Oma, Arum ingin sekali bertanya pada Oma tapi urung karena mungkin akan tidak sopan jika dirinya yang bukan siapa-siapa ingin tau dengan keh
"Udah-udah, biarin aja dia pergi ngerusak moments saja. Lebih baik sekarang kita makan diluar," ajak Alkana, Mona hanya menganggukan kepala sambil tersenyum dengan tangannya bergelayut manja dilengan Alka."Ayo kita berangkat sekarang," "Mau kemana kalian?" Tanya Oma yang baru saja keluar dari kamar bersama Arum.Mona berdecih kesal mendengar pertanyaan Oma."Mau pergi keluar sebentar Oma" jawab Alkana sambil tersenyum ramah."Semenjak kamu kenal sama wanita ini, waktumu habis hanya untuk mengurusi dia." Sindir Oma pada cucu semata wayangnya."Apa maksud Oma?" Tanya Mona dengan suara memelas, Arum yang melihatnya menaikan bahu tak suka."Oma, Alkana cinta sama Mona," Alkana berusaha membela diri."Kamu memang cinta sama dia, tapi wanita itu cuma cinta sama hartamu!" Sentak Oma.Arum hanya terdiam mendengar perselisihan yang terjadi di antara mereka."Oma!" Sentak Alkana. Oma hanya memalingkan wajahnya."Ayo Arum, antar aku ke dapur," pinta Oma. Arum hanya mampu menurutinya.*Lampu ru
Pagi hari keluarga ini melakukan aktivitas makan pagi bersama, walau tidak diiringi canda tawa. Sangat berbeda dengan apa yang Arum rasakan di rumahnya, kehangatan dalam keluarga disini sama sekali tidak dia dapatkan.Arum pun tersadar, kalau nyonya Lidia ini sepertinya janda. Buktinya sejak awal dia kesini dia tidak melihat ada suami dari nyonya Lidia, bahkan dia tidak mendapati foto nyonya Lidia bersama suaminya dirumah ini. Hanya ada foto majikanya, Oma dan Alkana si pria menyebalkan itu."Kalau jadi janda kaya Raya gini sih aku juga mau," gumam Arum."Ternyata seperti ini sisi buruk keluarga ini, pantas saja Oma merasa kesepian." Sambung Arum dalam hati.Hanya ada suara dentingan sendok dan garpu yang beradu, Arum ikut duduk disamping oma karena nyonya Lidia yang menyuruhnya, Arum ditugaskan untuk membantu Oma saat makan. Karena tangan Oma masih lemas jika digerakan.Oma menderita lumpuh sebagian, di bagian tubuh kirinya dari atas kepala hingga kaki. Tapi karena sering berobat diru
"Sadar diri Lo?" Sindir Alka."Apaan sih," ketus Arum"Beliin aja Alka, pakai uang oma aja" pungkas Oma.Ntah mengapa ada perasaan haru dalam benak Arum, padahal baru hitungan hari Oma dan dirinya saling kenal. Tapi Oma sudah perhatian seperti ini pada dirinya."Ga usah Oma, ngrepotin. Arum kan baru dua hari kerja," tolak Arum perlahan."Memangnya kenapa? Ga harus nunggu kerja lama." Paksa Oma, Arum hanya bisa pasrah."Udah deh nurut aja, bersyukur aja Lo dibeliin sama Oma," sinis Alkana."Makasih Oma," ujar Arum sambil tersenyum manis kepada Oma, Oma hanya menganggukan kepalanya.Alkana langsung membayar kalung dan gelang itu untuk Oma dan Arum. Setelah itu Alka langsung memakaikan kalung liontin indah itu di leher Oma."Cantik," puji Alka pada Oma."Alka!" Tiba-tiba terdengar suara seseorang yang tidak asing ditelinga mereka bertiga.Kompak mereka menoleh, dan melihat Mona sedang berlari kecil kearah mereka."Mona? Kamu ngapain disini?" Tanya Alkana terkejut."Harusnya aku yang tanya
"Arum, kamu kamana saja. Jangan tiba-tiba menghilang seperti itu," ucap Oma saat Arum baru saja mendudukan tubuhnya di jok mobil samping Oma."Maaf Oma, tadi Arum terserat. Untung bisa ketemu tuan Alkana," jawab Arum.Alkana mendesis kesal, "Makanya jadi orang jangan terlalu polos, di mall aja sampe nyasar gitu." Sentak Alkana, Arum hanya terdiam."Udah-udah lebih baik kita pulang saja sekarang, Oma sudah cape," pungkas Oma melerai perdebatan antara dua manusia ini. Tubuh rentanya sudah mulai kelah karena jalan-jalan hari ini, apalagi kalau ditambah perdebatan antara Arum dan Alkana yang tidak ada habisnya pasti akan tambah pusing dibuatnya.Alkana langsung menancap gas membelah jalanan ibukota disore hari, sengaja memang pulang sebelum jam empat sore. Karena jam itu adalah jam rawan macet di ibukota.Tak butuh waktu lama, mobil mewah Alkana sudah masuk ke area halaman rumah yang luas. Halaman yang dijaga oleh beberapa satpam, dengan baju rapih di depan gerbang."Ngapain lagi dia kesin
Arum membantu Oma mendudukanya diranjang. Oma terdiam sejenak, air matanya kemudian luruh. Suara perdebatan antara ketiga orang diluar masih terdengar nyaring ditelinga Oma dan Arum dari dalam kamar."Oma? Oma makan dulu yah, biar Arum bawakan," Arum memecah keheningan, Oma menjawab pertanyaan Arum dengan gelengan kepala pelan."Tidak perlu Arum, saya tidak lapar. Sudah kenyang rasanya melihat perdebatan mereka yang diluar," jawab Oma. Hati Arum langsung terenyuh.Kehidupan keluarga ini dengan keluarganya memang berbanding terbalik, keluarganya harmonis walau kakaknya Ambar tidak tau diri, tapi mereka masih bisa hidup bahagia.Sedangkan keluarga ini, bergelimang harta tapi sangat berantakan."Tapi Oma harus minum obat, Oma." Titah Arum."Untuk kali ini, biarkan aku bebas dari yang namanya obat. Kamu tau? Sakit lumpuh ini penyebabnya apa? Karena Danial!" Oma membuka cerita pada Arum.Arum tidak habis pikir, mungkin semenjak Oma tau bahwa menantunya selingkuh dirinya langsung drop."Bai
Arum membeli dua botol Air mineral, dan empat bungkus roti untuk mengganjal perut.Dia ingin membeli nasi, tapi Arum yakin Alkana tidak akan mau memakannya."Tuan, minum dulu. Sama makan rotinya," tawar Arum sambil menyodorkan satu botol air mineral dan roti pada Alka.Alkana hanya terdiam, tatapanya kosong."Tuan?" Panggil Arum sekali lagi."Brisik Lo! Ga usah so perhatian. Gue masih inget banget kesalahan Lo waktu di restoran!" Sentak Alkana.Arum mendesis pelan, apakah harus sekali membahas hal seperti itu saat sedang dirumah sakit, dan saat ada didalam situasi seperti ini?"Bukan begitu tuan, saya hanya khawatir kalau nanti tuan Alkana ikut sakit. Siapa yang akan merawat Oma dan nyonya Lidia, masa saya? Saya kan hanya seorang pelayan," jawab Arum dengan suara datarnya.Alaka menatap sekilas botol minum dan roti yang masih berada ditangan Arum, tanpa memandang wajah Arum. Alkana langsung menyambar botol dan roti itu.Arum terkekeh pelan melihat tingkah Alkana, "Bilang aja laper!" T
Lidia tidak sabar menunggu para bodyguard yang berjaga itu membuka pintu, dengan cekatan wanita itu langsung mendorong para bodyguard dan langsung membuka pintu dengan keras.Lidia dan Alkana dapat melihat pemandangan didalam kamar, dimana semua orang termasuk Mona dan ibunya tengah bersiap."Hentikan semua persiapan ini!" Sentak Lidia. Alkana yang berada tepat disamping ibu kandungnya langsung terperangah kaget."Apa-apaan ini mamih? Bagaimana semua harus dihentikan! Mona dan keluarganya sedang bersiap untuk acara nanti!" Sentak Alkana.Mona dan sang ibu langsung menghampiri Lidia. Mereka berdua dan semua keluarga yang ada dikamar ini dapat melihat dengan jelas kemarahan yang ada di raut wajah cantik Lidia.Lidia tak menghiraukan ucapan anaknya, dia berjalan cepat kemudian langsung menutup pintu dengan keras. Karena tidak ingin permasalahan ini diliput oleh media.Tapi saat akan menutup pintu, Lidia langsung terhenti karena melihat Lita datang bersama Danial."Munafik!" Sungut Lidia
Danial masih terdiam ditempat, sebelum sedetik kemudian keringat dingin keluar dari kening membasahi seluruh wajah tampan dan tegasnya.Danial melihat seorang wanita, wanita yang beberapa tahun silam sudah membuat hatinya luluh. Dan membuat rumah tangganya hancur.Danial dengan tergesa langsung menghampiri wanita itu, wanita yang memakai gaun panjang berwarna toska dengan riasan rambut dan dandanan yang tampak indah memoles wajahnya."Tunggu? Ada perlu apa kamu disini?" Tanya Danial, batunya kembali dipenuhi rasa penyesalan. Rasa ketertarikan ya pada wanita ini, hari ini bahkan dari beberapa tahun yang lalu sejak rumah tangganya hancur sudah berhasil membuat perasaan Danial berubah menjadi benci."Da-danial? Kamu?" Wanita itu juga tampak terkejut melihat Danial hadir diacara ini."Apa yang kamu lakukan disini, Lita?" Tanya Danial pada wanita. "A-aku? Anak dari kakaku bertunangan malam ini Danial!" Jawab Lita gugup.Lita memang masih muda untuk menjadi Pelakor rumah tangga Danial dan
"Sudah siap semua?" Tanya Alkana pada semua orang yang sedang berkumpul diruang tamu. Termasuk para pelayan, sedangkan para bodyguard sudah lebih dulu berada di gedung untuk mengamankan kondisi disana. Dan untuk memastikan jika Danial tidak membuat keributan."Sudah tuan, tinggal menunggu nyonya Lidia." Jawab Bi Tuti. Wanita itu jelas ikut dan ditugaskan untuk memantau perjamuan makanan yang ada disana nanti.Tak selang lama, Lidia turun dari tangga dibantu asistenya dibelakang. Asistenya tampak membawakan tas mewah milik Lidia.Arum berdecak kagum melihat Lidia, kecantikannya sungguh terpancar malam ini, gaun warna merah maroon dengan motif bunga sangat indah melekat dibadan ramping milik Lidia.Bahkan kalau dilihat-lihat, Lidia lebih cocok menjadi kakak Alkana dibandingkan ibu kandungnya.Walaupun usianya sudah menginjak kepala empat, tapi Lidia masih tetap terlihat cantik dan menawan. Tapi ntah kenapa, wanita itu tidak menikah lagi setelah pernikahannya gagal dengan Danial."Ayo Al
"Baik Oma, terima kasih" ujar Lidia sambil tersenyum menatap ibunya."Bagaimana, betah disini?" Tanya Bi Tuti pada Arum yang tengah asik menikmati sarapan paginya.Arum langsung terkejut dan menelan makanan yang ada didalam mulutnya, dia tersenyum setengah dipaksakan."Em, ya betah sih Bi. Kan ada tujuanya juga," jawab Arum.Bi Tuti yang belum tau asal usul Arum kesini langsung terlihat bertanya-tanya."Tujuan apa? Mau jadi mantu nyonya Lidia?" Tebak bi Tuti sedikit becanda. Tapi berhasil membuat Arum tersedak minumanya."Uhuk-uhuk, aduh bi! Bukan itu maksud Arum," sergah Arum tak terima.Mana mungkin juga tuan Alkana mau menjadi pendamping hidupnya, dan kalaupun itu terjadi. Mungkin hanya akan terjadi didalam mimpi Arum saja, tidak akan pernah terwujud didunia nyata."Ya terus apa dong? Hahaha," Bi Tuti memang memiliki selera humor yang lumayan tinggi, selama ini Arum belum pernah diajak bicara serius oleh wanita itu."Arum kesini buat ngelunasin hutang orang tua Arum, orang tua Aru
Arum memilih tidur lebih cepat, untuk mengumpulkan stamina yang akan dia gunakan besok hari.••Dan benar saja, saat masih pagi semua orang sudah tampak sibuk menyiapkan perlengkapan. Bahkan beberapa bodyguard nyonya Lidia diperintahkan untuk berjaga di gedung yang akan dipakai nanti malam."Bagaimana dengan Danial?" Tanya Lidia pada Alkana.Alkana langsung mendekat ke ibunya, dan ikut duduk dimeja makan."Aku sudah menemuinya, dan mengizinkannya untuk datang. Dengan syarat dia tidak akan menganggu kehidupan keluarga kita lagi setelah ini," jawab Alkana.Lidia tampak menganggukan kepala setuju, sambil mengoleskan selai kacang ke roti tawar yang sedang dia pegang, untuk sarapan pagi."Tapi Alka belum bicara sama oma, rasanya berat. Dan takut, Alka takut jika Oma sampai drop kembali," ujar Alkana pada ibunya. Ada gurat khawatir yang terselubung dibalik wajah tampan milik Alkana."Biar nanti mamih yang bicara sama Oma, apapun yang terjadi lebih baik bicara sekarang. Jangan sampai Oma mel
