396Aldo makan dengan lahap seperti orang kelaparan. Padahal si empunya rumah sejak tadi memasang wajah tidak bersahabat.Bagaimana tidak? Aldo dengan sesuka hati mencium dirinya tanpa izin. Sudah begitu, tidak merasa bersalah sama sekali. Selepas kabur tadi, Aldo kembali dengan wajah segar menandakan ia sudah mandi. Pemuda tengil itu tanpa ditawari atau meminta izin langsung melahap berbagai masakan buatan Anyelir yang di lidahnya terasa sangat lezat.Mungkin karena tidak makan di lokasi ijab qabul tadi, perutnya sangat keroncongan. Alhasil ia makan dengan sangat lahap tak peduli Anyelir yang sejak tadi terus cemberut.“Masakan Ibu sangat lezat. Apa Ibu pernah ikut kelas memasak?” Tanya Aldo saat makanan di piringnya tersisa sedikit.Lagi, Anyelir tak ingin menjawab. Sungguh ia masih kesal dengan pemuda yang bila saja usianya lebih tua darinya, atau paling tidak seumuran, mungkin ia akan tertarik secara fisik. Ya, fisik saja, karena sifat Aldo sama sekali tidak akan menarik perhatian
397“Ada apa, Bu? Apa ada tikus lagi?” Aldo berlari begitu mendengar teriakkan Anyelir.“Mana tikusnya?” Ia bertanya lagi. “Nah, di sini Ibu bebas angkat-angkat rok atau mau dibuka sekalian, karena cuma ada aku, dan kita sudah sah.”Anyelir memejamkan mata agar emosinya tidak meluap. Menikahi laki-laki muda dan petakilan seperti Aldo membuat emosinya selalu tersulut.“Bu, mana tikusnya?” Dengan wajah tak berdosa dan sok polos, Aldo celingukan ke sana ke mari seolah mencari sesuatu. Terakhir ingin menyibak rok Anyelir.“Tikus gundulmu!” Anyelir berseru keras seraya melemparkan handuk basah ke arah wajah Aldo. “Apa begini kebiaasanmu? Menaruh handuk basah sembarangan?”Anyelir menatap tajam wajah yang semula tertutup handuk itu. Sementara Aldo sendiri tak mengerti dengan maksud Anyelir.“Maksud Ibu? Kebiasaan apa, Bu?” Pemuda itu menatap heran.Mata Anyelir melebar. Wajah itu baginya sangat memuakkan. “Kebiasaan menaruh handuk basah setelah mandi! Bukankah aku sudah bilang jika di sini
398Aldo berjalan memasuki kamar yang berada tepat di sebelah kamar Anyelir. Sebelah tangannya menenteng tas ransel berisi baju-bajunya. Sementara sebelah lagi tetap memegang kertas perjanjian dari Anyelir.Pemuda itu melemparkan ransel ke pojok dekat lemari dengan sembarang begitu tiba di kamar yang tidak lebih besar dari kamar milik Anyelir. Kemudian mendudukkan dirinya di atas ranjang yang juga tidak begitu besar.Matanya tak lepas memandangi kertas yang berisi surat perjanjian itu. Entah sejak kapan Anyelir membuat semua itu. Sepertinya ia sudah menyiapkannya jauh-jauh hari. Sungguh, pernikahan mereka jadi seperti pernikahan kontrak sungguhan. Aldo tidak menyangka jika harus terjebak dalam pernikahan kontrak seperti ini.“Kedua belah pihak tidak boleh mencampuri kehidupan pribadi masing-masing.” Aldo mulai membaca poin pertama perjanjian itu.“Pernikahan tidak akan berjalan lebih dari setahun.” Untuk poin dua ini ia setuju. Dalam waktu setahun cukup untuk membuat orang lupa jika p
399Aldo menjatuhkan tubuh kembali di tempat tidur. Ponsel yang semula akan ia gunakan untuk menghubungi Gita, ia simpan sembarangan. Matanya menerawang jauh. Entah akan seperti apa perjalanan perkawinannya ini ke depannya. Sepertinya akan sangat sulit untuk menaklukan hati Anyelir walaupun hanya untuk parter bicara di rumah.Apa ia harus menyerah dalam waktu yang bahkan masih sangat dini? Anyelir wanita dewasa dan matang. Sudah mapan pula, setidaknya dari segi finansial. Ia tidak akan membutuhkan suami seperti dirinya yang bahkan uang jajan saja masih meminta orang tua. Wanita itu tidak akan segan mengusir dirinya bila sekali lagi melanggar apa yang sudah diputuskannya. Bukan perkara bingung pulang bila suatu saat Ayelir mengusir dirinya dari kediamannya. Namun, mau ditaruh di mana harga dirinya? Terlebih di hadapan Alexander. Ia yang dengan yakin dan percaya diri mengatakan sanggup menjadi seorang suami. Bahkan saat keluarganya keberatan ia menikahi Anyelir, dengan sangat yakin Ald
