Hari beranjak gelap, pertanda malam hendak mengambil alih terangnya cahaya pada siang hari. Tapi Shiya masih melangkahkan kakinya menyusuri terowongan gelap yang berada didekat makam kedua orang tuanya.
Ada sisi yang tidak pernah ingin Shiya tunjukkan kepada orang lain, entah sedekat apa dirinya dengan mereka. Terkadang, keluarga pun bisa menjadi orang yang paling tidak dekat dengannya.Ketika Shiya memutuskan untuk mewujudkan keinginan orang tuanya untuk menikahi Frans, ia kira hidupnya akan seperti berjalan melalui terowongan gelap yang sedang ia lalui ini. Tapi tak ia sangka akan segelap saat ini. Tak ia sangka akan menjadi sehampa ini.***Di kediaman keluarga Shalim.Bi Asih sedang sibuk menggendong bayi kecil saat ketiga pria itu datang kerumah. Shiya menitipkannya sebentar karena hendak pergi ke makam orang tuanya."Halo Bi Asih? dimana Nona Shiya?" pintu rumah yang terbuka begitu saja membuat ketiga pria itu langsun"Aku ingin hidupku kembali! haaaaaaaa." Frans terus menangis dan berteriak didepan makam kedua orang tuanya. Saat itu area pemakaman yang luas itu tampak sepi, hanya ada dirinya seorang."Kenapa aku tak bisa kembali? kenapa tidak bisa?" ia bersimpuh disana dengan air mata yang terus keluar dari kedua pelupuk matanya."Haaaaaaaa... kumohon." bagaimanapun ia memohon, tetap saja tak akan bisa merubah apapun.***Di kediaman keluarga Shalim.Shiya dan Bi Asih sedang duduk berdua memperhatikan bayi kecil yang sedang tertidur lelap ditempat tidurnya."Lihatlah Nona! wajahnya mirip sekali denganmu saat masih kecil." Bi Asih terus tersenyum menatap bayi itu, mengingat masa kecil Shiya.Shiya pun ikut tersenyum, ia menarik nafas dalam dengan tatapan mata yang terus menatap bayinya. "Sekarang aku merasa bahwa diriku adalah pecundang Bi. Aku tak pandai melakukan apapun. Dulu, aku adalah orang yang kompeten dan ceria. Tapi s
Suasana rumah jelas terasa berbeda tatkala penghuni didalam rumah itu pun sudah tak lagi sama. Hati Frans selalu terluka setiap kali mengingat kedua orang tuanya yang dulu selalu ia lihat didalam rumah yang besar itu. Rumah dimana dulu dirinya tumbuh.Namun, saat ini yang selalu ia lihat hanyalah Lucy. Wanita yang kini telah menjadi istrinya, yang dulu selalu ia inginkan."Dulu aku sangat menginginkannya, tapi mengapa sekarang aku sama sekali tak merasa bahagia saat bersamanya." Frans bergumam seorang diri di balcon kamarnya. Tanpa ia sadari, Lucy tengah berdiri diambang pintu dan mendengar semua ucapannya. Wanita itu kemudian melangkahkan kakinya dan berdiri disampingnya sambil melipat kedua tangannya didepan dada."Perasaanku padamu pasti sudah tak sama lagi." Frans yang sedang menikmati terpaan angin malam itu, seketika memutar kepalanya saat melihat kedatangan Lucy disampingnya."Kita sudah bersama hampir 10 tahun. Perasaanku padamu ti
Shiya duduk disebuah kursi taman, ada Baro yang duduk disampingnya dan memegang erat tangannya. Keduanya saling pandang seakan ada kerinduan yang mendalam. Rerumputan hijau membentang luas disana, membuat pemandangan didepan matanya terlihat sangat sedap dipandang mata."Kalau aku mati sebelum kau, kau harus cari pria yang baik. Tapi jangan cari pria yang lebih tampan, lebih lucu, atau lebih pintar dari aku. Cukup cari pria yang baik-baik dan menua lah menjadi nenek yang baik, oke?" Baro menunjukkan ketulusan pada setiap ucapannya."Akan aku pertimbangkan." Shiya menganggukkan kepalanya seraya mengeluarkan suaranya yang lirih."Dan juga kalau aku mati duluan, nanti aku akan minta supaya kau kembali normal." Baro terus menatap Shiya dengan lekat."Minta pada siapa?" Shiya terus memandang wajah Baro tanpa mau mengalihkan pandangannya."Pada siapa saja bisa." Baro terlihat sangat percaya diri dengan ucapannya."Kalau beg
