361“Ayo, minum! Bukankah kau haus?” Daffi mendorong kepala Salsa agar mencium genangan air susu di lantai. Namun, wanita itu menolak dengan mendongakkan kepalanya sekuat tenaga. Ditatapnya wajah Daffi yang berubah menakutkan. “Kak Daffi, apa yang Kakak lakukan?” Salsa mendesis seraya berusaha melepaskan tangan Daffi yang menjambak rambutnya. Bukannya menjawab, Daffi yang matanya menatap merah, mengusap air susu yang menggenang di lantai, kemudian menjejalkannya ke mulut Salsa dengan kasar. “Ini minumlah, Salsa! Bukankah tadi kau bilang haus, hah? Kau haus setelah mendesah-desah, bukan? Hahaha....” Diakhiri tawanya yang di telinga Salsa terdengar sangat menjijikkan, Daffi terus menjejalkan telapak tangannya ke mulut Salsa. Salsa menjerit seraya terus menggerakkan kepalanya, ingin terlepas dari jambakan Daffi. “Lepaskan! Lepaskan aku, Kak Daffi! Apa yang Kakak lakukan?!” Salsa berteriak keras sebelum menggigit telapak tangan Daffi, hingga lelaki itu menggeram dan melepaskan jamba
362Salsa menangis pedih sendirian di dalam kamar pengantin yang seharusnya menjadi tempat terindah untuk saat ini. Malam yang seharusnya menjadi malam paling indah dan berkesan dalam hidupnya, kini berubah menjadi malam paling kelam dan menyakitkan. Bagaimana tidak? Setelah berjuang mati-matian membangun cinta untuk Daffi dan meyakinkan dirinya, jika ini jalan terbaik untuknya, justru perlakukan buruk Daffi yang ia dapatkan. Setelah akhirnya bisa mengecap keindahan surga dunia seperti yang orang-orang katakan bersama suami yang ia bertekad akan mencintainya sepenuh hati, justru kini neraka yang menanti di depan mata. Tuhan, apa ini? Salsa meratapi dirinya. Setelah sekian lama merasakan nasib yang tidak berpihak padanya, tetapi mencoba berbaik sangka dengan menerima jalan takdir, kini masih harus menghadapi kesakitan yang lebih dari sebelumnya. Jika sebelumnya hanya merasakan sakit karena selalu dinomorduakan oleh orang tua, juga karena tak dapat bersatu dengan laki-laki terkasi
363“Beginikah sikap seorang istri? Sudah sesiang ini masih bergumul dalam selimut? Tidakkah kau ingat sekarang punya suami?"Saby menjauhkan ponsel dari telinganya saat mendengar suara menggelegar dari seberang sana. “Salsa? Itu siapa? Apakah itu Kak Daffi?” Saby bertanya dengan detak jantung yang tiba-tiba memacu cepat. Dadanya berdebar sangat keras. “Apa yang terus kau lakukan di kamar? Kau pikir aku menikahimu hanya untuk bergelung dalam selimut?”Bukan jawaban Salsa, melainkan kembali teriakan suara laki-laki yang tertangkap telinga Saby. Kali ini tidak sejelas tadi. Saby yakin jika Salsa sudah menjauh dari ponselnya yang masih terhubung dengan dirinya. “Salsa? Kamu tidak apa-apa? Itu suara siapa? Apakah itu Kak Daffi? Salsa! Jawab aku!” Saby berteriak dengan kondisi dada yang sudah bergemuruh hebat, jantung berdetak kacau dan mata berkaca-kaca. “Ampun, Kak! Lepaskan aku! Aku mohon jangan seperti ini. Aku akan melayani Kakak dengan baik walaupun Kakak tidak mengingatkannya!”
365Matahari tidak begitu garang saat sekumpulan manusia berpakaian serba hitam berdiri mengelilingi sebuah lubang di suatu tanah pemakanan. Padahal hari baru saja lewat waktu dzuhur. Awan hitam yang tergantung rendah di langit, seolah sengaja menahan teriknya sang raja siang sebagai tanda ia pun berkabung atas berpulangnya seorang anak manusia. Dengan hati yang luar biasa hancur, Raka menimbun raga sang istri di dalam sana yang sudah ditinggalkan ruhnya. Raka yakin jika istri tercintanya kini sudah tenang di alam sana. Lelaki itu menyerahkan sebuah serokkan tanah ke arah ayah mertuanya untuk bergantian menimbunkan tanah merah ke arah lubang yang akan menjadi tempat peristirahatan terakhir Saby. Raka memejam dengan kuat, setelah berbalik dan kembali menghadap liang lahat yang sedang ditutup tanah itu. Sungguh, seberapa kuat pun ia bertahan agar tidak menangis, nyatanya gerombolan air itu tetap berdesakkan berebut untuk keluar dari matanya. Aira yang berdiri di samping sang anak,
366Raka duduk di tepi ranjang dengan memeluk pasmina kesayangan Saby. Pasmina yang paling sering dipakai sang istri. Ini hari kedelapan kepergian Saby, dan hatinya belum bisa menerima juga. Raka masih berharap jika semua yang terjadi adalah mimpi. Namun, setiap kali ia terjaga dari tidur dan merasakan sakit itu nyata, sadarlah ia jika semua benar adanya. Sang istri telah tiada. Raka bersyukur ia telah memberi sedikit kebahagiaan kepada wanita itu sebelum kepergiannya. Tak terbayang penyesalan sebesar apa yang akan ia rasakan jika sampai Saby pergi, saat dirinya masih mengabaikannya. Pasti penyesalan seumur hidup yang ia rasakan. Lelaki itu mengusap bingkai foto di tangannya yang menampilkan ia dan Saby dalam balutan pakaian pengantin. Pernikahan yang belakangan Raka sadari sangat berkesan. Mereka menikah di rumah sakit dalam kondisi Saby sangat lemah. Pernikahan yang awalnya diragukan Raka apa akan membawa kebahagiaan, karena ia menikahi gadis itu hanya karena kasihan. Nyatanya
367Kembali perih itu menggoda. Saat melihat saudara-saudaranya telah menemukan kebahagiaan mereka, sedangkan dirinya masih saja bergelung dengan kesedihan. Aira yang sadar suasana ruang makan menjadi sangat canggung karena Raka merasa dirinya sendiri, sedangkan saudara-saudaranya sangat intim dengan pasangan masing-masing, mengajak Raka untuk segera duduk, dengan tangan yang tak pernah lepas dari lengan sang anak. “Ayo, Kak. Semuanya sudah menunggu!” ajaknya lembut disertai kaitan tangan yang semakin erat. Raka memaksakan senyum sebelum mengangguk dan mengikuti langkah sang ibu. Kemudian duduk di kursi biasa. Sejenak melirik kursi kosong di sampingnya yang biasa diduduki Saby. Kembali perih itu menyapa. Terlebih bila mengingat betapa Saby sibuk bila dirinya hendak makan. Menyendokkan nasi, mengambilkan lauk dan sayurnya. Bahkan Saby tidak akan menyuap dulu bila belum melihat Raka nyaman menikmati makanannya. Ia baru akan ikut makan jika Raka sudah mengunyah paling tidak dua suapa
368Raka bersama ayah mertuanya mendatangi alamat yang pernah diberikan Daffi sebelum menikahi Salsa. Sebenarnya, Raka tidak enak harus mencampuri urusan rumah tangga Salsa. Toh, bukan kapasitasnya. Namun, karena ayah mertuanya yang meminta tolong, ia tak tega bila menolaknya. Orang tua Salsa sudah menganggap Raka anaknya sendiri, karenanya kepada siapa lagi mereka meminta bantuan bila bukan kepadanya. Raka memutuskan menunggu di mobil selagi sang ayah mertua mencari Salsa. Rumah minimalis yang mereka tuju ternyata sepi. Semua pintu dan jendelanya tertutup rapat, juga gordennya. Tidak terlihat tanda-tanda ada kehidupan di dalam. Ayah mertua mengetuk pintu, dan menekan bell di samping pintu entah berapa puluh kali. Belum lagi mengucap salam dan memanggil nama Salsa juga Daffi. Namun, tetap tidak ada jawaban apa pun. Rumahnya tetap sepi seolah tanpa penghuni. Raka turun setelah beberapa waktu, karena melihat ayah mertuanya putus asa. Mereka berusaha menanyakan kepada tetangga terd
369Raka menjatuhkan tubuh lelahnya di sofa ruang keluarga. Seharian ke sana ke mari mencari Salsa membuatnya sangat lelah. Ia baru saja pulang menemui ketua RT tempat Daffi tinggal, setelah menemui Alexander di kantor. Menurut Alexander jangan ke kantor polisi dulu, lebih baik menanyakan kepada pengurus setempat. Ya, sesuatu dilupakan Raka dan ayah mertuanya kenapa mereka tidak bertanya kepada ketua RT setempat. Tadi Raka langsung kembali ke sana setelah menemui Alexander, dan ketua RT mengatakan tidak ada yang aneh dengan warga mereka yang bernama Daffi. Bila malam hari mereka ada di rumah. Ketua RT di sana juga mengaku jika Daffi sudah melaporkan pernikahannya. Pak RT sudah menerima nama Salsabila Aurora Jelita sebagai warga baru istri dari Daffi Alfiansyah. Anehnya, saat kembali ke rumah Daffi, tetap tidak ada orang di sana. Jadi, ke mana mereka bila Siang? Sementara di kantornya juga tidak ada. “Kak?” Sebuah panggilan suara familier dibarengi sentuhan lembut di pundak kanan,
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber