Beranda / Pernikahan / IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU / Bab 6. Keributan di Rumah Sakit

Share

Bab 6. Keributan di Rumah Sakit

Penulis: Ananda Zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-03 08:40:31

Setelah mendengarkan dokter kandungan yang mengomel panjang kali lebar kali tinggi, aku dan ibu pun pamit melangkahkan kaki keluar dari ruang dokter dengan perasaan amburadul.

"Met, ibu capek. Kita istirahat di ruangan nifasnya si Yana saja ya," pinta ibu.

 

Aku mengangguk. Aku juga merasakan kelelahan yang menyerbu leher dan pundak akibat terlalu tegang memikirkan nasib anak istri. 

 

Kami berjalan perlahan menuju ruang nifas. 

 

"Ibu tadi kok berani banget sih membantah dokternya?" tanyaku pada ibu.

 

Ibu melirik galak padaku. "Ibu cuma mau cari dukungan, Met. Karena hal seperti itu yang ibu kenal selama ibu masih muda dulu."

 

"Tapi kan justru ibu yang mendapat omelan dari dokter," tukasku cepat.

 

Ibu hanya diam tanpa menjawab dengan sepotong kalimatpun.

 

"Slamet takut jika orang tua Yana sampai tahu soal rumput fatimah tersebut, terus menuntut kita gimana dong Bu?"

 

Ibu juga tampak terkejut. "Lah, kamu jangan bilang kalau karena rumput fatimah dong. Lagian banyak yang minum tapi enggak apa-apa tuh. Itu si Yana aja yang lemah fisiknya."

 

"Kalau keluarga Yana nyuruh kami berpisah, gimana dong Bu?"

 

"Ya kebetulan dong. Biar kamu bisa memilih yang lain."

 

"Lah kalau kita dilaporin polisi, gimana dong?"

 

"Atas tuduhan apa? Kita kan nggak melakukan kejahatan apa-apa." 

 

Aku terdiam. Tiba-tiba terdengar dering telepon. 

 

Dan aku sangat terkejut saat melihat nama peneleponnya.

 

"Bapak mertua..,"

 

Dengan takut-takut aku menekan layar lalu mendekatkan ke telinga.

 

"Assalamualaikum."

 

"Waalaikumsalam, Slamet? Kenapa ndak ngabari bapak sama ibu kalau Yana sudah melahirkan?"

 

Aku terdiam. Wah, berat ini. Jujur saja aku tidak mengabari bapak dan ibu mertua karena lupa. Kondisi Yana yang sudah seperti itu membuatku lupa untuk memberitahu orangtuanya saking paniknya. Takut juga sih. Karena kondisi Yana benar-benar di luar perkiraan.

 

"Ya, sebenarnya ini mau memberitahu bapak dan ibu, tapi sudah keduluan bapak dan ibu yang nelepon," sahutku.

 

"Masak sih? Tadi kok Dina telepon bapak, katanya Yana operasi dan butuh darah banyak? Malah kamu bilang agar merahasiakan dari bapak," tanya bapak mertua dari ujung telepon. Suaranya terdengar berat dan menyeramkan.

 

Mamp*s kan. Emang mbak Dina super cerewet. Untung aku belum memberitahu tentang pengangkatan rahim pada keluarganya. Bisa-bisa jadi sate nih.

 

"Yana malas gerak Pak, karena itu kepala bayinya tidak mau turun dan akhirnya perdarahan," tukasku berbohong. 

 

"Memang ada hubungannya antara malas gerak dengan perdarahan? Lagipula saya tidak percaya kalau Yana malas gerak. Dia itu anak yang paling rajin. Pasti ada yang terjadi dengan Yana saat bersalin."

 

Aku menghela nafas.

 

"Ya sudah kalau bapak tidak percaya. Tapi saya dan ibu sudah melakukan yang terbaik untuk Yana," tukasku kesal.

 

Suara di seberang terdiam. 

 

"Ya sudah. Kami akan kesana sekarang. Di rumah sakit mana Yana dirawat?"

 

"RSUD," tukasku pendek.

 

"Kalau anak Yana gimana kabarnya? Sehatkan?"

 

Mamp*s dua kali!

 

"Masih dibawa ke ruang bayi Pak. Keluarga tidak boleh masuk," sahutku menghindar.

 

"Ya sudah. Bapak sama ibu mau kesana,"

 

"Ya Pak, Slamet tunggu," tukasku lalu menutup telepon setelah mengucap salam.

 

"Apa kata mertuamu?" tanya ibu dengan wajah cemas.

 

"Bapak dan ibu mau kesini." 

 

"Terus apa mereka sudah tahu tentang kondisi Yana yang sebenarnya?"

 

Aku menggeleng. "Belum, entahlah kalau sampai tahu."

 

Belum sempat ibu menyahut, ponselku berdering lagi. Rupanya dari mas Ali.

 

"Dek, kami sudah sampai di tempat parkir rumah sakit, gimana caranya donor? Kamu jemput kami ya," kata mas Ali.

 

"Baik Mas."

 

"Ibu, Slamet jemput mbak Dina dan mas Ali dulu."

 

"Iya. Kalau bisa jangan bikin keluarga Yana marah sama kita. Pokoknya aturlah gimana caranya biar mereka mengira kejadian ini karena kesalahan Yana, bisa?" 

 

"Bisa Bu," tukasku mengangguk lalu segera melesat pergi. 

 

"Mas! Mbak!" aku melambaikan tangan ke arah mas Ali dan mbak Dina. Wah, benar. Mereka berdua mengajak beberapa orang untuk ke rumah sakit.

 

"Gimana kondisi Yana?" tanya mas Ali cemas.

 

"Masih belum sadar Mas. Ada di ruang ICU."

 

"Kok bisa sih perdarahan gitu? Kamu apakan adik kami?" tanya mbak Dina penuh selidik.

 

"Yana itu yang males gerak mbak, jadi susah persalinannya. Sudah mbak, sekarang yang lebih penting, Yana membutuhkan darah. Ini tolong dibawa ke PMI ya Mbak," Aku menyerahkan secarik amplop pada mbak Dina dan mas Ali.

 

"Baiklah," tukas mbak Dina dan berlalu pergi. 

 

"Huft, satu masalah terselesaikan," gumamku lega.

 

***

 

"Piye reaksi keluarganya Yana? Mereka tahu nggak tentang kondisi yang sebenarnya pada Yana?" ibu memberondongku dengan pertanyaan saat aku baru saja muncul. 

 

Aku menghembuskan nafas kasar. 

 

"Sementara ini Slamet hanya mengatakan kalau kondisi Yana disebabkan oleh kemalasannya saat hamil. Jadi persalinannya susah. Slamet tidak menyebutkan rumput fatimah dan rahim robek."

 

"Ya emang gitu kan kejadiannya. Karena rahim Yana yang terlalu lemah, minum rendaman rumput fatimah saja jebol," tukas ibu ketus.

 

"Tapi nanti gimana kalau keluarga Yana tanya langsung ke dokternya?" tanyaku.

 

"Ya udah biarin aja. Salah sendiri kurus kering. Coba badannya seperti badannya ibu, subur dan kuat melahirkan anak hanya dengan minum air rendaman rumput fatimah."

 

"Ya sudahlah Bu, mungkin sudah takdir kalau kelahirannya Yana seperti ini."

 

Ibu hanya terdiam mendengarkan ucapanku.

***

Sekitar 1 jam kemudian, mas Ali dan mbak Dina telah sampai di rumah sakit kembali sambil membawa dua kantong darah.*

 

"Met, ini darahnya. Ayo kita antar ke ruangan ICU," tukas mbak Dina. 

 

Aku menurut dan mengikuti langkah cepat mbak Dina lalu menuju ke ruang Yana dirawat.

 

"Ya Allah dek, cepat sembuh ya. Semoga kembali sehat,"lirih mbak Dina berucap di balik tembok kaca tebal yang memisahkan kami.

 

"Aamiin," tukasku.