"Aku harap, Alkana dan Mona akan hidup bahagia. Jangan seperti diriku," ujar Lidia pada Oma.'kita doakan saja, Alkana" sambung Oma.Lidia menatap Arum sejenak, "Arum, kamu punya bagu bagus apa tidak? Ya setidaknya bisa dipakai untuk acara besok." Tanya Lidia pada Arum.Arum menundukan kepalanya, jelas saja gadis itu sama sekali tidak punya baju bagus. Baju bagus menurut Arum hanya sekedar kemeja dan dipadukan dengan jelana jeans, itupun murah."Ti-tidak nyonya, saya tidak punya." Jawab Arum."Baiklah, biar nanti aku cari baju lamaku yang masih bagus dan belum pernah aku pakai," jawab Lidia datar.Arum sudah paham, yang namanya orang kaya apalagi seperti Lidia. Pasti sangat hobi membeli baju-baju baru, dan tak jarang hanya hobi membeli saja padahal tidak pernah dipakai."Terima kasih nyonya," ujar Arum.Lidia langsung menyuruh asistenya untuk memilihkan beberapa baju yang sudah tidak dia pakai tapi masih baru. Arum juga ikut diminta memilih bersama asisten nyonya Lidia itu."Yang ini
"Apakah ada tamu?" Tanya Oma saat Arum baru saja masuk kedalam kamar Oma."Tidak Oma," jawab Arum menutupi kedatang Tuan Danial tadi."Terus kenapa tadi Lidia menyuruhmu pergi?" Oma kembali bertanya, rasa penasaran kini menyelimuti pikiran Oma.Mungkin Lidia tidak memberikan sebuah alasan kepada Oma, saat dirinya meminta Arum untuk keluar dari kamar ini.Arum terdiam sejenak, mencoba berfikir alasan apa yang akan dia berikan kepada Oma."Ah itu Oma, tadi tuan Alkana minta dibuatkan jus jeruk." Pungkas Arum, ntah sejak kapan wanita ini menjadi pandai sedikit dalam hal berbohong.Oma hanya menganggukan kepalanya.Di tempat lain, tepatnya didalam kamar. Lidia sedang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Alkana."Apa yang manusia licik itu katakan padamu tadi?" Tanya Lidia."Dia memintaku, untuk mengizinkan dia hadis diacara pertunangan besok malam," jawab Alkana sambil mendudukan tubuhnya diatas ranjang kamarnya."Berani sekali dia berbicara seperti itu, pokonya mamih ga mau kalau Dania
Sebelum bisa benar-benar tertidur Arum memikirkan kedua orang tuanya dirumah. Karena semenjak dia dirumah ini, Arum sama sekali belum memberi kabar kepada orang tuanya. Dan orang tuanya juga tidak pernah memberikan kabar pada dirinya.*Waktu berjalan sangat cepat, hari ini adalah hari dimana Alkana dan Mona akan mengikat sebuah ikatan sebelum pernikahan, semua sudah dipersiapkan. Dari mulai barang bawaan yang akan dibawa oleh keluarga Alkana.Bukan keluarga besar tapi hanya keluarga inti."Siapa saja yang nanti akan ikut Oma?" Tanya Arum pada Oma saat dirinya sedang menyuapi wanita paruh baya itu bubur ayam."Tidak ada, hanya kita berempat. Juga beberapa pelayan dan bodyguard," jawab Oma disela dia mengunyah makanannya Netra Arum terbelalak kaget, karena biasanya kalau acara pertunangan akan dihadiri oleh keluarga besar, baik dari pihak perempuan dan pihak laki-laki."Keluarga besar Oma, tidak ikut?" Tanya Arum ragu-ragu "Tidak, mereka ada di kampung. Terlalu jauh untuk datang kesi
Alkana mengantar Arum ke rumahnya, sebelum dia pulang ke rumah."Huh, cape banget pergi dari siang. Malem gini baru sampe rumah, mana dijadiin obat nyamuk sama pasangan bucin ini," runtuk Arum dalam hati."Mampir dulu yah?" Tawar Tante Dira, suaranya yang keras bisa Arum dengar walaupun dia berada didalam mobil. Jelas saja wanita itu tidak diajak turun oleh Alkana dan Mona."Tidak usah Tante, sudah malam. Lagian kayanya Mona cape," jawab Alkana sopan."Awas saja kalau sampe mampir!" Gerutu Arum."Yaudah kalau gitu, hati-hati yah. Makasih nak," Ujar Dira.Dira memang terlihat baik, walau wajahnya terkesan judes mirip sekali dengan anaknya Mona."Aku pamit ya, sayang." Pamit Alkana pada Mona. Mona langsung menganggukinya.Alkana kembali ke dalam mobil setelah berpamitan."Kenapa muka Lo? Ditekuk gitu? Makin jelek aja Lo!" Ledek Alkana saat melihat Arum dengan keadaan yang sudah tidak beraturan.Wajah gadis ini tampak sangat kelelahan, rambutnya juga sudah mulai lepek tak terurus."Ga pa