400Anyelir, Aldo, dan Aira duduk mengelilingi meja makan. Entahlah, Anyelir sebenarnya canggung berada di situasi ini. Ia duduk bersama dengan wanita yang bergelar ibu mertua. Aira sendiri sebenarnya sosok yang menyenangkan. Hanya saja karena pernikahan mereka yang terjadi bukan karena sesuatu yang wajar, ia jadi tidak enak hati dengan keluarga Aldo.Anyelir bukan tidak tahu jika keluarga Aldo tidak setuju pemuda itu menikahi dirinya. Wajar, selain karena usianya masih muda, orang tuanya juga pasti ingin anak bungsu mereka mendapatkan jodoh yang sepadan.Mereka pasti menginginkan Aldo menikahi gadis muda yang selevel. Ia juga heran kenapa pemuda itu bersikeras memutuskan pilihan menikah dengan dirinya. Padahal bisa saja Aldo mengambil jalur hukum. Toh ia tidak bersalah. Malah lebih bagus karena pelaku yang mengerjai dirinya bisa tertangkap. Namun, Aldo tetap memilih menikahi dirinya. Wanita yang oleh kebanyakan orang tidak dilirik sebelah mata pun. Benar-benar pemuda aneh dan unik. D
401“Bu, aku mohon bantu aku!” Aldo bersimpuh dan memeluk kaki Anyelir dengan tidak tahu malu. Tadi pemuda itu mengejar Anyelir saat ingin masuk kamar. Aldo menghadang di pintu dan langsung bersimpuh. Memohon agar Anyelir mau membantu menyelesaikan skripsinya.“Aldo, apa yang kamu lakukan?” Anyelir memekik seraya terus menarik kakinya yang dipeluk Aldo. “Lepaskan kakiku! Apa kau sudah gila?”Bukan melepaskan pelukan di kaki Anyelir, Aldo semakin mengeratkannya. Tangannya bahkan ingin berpegangan ke paha Anyelir. Wanita yang matanya melebar itu gegas menepis tangan Aldo hinggga lelaki itu mengerjap dan kembali memelas.“Maaf, Bu! Aku tidak sengaja. Mohon bantu aku agar cepat selesai. Kalau ibu tidak mau membantu, kapan selesainya? Dosen pembimbing dua, aku tidak begitu kenal. Kami tidak dekat.”“Kau pikir akrab denganku? Aku pun tidak mengenalmu, kita tidak dekat!” Anyelir semakin risih. Bukan apa-apa, ia memakai rok yang bisa saja tersingkap jika Aldo terus memeluknya seperti itu.“Ta
402 Aldo seperti cacing kepanasan menunggu Anyelir pulang. Ia tak bisa keluar karena tidak tahu password pintunya. Sementara nomor telepon Anyelir pun ia belum menanyakan. Alhasil pemuda itu hanya bisa mendekam di dalam rumah. Suami macam apa dirinya yang tidak tahu nomor istrinya sendiri? Pemuda itu sudah berusaha duduk di depan komputer mencari judul baru untuk skripsinya, tetapi otaknya tidak mau bekerja. Tiduran, main ponsel, bahkan berlari-lari kecil di balkon belakang sudah ia lakukan untuk mengusir jenuh. Ia menyesali sudah berkata buruk kepada Anyelir hingga wanita itu tersinggung dan akhirnya meninggalkannya sendiri. Aldo tidak tahu jika Anyelir sesinsitif itu. Padahal ia hanya berniat bergurau. Aldo menjelajahi isi apartemen Anyelir yang belum sempat dilakukannya. Ruangan-ruangan yang belum pernah ia masuki, dijelajahinya hingga menemukan ruangan kecil yang terhubung dengan balkon. Mungkin itu tempat olahraga Anyelir, karena di sana ada treadmill kecil dan sebuah alat sk
403“Bu Anyelir?” Aldo memandang wanita yang menatapnya tajam di ambang pintu. Pemuda itu gegas menutup panggilan telepon.Tadi saat Anyelir belum pulang, ia berniat akan meminta maaf kepada wanita itu atas perkataannya yang mungkin menyinggung perasaan Anyelir. Namun kini, saat moodnya memburuk karena mengetahui kedekatan Gita dengan Andika, ia malah ingin melampiaskan kepada wanita itu.Aldo melirik jam dinding yang menunjukkan jika hari sudah sore, sebelum menegur wanita itu.“Bu, Ibu ke mana saja? Kenapa pergi selama ini? Apa ibu tidak tahu kalau aku tidak bisa keluar dari sini? Ibu tidak memberi tahu password pintunya. Ibu juga tidak memberiku nomor telepon. Ibu sengaja ya, mengurungku di sini?” Aldo langsung meluapkan kekesalan. Moodnya yang sedang buruk dan hatinya yang gundah membuatnya meluapkan kepada wanita di hadapannya.“Kau mau keluar?” Anyelir bertanya dengan nada sedingin es.“Tentu saja. Ibu pikir aku suka terkurung seharian sendiri di sini? Seharusnya aku sudah kelua
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber