89“Selamat, ya, Lex. Om senang akhirnya bisa melihat dan menemanimu ke pelaminan lagi.” Sultan, lelaki yang hari ini terlihat paling bahagia setelah mempelai, memeluk Alexander dengan hangat. Lelaki itu merasa lega akhirnya bisa mengantar anak dari sahabatnya kembali menikah. “Hutang Om dengan papimu lunas, ya. Tugas Om sebagai pengganti papimu, mengantar dan memastikan kau bahagia dengan pernikahanmu sudah Om laksanakan,” lanjut lelaki yang masih memeluk dan menepuk pundak Alexander layaknya seorang ayah. “Semoga kebahagiaan selalu menyertaimu dan keluarga. Jagalah apa yang sudah kau miliki, Nak. Jangan pernah kau korbankan dan kau gadaikan untuk hal apa pun yang tidak penting. Ingat! Keluargamu adalah harta berhargamu. Jaga selamanya dari hal apa pun yang mungkin merusaknya. Kau nakhoda, kau imam, kau yang akan memimpin ke mana kapal keluargamu akan berlayar. Om doakan semoga kapal kalian selalu berlayar di jalur yang semestinya, hingga kalian sampai di muara yang dituju.”Alexan
90“Tahukah yang Anda lakukan itu malah membuat Alister semakin sulit tidur, dan tambah lama menyusu, Tu ... mmppp ....” kalimat wanita itu tidak tuntas, karena Alexander keburu melahap bibirnya dengan sangat rakus dan lama. Padahal Aira masih menyusui Alister dalam pangkuannya. Sampai-sampai tangan wanita itu menarik rambut sang lelaki agar melepaskan tautan bibir mereka. Ya, berhasil. Alexander melepaskan bibirnya. Sementara dengan napas tersengal, Aira menatap kesal Alexander setelah kembali memutar tubuh menjadi menghadap lelaki itu. “Apa yang Anda lalukan, Tu ... mmmpppp ....” Lagi-lagi kalimat itu tidak tuntas karena Alexander kembali membungkam mulut Aira dengan bibirnya, tetapi kali ini tidak lama. Lelaki itu segera melepas lagi. “Sekali lagi kau memanggilku dengan sebutan Tuan, aku akan menelanjangimu di depan Alister dan Raka sekalian!”Aira terperangah. Matanya berkedip-kedip setelah beberapa saat terpaku. Lalu setelahnya menutup mulut dengan kelima jari. Aira lupa masi
91Aira tersenyum, lalu melangkah menuju tempat tidur saat yakin kalau Nina sudah membawa Alister pergi dari depan kamar itu. Ditatapnya wajah yang terpejam dengan napas teratur itu. Lalu tersenyum mengingat Alexander yang merengek seperti anak kecil karena Alister tak kunjung selesai menyusu, hingga akhirnya ia sendiri yang tertidur. Aira duduk di tepi tempat tidur, kemudian menyentuh lembut wajah tenang yang terlelap itu. Tidak ada tanda-tanda dingin, kejam, arogan, atau apa pun yang diperlihatkan lelaki itu saat dirinya terjaga. Yang ada hanya wajah tampan yang tenang, persis wajah Alister versi dewasa. Aira tertegun di tepi tempat tidur. Hidup memang misteri. Tak ada sesiapa yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Beberapa minggu lalu ia dan Randi merencanakan pernikahan. Aira berpikir akan kembali menjalani rumah tangga dengan mantan suami dan ayah dari anaknya itu demi sang anak. Bahkan segala rencana sudah ia susun yang akan direalisasikan setelah acara akad dilaksanakan
92“Pantas saja Alister begitu suka dan betah berlama-lama menyusu, ternyata memang ....”“Sssttt!” Aira menempelkan telunjuk di bibir Alexander yang berisik. Lelaki itu sejak tadi terus saja membahas perihal itu, bahkan sesaat setelah mereka selesai mengarungi perjalanan indah penuh kenikmatan malam ini. Alexander melepas telunjuk Aira di bibirnya, kemudian menarik tubuh wanita itu hingga mereka kembali saling menempel. Posisi mereka berbaring saling menghadap dalam satu selimut. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan kalau akan berada di atas ranjang yang sama mengingat begitu sulit Aira ditaklukan. “Sejak sekarang, kau harus menyiapkan stamina yang kuat. Karena bukan hanya dua bayi yang harus kau susui. Tapi ada bayi lain ....”“Sssttt!” Kembali Aira menempelkan telunjuk di bibir sang suami yang masih saja berisik. “Bisa tidak jangan membahas hal itu terus?” Mata wanita itu melotot. Wajahnya yang lelah bertambah jengah mendengar sang suami terus saja membahas hal yang sama. “La
93Mata Aira melebar sempurna. Binar bahagia dan rasa tak percaya terpancar jelas di sana. Ia seperti tengah bermimpi. Namun, ini mimpi yang benar-benar nyata. Mimpi yang bisa diraih karena ia menjadi istri Alexander. Wanita itu berdiri dengan pandangan diedarkan ke sekeliling, di mana hamparan pasir putih yang dijilati ombak laut berair jernih terhampar luas di depan sana. Keindahan alam yang eksotik, yang terkenal hingga mancanegara itu ada di depan matanya. Keindahan pantai-pantai Bali yang sebelumnya hanya bisa ia lihat di televisi dan ponsel, kini benar terpampang di depan matanya. Dan ternyata, keeksotikan ini lebih indah aslinya daripada yang ia lihat di TV. Lebih terasa indah lagi karena ia berada di sana dalam rangka bulan madu bersama suami tercinta dan anak-anak kesayangan. Alexander memboyong ia dan anak-anak ke sana dalam rangka bulan madu tipis-tipis katanya. Karena sebenarnya lelaki itu ingin mengajak mereka semua ke luar negeri, tetapi karena waktunya belum memungk
94“Sa-yang, kamu di sini?” Alexander bertanya gagap. Suaranya bahkan terdengar bergetar. Namun, bibirnya tetap berusaha tersenyum. Senyuman yang Aira tahu untuk menyembunyikan kekagetannya. Wanita yang duduk dengan bahu berguncang, menoleh, lalu berdiri menghadap Aira. Bersisian dengan Alexander. Aira menatap wanita berwajah basah yang baru kali ini dijumpainya. Wanita yang ia taksir usianya di atasnya, tetapi masih lebih muda dari Alexander. Wanita itu juga menatapnya. Entah tatapan apa, Aira tak bisa menafsirkannya. “Sayang.” Alexander maju, lalu meraih tangan Aira. “Apa anak-anak sudah tidur?”Aira mengerjap. Kemudian mengalihkan pandangan ke arah wajah sang suami yang masih pucat. Wanita itu mengangguk pelan tanpa bicara. “Oh, tumben Alister tidur cepat? Apa dia sudah mulai pengertian dengan papanya? ” Alexander terkekeh, tetapi cepat menutup mulut, saat menyadari raut wajah sang istri yang tidak bersahabat. Sedang dalam mode tak bisa diajak bercanda. Kekakuan tercipta seke
95Alexander terduduk lemas di tepi tempat tidur. Diusapnya wajah dengan frustrasi entah untuk ke berapa kali. Ia heran dengan dirinya. Kenapa jadi selemah ini? Pernikahan dengan Aira adalah sesuatu yang membahagiakan baginya. Pernikahan dengan wanita itu adalah harapannya, kebahagiaannya. Hidupnya terasa sempurna kini, karena bukan hanya dirinya yang bahagia, tetapi juga sang anak, Alister. Dengan Aira ia ingin membangun rumah tangga normal yang penuh kebahagiaan. Dihiasi kehadiran anak-anak yang banyak. Bukan hanya Raka dan Alister, tetapi juga anak-anaknya yang lahir dari rahim Aira. Semua berjalan lancar dan sesuai rencana, hingga beberapa saat menjelang keberangkatan ia dan keluarganya ke sini, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Pesan dari seseorang dari masa lalu yang sedikit banyak punya andil dalam hidupnya dulu. Alexander berusaha tidak terpengaruh dengan kedatangan seseorang itu, karena ia sedang menikmati masa-masa indah pernikahan dengan istri barunya. Terlebih mereka ak
96Aira mengerjap menahan silau dari cahaya lampu di plafon ruangan. Ia terbangun karena merasakan berat di leher dan sekujur tubuhnya. Diliriknya sesuatu yang membelit perut. Tangan kekar yang sangat ia kenali memeluk di sana dengan posesif. Lalu kaki yang menindih pahanya. Dan terakhir suara dengkuran halus yang begitu dekat dengan telinga. Kepala seseorang menyuruk di lehernya. Pantas saja ia merasakan sesuatu yang sangat berat mengimpit tubuhnya, hingga merasakan pegal yang sangat hebat, juga mati rasa di beberapa bagian tubuh. Ternyata ia masih berbaring meringkuk memeluk Alister yang sedang disusui. Namun, entah sejak kapan bayi itu tertidur dan melepaskan mulutnya. Bahkan saat Aira melirik penunjuk waktu digital di atas nakas, benda itu menunjukkan pukul 23.55.Hampir tengah malam, dan ia ketiduran saat menyusui Alister. Suara bisik-bisik dari arah sofa, membuat pandangan wanita itu beralih ke sana. Terlihat dua gadis babysitter yang malu-malu sedang melihat ke arahnya. “Nin
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber