Part 45Dreet ... dreet ... dreet ...Gawaiku bergetar lagi. Sudah tiga kali ini. Aku lihat masih dengan nomor yang sama. Entah nomor areal mana ini.Aku memandang ke arah Zaki. Dia sedang menyedot pop ice. Ya, tadi dia meminta di belikan pop ice rasa durian.Setelah makan lontong kami, memilih untuk duduk di pinggiran jalan. Memilih pohon yang rindang. Karena matahari lagi menyengat."Hallo," akhirnya aku mengangkat telpon itu. Walau hati terasa sangat kacau. Deg degan, takut kalau orang menagih hutang. Hutang yang jumlahnya lumayan banyak. "Mas Andra?" terdengar suara perempuan dari seberang sana. Nada suara itu seolah bertanya untuk memastikan. Aku melipat kening, mencoba mengenali nada suara itu."Iya. Maaf ini siapa?" tanyaku balik. Karena rasa penasaran yang menggebu. Walau tak menutup kemungkinan itu suara orang yang aku hutangi. "Lupakah dengan suaraku yang cempreng ini?" tanyanya balik. Aku semakin mengerutkan kening."Nggak usah basa basi. Ini siapa? Lagi tak banyak waktu
Part 46POV NIKENMas Andra memamg keterlaluan. Bisa-bisanya dia meninggalkanku di rumah kontrakan sempit ini sendirian.Kurang ajar! Bisa-bisanya dia bisa makan enak tanpa aku. Padahal aku, istrinya, lagi sakit seperti ini. Dia memang sangat berubah sekarang. Semakin tak peka dengan apa mauku.Aku jadi semakin yakin, kalau Mas Andra itu di guna-guna sama Ibu. Agar membenciku dan meninggalkanku. Dan pastinya akan menjodohkan dengan perempuan lain yang sehat dan semok.Aku berubah pikiran sekarang. Kalau dulu aku memang menginginkam cerai dari Mas Andra, tapi tidak untuk sekarang. Karena badanku yang semakin kurus kering. Jelas tak akan ada yang mau, laki-laki menikahiku. Jangan menikahi, berteman saja mungkin tak mau. Karena badan yang habis dan tak semok lagi. Saat bercermin, melihat badan ini, terasa sangat malu. Malu melihat kondisi badan sendiri.Aku beranjak dengan susah payah. Ya, susah payah, karena tenaga yang merasa lemas. Iya, sangat lemas, seolah tak ada tenaga.Gimana ma
Part 47Rasanya ingin sekali berteriak sekencang-kencangnya. Karena kakak kandungku sendiri seolah tak peduli dengan kondisiku sekarang. Yang mana dia malah pamer kalau sedang renovasi rumah.Apa laaah maksud Mbak Dina itu? Seolah dia sedang menertawakan hidupku. Dia menang sekarang. Bisa renovasi rumah. Padahal dulu rumahnya sangat jelek. Masih bagus rumah lamaku.Tapi, suami Mbak Dina pintar juga cari uang. Nyatanya bisa renovasi rumah. Astaga ... aku semakin merasa salah pilih suami.Ah, aku jadi rindu rumah lamaku. Apakah jadi Bank itu mengambil rumahku? Rasanya tak ikhlas. Sungguh tak ikhlas. Rumah itu, rumah yang aku banggakan ke semua saudaraku."Gimana Zaki, enak tadi makannya?" terdengar suara Mas Andra. Dia sedang bertanya kepada anaknya."Enak, Yah. Besok kita makan itu lagi, ya!" jawab Zaki.Sialan! Mereka beneran makan enak ternyata. Dan mereka tak ingat aku? Jadi penasaran, Mas Andra membawakan aku makanan enak itu apa nggak."Siap, Bos! Ketagihan, ya!" balas Mas Andra.
Part 48POV ANDRASemenjak Adista menelpon kala itu, semakin membuatku tak peduli dengan keadaan Niken sekarang.Lagian, Niken memang tak bisa di kasihani. Dia selalu menyebalkan jika diajak ngomong baik-baik. Tapi, saat aku cuek, dia marah. Seolah tak mau di cuekin.Zaki juga semakin lengket denganku. Kemana pun aku pergi dia selalu ikut. Bahkan saat muat pasir pun dia juga ikut. Biarlah, aku juga tak tahu bagaimana pastinya perasaan Zaki. Jika dia merasa nyaman denganku, kemanapun aku pergi, akan selalu aku bawa.Zaki seolah enggan di rumah, jika hanya berdua dengan mamanya. Karena Niken sendiri juga kelewatan. Sedikit saja Zaki buat salah, dan tak sesuai apa keinginannya, dia langsung marah. Ucapannya terdengar sangat kasar. Membuat Zaki tentunya sakit hati, hingga menangis. Tapi, walau bagaimanapun kondisi Niken, aku tetap merawatnya. Tetap membelikan makan dan yang lainnya. Tak mungkin aku membiarkannya begitu saja. Apalagi aku tahu, dia susah untuk berjalan.Ya, karena badanny
Part 49POV ANDRANiken memang benar-benar keterlaluan. Dia tetap kekeuh, untuk tidak mau minta maaf dengan Ibu dan Eka Firman. Membuatku terheran-heran.Astaga ... terbuat dari apa hati perempuan yang aku nikahi itu. Sungguh aku sangat menyesal menikahi dia. Dan semakin menyesal, cinta ini pernah berlabuh padanya. Bahkan pernah menjadi budak cinta kepada Niken. Menuruti semua gaya hidupnya, yang sebenarnya diluar batas mampuku. Hingga aku terjerumus dan terlilit hutang."Mama, Zaki kangen sama Nenek," ucap Zaki. Deg.Membuat hati ini terasa sesak. Gimana tak sesak? Aku sendiri juga sangat merindukan sosok Ibuku. Wanita yang bertaruh nyawa melahirkanku. Wanita yang membesarkanku, dengan penuh cinta.Bahkan di kala aku sakit dulu, Ibu terus terjaga. Hingga aku tertidur.Kini, aku hanya bisa membuat malu, dan repot beliau. Bahkan ingin menemuinya saja aku tak berani, karena sangkutan hutang yang merajalela.Aku sangat yakin, Ibu juga sangat merindukanku. Maafkan aku Ibu! Maafkan aku!S
PART 50POV ANDRA"Hai," balasku terasa kikuk. Hatiku semakin berdebar nggak jelas. Tanpa aku sadari, aku meremas tangan Zaki. Membuat Zaki menarik tangannya sendiri. Mungkin merasa sakit, karena saking kuatnya aku remas."Yah, pesenin pop ice nya!" pinta Zaki dengan nada merengek. Hingga aku lupa, apa tujuan utamaku mampir ke lapak penjual Pop Ice ini."Owh, iya, Nak," balasku. Zaki terlihat mengulas senyum. "Durian, ya, Yah!" pesan Zaki. "Mang, Pop Ice duriannya satu, ya!" pesanku seraya menatap ke arah penjual Pop Ice."Siap!" balas Penjual Pop Ice itu. Kemudian segera membuatkan permintaanku.Adista nampaknya juga terlihat salah tingkah. Dia berkali-kali menyedot pipet Pop Ice yang dia pegang. Terkadang juga ia mainkan pipet Pop Ice itu.Aku berkali-kali mengusap leher. Keringat masih membasahi. Bercampur keringat dingin juga rasanya. Dalam kondisi terpuruk, harus ketemu mantan, itu terasa sangat memalukan.Ya, sungguh aku malu dengan keadaanku. Adista yang sekarang terlihat can
PART 51POV EKAUsaha menjahit sudah mulai aku telateni lagi. Alhamdulillah, satu dua orang, sudah ada yang datang, untuk mempermak baju. Ya, sekarang memang sudah jarang yang menjahitkan baju, mulai dari bahan. Seringnya beli baju jadi dan mempermak jika kebesaran atau kepanjangan.Karena sekarang juga banyak banget , yang jual baju online. Tapi, berapa pun rejekinya, di syukuri saja. Lagian ini bukan kewajibanku untuk mencari nafkah. Aku hanya sekedar sedikit meringankan beban suami.Ya, tanggung jawab Bank setiap bulan tak bisa mundur. Kalaupun mundur sehari bayarnya, akan dikenakan denda. Dan kami tak mau main-main dengan Bank. Karena nama baik yang akan di pertaruhkan.Pokok syukuri dan Nikmati. Rejeki sudah Allah yang beri. Asal kita tetap berusaha, untuk menjemput rejeki itu."Dek?""Iya?""Emmm, aku sudah telpon Mas Andra," ucap Mas Firman. Aku melipat kening tipis."Apa katanya?" tanyaku penasaran.Mas Firman terlihat menghela napas sejenak. Kemudian merebahkan badan diatas
part 52Menunggu Mas Firman ternyata lama juga ternyata. Permak baju sudah selesai. Tapi, Mas Firman dan Dika belum kunjung pulang.Kok jadi nyesel tak ikut ke rumah Ibu. Tahu gitu, tadi ikut. Permak baju juga nggak lama ini. Jadi langsung tahu reaksi mertua. Tak menunggu seperti ini. HemmmAku gantung baju yang sudah selesai aku permak. Keluar dari ruangan kerja. Ceileeee, ruangan kerja? Hi hi hi, berasa gimana gitu ....Kaki ini melangkah menuju ke dapur. Tenggorokan terasa kering. Ingin sekali meneguk air yang dingin. Biar hati yang panas ini, berasa dingin. Hemmm ...."Assalamualaikum," terdengar suara salam. Suara yang sangat tak asing di telinga ini. Siapa lagi kalau nggak suara Mak Giyem. Si ratu gosip."Waalaikum salam," jawabku setelah menutup pintu kulkas. Ya, aku sudah selesai meneguk air dingin. Rasanya panas hati sudah mulai turun.Panas hati, mikiri bagaimana nasib ipar. Duh ... kasihan sekali nasib mereka. Wajah Zaki membayangi mata. Kasihan dia, kasihan perkembangan da