"Kau tau rasanya ditinggalkan? aku serasa ditinggalkan di gurun pasir yang tidak berujung. Jadi, tidak bisakah kau tetap di sisiku?" Shiya berdiri di gurun pasir yang sangat luas dan tak terlihat ujungnya. Ia melihat Baro yang tengah berdiri dihadapannya dan terus menatapnya. Shiya terus memohon padanya, menggenggam erat tangannya. Namun, lama kelamaan Baro kembali menghilang dari pandangannya begitu saja seperti mimpi-mimpi yang sebelumnya.Kesedihan adalah hal yang wajar terjadi dalam diri manusia. Namun, kesedihan terlalu larut yang dialami Shiya bisa berdampak buruk pada kesehatan, terutama kesehatan mental.Saran dari Dokter Lea adalah, untuk menghindari berbagai efek tersebut, Shiya harus membiarkan diri mengekspresikan rasa sedih tersebut. Dokter Lea juga memberikan berbagai metode psikoterapi, seperti terapi CBT dan CGT.Karena Cognitive Behavioral Therapy (CBT) dan Complicated Grief Treatment (CGT) dapat membantu mereka yang mengalamip
Pagi ini, Shiya bangun dari tidurnya dengan perasaan yang lebih semangat daripada hari biasanya. Ia bergegas membersihkan dirinya bahkan hari ini ia juga berdandan. Rencananya ia akan pergi menemui Dokter Lea yang kini sudah menjadi sahabatnya itu."Bi! aku harus merepotkan mu lagi hari ini." Shiya sudah terlihat cantik dan rapi saat keluar dari kamarnya. Ia juga membawa Lucy kecil dalam gendongannya."Apa yang anda bicarakan Nona? serahkan saja Nona Muda pada Bibi." Bi Asih meraih Lucy kecil dari gendongan Shiya.Shiya menciumi pipi bayi mungil itu beberapa kali sebelum akhirnya pergi meninggalkan rumahnya. Tanpa ia sadari, John sudah menunggunya dihalaman rumahnya."John?" ia membulatkan kedua matanya saat melihat John sudah berdiri di samping mobilnya dan bersiap untuk membukakan pintu untuknya."Silahkan Nona!" ia mempersilahkan Shiya masuk kedalam mobil itu."Ke-kenapa kau?" mulutnya masih menganga karena melihat
Kedua wanita cantik itu berjalan memasuki area pemakaman dengan rangkaian bunga di masing-masing tangannya. Mereka berjalan menyusuri jalan setapak yang mengarah pada dua buah makam kedua orang tua Shiya."Ayah, Bunda. Aku datang lagi. Aku tidak datang sendiri. Sekarang aku memiliki seorang sahabat. Lihatlah! bukankah dia cantik?" Shiya bersimpuh di depan makam kedua orang tuanya, sedangkan Dokter Lea masih berdiri dibelakang Shiya dan menyunggingkan senyum manisnya.Dokter Lea terus menemani Shiya dengan sabar dan setia di makam itu. Membiarkan Shiya melepaskan sedikit rasa rindunya pada kedua orang tuanya. Karena, kehadirannya di samping Shiya benar-benar memberikan perubahan yang cukup pesat padanya."Bagaimana? ada tempat lain yang ingin kau datangi?" Dokter Lea memegang erat kedua bahu Shiya seraya berjalan keluar dari area pemakaman."Sebenarnya ada lagi tempat yang ingin sekali ku datangi. Tapi..." Shiya tiba-tiba menghentikan langk
"Sialan! kenapa mereka bisa saling kenal? padahal aku sudah menceritakan semuanya pada Dokter Lea. Jika mereka sahabat, semua yang kulakukan pasti terbongkar. Mereka semua pasti akan tahu apa yang sudah ku lakulan." Lucy terus bergumam setelah kepergian Shiya dan Dokter Lea. Kekhawatirannya pun semakin menjadi, ia tak ingin dirinya berada dalam bahaya lagi.Lucy terus berjalan kesana kemari didalam tokonya, ia mondar mandir sudah tak sabar menunggu jam kerjanya segera berakhir. Hingga waktu akhirnya menunjukkan jam kerjanya telah berakhir."Aku pergi dulu. Tolong kalian selesaikan semuanya!" Lucy meraih tasnya dan bergegas keluar dari tokonya."Baik Nona." beberapa pekerjanya mengiyakan perintahnya dan menyelesaikan pekerjaan mereka.***Dokter Lea menghentikan laju mobilnya tepat didepan rumah keluarga Shalim. Mereka tiba dirumah saat malam sudah larut karena terlalu asik menghabiskan waktu bersama seharian."Masuklah! aku