 

"Jadi gimana bisa seperti ini? Cerita yang lengkap Met!" seru mas Ali melotot kearahku.

 

"Melihat kondisi Yana yang seperti ini, tidak mungkin kalau hanya malas gerak saja. Mas mungkin hanya lulusan SMF, tapi Mas juga kerja di rumah sakit. Ini jelas karena ada sesuatu yang salah pada penanganan persalinan," mas Ali mendekat padaku.

 

Aku menunduk. 

 

"Hei, kamu nuduh kami berbohong dan melakukan sesuatu pada Yana?" tiba-tiba terdengar suara ibu di belakangku.

 

"Saya tidak menuduh Ibu berbohong. Saya cuma tidak ingin ada sesuatu ditutup-tutupi padahal berkaitan dengan nyawa adik saya. Jika kalian terbukti membuat adik saya sampai seperti ini, kalian akan menyesal," suara mas Ali terdengar mengancam dan mendirikan bulu roma.

 

***

 

Baru saja aku dan ibu pulang dari  makan malam di kantin rumah sakit, saat di koridor kami bertemu dengan bapak Yana yang tiba-tiba merengsek maju ke arahku, mencengkeram krah baju lalu meninju wajahku.

Buaaaaghhhh!

Catatan kaki: 

 

*Transfusi darah, ada 4 macam golongan darah yaitu A, B, AB, dan O. Dahulu golongan darah O disebut donor universal, yaitu golongan darah yang bisa memberikan darahnya ke siapa saja. Dan golongan darah AB merupakan resipien universal yaitu golongan darah yang bisa menerima semua jenis golongan darah. Tapi semakin berkembang zaman, sekarang transfusi hanya dilakukan dengan sesama golongan darah saja. 

 

Stok kosong di PMI bukan berarti beneran kosong melompong ya. Ada cadangan 1 atau 2 kantong. Jadi keluarga pasien yang membutuhkan darah, diharap membawa pendonor sebagai ganti stok yang diberikan pada pasien tersebut.

 

*SMF = Sekolah Menengah Farmasi

 

 

Bab terkait

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Part 7. Sumpah Seorang Ibu

    Baru saja aku dan ibu pulang dari makan malam di kantin rumah sakit, saat di koridor kami bertemu dengan bapak Yana yang tiba-tiba merengsek maju ke arahku, mencengkeram krah baju lalu meninju wajahku.Buaaaaghhhh!Aku terpental dan terjatuh di ubin rumah sakit. Beberapa keluarga pasien yang sedang duduk di kursi tunggu serentak berdiri dan mengelilingi kami.Aku merasakan pipiku ngilu dan darah mengalir di ujung bibir. Dengan perlahan aku berusaha bangkit. Tapi sebelum sempat benar-benar berdiri, sebuah tangan sudah terkepal dan meninju wajah sebelah kiriku. "Aargggh!"Ibu menjerit. Sedangkan kedua pipiku memanas. Hendak membalas tapi tidak mungkin karena yang memukulku adalah mertuaku sendiri. "Apa salah Slamet Pak? Saya tidak terima kalau anak saya dipukuli oleh mertuanya sendiri!" Seru ibu sambil membantuku berdiri. "Saya cuma memukul pipi Slamet dan ibu berteriak-teriak seperti kesetanan? Terus gimana perasaan saya saat melihat anak saya terkapar tak berdaya di dalam ruang I

