279Bumi berlari ke ruangan lainnya, tetapi tidak mendapati sang ibu atau bajingan itu di mana pun di dalam rumahnya. Napas lelaki itu mulai memburu. Dadanya bergerak sangat cepat menandakan amarah di dalamnya siap meledak. “Ibu....” Ia berteriak hingga rekan-rekannya yang berada di luar berlarian masuk. “Ibuku tidak ada! Apa yang kalian lakukan sejak tadi?” Bumi membentak dengan wajah yang tak dapat digambarkan seperti apa rupanya. Semua rekannya mengernyitkan alis. “Tidak ada? Kami tidak melihat ada yang keluar sejak tadi.” Salah satunya menyahut. “Ya, di pintu belakang juga!” Yang lainnya menimpali. Kini kening Bumi yang mengernyit. Bagaimana bisa? Lelaki itu tampak berpikir, kemudian berlari ke arah sebuah ruangan. Ia ingat ada jendela kayu besar dan rendah di sana yang langsung menghubungkan dengan teras samping rumah kosong di sebelah rumahnya. “Sial!” Ia mengumpat. Jendela itu terbuka dan pintu rumah kosong di sebelah rumahnya juga terbuka. Itu artinya bajingan itu sud
280“Bukankah Sandra sudah ada laki-laki yang mau menikahinya walaupun mengandung anakku? Lalu, apalagi yang kalian permasalahan? Menangkapku atau tidak, tidak merubah apa pun, bukan?” Mata Bumi serasa ingin loncat dari rongganya. Keheranan menyelimuti. Bagaimana bisa ada orang yang pikirannya sepicik itu? “Dan untuk harta Sandra yang sudah diberikan padaku, itu tidak seberapa dengan harta yang direbut ayah mertuamu dari ayah dan nenekku. Mertuamu sudah kenyang menikmati harta kakekku. Diberikan kepadaku sedikit saja, itu tidak akan membuat kalian semua miskin!” Dia terus mengoceh. Sungguh, Bumi semakin heran dengan pemikiran orang ini. Apa yang dikatakannya? Ia memang tidak tahu masa lalu Alexander, tetapi rasanya heran ada orang yang mengoceh menyebut harta dengan menyandera wanita tua yang tidak ada hubungan apa pun dengan semua itu. “Dan kau Bumi, kau sudah menjadi menantu keluarga itu. Kau bisa ikut menikmati harta mereka yang berlimpah. Kenapa kau masih mau capek-capek disuru
281“Sssttt! Ini aku, Aldo!”Mata Aldo melebar. Ia merasa familier dengan suara itu. Tubuhnya yang tegang perlahan melemas. “Mas Bumi?” gumamnya saat lelaki bertopi melepaskan bekapannya. “Kenapa Mas masuk dengan mencurigakan?” Aldo berbalik dan menatap heran lelaki dengan topi dan masker yang menutup wajahnya. “Ini sudah malam. Kupikir Sandra belum tidur. Aku takut dia kaget melihatku.” Bumi menaikkan topinya sedikit hingga tampak memar di pelipis dan telinganya. “Wajah Mas kenapa?” Aldo menatap heran seraya mengamati wajah sang kakak ipar. “Itulah, kenapa aku tutupi. Aku tidak ingin Sandra kaget dan shock. Kupikir dia belum tidur.” Bumi menurunkan lagi topinya. Aldo mengembus napas kasar. Lega. Ternyata yang masuk adalah kakak iparnya. Padahal tadi ia mengira itu penyusup yang ingin menyakiti Sandra. Pantas saja masuk begitu mudah tanpa izin dan langsung menghampiri Sandra. “Kak Sandra baru saja tidur. Dari tadi gelisah terus, nungguin Mas Bumi. Bahkan tidak mau makan. Aku sa
282“Kita pulang ke mana?” tanya Sandra setelah mereka berada di dalam mobil. Ia senang akhirnya bisa menghirup udara bebas. Berada di dalam kamar inap dengan tangan terhubung selang infus, membuatnya seperti terpenjara. Terlebih sebelum kejadian memotong nadi pun, ia sudah lama mengurung diri di dalam kamarnya. Rasanya sudah terlalu lama ia tidak melihat dunia luar. Sandra ingat Bumi pernah mengatakan akan mengajaknya pulang ke rumahnya. Sepertinya Sandra sudah tak peduli seandainya Bumi mengajaknya hidup jauh dari kemewahan. Asalkan bersama laki-laki itu. “Ke rumah papamu dulu. Aku sudah menyiapkan kejutan di sana.” Bumi menjawab dengan datar seperti biasa. “Kejutan apa? Kenapa kau memberitahuku akan memberi kejutan. Seharusnya kau tidak mengatakannya. Agar benar-benar menjadi kejutan. Kalau begini aku akan menerka kejutan apa yang menungguku. Rasanya bukan kejutan lagi.” Sandra mengulum senyum. Bumi lucu, mau memberi kejutan tapi mengatakan lebih dulu. “Oh, begitu, ya?” Bumi