Setiap hari Shiya datang untuk menemui Dokter Lea. Namun, ia tak kunjung sadar juga. John dan Shiya pun mulai lelah karena sudah berminggu-minggu dirinya sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda hendak sadar."Kenapa kau tak mau bangun juga? kau membuatku sangat marah, kau meninggalkanku. Tapi tak apa, aku sudah biasa ditinggalkan. Ternyata kau sama saja dengan orang tuaku, mertuaku dan juga Baro yang meninggalkanku. Aku pikir kau akan berbeda karena kau seorang dokter. Sekarang aku tidak akan datang kesini lagi." Shiya bangkit dari duduknya dan berjalan keluar dari ruangan Dokter Lea dengan perasaan kesal. Ia kesal karena Dokter Lea tak bangun juga. Kesehatan mental yang semula sudah membaik, kini kembali memburuk.Shiya berjalan menyusuri trotoar yang tak begitu ramai itu tanpa tujuan. Hatinya kembali terluka karena kondisi Dokter Lea tak kunjung membaik. Tatapan matanya kosong, sama sekali tak mempedulikan jalanan yang sedang ia lalui."Shiya! Shiy
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar
Beberapa minggu kemudian."Ini semua dokumen Nona Muda yang anda minta Tuan." seorang pria memberikan map berwarna coklat berukuran besar kepada Tuan Narong."Baiklah." Tuan Narong membuka isi map itu dan membacanya satu persatu."Saya juga sudah merubah nama Nona Muda seperti yang anda minta Tuan." pria itu memberikan satu buah map lagi kepadanya."Baguslah. Sangrawee Narong, nama ini cocok untuknya." Tuan Narong mengangguk-anggukan kepalanya seraya membaca dokumen yang ada ditangannya."Apa kali ini anda akan tinggal disana dalam waktu lama Tuan?" pria itu mencoba memberi asupan pada rasa penasarannya."Entahlah, aku ingin menikmati waktu di Phuket bersama keluargaku." raut wajah Tuan Narong terlihat bahagia kali ini. Ia merasa senang karena kini memiliki keluarga yang lengkap."Semoga waktu anda menyenangkan Tuan." selama bertahun-tahun, Tuan Narong selalu sibuk bekerja keras hingga tak memperhatikan ist
Kini Shiya dan Lucy sudah berdiri didepan sebuah bangunan dengan interior ala bangunan tua. Bangunan itu adalah panti asuhan. Ya, Shiya memang berniat memasukkan Lucy ke panti asuhan karena dia tidak tahu lagi harus membawanya kemana. Jika terus membiarkan Lucy berada didekatnya ia akan terus merasakan sakit akibat siksaan darinya."Lucy tinggal lah disini! semua orang disini baik. Jangan menunggu ibu untuk datang lagi." Shiya meletakkan tas berukuran besar di teras bangunan itu. Ia mengusap-usap ujung kepala Lucy dengan lembut."Tapi Bu, kenapa Ibu meninggalkanku? aku janji akan menjadi anak yang baik." Lucy menangis, ia sangat ketakutan ibunya akan meninggalkannya."Kau anak yang baik Nak, bahkan sangat baik. Itulah sebabnya kau harus tinggal bersama orang-orang baik, bukan bersama orang jahat seperti Ibu." Shiya tak kuasa menahan air matanya."Tapi bagiku Ibu adalah orang yang paling baik didunia ini." Lucy memegang erat lengan Ibunya,
"Nona, hari ini bolehkah aku membawa Nona Lucy sepulang sekolah?" pagi itu, John menjemput Lucy dan meminta ijin pada Shiya untuk membawa Lucy. Shiya pun mengiyakan permintaan John dan membiarkan Lucy pergi ke sekolah bersamanya."Tolong jaga dia baik-baik." Shiya menundukkan tubuhnya untuk berbicara pada John yang sudah duduk didalam mobilnya."Jangan khawatir Nona." John pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Shiya. Sedangkan Lucy yang diduduk disamping John itu, terus melambaikan tangannya pada sang ibu.Shiya masih berdiri tak bergeming dari tempatnya, menatap kepergian mobil itu sambil membalas lambaian tangan dari anaknya.Siang harinya.John sudah berada didepan sekolah saat Lucy keluar dari taman kanak-kanak itu. Gadis kecil itu pun menghampirinya begitu saja, keduanya pun terlihat sangat akrab selayaknya Paman dan keponakan yang sesungguhnya."Kita akan pergi kemana Paman?" gadis kecil itu terus melemparka