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 8. Pura-pura Amnesia

    Mendadak kepalaku terasa pusing dengan mata berkunang-kunang. "Slamet!" seru ibu sambil memegangi tubuhku yang sempoyongan. Entahlah, tanpa sadar aku merasakan pandanganku menggelap. Mungkin karena tidak beristirahat seharian atau bisa juga karena baru saja menerima 2 tonjokan maut.Satpam di sebelah segera memapahku. "Lihat perbuatan bapak pada anak saya. Saya bisa adukan bapak ke polisi atas dasar penganiayaan!" kata ibu menuding bapaknya Yana."Slamet nggak apa-apa, Bu," sahutku lirih."Nggak apa-apa gimana? Bibir kamu berdarah, pipi keunguan. Ibu tidak terima!""Silakan saja kalau mau lapor, saya juga bisa lapor polisi atas dasar percobaan pembunuhan atau KDRT, kita bisa lihat nanti siapa yang berhasil," tukas mas Ali menatapku tajam.Hatiku berdebar. Benarkah gertakan mas Ali ini? "Lihat juga anak kamu. Tanya hati nuranimu. Kamu gak kasihan lihat anak kamu gak bisa nafas gara-gara perbuatan kalian? Kalau ada apa-apa sama adik dan ponakan saya, kalian akan tak hiiih!" Seru mbak

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 9. Sadar dari Koma

    Flash back on :Aku tidak tahu minuman apa yang diberikan padaku karena tiba-tiba perutku terasa mulas. Rasanya seperti mau mati saja. Seolah ada tangan-tangan yang meremas perutku dengan sekuat tenaga. Aku mengerang-erang sampai sepertinya mas Slamet dan mertuaku marah. Tapi aku tidak peduli lagi dengan omelan mertua karena selama ini aku sangat menuruti kemauan mereka, padahal aku sudah tidak tahan lagi. Jadi sekarang aku tidak peduli jika aku berteriak keras-keras karena aku sungguh kesakitan.Hingga saat aku mulai naik ke atas bentor, aku tidak bisa menahan rasa mulas, hingga akhirnya aku merasakan ada yang meletus di dalam jalan lahir.Dan saat itu seolah sebuah tangan meremas perutku sekuat tenaga membuat seluruh pandanganku menggelap.***Aku tidak tahu berapa lama aku tidak sadar, tapi aku merasakan perutku sakit luar biasa dan badanku seakan tidak punya tulang. Sangat lemas dan tidak bertenaga. Mataku pun hendak terbuka tapi terasa sangat berat.Tapi telingaku seolah mend

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 10. Mitos Bayi Menangis

    Salah beli baju menyesal sehari, salah potong rambut menyesal seminggu. Tapi salah milih suami, menyesalnya semur hidup.***Yana dan keluarganya serentak menatap ke arah suster itu. "Apa kabarnya bayi saya Sus?" tanya Yana cemas.Suster itu lalu memandang Yana sejenak dan berkata, "Alhamdulillah, bayinya sudah mulai menangis keras. Dan sekarang rencana mulai dipasang selang untuk minum susu. Apa ada permintaan susu tertentu dari pihak keluarga?" Setelah mendapat keterangan dari suster tentang bayinya, Yana merasa energi luar biasa seolah merasuki tubuhnya.Ada semangat untuk sehat dan sembuh yang terpancar dari hati."Suster, berikan yang terbaik untuk cucu saya. Mahal tidak apa-apa. Petugas medis pasti lebih tahu kandungan susu yang terbaik untuk kondisi cucu saya. Karena anak saya baru keluar dari ICU, ASInya belum lancar," Ucap ibu Yana sambil mendekat ke arah suster tersebut."Oh, baiklah. Kalau gitu saya sampaikan ke ruang bayi dulu ya," suster itu hendak pamit meninggalkan rua

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 11. Tuluskah Permintaan Maafnya

    Jangan pernah membuat wanita yang mencintaimu menangis, karena akan sangat menyakitkan bila ada pria lain yang membantu menghapus air matanya.***Ibu Slamet ngeloyor pergi setelah mendapat ceramah gratis tentang bayi menangis dan pisang yang tidak boleh diberikan pada bayi kurang dari 6 bulan. "Bu, mau kemana?" tanya Slamet mengejar ibunya yang berjalan mendahului."Diam dulu Met. Ibu lagi berpikir," Ibu Slamet mempercepat langkah menuju kantin rumah sakit dan Slamet mengikutinya dengan bingung."Pak, bakso satu es teh satu," kata ibu Slamet sambil duduk di salah satu kursi."Bu, Slamet juga pesen bakso ya," pinta Slamet lalu duduk di depan ibunya. "Pesen ajah," sahut ibunya lalu membuka kulit pisang dan memakannya."Heran sama anak muda sekarang. Nggak ada sopan-sopannya sama orang tua," tukas ibunya Slamet kesal."Maksudnya apa, Bu?" tanya Slamet bingung. "Suster yang tadi lo Met. Masih bocah kok berani-beraninya ngasih tahu ibu. Padahal kalau lihat wajahnya, pasti dia belum ni

