Sudah sebulan berlalu semenjak pertemuan terakhirnya dengan Alif dan juga Rena tempo hari. Seperti tidak terjadi apa-apa, Mala tetap beraktivitas seperti biasanya. Bahkan Lusi, yang merupakan teman sekamarnya pun tidak diberitahunya tentang kisahnya yang telah berakhir dengan Alif maupun Reza.
Bicara soal Reza, setelah pertemuan mereka malam itu, sepakat mengakhiri hubungan singkat mereka dengan baik-baik, mereka juga tidak pernah bertemu dan berkomunikasi lagi. Mala bersyukur dengan tidak perlu repot-repot lagi menampilkan wajah sok tegar di depan semua orang yang telah menorehkan luka dihatinya. Namun tidak dengan Rena.
Bagaimana juga, mereka masih satu tempat tinggal. Sangat sulit baginya untuk terus-terusan menghindar, apalagi beberapa hari belakangan ini dilihatnya Rena sedikit agresif untuk mendekatinya. Entah apa tujuannya, sepertinya dia ingin sekali bertemu dengan Mala dan bicara dengan sahabatnya itu. Mala memang sengaja tidak memberi celah Rena untuk
akhirnya bisa up lagi...
“Mala, apa tidak bisa dipertimbangkan lagi keputusanmu untuk pindah ini?” Malam itu Lusi Kembali berusaha membujuk Mala agar tidak pindah dari tempat yang beberapa tahun ini telah mereka tempati bersama. Rasanya sangat tidak rela melepas sahabat sebaik Mala. “Tidak bisa Lusi. Aku sudah membayar panjar ke pemilik kost yang baru itu. Dan besok, aku akan segera menempatinya.” “Kamu tega banget sih sama aku?” rayu Lusi dengan nada menghiba. “Hehehe…. siapa juga yang tega. Aku sudah ngajak kamu pindah, tapi kamu tidak mau.” Mala menjawil hidung Lusi gemas. “Aku bukannya tak ingin ikut denganmu, Mala. Tapi sayang saja, uang kontrakan sudah kulunasi sampai akhir tahun, jika pindah sekarang, aku rugi banget. Masih tinggal enam bulan lagi.” “Iya juga sih. BUkannya kita sama, sudah membayar kontrakan di awal untuk satu tahun kedepan.” Mala tersenyum. “Aku pindah juga karena terpaksa. Tidak kuat hatiku jika bertahan semakin lama di sini.”
Enam bulan kemudian…. Mala tersenyum puas sekembalinya dari ruangan dosen guna pamit dan bersalaman. Hal itu karena ijazah dan transkrip nilainya sekarang sudah ada di tangan. Sekarang, saatnya dia menggunakan ijazah itu untuk memulai peruntungannya dengan melamar pekerjaan sebagai akuntan yang selama ini sangat diimpi-impikannya. Dia tahu, ini semua baru awal dari perjalanan masa depannya di fase yang baru. Masa-masa menjadi mahasiswa telah berakhir, sekarang saatnya ia akan terjun ke dunia kerja. Mengabdikan ilmunya untuk masyarakat. “Nirmala…,” sebuah suara menghentikan langkahnya saat Mala hendak menuju parkiran. Dibelakangnya, seorang wanita setengah baya yang notabene adalah salah seorang dosennya tengah berdiri disana dan menatapnya hangat. “Ibuk memanggil Saya?” tunjuk Mala pada dirinya sendiri. Dosen itu tersenyum dan menganggukkan kepala. “Bisa bicara sebentar?” tanya dosen itu ra
“Mala, bisa kamu tolong antarkan laporan ini ke ruangan Pak Manajer? Aku benar-benar tidak berani menghadapnya. Kemaren saja, aku dibantai habis karena salah mengetik laporan bulan kemaren?” Retno, teman satu ruangannya mendekati Mala yang sedang asyik mengetik laporannya di komputer. Mala tersenyum, satu tahun bergabung dan bekerja di perusahaan ini, dia sudah sangat mengenal karakter temannya satu persatu. Apalagi Retno, dia sangat lembut sehingga jika ada bentakan dari atasan, akan membuatnya langsung down. Seperti halnya yang terjadi beberapa hari lalu, saat ia memberikan laporan yang diminta oleh Manajer Keuangannya. Sebenarnya, kemarahan atasannya itu masih termasuk wajar. Pemicunya dalah karena rekannya itu kurang teliti dalam menginput data, menyebabkan selisih yang sangat besar di bagian akhir penjualan. Tentu saja sang manajer yang sangat teliti itu langsung marah besar. Tidak teliti saat menginput data dalam menyajikan laporan, tentu saja bisa mer
Siang ini, ruangan Mala tampak tidak ada banyak suara. Wajar saja, hari ini adalah akhir pekan, mereka semua sangat bersemangat untuk menyelesaikan pekerjaan, sehingga bisa menikmati weekend tanpa harus diganggu dengan masalah pekerjaan. Keheningan itu terus berlangsung sampai beberapa saat kemudian seruan dari seseorang mengagetkan mereka.“Nirmala! staf keuangan!” Salah seorang office boy datang memasuki ruangan mereka, sambil membawa beberapa bungkusan makanan. Lalu menyerukan nama yang tertera dalam paket yang dibawanya itu.”Mala menoleh dan menatap bingung pada office boy itu. Perasaan tidak ada memesan makanan. Gadis itu melempar pandangannya satu persatu pada empat orang rekan kerjanya yang ada dalam ruangan itu. Mereka semua mengangkat bahu pertanda tidak tahu apa-apa.“Paket dari siapa, Pak?” tanya Mala kemudian.“Nggak tahu juga, Dek Mala? Tadi ada yang ngantar mak
