Pelindung Kanan memimpin barisan panjang prajurit Kekaisaran Naga Hitam yang terdiri dari puluhan ribu pasukan. Mereka bergerak menuju Selatan, di mana Kaisar Selatan bersembunyi. Tujuannya untuk menghancurkan musuh sebelum menjadi kekuatan serius yang mengancam kekuasaan junjungannya.“Tidak ada yang boleh kembali sebelum kita mencapai Selatan. Tidak ada pengecualian,” ucap Pelindung Kanan dingin, matanya menatap ke depan tanpa sedikitpun keraguan.Pasukan itu penuh dengan kekuatan jahat, kekuatan yang telah diresapi hawa Iblis oleh Kaisar Naga Hitam. Mereka berjalan dalam keheningan, kaku dengan sorot mata menakutkan. Sementara langit di atas mereka dipenuhi awan hitam tebal yang seolah-olah mengikuti.Namun, perjalanan mereka tidak semulus yang diharapkan. Malam pertama saat mereka melewati hutan lebat dengan pepohonan menjulang tinggi yang melambangkan kematian, serangan tak terduga datang. Dari balik kabut tipis yang menutupi pepohonan, sosok-sosok keemasan muncul.Salah satu praj
Langit di atas kota Kekaisaran Timur tampak kelam, awan-awan hitam bergulung seolah dipenuhi kemarahan yang tak terucapkan. Kabut tipis menutupi tanah yang becek karena hujan yang turun sejak malam sebelumnya. Udara dingin mengiris kulit, dan suara desau angin mengiringi irama langkah kaki ribuan lelaki gagah berpakaian pelayan Dewa, yang bergerak seperti angin. Mereka adalah para penghuni Kuil Dewa Agung, yang kini bergegas menuju gerbang kota Kekaisaran Timur salah satu negara besar yang telah jatuh ke tangan Kaisar Naga Hitam.Di depan barisan itu, Pendeta Kaiming, seorang lelaki tua dengan jubah putih yang dihiasi simbol-simbol sakral, memimpin dengan tenang. Meskipun usianya sudah lebih dari tujuh dekade, setiap gerakannya penuh wibawa, dan matanya bersinar dengan semangat dan penuh kewibawaan. Di pundak orang tua sakti itu, beban besar sebagai Ketua Sekte Kuil Dewa, tetapi ia melangkah tanpa gentar, memenuhi panggilan kemanusiaan. Di dalam dadanya, keyakinan kuat bahwa inilah
Suara dentingan senjata bergema di seluruh medan pertempuran. Di antara deru hujan yang turun mulai semakin deras, sorak sorai dua belah pihak saling membahana, melawan raungan petir yang menggelegar. Pertempuran antara para Pendekar di bawah pimpinan Pendeta Kaiming dan pasukan Kekaisaran Timur yang dipimpin oleh Kaisar yang diangkat Kaisar Naga Timur.Namanya Jiang Bu, tokoh sesat yang lama menyembunyikan diri. Kaisar Naga Hitam memanggilnya dan berhasil membuatnya takluk. Lelaki tua yang bergelar Gagak Iblis itu diangkat menjadi Kaisar Timur karena di wilayah timur ia yang memiliki kemampuan paling tinggi. Pendeta Kaiming berdiri di garis depan, mengayunkan tongkat sucinya yang mengeluarkan kilatan cahaya keemasan. Setiap gerakannya bukan hanya membela diri, tetapi juga menyembuhkan dan melindungi para prajurit yang bertarung di sampingnya. Dengan izin tetua dari Sekte Kuil Dewa, Tongkat itu dikeluarkan dari tempat penyimpanannya. Setiap kali tongkatnya berputar, semburat cahaya
Debur ombak menghantam karang bergantian dengan sangat cepat karena derasnya angin di pesisir pantai pinggiran kota Hongye. Batu karang yang hanya tersisa satu yang menonjol di pinggiran pantai bak dikeroyok ombak. Pemandangan yang tak jauh berbeda dengan yang dialami seorang anak kecil yang terpojok oleh puluhan orang dewasa di bibir pantai.“Hahaha… mau kemana lagi kau bocah? Tidak ada tempat untuk kau melarikan diri dari sini. Di belakangmu adalah lautan. Di seberang itu adalah Pulau Iblis Kematian. Dan disini kami siap mencincangmu! Keturunan keluarga Liong akan berakhir di sini!”Seorang anak kecil berusia delapan tahunan dikelilingi puluhan lelaki dewasa yang menghunuskan pedang, nampak terpojok di bibir pantai. Ia akan dihabisi oleh orang-orang yang ada disekelilingnya. Hanya jalan ke laut lah yang menjadi jalan satu-satunya. Namun arus dan angin saat itu pasti membawanya ke sebuah pulau yang sangat ditakuti, Pulau Iblis Kematian.Liong Yun nama anak itu. Ia menengok ke belaka
“Aku tidak akan menjadi mayat. Lebih baik aku menjadi Iblis agar bisa membalaskan semua dendam keluargaku!”Liong Yun berteriak. Anak lelaki yang masih berusia delapan tahun itu sudah menanggung beban dendam yang besar. Ia tanpa rasa takut memasuki jalan setapak yang terbentang di depannya.Saat Liong Yun mulai memasuki bagian dalam pulau itu, ia melihat sebuah cahaya terang yang mencolok diantara kegelapan pulau diselimuti hutan. Ia pun menjadikan titik cahaya itu sebagai tujuan. Beberapa kali ia meringis kesakitan merasakan terinjak batu berduri ataupun digigit binatang. Karena gelapnya tempat itu ia tidak mengetahui hewan apa saja yang sudah menggigitnya.Anak itu terus berjalan dengan sisa-sisa tenaga dan semangatnya. Sesekali ia terjatuh dan merasakan hewan-hewan dibawah langsung menyerangnya. Hanya dengan menyapu dengan tangan ia coba menepis hewan-hewan yang merayapi tubuhnya. Hewan yang menggigit dimana saja tempat ia singgahi.Keadaan Liong Yun semakin payah. Ia merasa pandan
“Murid-murid Kuil Dewa memberi hormat!” ucap seluruh biksu Kuil Dewa seraya berlutut melihat kedatangan Biksu Kaiming dan Biksu Tian Kong.“Apa yang terjadi?” tanya Biksu Kaiming, ketua generasi ke sepuluh Kuil Dewa.“Seseorang telah mengacau di Aula Agung,” jawab salah seorang murid.Biksu Kaiming dan Biksu Tian Kong langsung melesat ke dalam. Mereka langsung menuju Aula Agung tempat yang dianggap paling suci di tempat itu. Tempat dimana terdapat Tiga Patung Dewa Teritinggi berukuran besar. Tempat yang dijaga Delapan Belas Biksu Tubuh Emas yang rata-rata memiliki tingkat kesaktian diatas rata-rata orang-orang dunia persilatan.Betapa terkejutnya dua biksu utama itu ketika melihat Aula Agung sudah terbuka dengan paksanya. Pintu hancur berkeping-keping. Sementara keadaan di dalam membuat semua orang pasti bergidik melihatnya. Tiga Patung Dewa tertinggi putus kepalanya dan tergeletak di tanah. Sementara delapan Belas Biksu Tubuh Emas tergeletak di tanah tak sadarkan diri.“Telapak Dewa
Sebuah gedung besar tepat berada di tengah-tengah kota Hong Sha dinamai Kamar Dagang Keluarga Lim. Sebuah keluarga besar yang bukan hanya terkenal dengan anggota keluarganya yang memiliki kemampuan hebat di bidang bela diri namun juga mereka piawai dalam usaha dagang. Pasar besar kali ini dilaksanakan di kamar dagang yang keluarga Lim dirikan.Pasar besar itu akan dilaksanakan tiga hari lagi. Namun sudah banyak para orang-orang dunia persilatan baik dari aliran hitam maupun putih datang berkunjung. Di kota inilah para pendekar dua aliran bertemu tanpa terlibat pertarungan. Sebuah aturan yang sudah sejak lama berlaku dan siapapun yang melanggar tentu akan menjadi musuh bersama dua aliran.Bukan hanya orang-orang dunia persilatan yang tertarik dan datang. Mereka yang merupakan sebuah perkumpulan keluarga terutama mereka yang berasal dari keluarga kaya dan kemampuan beladiri mereka tinggi turut datang meramaikan. Di pasar itulah biasanya mereka menemukan mestika berharga atau pusaka yang
Sebuah pesan maut berwarna merah darah terpampang tepat di bawah telapak tangan berwarna kemerahan. Para pendekar dan ahli beladiri yang berada di tempat itu nampak dibuat sangat terkejut melihat ancaman itu. Sebagian mereka mengenali sebuah pukulan yang terpampang di dinding aula utama kediaman Pemimpin Lim.“Apa maksudnya ini Pemimpin Lim?” tanya seorang lelaki berpakaian ringkas dengan sebilah pedang di punggungnya.Orang yang bertanya itu adalah seorang ahli pedang ternama di wilayah Selatan. Orang-orang menyebutnya sebagai Raja Pedang dari Selatan. Murid salah satu Malaikat Sakti Dunia Persilatan."Ancaman ini baru saja kami dapatkan. Sepertinya erat hubungannya dengan tragedi yang menimpa keluarga Liong sepuluh tahun silam,” terang Pemimpin Lim.“Ahhh.. tragedi itu benar-benar memalukan. Apakah kau juga terlibat pada penyerangan itu? Sampai sekarang aku tidak mengetahui siapa orang yang memberikan perintah untuk menghabisi keluarga Pendekar Liong Chen. Hanya ada berita bahwa ia