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 12. Tiga Syarat

    Pergilah dariku, maka kamu tidak akan menemukan pengganti yang terbaik dan mengerti kamu melebihi aku.***Saat suster itu hendak mendorong kursi roda Yana masuk kedalam ruang bayi, Slamet tiba-tiba berseru, "Yana, mas tahu kalau kamu hanya pura-pura lupa ingatan saja kan, maafkan Mas ya. Ayo kita mulai dari awal. Mas janji akan membantu semua pekerjaan rumah kamu," Yana masih duduk diatas kursi roda dan meminta pada suster untuk berhenti, lalu dia menoleh pada Slamet dan berkata, "Kamu bilang apa sih? Saya beneran nggak kenal sama kamu," tukas Yana ketus dan memberi tanda pada suster untuk mendorong kursi rodanya lagi."Yan...Yana! Tunggu!" Slamet terkejut dan meremas rambutnya frustasi."Met! Ora pantes wong lanang ngemis-ngemis nang wong wadon koyok ngono!" seru ibu Slamet sambil menarik tangan Slamet agar berdiri.Ali yang melihat pemandangan di hadapannya tersenyum geli.Slamet menurut pada ibunya. Dia berdiri perlahan tapi tidak mengikuti langkah sang ibu yang menjauh dari rua

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 13. Mitos Nifas

    Pria yang bersifat seorang raja akan memposisikan wanitanya sebagai ratu, tapi pria yang bersifat penjahat, akan memposisikan wanita sebagai belenggu atau bahkan alas di kakinya.***Ibunya terkejut melihat Slamet membuka wadah obat nyamuk cair dan mendekatnya ke mulutnya. "Tolong izinkan Yana dan anak Slamet kembali ke sini atau ibu akan melihat mayat Slamet!" teriak Slamet yakin.Ibunya mendelik! Tidak menyangka Slamet akan berbuat nekat seperti itu. "Turunkan obat nyamuk itu, Met. Bahaya!" Seru ibunya panik."Tidak Bu! Lebih baik Slamet mati saja jika Yana dan anak Slamet tidak pulang kesini!" Seru Slamet bertahan. Ibu menghela nafas. Merasa ragu apakah Slamet hanya akting saja demi membawa Yana dan anaknya pulang atau benar-benar berani meminum obat serangga itu."Met, ibu tahu. Kamu tidak akan senekat itu. Ibu tahu kamu bisa berpikir logis. Dan yang terpenting, ibu yakin kamu takut untuk meminumnya!" Kata ibunya yakin.Slamet terhenyak. Dia tidak menyangka jika ibunya tidak mu

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    Bab 14. Kedatangan Tetangga

    Yana melihat mertuanya pergi menjauh dengan tersenyum penuh kemenangan."Emang enak," gumamnya lirih lalu kembali ke bayinya dan memeluk sang anak seraya memejamkan mata kembali."Yan, mas berangkat dulu ya," kata Slamet yang muncul dari kamar sebelah."Iya Mas," sahut Yana setengah terpejam.Memang sesuai kesepakatan dalam masa menunggu ingatan Yana kembali, Yana meminta tidur di kamar sendirian dengan bayinya dan Slamet di kamar sebelah.Dan Slametpun setuju. Dia tidur di kamar sebelah kamar Yana. Dan akan masuk ke kamar Yana kalau Yana memintanya untuk membantu menggendong anak mereka sementara Yana melanjutkan istirahat setelah menyusui.Slamet mendekat ke arah Yana. Sebenarnya dia ingin Yana kembali seperti dulu. Mengantarkannya sampai ke pintu depan rumah saat dia berangkat bekerja. Tapi sekarang, jangankan mengantarkan ke depan pintu, untuk tersenyum tulus pada Slamet saja sepertinya Yana keberatan. "Huft, entah lupa beneran atau pura-pura lupa, aku bersyukur Yana mau tinggal

