"Ck aaahhh Ken, kau benar-benar tidak berubah sama sekali."
Pria bermanik sehitam jelaga itu tertawa renyah. Ia memeluk wanita berambut putih disampingnya, mengusap pipinya dan menatap manik kuning wanita tersebut. Membuat keduanya saling berhadapan hingga tak lama tatapan liar keduanya kembali. Mereka bahkan sama sekali tak berniat menutupi tubuh polos mereka.
"Kau bilang padaku bahwa kau sudah tak tertarik pada pria lainnya hm, kini akhirnya kau kembali lagi padaku," balasnya dengan senyum menawan dan suara serak.
Wanita itu yang tak lain Lucy menatap Ken layaknya anak anjing, "aku sulit menahannya. Dan kau tahu itu kan? Tidak ada yang sehebat dirimu. Ditambah lagi... Menunggu remaja tampan itu terlalu lama."
"Bukannya kau masih takut padanya karena insiden serangan preman saat itu?"
"Ah tidak kok. Aku hanya takut pada sisi iblisnya. Dia... Benar-benar mengerikan!"
"Hm, dia bahkan tidak menyukaimu. Jadi hati-hatilah."
Cup
Ken
"Kemari, Erry, Deanna," ujar Ken saat mereka bertiga sampai di sebuah villa sederhana bercat putih tulang.Mata Deanna tak henti-hentinya menatap interior villa tersebut. Berbeda dengan Erry yang fokus mengikuti langkah Kenio, tak memedulikan sekitarnya. Termasuk para pelayan Ken yang kini berjejer rapi menyambut ketiganya.Ken terus membimbing Erry dan Deanna hingga sampai di lantai dua. Ia berhenti di depan pintu biasa bercat coklat.'Pintunya terlalu sederhana,' pikir Erry.Ken mengambil kunci di saku jasnya. Membukanya dan membentangkan pintu tersebut."Sebuah gudang?" Tanya Erry."Ya, sebuah gudang biasa."Ken merentangkan kedua tangannya, mempersilahkan kedua tamunya masuk ke ruangan gelap yang terasa dingin itu.Erry berjalan terlebih dahulu, melihat-lihat. Deanna hanya membungkuk sopan, tak berani mendahului sang tuan rumah. Ken mengedikan bahunya, mengerti.Baru saja Ken ingin mengatakan sesuatu, Erry menggeser sebuah lukisan klasik yang tergantung di pojok kiri. Ia mengernyi
"SELAMAT PAGIII ADIKKU YANG TAMPAN!"Erry menyipitkan matanya saat mendengar teriakan lantang Ken pagi ini. Ah ia melihat arloji, pukul 7 pagi jika menurut dunia manusia. Ia melihat jendela, cuaca sangat cerah. Seperti hampir siang. Ia kemudian tidur lagi."Hei, hei, hei! Begini caramu setelah dibangunkan langsung oleh tuan rumah? Bangun Erry! Kau harus sarapan bukan? Begitupun dengan Seon?""Ya, ya, ya, baiklah."Erry perlahan bangkit dan berjalan ke kamar mandi."Aku tunggu di bawah oke!"..."Hah??? A, aku tidak mengerti. Baju-baju ini, rumit sekali!"Erry kebingungan saat ia membuka lemari pakaiannya. Pakaian-pakaian asing yang cukup membuatnya heran. Meski terlihat begitu formal dan keren.'Kau membuka lemari khusus untuk pakaian acara-acara penting dan formal bodoh. Tentu saja desainnya cukup rumit.'"Bisakah kau tidak mengatakan aku bodoh, Devian gila?"'Cih, coba buka lemari yang lain. Kita cari pakaian biasa saja.'"Ohh, ini... Sepertinya ini walk in closet? Baiklah aku akan
Erry masih terdiam di kamarnya. Menatap keluar lewat jendela. Ia tak berniat membukanya ataupun diam di balkon. Ia membutuhkan ketenangan saat ini memikirkan hal yang terjadi sekitar satu jam yang lalu, setelah pengumuman singkat mengenai perkenalan dirinya.Erry ingat sekali, setelah ia mengucapkan sumpahnya atas nama Klan Demonia, bangsanya, petir besar berwarna nila menyambar sangat keras. Petir itu seolah-olah tepat berada diatas gedung mansion. Membuat semua makhluk terkejut bukan main, dan penuh bisik keheranan sekaligus ketakutan. Namun Kenio dengan sangat lihai mengendalikan situasi. Membuat mereka tenang lalu membubarkan mereka.Kini situasi di Kediaman Blake sudah normal. Mereka semua kembali lagi ke pekerjaannya. Namun tetap saja petir tersebut menjadi perbincangan utama hari ini. Erry atau yang kini juga sudah berganti nama menjadi Arvian Blake itu terus kepikiran. Ia juga terkejut dan tak menyangka bahwa hal itu akan terjadi. Begitupun Devian. Kembaran gelapnya itu mengat