283“Gilang?”Sandra bergumam dengan tubuh mematung. Sepasang bola matanya melebar sempurna. Apakah benar laki-laki yang mulutnya dibungkam dan tangannya diikat ke atas dengan wajah penuh lebam itu, laki-laki yang pernah begitu ia cintai? Benarkah laki-laki yang matanya bengkak dan kini menatapnya sayu itu laki-laki yang telah tega merenggut kehormatannya, memeras, dan meninggalkan dirinya hanya karena dendam keluarga? Sandra masih mematung dengan dada yang tiba-tiba tersengal, saat suara Bumi terdengar bertanya kepada sesama pengawal? “Kenapa dia babak belur begitu? Bukankah aku sudah melarang kalian menyentuhnya?”Sejenak tidak ada yang menjawab, mereka terlihat saling pandang, hingga salah seorang di antaranya menjawab. “Dia melawan, Bro. Terus berteriak-teriak dan hampir melukai orang kita. Makanya kami bungkam mulutnya dan mengikat dia, agar diam sampai kau atau bos besar datang.”Bumi mengangguk. Sebelum lelaki itu maju menahan tubuh Sandra yang ingin roboh. Bumi meminta sa
284Bumi menatap Gilang dengan jijik. Lelaki itu melipat tangan di dada. Ingin tahu sejauh mana bajingan itu bersandiwara. Seorang bajingan, bila sudah terdesak akan melakukan apa pun untuk mencari perlindungan dan pembelaan. “Semua yang kulakukan karena aku tak kuasa dengan ayahku, Lexa. Kau tahu, bukan? Dan ayahku juga sebenarnya tidak ingin melakukan ini semua kepadamu. Semua karena papamu yang tidak adil memperlakukan ayahku, Lexa. Andai papamu mau membagi hartanya adil dengan ayahku, kami tidak akan melakukan semua ini. Percayalah!”Hening lagi. Gilang semakin mempengaruhi Sandra dengan modal suara parau dan wajah babak-belur yang memelas. Dan sepertinya berhasil, karena Sandra tak melepaskan pandangan pada wajah yang bersimpuh di depannya. Matanya mulai berkaca-kaca. Dadanya terlihat sesak, hingga napasnya begitu pendek. “Lexa, aku mohon jangan perlakukan aku seperti ini. Jangan biarkan lagi orang-orang itu menyiksaku. Ini sakit, Lexa. Sangat sakit....” Gilang semakin menggila
283Gilang setengah menggusur tubuh Sandra agar menjauh dari semua orang. Tali tambang yang dibelitkan di leher wanita itu, membuat Sandra kesulitan bernapas. Matanya membeliak menahan sakit dan sesak di dada. Wanita itu terbatuk-batuk. Tangannya menggapai-gapai ke arah Bumi seolah meminta tolong. Bumi sendiri mendadak terbakar amarahnya. Wajah lelaki itu tak dapat digambarkan seperti apa. Ia merangsek mendekati tubuh Sandra dalam kekuasaan Gilang. Namun, semakin ia mendekat, semakin Gilang mengeratkan tali di leher Sandra. “Berhenti aku bilang! Atau kau akan melihat dia meregang nyawa di depan matamu!” Gilang berteriak lagi. Kakinya terus mundur mendekati pintu gudang. Semua orang menjauh, tak ingin gegabah karena nyawa anak bos mereka taruhannya. Bumi semakin mengepalkan tangan. Amarahnya sebenarnya sudah tak tertahan. Tubuhnya bahkan bergetar hebat menahan rasa marah. Dua kali bajingan itu menggunakan wanita untuk melindungi dirinya. Dan dua-duanya adalah wanita yang berarti da
284Sandra kembali menyiksa dirinya dengan tidak mau makan dan melakukan apa pun karena tahu foto-foto dan video dirinya sudah tersebar. Ia kembali terpuruk hingga ke titik terendah hidupnya. Ia sudah tak peduli apa pun lagi. Keinginan untuk mati hadir mengusik jiwanya yang rapuh. Baginya, mati lebih baik daripada hidup menanggung malu. Ia merasa sangat kotor dan memalukan. Ia seperti sampah busuk yang tidak berguna dan hanya membuat bau siapa pun yang berdekatan dengannya. Padahal, semua keluarga sudah meyakinkan kalau semua sudah selesai. Pihak berwenang sudah menghapus foto-foto dan video vulgar itu dari peredaran, dan mengancam siapa pun yang kembali menyebarkan video itu dengan hukuman berat. Dakwaan berat pun sudah dijatuhkan kepada Gilang yang mengaku dirinyalah yang menyebarkan foto-foto dan video itu atas perintah ayahnya karena mereka sudah terdesak. Ivan–ayah Gilang yang juga saudara tiri Alexander—menginginkan kehancuran Alexander dan keluarganya. Saat usaha mereka tid
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber