Share

10. Too Close

last update Last Updated: 2020-10-07 11:39:45

Chapter 10

Too Close

Vanilla menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Nick, menumpahkan semua rasa sakit yang diciptakan oleh Beck. Beck baru saja menuduhnya ingin memisahkan dari Sophie, bahkan dengan sombongnya Beck mengatakan membatalkan pertunangan mereka.

"Kau pikir kau akan bisa merebutku dari Sophie dengan cara mengambil posisinya di perusahaan?" Beck dengan sinisnya melontarkan ejekannya kepada Vanilla.

Vanilla yang saat itu masih tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Beck hanya mampu mendengarkan ucapan-ucapan Beck yang terus menyudutkannya.

"Jangan menganggap dirimu terlalu tinggi hanya karena kedua orang tuaku menyayangimu, Vanilla. Kau bisa membujuk ibuku untuk memecat Sophie dari perusahaan. Tapi, itu tidak akan bisa memisahkan cinta kami," ucap Beck dengan nada pongah.

Vanilla merasakan dadanya mulai sesak, ia mengerti mengapa Beck begitu marah kepadanya meski ia hanya menebak jika Lucy melakukan sesuatu kepada Sophie.

Beck selalu menolaknya, tidak dipungkiri oleh Vanilla jika ia merasa sakit oleh penolakan Beck. Tetapi, dituduh melakukan sesuatu yang tidak ia lakukan rasanya seribu kali lebih sakit.

Beck menatap tajam ke arah Vanilla. "Mulai saat ini, pertunangan kita berakhir." Beck menjeda ucapannya. "Aku akan membicarakan dengan Xaviera dan orang tuaku."

Pria itu melangkah keluar dari ruangan itu tanpa menatap ke arah Vanilla bahkan jika hanya sekilas. Ia meninggalkan Vanilla yang berdiri terpaku di tempatnya, menunduk sambil merasakan panas di kelopak matanya. Perlahan-lahan gadis itu merosot ke lantai, terduduk sambil berlinang air mata.

Ia sudah sering di tinggalkan oleh Beck. Ia sudah sering dihina oleh Beck, ia juga pernah melihat Beck dan Sophie di atas tempat tidur. Tetapi, rasa sakit dari semua yang pernah ia rasakan seolah menjadi satu dan menerjang perasaannya hingga Vanilla seolah tenggelam ke dasar jurang bernama kehancuran.

"Vanilla...." Suara itu sedikit serak, tetapi begitu lembut. Ia hanya pasrah saat Nick menariknya ke dalam pelukan pria itu.

Vanilla mencengkeram kemeja di sisi pinggang Nick, membenamkan wajahnya di dada bidang pria yang beberapa menit yang lalu mengisi pikiran liarnya. Akhirnya ia memang merasakan pelukan hangat pria itu.

"Kau bisa masuk angin," ujar Nick. Ia mengangkat tubuh ringan Vanilla membawanya duduk di atas sofa.

Nick memeluknya, membelai rambutnya penuh kasih sayang. Pria itu bahkan beberapa kali mendaratkan bibirnya di atas puncak kepala Vanilla.

"Beck memutuskan pertunangan kami," isak Vanilla.

"Apa kau ingin aku memberi pelajaran pada Beck? Aku akan menghajarnya jika kau mau."

Vanilla menggeleng lemah.

"Lalu?"

"Aku tidak tahu...."

Nick kembali mengecup puncak kepala Vanilla. "Menangislah hingga kau puas."

Xaviera yang sedari tadi berdiri di ambang pintu menyaksikan adegan manis itu, bibirnya tersenyum samar.

Maafkan aku, Vanilla. Tapi, cepat atau lambat kau harus melalui ini. Kau harus melihat ada seorang pria yang sangat dekat denganmu dan di matanya ada cinta untukmu.

Xaviera adalah dalang di balik apa yang sedang Vanilla rasakan, ia sengaja menceritakan kepada Lucy jika Vanilla telah kembali dari New York tetapi sayangnya hubungan anak-anak mereka masih tidak ada kemajuan karena Beck dan Sophie masih bersama.

Wanita itu berdehem. "Nick, bisakah kau mengantarkan Vanilla kembali ke rumah? Aku rasa ia perlu istirahat," ujarnya.

Nick menganggukkan kepalanya. "Baiklah, ayo kita kembali ke rumah."

Vanilla menengadah, ia menghapus sisa air matanya menggunakan telapak tangannya. "Pekerjaanku...," erangnya.

"Kita akan kerjakan desain itu bersama-sama, aku akan mengambil laptopmu."

Xaviera yang masih berdiri di ambang pintu menyahut, "Biar aku yang mengambil barang-barang kalian."

Tidak sampai lima menit mereka berdua telah berada di dalam mobil Nick, pria itu memasangkan sabuk pengaman untuk Vanilla. Bibirnya terus menyunggingkan senyuman sementara di benaknya pria itu menyeringai penuh kemenangan.

Kau sendiri yang menjauhkan Vanilla, Beck. Bukan aku.

***

"R-rumah siapa ini?" tanya Vanilla ketika mereka memasuki halaman sebuah rumah yang lebih mirip seperti sebuah mansion di tengah kota

"R-rumah siapa ini?" tanya Vanilla ketika mereka memasuki halaman sebuah rumah yang lebih mirip seperti sebuah mansion di tengah kota.

"Rumahku," jawab Nick, pria itu tersenyum lembut.

"Kenapa kita ke sini?"

"Kau terlambat melayangkan protesmu, Nona." Nick menginjak rem mobilnya tepat di depan pintu utama.

Penuh semangat pria itu melepas sabuk pengamannya lalu membuka pintu mobilnya, setengah berlari ia mengitari mobilnya untuk membukakan pintu mobil untuk Vanilla.

"Selamat datang di rumahku, Princess," ucap Nick, pria itu menyeringai.

"Nick, aku rasa lebih baik kita ke rumahku saja," ujar Vanilla. Gadis itu tampak enggan keluar dari mobil.

Nick menaikkan kedua alisnya. "Jangan sungkan, hanya ada pelayan di rumah ini."

Vanilla mengerjapkan matanya.

Ekspresi Vanilla yang tampak gugup dan sepertinya meragukannya membuat Nick merasakan gemas terhadap gadis itu. "Aku tidak bermaksud jahat padamu. Tapi, baiklah jika kau takut padaku... aku akan mengantarmu pulang," katanya.

Ketika Nick hendak menutup pintu mobil, Vanilla menahannya. "A-aku tidak bermaksud seperti itu...." Ia merasa tidak nyaman seolah ia sedang mencurigai Nick akan berbuat buruk kepadanya padahal pria itu sedang berusaha menghapus kesedihannya.

Vanilla bergegas melepaskan sabuk pengamannya lalu perlahan menurunkan kakinya untuk keluar dari dalam mobil, menerima uluran tangan Nick yang menyambutnya seolah ia memang seorang Princess, seperti Nick memanggilnya.

"Di mana orang tuamu?" tanya Vanilla, mereka berada di dalam kamar Nick yang di dominasi warna putih di padu dengan warna cream

"Di mana orang tuamu?" tanya Vanilla, mereka berada di dalam kamar Nick yang di dominasi warna putih di padu dengan warna cream.

"Orang tuaku sedang berada di perusahaan." Nick melepas satu persatu kancing kemejanya. "Anggap rumahmu sendiri, Vanilla. Tidak perlu sungkan."

Ia melemparkan kemejanya ke dalam keranjang khusus pakaian kotor lalu ia meninggalkan Vanilla yang diam-diam menelan ludahnya melihat sekilas tubuh Nick yang telah bertelanjang dada, pria itu melangkah masuk ke dalam walk in closet. Dua menit kemudian pria itu keluar hanya dengan mengenakan kaos dan celana kain, tampak santai, tetapi nyaman.

"Apa kau ingin minum atau makan sesuatu?" Nick duduk di sofa tepat di samping Vanilla. "Aku akan meminta pelayan menyediakan semua yang kau inginkan."

"Kurasa air putih saja," jawab Vanilla.

Nick benar-benar dibuat gemas oleh sikap canggung Vanilla. Nick telah menjumpai berpuluh-puluh gadis selama hidupnya, kebanyakan dari gadis-gadis itu seolah merasa tersanjung mengenalnya, apa lagi jika sampai bisa berkencan dengannya. Mereka akan bertingkah seolah wanita anggun yang derajatnya tinggi, mereka bertingkah selayaknya putri yang manja di depan Nick. Tetapi, Vanilla bersikap biasa, apa adanya dan sedikit canggung.

"Baiklah, air putih...." Nick meraih ponselnya untuk memanggil pelayan agar menyiapkan semua yang ia instruksikan.

Pria itu berbicara menggunakan bahasa Jerman yang sangat kental, Vanilla sedikitnya mengerti karena beberapa orang temannya di New York dulu berasal dari Jerman.

"Kau bisa bahasa Jerman?" tanya Vanilla ketika Nick telah selesai berbicara di telepon.

"Ya, koki di rumah ini berasal dari Jerman."

Vanilla mengerutkan keningnya. "Aku hanya meminta air putih, untuk apa...."

"Air putih untukmu spesial," ujar Nick, pria itu mencuri ciuman di pundak Vanilla.

Meski hanya sekilas, nyatanya sapuan bibir Nick di pundaknya yang masih terbungkus kain membuat Vanilla menegang. Pikirannya kembali liar, ia ingin berada di dalam pelukan Nick, pelukan pria itu nyaman, hangat, dan membuatnya merasa dilindungi.

Menyadari Vanilla yang menegang, Nick mengusap pundak Vanilla yang ia cium. "Aku sengaja membawamu ke sini karena aku tidak ingin kau memikirkan tetanggamu itu lagi," ucap Nick.

Tujuannya memang seperti itu, awalnya. Entah nanti.

Vanilla menyandarkan punggungnya ke sofa, bibirnya tersenyum pahit. Ia mengangkat tangan kirinya. Mengamati cincin yang melingkar di jari manisnya, empat tahun benda itu melingkar di jarinya. Tetapi, semua itu seolah tidak pernah berarti bagi Beck. Entah ia yang memang terlalu bodoh karena menginginkan Beck hingga ia tidak pernah membuka matanya untuk melihat pria lain seumur hidupnya.

"Aku rasa, ini harus segera di lepas," gumamnya. Ia menarik cincin pertunangannya dengan Beck, menjepit benda itu di antara jari telunjuk dan ibu jarinya.

Nick meraih pinggang Vanilla, merengkuh gadis itu, mengikis jarak di antara keduanya, dan gadis itu juga tidak menolak. "Kau akan mendapatkan pengganti yang lebih baik, percayalah padaku."

"Aku tidak secantik sabun," gumam Vanilla.

Dalam sekejap Vanilla telah duduk di atas pangkuan Nick tanpa ia mampu mengingat bagaimana pria itu memindahkan tubuhnya. Gerakannya begitu cepat, entah karena Vanilla yang terlalu fokus pada lamunannya yang membandingkan dirinya dengan Sophie yang begitu cantik, anggun, dan tentunya selalu berpenampilan modis atau memang Nick memiliki kemampuan yang seolah bisa menghentikan waktu beberapa detik.

"Jangan pernah kau menganggap dirimu tidak cantik," ucap Nick, pria itu menatap mata Vanilla dalam-dalam.

Merasa tatapan Nick seolah menembus hingga ke dalam jantungnya, Vanilla sebisa mungkin menguasai dirinya. "Nick... kita terlalu dekat."

"Saat kau menangis tadi kita lebih dekat dari ini," ujar Nick dengan nada menggoda.

Vanilla mengerucutkan bibirnya, ia berusaha turun dari atas pangkuan Nick tetapi pria itu menahannya. "A-aku haus...," desahnya.

Nick tertawa kecil mendengar pengakuan Vanilla. "Kau selalu kehausan setiap bersamaku, ya?" Ia mengusap-usap rambut di puncak kepala Vanilla.

Vanilla menyeringai kemudian ia menggigit bibir bawahnya.

Sialan!

Melihat Vanilla menggigit bibir bawahnya membuat Nick merasa frustrasi, gadis di depannya sangat cantik saat ia menggigit bibir bawahnya.

Bersambung....

Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate.

Salam manis dari Cherry yang manis.

šŸ’

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Tety Vivo
Omg, Vanilla pantas mendapatkan pria yang mencintai nya dan membuat dia merasa berharga, pengen liat si beck menyesal. Dan menangis seperti Vanilla
goodnovel comment avatar
via Sulistyowati
wes ahbgass kro nick wae
goodnovel comment avatar
Juliyanti Novalina
jangan dulu y nick ......
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 11. In My Arms

    Chapter 11In My ArmsSuasana tampak lengang, hanya suara kertas yang di bolak balik sesekali terdengar memecah keheningan."Ma, ayolah... bantu aku berpikir." Sophie merengek kepada wanita di depannya yang sedang membolak-balik tabloid."Sejak dulu sudah kukatakan jika Beck itu tidak baik untukmu, aku berulang kali mengenalkan anak-anak klienku yang jauh lebih kaya. Tapi, kau dibutakan cinta.""Kau mengenalkan aku pada pria tua," sungut Sophie."Hanya lebih tua beberapa tahun, bukan masalah. Yang penting uang mereka banyak." N

    Last Updated : 2020-10-07
  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 12. Wild kissing

    Chapter 12Wild KissingDi dalam bangunan yang terbuat dari kaca, Vanilla memekik, tubuhnya bergetar hebat, ia nyaris tidak bisa bernapas dengan benar. Kedua pahanya melingkar di antara pinggang Nick, ia mengalungkan lengannya di leher Nick sementara wajahnya berada di antara ceruk leher pria itu. Seumur hidupnya yang ia ingat, ia hanya pernah melihat harimau di televisi. Mungkin pernah melihat di kebun binatang ketika ia masih kecil, yang jelas ia tidak mengingatnya.Kucing yang Nick maksud adalah lima ekor harimau besar, sangat besar seperti seekor sapi hanya saja tingginya tidak setinggi sapi. Harimau itu terdiri dari tiga e

    Last Updated : 2020-10-07
  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 13. Confused

    Chapter 13ConfusedVanilla baru saja memasuki ruang makan dan tertegun mendapati siapa yang ada di sana. Nick, pria itu duduk di kursi makan sedang menikmati sarapan di rumahnya bersama Xaviera."Nick...." Vanilla justru seolah mengerang memanggil nama pria itu."Sayang, selamat pagi. Ayo, kemarilah," ucap Xaviera, wanita itu sedang menuangkan susu ke dalam gelas.Sementara Nick, pria itu hanya menyeringai. Tetapi, tatapan matanya menatap Vanilla lembut, penuh kerinduan seolah-olah telah bertahun-tahun tidak melihat gadis itu.

    Last Updated : 2020-10-07
  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 14. An Idol

    Chapter 14An Idol"Jangan katakan kau memerlukan pelepasan sepagi ini, Nick." Charlotte yang berdiri di belakang nick mengecup bibir Nick yang sedang duduk menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.Charlotte, ia adalah sahabat Nick sejak kecil. Sama seperti Beck dan Vanilla. Tetapi, hubungan mereka lebih santai, Nick mencari Charlotte saat ia memerlukan pelampiasan mendesak. Begitu juga Charlotte, ia tidak keberatan bagaimanapun cara Nick memperlakukannya. Mereka berdua bebas, Nick bebas berkencan dengan gadis lain begitu juga Charlotte yang bebas berkencan dengan pria lain."Tidak, aku hanya perlu kau mendengarkan masalahku," ujar Nick. "Sialan,

    Last Updated : 2020-10-07
  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 15. My Darl

    Chapter 15My Darl

    Last Updated : 2020-11-10
  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 16. Red Roses

    "Jadi, bodyguard-mu telah berganti?" tanya Stefano, ia menjauhkan lengannya dari puncak Vanilla. "Astaga, jangan pedulikan dia, aku baru saja menolaknya," ucap Vanilla setengah berbisik.

    Last Updated : 2020-11-11
  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 17. Profesionalisme

    Chapter 17ProfesionalismeBeck tiba di depan ruang kerjanya, seperti biasa ia mendorong pintu ruangannya perlahan seraya berdoa di dalam hatinya agar pagi ini ia tidak mendapati Vanilla di ruang kerjanya. Doa yang ia panjatkan pagi itu terkabul. Tidak ada Vanilla di sana tetapi ada ibunya yang menatapnya dengan tatapan dingin."Begini caramu memimpin perusahaan?" tanya Lucy yang duduk di kursi kerja Beck, wanita itu menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan nyaman."Aku tidak terlambat," protes Beck karena ia datang lima menit sebelum jam kerja dimulai."Seharusnya kau datang lebih awal."Diam-diam Beck mengela napasnya, apa pun yang ia lakukan selalu salah di mata Lucy sejak Vanilla meninggalkannya ke New York. "Sebenarnya aku atau Vanilla, anak kandungmu?""Jika boleh memilih, aku lebih memilih Vanilla." Lucy menegakkan pungg

    Last Updated : 2020-11-19
  • I Win You (Indonesia)Ā Ā Ā 18. Obsession

    Chapter 18ObsessionBeck diam-diam mengamati Charlotte yang sedang meletakkan cangkir kopi di mejanya. Sudah satu Minggu gadis itu menjadi sekretarisnya dan Beck mengakui di dalam hatinya jika Charlotte cekatan, cerdas, dan semua pekerjaannya yang dilakukannya bisa di hilang sempurna. Secara garis besar, ia kagum kepada seluruh kemampuan Charlotte. Bukan hanya saat berada di depan meja kerja saja tetapi juga saat ia harus menghadapi klien, pembawaan sikapnya yang tenang dan berkelas membuat gadis itu justru lebih menonjol dibandingkan dirinya yang jelas-jelas bos di perusahaannya. Hal itu cukup mengganggu, tetapi ada yang lebih mengganggu. Aroma kamomil samar-samar dari tubuh gadis itu, lekuk tubuh indah yang di balut pakaian mahal, wajah cantik, dan gerakan tubuhnya. Semuanya terpatri di otak Beck dan i

    Last Updated : 2020-11-19

Latest chapter

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status