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03

Bab terbaru

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    71. Ending

    Tita berdiri sambil menyeringai di depan restoran milik Bagas. Kondisi restoran Bagas yang menurun dari bulan ke bulan menyebabkan dia harus memberhentikan beberapa karyawan termasuk satpam yang biasanya berjaga di pintu keluar.Tita segera menyalakan korek api dan melemparkannya ke arah restoran milik Bagas. Api menjalar dengan cepat membakar bagian depan restoran Bagas. Tita dengan rasa puas pun masuk lagi ke dalam mobilnya. "Mampus kamu, Yana. Aku baru bisa mati dengan tenang kalau kalian bangkrut. Aku tidak peduli lagi jika aku harus ditangkap polisi setelah ini. Yang penting aku bisa melihatmu apes," tukas Tita sambil melaju ke arah rumah sakit. ***Bagas terjaga dari tidur saat mendengar dering ponselnya berbunyi nyaring. Tanpa melihat nama penelepon, Bagas mendekatkan benda itu ke telinga."Halo.""Halo, Pak. Restoran Bapak kebakaran!"Mata Bagas langsung terbelalak. "Hah, tidak mungkin! Kamu siapa, jangan mengajak bercanda saya!""Demi Tuhan, Pak. Saya Doni, pemilik fotoko

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    70. Positif HIV

    Tiiin!"Aaarghhh!"Slamet menjerit saat motor itu menabraknya. Lelaki itu terjatuh dan mengerang kesakitan. Sementara itu, pengendara motor yang menabraknya juga terjatuh. "Aaargh, tolong!"Slamet berteriak kesakitan sementara pengendara motor yang ikut terjatuh, sudah tidak sadarkan diri. Darah bercucuran dari kepala pengendara motor tersebut. Beberapa orang yang mendengar suara tabrakan motor dan suara erangan Slamet mengerumuninya. "Astaga, Slamet! Tulang kamu sampai terlihat!" jerit Tita kaget seraya menuding siku Slamet. "Aduh Mbak, sakit banget! Rasanya kayak mau mati! Bawa aku ke rumah sakit atau panggil ambulance mbak!!!" seru Slamet di tengah erangan kesakitan nya. "O-oke. Baiklah. Kamu tenang dulu. Aku akan segera menelepon ambulance."Slamet dan kedua kakak nya terkejut saat mendengar dokter mengatakan vonis yang begitu meruntuhkan hatinya. "Bapak mengalami patah tulang luar. Jadi harus operasi hari ini. Masalah utamanya adalah Bapak mengalami positif HIV."Slamet me

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    69. Rencana Slamet

    "Wah, mbak Eva berubah banyak ya sejak aku pergi!" seru Slamet sambil menenteng mobilnya. "Iya dong. Aku udah perawatan salon dan ke klub fitness. Bodiku sudah mulai oke. Aku tinggal cari mangsa," tukas Eva yakin. Tita dengan santainya memakan apel di depannya. "Aku juga semakin intens dengan pak Suryo. Tidak ada lagi keinginan ku untuk merayu Bagas lagi. Aku sudah menemukan sumber uang dan aku tidak ingin kehilangan nya.""Wah, bagus deh kalau begitu. Gimana kalau Mbak Eva juga dikenalkan pada teman-teman pak Suryo? Kali aja ada yang berminat?" usul Slamet."Nantilah. Baru dua minggu juga perawatan nya. Belum maksimal nih.""Ngomong-ngomong kamu apa kabar? Gila bener kamu udah nggak pulang dua minggu."Slamet hanya nyengir saja. Lalu menunjukkan layar ponsel nya. Kedua kakaknya mendelik. "Seratus juta? Gila, Met. Kita bisa bikin kafe mungil lalu dengan perlahan-lahan kita perluas kafenya," tukas Tita dengan mata berbinar. "Yah, itu dia. Awalnya arisan brondong nya hanya seminggu