Suasana kafe sore ini sangat ramai. Hal ini mungkin karena bertepatan dengan jam pulang kerja, sehingga banyak para karyawan swasta atau pegawai pemerintah yang menyempatkan untuk mampir ke kafe ini. Disamping hidangan yang lezat pelayannya juga sangat ramah. Tak heran begitu banyak orang yang datang kesini.Mala duduk dengan sedikit tidak nyaman ditempatnya. Gadis cantik itu merasa tidak terbiasa saja ditatap dengan pandangan sedemikian rupa dari lawan jenisnya yang sedang duduk didepannya. Yach, sekarang Radit sedang memandanginya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Tatapan rasa kagum, simpati, memuja sekaligus ingin memiliki dalam bersamaan.Tak ingin membuat gadis didepannya semakin tidak nyaman, Radit menyudahi kegiatannya. Dia tahu, tak ada bosan dan jenuhnya mata memandang ciptaan Allah yang begitu indah didepannya. Jarang-jarang ada kesempatan bisa memandangi wanita itu dari jarak dekat dengan sepuas hati. Biasanya, gadis itu selalu menjaga jarak dan ta
"Mala tunggu...!"Radit menarik pergelangan tangan Mala saat gadis itu sudah tiba di parkiran. Nafasnya masih ngos-ngosan karena tadi, setelah lama meredakan kecewa yang mendalam dihatinya, ia baru sadar kalau Mala sudah pergi. Maka ia pun berlari mengejar gadis itu, tak ingin membiarkannya pergi begitu saja. Dia harus mendapatkan gadis itu bagaimana pun caranya.Mala melepaskan pegangan di pergelangan tangannya yang menyebabkan rasa sakit sambil memperhatikan dengan seksama lelaki didepannya. Radit masih berusaha mengatur nafasnya, dengan tatapan tak lepas dari Mala. Dia takut, seolah jika melengah sebentar saja wanita itu akan kabur lagi. Dia sudah bertekad, tak akan membiarkannya kabur lagi."Ada apa, Radit? Apa masih ada yang ingin dibicarakan?" tanya Mala dengan rasa sedikit bersalah, karena tadi sudah menolak lelaki itu.Radit mengangguk cepat."Beri aku satu kesempatan lagi untuk lebih dekat denganmu! Tidak masalah kalau kamu belum bis
Mala terbangun dari tidurnya karena dering ponsel yang memekakkan telinga. Dilihatnya jam pada alarm sudah menunjukkan pukul empat dini hari. Dia ingat, hari ini ada perjalanan untuk mengikuti Bimtek keluar kota bersama teman-temannya dibagikan keuangan. Karena kemaren telat makan, menyebabkan maag nya kambuh yang mengharuskan menahan sakit semalaman. Akibatnya, sekarang saat terbangun, dirasa kepalanya sangat pusing.Mencoba mengabaikan rasa pusing itu, segera ia bangkit dari tempat tidur. Melangkah buru-buru kekamar mandi, berwudhu dan segera menunaikan shalat dua rakaat. Biasanya setelah shalat, dia akan menyempatkan diri untuk melanjutkan hafalan Al-qurannya -belakangan ini dia mulai rajin menghafal Al-Quran-. Berhubung hari ini dia harus berangkat agak pagi, maka kegiatan menghafalnya harus ditunda dulu.Setelah mempacking pakaian kedalam koper, disempatkan nya dulu memanaskan air untuk membuat secangkir teh panas. Jika biasanya menu sarapannya adalah
'' Kalian tega banget ninggalin aku, hingga harus terjebak berduaan dengan pak Radit sepanjang perjalanan. Kalian nggak bakal ngerti berapa nggak nyamannya diposisiku." gerutu Mala begitu sampai di hotel tempat acara yang akan diikutinya."Jangan salahkan kami, Mala! Apalah daya kami pegawai rendahan ini. Tak bisa menolak apa yang diperintahkan atasan. Pak manajer tampan itu memerintahkan kami duluan, katanya dia juga mau kesini tanpa sopir, dan perlu teman untuk menemaninya." jelas salah satu temannya tanpa rasa bersalah."Sebenarnya jika ada tawaran untuk kami pastilah kami juga tidak bisa menolak. Atau jika salah satu diantara kami dipilih pasti akan disambut dengan suka cita. Tapi karena yang dipilih itu adalah dirimu, kami juga tak bisa melakukan apa-apa. Kami tahu, akhirnya akan begini, kami yang dikira tidak setia kawan." Lanjut rekannya yang satu lagi. Mala hanya menggeleng tidak bisa menerima alasan teman-temannya."Lagian, bukannya bagus kamu bisa berduaan dengan pak Radit?
"Mala..."Mala menoleh dan mendapati seorang lelaki tampan sedang menatapnya sendu. Bian yang juga berdiri disampingnya mengenggam erat tangan Mala. Dia masih mengenali orang itu. Kalau tidak salah ingat lelaki itu dulu pernah dekat dengan istrinya. Bukankah mereka dulu pernah bertemu saat masih kuliah? Rahang Bian mengeras."A...Alif..." ujar Mala pelan."Ternyata kamu masih mengenaliku." Lelaki yang ternyata adalah Alif itu tersenyum pahit. "Selamat atas pernikahanmu, Mala. Semoga bahagia. Apa kita bisa bicara sebentar, hanya berdua." pinta Alif menatap Mala harap.“Jika ada yang ingin dibicarakan, maka bicara disini saja, Lif.” Jawab Mala halus.Alif menatap Mala memohon, lalu ditatapnya Bian yang masih mengenggam erat tangan Mala."Mala adalah istriku. Jadi apapun masalahnya, juga masalahku. Tidak ada rahasia diantara kami." potong Bian cepat. Genggamannya pun semakin erat. Mala tersenyum dan menatap Bian hangat."Suamiku benar, Lif. Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?” ucap Ma
Mala bersenandung riang sambil melangkah kesana kemari di dapur. Seperti biasanya, setelah sepuluh hari lebih mereka menikah, ia selalu membuatkan sarapan untuk suaminya. Namun, pagi ini ada yang tak biasa, karena dari tadi tak henti hentinya bibirnya tersenyum lalu senandung cinta tak berhenti mengalun dari mulut itu. Menggambarkan suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga.Akhirnya, setelah 10 hari menikah, semalam ia berhasil melaksanakan tugas sepenuhnya sebagai seorang istri. Melawan segala trauma yang selalu menghantuinya.Masakannya hampir selesai, saat deru suara motor terdengar di halaman depan. Itu adalah suaminya pulang dari masjid. Bahkan disaat beratnya godaan untuk kembali memeluk istrinya, lelaki itu tetap bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Lalu setelah menunaikan shalat sunat sebelum shubuh dua raka'at ia pamit untuk menunaikan shalat Shubuh berjamaah ke masjid. Mala yang saat itu masih uring-uringan, merasa sangat malu pada suaminya itu. Hingga walau dengan sedikit
Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide
Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide
Bian melangkah pelan mengikuti rombongan pejabat perusahaan menuju ruang pimpinan. Kepalanya masih celingukan ke belakang menunggu istri tercinta yang masih belum juga tampak. Tadi, mereka terpaksa berpisah karena Mala yang mendadak dihampiri oleh puluhan karyawan yang hendak minta maaf sekaligus mengucapkan salam perpisahan padanya. Sebenarnya ingin sekali menemani, takut jika terjadi hal diluar dugaan lagi, namun tarikan halus di ditangannya mengurungkan niatnya."Sudahlah! Kupastikan dia aman sekarang. Tak akan ada yang berani mengganggunya lagi. Disamping kebenaran yang telah terungkap, semua orang tahu bahwa Mala adalah isteri salah satu pemegang saham di sini, mana ada yang berani usil lagi padanya. Termasuk si Raditya itu" ujar Donny yang membuat Bian tersenyum.Tetap saja dia mencemaskan istrinya."Tetap saja hatiku tak tenang, Bang. Dia masih trauma. Abang tak merasakan bagaimana nelangsanya adikmu ini, walau sudah menjadi istri sah pun, aku sama sekali tak bisa berbuat banya
“Saya memiliki semua rekaman cctv kejadian itu, karena kebetulan saat kejadian itu saya berada di hotel yang sama dengan Pak Raditya. Saya bisa saja memutar semua cctv itu di sini, tapi karena permintaan dari istri saya, opss…” Bian pura-pura keceplosan, lalu tersenyum manis pada Mala, “Karena permintaan dari Nirmala, agar rekaman cctv itu tidak diputar karena bisa menyebarkan aib orang lain, makanya saya tidak memperlihatkan cctv itu.”Bian melangkah tanpa canggung dan berjalan didepan semua yang hadir, layaknya seorang dosen yang sedang memberikan kuliah pada semua mahasiswanya. Langkahnya berakhir tetap di depan dua orang wanita yang tadi tidak mempercayai pengakuan Raditya.“Hei, Nona berdua. Mungkin anda adalah penggemar pak Radit, jadi sah-sah saja jika anda tak akan percaya apapun kesalahan yang dilakukan oleh idola anda. Its okey. Tapi coba anda lihat sebagai sisi wanita, saat ini Nirmala, wanita yang sedang anda hujat itu sedang mengalami trauma berat. Trauma atas kejadian na
Mala duduk dengan gelisah didepan puluhan mata yang memandangnya dengan tatapan yang beragam. Di sebelahnya Radit tak kalah gelisah, semua ini sungguh diluar dugaannya. Dikiranya pertemuan di aula siang ini akan menjadi saksi keberhasilannya mendapatkan hati dan cinta dari wanita yang disukai, namun kenyataan berkata lain. Apalagi saat sesekali ekor matanya menatap lelaki yang duduk dengan tenang disampingnya pimpinan perusahaannya. Entah apa hubungan lelaki itu dengan orang nomor satu diperusahaan itu? Yang jelas kehadirannya membuat keberaniannya nyaris hilang, karena bagaimana pun, lelaki itu mengetahui semua kejahatan yang dilakukannya pada Mala.Belum lagi, mengingat bagaimana reaksi Mala saat lelaki itu muncul. Mala berlari dan menghambur kepelukan lelaki itu dan mendekapnya erat. Membuat hati Radit bagai ditusuk belati karena sakit membayangkannya. Dengannya, jangankan memeluk, dipegang tangan sedikit saja gadis itu sudah tak ubahnya macan betina.Kebingungan itu sebenarnya jug
Mala duduk termenung di kursi kerjanya, tak menghiraukan rekan kerja yang sedari tadi saling pandang satu sama lain, tak ada yang berani bicara. Sekembalinya dari HRD Mala menjadi diam seribu bahasa. Hanya termenung tanpa melakukan apa-apa.Setelah merasa hatinya agak tenang, diangkatnya kepala lalu memandang semua yang ada di ruangan itu sendu. Kurang lebih dua tahun bekerja disana, sekarang harus pergi dengan hati yang terluka. Dikiranya ia akan bisa pamit dengan hati tenang, dan melupakan masalah dengan Radit. Tapi kenyataan memang tak seindah bayangan. Apalagi, sebentar lagi akan diadakan pertemuan di aula, dan semua orang akan mengadilinya. Tatapan sinis dari puluhan pasang mata akan menghujaninya. Diusapnya wajah kasar, lalu untuk menghibur diri di coba menghubungi seseorang yang beberapa hari ini mampu memberi ketenangan dan kekuatan saat masalah datang padanya.Hanya menyapa, itu yang bisa dilakukannya, karena takut akan merusak konsentrasi lelaki itu disana. Namun diluar per
Bian menyesap secangkir teh panas yang dihidangkan padanya oleh asisten dari lelaki yang kini sedang duduk di depannya. Lelaki yang berusia 35 tahun itu tampak sangat gagah dan tampan dengan gayanya yang kasual.Setelah melepas Mala masuk ke kantor, hatinya tetap tak tenang, sehingga diputuskan untuk menghubungi salah satu mahasiswa yang kuliah hari ini denganya, minta maaf karena tak bisa masuk dan minta ganti perkuliahan di hari lain. Awalnya, ia ragu juga ingin ikut campur, tapi saat tanpa sengaja mendengar percakapan miring tentang Mala oleh dua orang karyawan yang baru datang, dan sempat numpang berkaca dimobilnya, hati lelaki itu menjadi panas. Bayangan betapa hancur hati istrinya mendengar berita itu sungguh membuatnya tak tenang.Mungkin nasib baik memang sedang memihaknya, atau mungkin begitu cara Allah memudahkan langkahnya. Kantor tempat Mala bekerja ternyata adalah milik salah seorang seniornya saat ikut organisasi dulu. Bahkan atas tawaran dari seniornya itu, dia juga m