Hai, aku penulis cerita ini, biasa dipanggil Nichie. Tidak ada apa-apa, hanya ingin menyapa saja.Sebetulnya ..., ingin curhat juga si, hehe :pSebelumnya aku salah menulis:(, mengetik chapter di bab ini, dan baru sadar dua hari kemudian ternyata bab ini bukan bab biasa. Jadi ku putuskan (baru sekarang), lebih baik aku ganti menjadi sapaan hangat untuk kalian ...! ;')Ya, aku ingin menyapa kalian:") dan juga berterima kasih karena telah menyempatkan waktu untuk membaca cerita pertamaku di Good Novel ini.Aku juga sedang mencoba merevisi beberapa bab yang menurutku sangat berantakan. Jadi mungkin akan ada cukup banyak yang berubah dari sebelumnya.Maafkan Nichea yang teman-teman^_^Love untuk kalian semua.Salam hangat, Niche Al;)
"Jadi, sekarang Valeoryea hanya memiliki 6 kerajaan," ujar Erry dengan wajah serius. Tangannya terus mencatat beberapa hal yang menurutnya penting untuk ke depannya.1. Kerajaan Davês - bangsa peri2. Kerajaan Arcane - bangsa werewolf3. Kerajaan Tharasville - bangsa vampir4. Kerajaan Orthon - bangsa penyihir5. Kerajaan Airalex - bangsa duyung/mermaid dan merman6. Penyihir putih - tidak pernah memberitahu apa nama kerajaannya, bahkan tidak tahu letak pastinya dimana. Sangat tertutup dan dianggap klan suci karena elemen cahaya dan kekuatan penyembuh yang mereka miliki. Mereka juga memiliki kekuatan khusus yang mampu menyerap kegelapan di sekitarnya dalam jarak radius beberapa meter."Penyihir putih adalah kebalikan dari bangsa iblis Yang Mulia. Mereka juga adalah musuh bebuyutan Klan Demonia selama beberapa dekade. Bahkan sampai terakhir kali bangsa anda ada dan akhirnya musnah seperti sekarang."Lucy terus menerangkan apapun pada Erry. Meski ia tahu lelaki muda itu dengan sangat cep
"Bagaimana, Nona Gabriela?""Ah, itu... Tentu saja tidak mungkin Yang Mulia. Mana ada bangsa jin yang memiliki kekuatan sebesar itu? Kalaupun ada, kemungkinan besar ia akan tewas karena kekuatan yang digunakannya jauh melebihi batas kemampuannya. Jadi, itu tidak mungkin."Erry menganggukkan kepalanya. Ia terus menatap wanita itu, menelisik. Tatapannya jatuh pada jemari-jemari wanita itu yang sedikit mencengkram gaun merahnya.'Tak diragukan, ia pandai dalam bersandiwara. Tatapannya, suaranya, ekspresi wajahnya, terlihat begitu meyakinkan meski aku bisa melihat kegugupan yang ia sembunyikan lewat jari-jari tangannya.'Erry kembali tersenyum hangat, tentu saja tidak dalam hatinya. Rasanya ia ingin menguji wanita ini lebih dalam. Ia juga penasaran, seperti apa wanita yang diam-diam menjaga atau mengikutinya selama ini, 'tunggu sebentar lagi, ia pasti akan membalikan pertanyaan,' pikirnya.Lucy melirik Erry dengan sorot matanya yang menggoda. Wanita itu merubah posisi duduknya sedikit men
"Kekuatan?"Ekspresi Erry kembali seperti semula. Datar, seolah tanpa emosi. Padahal beberapa detik yang lalu ia tertawa. Sekarang ia ingin pembahasan ini cepat selesai. Rasanya membosankan.Pembahasan selanjutnya ia hanya ingin membahasnya bersama Devian.Ya, itupun jika ia benar-benar ingin memiliki teman diskusi."Nona Lucy, anda tolong beritahu bibi saja. Dan bibi, maaf, tolong bibi keluar. Aku ingin sendiri," ujar Erry.Deanna dengan sigap berdiri dan segera membungkuk hormat. Sedang Lucy yang tidak terima membantah, tergagap. Dan menyuruh Deanna untuk membujuk Erry agar keduanya tidak keluar."Aku tidak ingin dibantah, keluarlah."Lucy menatap lelaki muda itu dengan pandangan memohon. Sayang Erry tak memedulikannya. Ia telah mengambil ensiklopedia itu dan membacanya. Deanna paham, ia segera menyeret Lucy keluar ruangan."Erry...""Sekarang panggilan ku Arvian. Kau amnesia? Dan jangan pernah memanggilku dengan nama itu!"Deg!Jantung Lucy rasanya mencelos. Meski sudah lama memanta
"Bibi, kemana Paman Ken?" Tanya Devron (Erry) saat Deanna datang ke kamarnya membawa setumpuk buku tebal——yang kemungkinan Devron harus membacanya, lagi."Tuan Kenio sedang ada pertemuan penting Yang Mulia. Sejak malam ia pergi bersama pegasus miliknya. Secara mendadak.""Bibi, tolong panggil aku seperti yang lainnya. Akan sangat aneh jika bibi memanggilku seperti itu. Hm, dia pergi? Mendadak sekali?""Ya, Tuan Muda.""Hm, pantas saja pagi ini tumben sekali dia tidak membangunkan ku," gumam Devron sembari menggaruk dagunya."Apakah anda merindukan Tuan Ken, Tuan Muda?" Tanya Deanna dengan ekspresi yang menggoda. Mungkin lebih tepatnya meledek.Devron menatap datar bibinya, 'sungguh, itu sama sekali tidak lucu', pikirnya. Tunggu,, 'pegasus?'"Pegasus? Sebentar, di dunia ini pegasus juga benar-benar ada?""Tentu saja Yang Mulia."Devron berseru senang, ia seketika berlari meninggalkan Deanna yang kini terkejut atas tindakan tiba-tibanya tersebut. Deanna membereskan sebentar semua buku y
Cengkeraman tangan Arion di surai Seon semakin kencang saja saat semua perasaan aneh yang menyerang hatinya. Perasaan takut, sedih, pasrah, dendam, benci. Semua perasaan itu seolah ingin menenggelamkan jiwanya ke palung neraka."Ayah ..., Ibu ...."Nafas Arion tercekat, setelah perjalanan yang cukup lama akhirnya ia bisa melihat suatu gerbang besar dan tinggi di depan sana. Gerbang itu amat kokoh meski hampir semua bagiannya telah retak dan hancur.Tanpa sadar air mata mengalir di kedua pipinya. Gerbang itu memancarkan aura gelap yang nyata. Membuat siapapun yang ada di dekatnya akan terperosok ke dalam jurang kebencian jika tidak memiliki tekad yang kuat.Seon yang merasakan perasaan sedih sekaligus takut dari tuannya hanya ikut menatap sedih ke depan sana. Namun dia tidak tahu harus melakukan apa. Ia mengerti apa yang dirasakan Arion. Dengan tekad kuat, tubuh besar dan panjangnya meliuk jauh lebih cepat dari sebelumnya. Tinggal beberapa meter lagi mereka akan sampai di depan gerbang
Dingin, memprihatinkan dan horor, tiga kata yang paling tepat untuk menggambarkan situasi Klan Demonia saat ini.Tak ada satupun tanaman yang hidup dikarenakan kondisi tanah yang amat kering dan gersang, hanya pohon-pohon yang telah mati puluhan tahun lalu, begitupun udaranya yang begitu panas mencekam. Hampir seluruh wilayah Demonia telah ditutupi oleh asap dan kabut hitam.Langit dan awannya berwarna ungu gelap, sedangkan tanah beserta gunung-gunungnya berwarna hitam dan merah, berasal dari lahar yang amat panas. Sudah dipastikan tak ada satupun makhluk yang dapat hidup di wilayah ini. Ditambah lagi atmosfer nya yang terlalu suram dan dingin.Arion, entah sosok itu memang dirinya atau bukan, yang jelas dia memiliki aura dominasi yang sangat kuat. Bahkan jauh diatas Devian. Ia menatap tajam sekelilingnya, begitu banyak sepasang mata merah yang menatapnya, menyala dalam kegelapan. Semua mata itu serentak terpejam, menghormatinya. Beberapa dari mereka nampak sangat ketakutan."Tak akan
Waktu keberangkatan tiba.Arion atau Devron berjalan menuju mobil berlambangkan mawar api bersama Kenio. Dibelakangnya ada Lucy yang berjalan masih sedikit tertatih dibantu oleh Deanna. Kedua lelaki dan kedua wanita tersebut memasuki mobil yang berbeda.Devron masih tetap diam dengan sikap tenangnya yang selalu awas terhadap situasi. Berbeda dengan Kenio yang selalu merasa kurang nyaman sejak Devron sadar dua jam yang lalu.Tepat ketika sang raja hari kembali ke peraduannya, mereka sampai di Hutan Hexfle, kawasan hutan paling terlarang di seluruh Valeoryea.Semua pengawal Kenio hanya mengantar sampai di luar saja. Hanya Devron, Kenio, Deanna, dan Lucy yang masuk kesana.Kondisi hutan yang begitu dingin, rimbun dan gelap membuat Deanna dan Lucy meneguk ludah berkali-kali. Ditambah lagi suara-suara hewan dan serangga malam turut menemani langkah mereka. Sesekali terdengar auman maupun lolongan hewan malam dari kejauhan.Angin berhembus kencang, menebarkan hawa dingin yang mencekam dan m
Devron berjalan tegak menelusuri setiap lorong di Mansion milik Kenio. Langkahnya tenang namun tegas dan tangkas di saat yang sama. Ia mengangkat sedikit dagunya, memberikan kesan percaya diri dan sedikit arogan pada wajah rupawannya itu.Beberapa kali ia berpapasan dengan beberapa ajudan ataupun pelayan. Semuanya memberikan respon yang sama. Menghormatinya. Namun kali ini berbeda. Entah kenapa mereka merasa aura yang dikeluarkan Devron amat kuat dan mendominasi hingga membuat mereka berkeringat dingin dan sangat tertekan.Mereka saling berbisik saat langkah mereka sudah cukup jauh. Devron bisa mendengarnya. Namun remaja lelaki itu cuek saja, tidak peduli.Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu hitam yang berukuran cukup besar. Ada seorang ajudan yang menjaga di depan sana. Ia menghampirinya. Ajudan itu membungkuk hormat."Selamat sore, Tuan Muda.""Ya, selamat sore kembali!" jawab Devron riang. "Bolehkah aku masuk ke dalam? Aku ingin melihat keadaan Tante Lucy.""Tentu Tuan Muda.
Keadaan Arion_Devron yang ternyata baik-baik saja membuat Kenio dan semua pegawai di kediamannya menghembuskan nafas lega. Sungguh mereka khawatir sekali saat mendengar tuan muda mereka pingsan. Masih sangat baru Devron berada di Kediaman Kenio, dan tentu mereka tidak ingin kehilangan adik Kenio tersebut.Jam telah menunjukkan pukul 15.4 3., yang artinya perjalanan Arion atau Devron ke wilayah Demonia tinggal dua jam lagi, karena Kenio memamg berencana akan mengantarkan remaja lelaki itu di waktu matahari tenggelam.Devron tengah duduk sambil menyesap teh hangat di dekat jendela kamarnya. Memerhatikan setiap ajudan dan pelayan yang berjalan kesana kemari. Sore ini masalah kembali datang, seorang pelayan menemukan Lucy tergeletak di lantai kamarnya. Membuat perhatian Kenio seketika teralihkan meski hanya sebentar.Lagi-lagi, dokter tak menemukan sesuatu yang mencurigakan dari tubuh Lucy. Wanita itu hanya tampak kelelahan jika dilihat dari kulitnya yang sangat pucat.Devron kembali meli
"Aku sudah menghipnotis seorang pelayan dan menyuruh wanita itu kemari. Kita lihat, apa hal menyenangkan yang akan terjadi padanya. Hahahaha!!!"CKLEK.Pintu kamar dibuka oleh sang tuan. Membuat mereka yang belum sempat bersembunyi hanya bisa mematung, terkejut...."Ahhh tidak-tidak! Bagaimana ini, kita ketahuan! Whoahhhh!!!"Seon menatap Brook yang tengah berusaha berdiri, kelabang itu amat cemas, dipenuhi ketakutan. Terlihat sangat terkejut sekaligus frustasi—yang tentu saja dibuat-buat."Binatang gila," ucap Seon masih dengan ekspresi datarnya. Dimatanya, Brook nampak sangat konyol sekarang.Mendengar ucapan Seon kelabang itu berhenti, lalu mencebik, "seperti biasa, kau selalu kaku dan membosankan!""Sayangnya, meskipun membosankan wujudku sekarang adalah kucing menggemaskan," ledek Seon."Hey... Kau, kau!""Lihatlah," titah Seon pelan sembari menunjuk Lucy yang sedang memandang penuh takjub pada dirinya sendiri di cermin. Wanita itu berputar-putar sambil mengedipkan satu matanya
"Cukup, Amethyst."Batu yang melayang itu masih bercahaya terang, mengeluarkan pancaran energinya yang kuat. Membuat Devron membuka kedua matanya dan menatap tajam. Pendar amethyst dan emas masih belum menghilang. Mengartikan bahwa batu tersebut... Masih berada dibawah perintahnya."Amethyst, ku perintahkan kau untuk berhenti, sekarang juga!"Terdengar suara tawa lembut seorang wanita tanpa wujud di toko itu. Devron masih tampak tenang, lalu fokus, "keluarlah," bisiknya.Batu itu mengeluarkan cahaya lagi, cahaya yang membentuk tangkai bunga. Perlahan pucuk bunga itu terbuka, dan mekar lah bunga lily air yang indah. Bersamaan dengan itu, keluarlah sesosok wanita kecil yang muncul dari sana. Tawanya yang berderai masih terdengar di ruangan toko milik Abumérta itu. Wanita itu kini melayang-layang di udara dan mengitari Devron."Sesosok peri penjaga," ujar Devron.Wanita peri itu berhenti tepat di hadapan Devron meski masih melayang. Ia menundukkan kepala dan badannya. Tak lupa kedua tang
Ia yakin, jika ia bisa melumpuhkannya, energi dan kekuatan yang ia dapat akan termasuk luar biasa.Abumérta tak sabar menantikannya. ...Tetapi sepertinya... Apa yang telah diperkirakan nya justru malah bertolak belakang. Lebih jelasnya... Tidak sesuai harapannya.Pria berkacamata antik itu———Abumérta jelas saja sangat terkejut, otaknya dipenuhi tanda tanya besar mengapa hal ini bisa terjadi. Selama ini, para makhluk yang terlena oleh batu tersebut benar-benar hanya kehilangan akal dan berubah menjadi orang gila sesaat. Mengapa... Mengapa malah menjadi seperti ini???Ia mundur dua langkah, memutuskan untuk menengok ke belakang dan terkejut melihat cahaya amethyst transparan yang tiba-tiba saja mengelilingi tokonya. Ia menelan ludah, merasakan rasa bahagia yang tiba-tiba membuncah di dadanya, diikuti rasa menggelitik yang tiba-tiba saja menyerang tubuhnya. Membuatnya merinding.'Apa-apaan ini?'Ia mencoba berfikir positif, mungkin saja efeknya
"Batu itu selain bisa membuat seseorang terpana, ia juga bisa membuat seseorang terlena dan kehilangan kesadaran. Membuatmu berhalusinasi dan membayangkan hal-hal menyenangkan. Tenang saja Tuan Muda, kau mungkin hanya akan 'sedikit' kehilangan 'akal' sekarang," jelasnya masih dengan seringainya.Devron terdiam, tak lama ia tersenyum riang menatap lelaki berkacamata itu dengan pandangan yang terlihat bahagia.Membuat Devian di sana terkejut seketika, sulit memercayai hal mendadak ini. Ditambah lagi, Devron sepertinya tak bisa diajak bicara sekarang. ....Devron yang masih terpaku itu masih juga tak bergerak. Cahaya amethyst yang dikeluarkan batu itu tiba-tiba saja seolah menembakan cahaya putih setelah beberapa saat asyik memandanginya. Otaknya blank, hanya warna putih yang terpampang jelas di hadapannya. Dan ia sama sekali tak bisa berpikir!Perlahan dinding besar berwarna putih di hadapannya memudar, digantikan dengan sebuah gambaran kehidupan