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    68. Arisan Brondong

    Slamet baru saja menuntaskan hasratnya pada Sasa, saat mendadak ponsel Sasa berbunyi nyaring. Dengan setengah hati, Sasa meraih ponselnya. Sesaat setelah bercakap-cakap, Sasa mengakhiri panggilan dan memeluk erat tubuh Slamet. "Ada apa nih? Kamu kok kelihatan nya seneng banget, Yang?" tanya Slamet penasaran. Dibelainya rambut Sasa dan diciumnya kening Sasa dengan lembut. "Aku berhasil, Yang. Bisnisku deal!" tukas Salsa bangga dan bahagia."Hm, syukurlah kalau begitu. Kamu itu sebenarnya kerja apa sih?" tanya Slamet akhirnya. Sasa menatap wajah Slamet dengan serius. "Bisnis ku banyak. Apa benar kamu ingin tahu? Tapi ada syaratnya."Slamet mengerutkan keningnya. "Pakai syarat segala. Emang bisnis apa sih?" tanya Slamet. Rasa penasaran kini berbalut rasa curiga.'Jangan-jangan Sasa bisnis organ manusia atau narkoba? Dia kan kayak enggak kekurangan uang?' tanya Slamet dalam hati. Sasa menyeringai. "Jadi kuberitahu pekerjaan ku, tapi jika kamu menjauh, aku akan membunuhmu. Kalau ka

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    67. Pekerjaan Haram

    "Oke. Deal!"Tanpa berpikir panjang, Slamet mengiyakan ajakan Sasa. Sasa tersenyum penuh kemenangan. "Baiklah. Tapi aku juga ingin meminta tolong padamu."Slamet mengernyitkan dahinya. "Menolong apa? Aku nggak punya uang untuk menolong mu, Sa."Sasa tertawa. "Bukan uang yang kupinta. Tapi kesediaan kamu untuk keperkenalkan pada teman-teman ku.""Hm, oke. Tidak masalah kalau kamu butuh pencitraan, Sa. Aku bersedia diperkenalkan pada teman-teman kamu."Sasa pun mengangguk dan menggenggam telapak tangan Slamet. Ada senyum aneh terukir di bibir Sasa. "Apa kita harus melakukannya sekarang?" tanya Slamet saat mereka sudah berada di kamar hotel. Sasa mendekat ke arah Slamet tanpa ragu. Bahkan perempuan itu mulai membuka kaos hitam yang dikenakan Slamet. "Apa kamu tidak ingin melakukan nya? Saya sudah mengamati kamu di tempat fitnes beberapa minggu. Dan sekarang baru berani mengajakmu check in," tukas Sasa sambil berbisik di telinga Slamet.Slamet menelan ludah. Hatinya penuh keraguan, ta

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    66. Tawaran Menggiurkan

    "Ada apa, Dek?" tanya Ani panik. Takut terjadi sesuatu pada adik-adik di panti asuhan nya. Adik-adik dari panti asuhannya terengah-engah di hadapan Ani. "Ada apa, Dek? Apa ada yang terluka?" tanya Ani sekali lagi. Adik-adik pantinya menggeleng. "Justru tidak Mbak, kami membawa berita bagus. Tapi kami takut Mbak ini tidak dapat melakukan nya."Ani mengerutkan keningnya. "Ada apa sih?""Tujuh puluh lima bungkus keripik debog pisang abis, Mbak!"Mata Ani berbinar mendengarnya. "Wah benarkah? Alhamdulillah dong!""Bahkan ada yang pesan lagi. Ini sudah ada yang pesan sekitar 200 bungkus. Dan minta selesai dalam waktu dua hari."Ani mendelik tapi senyumnya terkembang. Bahagia walau kaget."Wah, kalau begitu kalian harus membantu Mbak dong!""Tentu saja, Mbak. Apapun akan kami lakukan demi kemajuan panti asuhan kita. Apalagi kalau nanti kita punya toko sendiri. Kita bisa memperkerjakan anak-anak yang sudah lulus SMA. Seperti aku, misalnya," sahut salah seorang adik panti asuhan Ani. Ani

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    65. Ide Baru

    Yana terdiam sambil meraih keripik pare lalu mencicipi nya. "Baik, ada dua hal yang harus saya sampaikan. Kabar bagus dan kabar buruk."Ani mendelik dan menatap wajah Yana dengan tegang. "Itu keripik homemade. Jadi tanpa bahan pengawet, Bu. Aman insyallah."Yana mengangguk. "Iya saya tahu. Makanya saya ingin menyampaikan kabar baik dan kabar buruk. Mana yang ingin kamu dengar dulu?""Kabar buruk dulu saja, Bu."Yana menghela nafas. "Secara pengemasan masih kurang rapi dan karena bahan alami, maka kamu perlu alat peniris minyak atau spinner agar keripik kamu tidak tengik alias bisa awet dalam waktu lama."Ani mengangguk-anggukkan kepalanya. "Lalu kabar baiknya apa, Bu?""Rasanya enak, renyah, bumbunya pas. Saya suka dan saya setuju kalau mengadakan konsinyasi dengan kamu."Mata Ani berbinar. "Benarkah? Benar. Tapi dengan syarat kamu benahi kemasannya dan belilah spinner dulu untuk meniriskan minyak. Kalau kamu perlu modal, bilang saja. Bayar setiap bulan tanpa bunga."Ani menggeleng

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    64. Ide Ani

    Slamet tercengang dan memandangi Ani yang merentangkan kedua tangannya menghadang lelaki itu. "Menyingkirlah kamu! Kamu itu tidak penting bagi saya! Kamu tidak usah kepo dengan urusan pribadi rumah tangga saya!""Tidak! Saya tidak akan pernah mengijinkan Bapak untuk membuat Bu Yana sedih lagi!"Ani merengsek maju dan merebut Fajar dari tangan Slamet. Tubuh Ani yang tinggi besar dan gempal membuat posisinya dan Slamet seri.Sementara itu Yana bergegas berteriak di depan gerbang rumah nya menarik perhatian seluruh tetangga."Tolong! Tolong saya! Fajar hendak dibawa bapaknya!" seru Yana. Beberapa tetangga menghambur masuk ke dalam rumah. Beberapa orang pria langsung memegangi tangan Slamet. Slamet mendelik saat melihat anaknya yang tengah menangis berhasil berpindah tangan pada Ani. "Sial*n kalian semua! Ini urusan pribadi rumah tangga kami. Apa salah kalau saya ingin membawa anak saya pulang ke rumah saya?" tanya Slamet sambil memandang semua orang yang berkumpul di halaman depan r

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    63. Sidang Pertama

    Ani menatap ke arah pengacaranya dengan ragu. Pengacaranya berdiri dan menganggukkan kepalanya lalu berjalan terlebih dahulu ke dalam ruang sidang.Pengacaranya dengan langkah pasti menuju ke salah satu tempat duduk lalu Ani mengikuti. Tangan Ani berkeringat dingin dan memandang empat orang hakim dengan satu panitera di dalam ruangan sidang. Pengadilan itu menatap Ani. "Sudahlah, Bu. Jangan cerai saja. Kembali saja pada suami dan kasihan anak," tukas salah seorang dari hakim yang duduk di tengah. Ani menatap ke arah hakim dengan wajah serius lalu menjawab seperti yang diajarkan oleh pengacara Yana. "Maaf, Pak Hakim. Saya tidak kuat dengan temperamennya yang kasar dan tidak memberikan nafkah selama beberapa tahun pernikahan kami. Bahkan dia sering menyiksa saya dan anak saya. Saya sungguh tidak kuat hidup dengan suami seperti itu," tukas Ani dengan mantap. Hakim melihat berkas lembar yang telah ada di mejanya dengan teliti. Lalu memandang ke arah pengacara yang duduk di sebelah An

DMCA.com Protection Status