Ethan membawa Nadya menuju villa yang ditempati Nadya. Panji membukakan pintu untuk Ethan, lalu ia masuk sambil membawa tas Nadya setelah Ethan masuk. Ethan membaringkan Nadya di atas tempat tidur dengan lembut, ia membuka jaket denim Nadya dan menyelimutinya dengan bed cover. Ia berjalan ke arah kursi di dekat perapian dan menaruh jaket itu di atas kursi. Ia melihat hp Nadya di dekat laptop. Ternyata Nadya tidak membawa hpnya, pantas saja panggilan dan pesan darinya tidak mendapat balasan dari Nadya. Ia melangkah lagi ke arah tempat tidur untuk membuka sepatu Nadya, dan setelah meletakkan kedua sepatu Nadya di samping tempat tidur itu ia menelepon Dokter.Panji masuk ke kamar dan menaruh tas Nadya di atas meja. Ia berpaling ke arah Ethan yang sedang menelepon Dokter. Ethan mengakhiri hubungan teleponnya dan berpaling ke arah Panji. Dokter akan tiba dalam 10 menit kata Ethan kepada Panji. Panji mengangguk, ia menawarkan kopi hangat untuk Ethan. Ethan pasti belum minum apa apa, termasu
Nadya bergerak dan memiringkan tubuhnya, ia merasakan pegal seolah sudah tertidur dengan posisi yang sama dengan waktu yang lama. Ia seakan sudah tidur sangat lama. Tiba tiba kedua matanya terbuka dan ia langsung melihat Ethan di depannya. Ia mengerjap, tidak mungkin Ethan di sini, Ethan tidak ikut tour. Mungkinkah ini mimpi. Ia mengerjap lagi. Yah ini mimpi. Mimpi yang sangat indah. Ethan sedang tidur di sampingnya. Apakah di dalam mimpi ia sudah menjadi istri Ethan. Tiba tiba Nadya tersenyum, ia memandang Ethan dengan penuh cinta.Ethan tidur menghadap ke arahnya sehingga Nadya bisa merasakan hembusan napas Ethan di wajahnya dan ia bisa memandangi Ethan dari dekat. Kedua mata Ethan terpejam, bulu matanya tebal, alisnya terbentuk sempurna, hidungnya sangat mancung dan bibirnya merah. Ethan sungguh sangat tampan. Nadya bisa berlama lama memandang Ethan. Ia ingin menyentuh Ethan, lagi pula ini hanya mimpi. Kalau ia menyentuh hidung dan bibir Ethan, Ethan tidak akan terbangun. Nadya lal
Nadya dan Ethan makan dalam diam seakan menikmati makanan yang sangat lezat yang diantar oleh tiga orang pegawai resort ke villa. Ethan menghubungi Mr. Travis untuk mengantarkan makan malam untuk mereka berdua. Pegawai resort itu membersihkan meja makan dari cangkir cangkir kopi untuk menaruh makanan dan minuman. Meskipun makanan itu lezat dan sangat nikmat, tapi Nadya tidak suka suasana hening di antara mereka, karena hal itu menimbulkan khayalan yang tiba tiba menghampirinya sehingga ia buru buru menepisnya dan melahap daging sapi dengan saus coklat itu ke mulutnya. Begitu juga dengan Ethan, ia merasakan dampak dari suasana hening di antara mereka dan ia segera buka suara.“Beli apa di pasar seni?” tanya Ethan tiba tiba sambil menyantap makanannya.“Dompet,” jawab Nadya singkat.Kenapa Ethan tiba tiba menanyakan di pasar seni. Apakah Ethan melihat dompet koin yang dibelinya. Seolah teringat tasnya, kira kira dimana tas nya disimpan. Nadya berpaling ke arah ruang tamu yang terlihat d
“Apakah kamu mau minum obat?” tanya Ethan mengingatkan Nadya karena tadi ketika makan malam kepala Nadya terasa sakit lagi.“Tidak, aku sudah baikkan.”Ethan mengangguk merasa lega, ia mengeluarkan hp dari kantong celana dan berpaling lagi ke arah Nadya. “Sebentar aku panggil pegawai resort ke sini.”Nadya hanya mengangguk, dan melihat Ethan melangkah keluar kamar. Nadya lalu tercengang. Ethan seolah seorang suami yang mengurus istrinya yang sakit. Warna merah tiba tiba muncul di wajah Nadya, jantungnya berdetak cepat. Khayalan liar menghampirinya. Apakah Ethan akan menginap di sini. Nadya menunduk malu dan senyum senyum sendiri. Namun ia segera menyadarkan dirinya sendiri. Tidak Nad, kamu jangan berpikir macam macam. Peringatnya. Nadya menggeleng seraya menepis pikirannya. Ia mengangkat tangan untuk mengipasi dirinya menghilangkan rasa panas yang terasa di tubuhnya. Ethan orang sibuk. Ia tidak boleh serakah menyuruh Ethan agar memperhatikan dirinya. Ia akan berpura pura menurut pada
Nadya bangun di pagi hari dan duduk di atas tempat tidur. Kepalanya terasa sakit, ia segera mengambil obat dan air minum di atas meja lampu yang tadi malam ditaruh Ethan di sana. Setelah meneguk air untuk membawa obat itu kedalam tenggorokannya, ia terdiam sebentar seraya menunggu sakit di kepalanya agak berkurang. Ia turun dari tempat tidur dan langsung menuju ke kamar mandi.Beberapa menit berlalu, Nadya keluar dari kamar mandi dengan hanya dibalut handuk putih yang mengelilingi tubuhnya. Ia melangkah menuju lemari untuk mengambil bajunya yang disimpan di lemari ketika ia memasuki villa ini. Bajunya semua kasual tapi ia tidak perduli karena memang ia hanya membawa baju kasual selama di Bali. Ketika pesta saja ia meminjam gaun kepada Mita, dan ia sudah mengembalikan gaun itu kemarin ketika Mita menginap di sini. Tapi kenapa ia memikirkan soal bajunya, tidak mungkin ia mengganti gaya berpakaiannya hanya karena ingin terlihat cantik di depan Ethan. Nadya mengambil baju kaos berlengan p
Nadya menyusuri jalan menuju resort jaraknya lumayan jauh dari villa namun Nadya menyukainya karena bisa sekalian olah raga pagi. Tiba tiba ia berhenti seakan mempertimbangkan untuk datang ke villa Mita dan teman temannya yang lain. Tapi ia tidak tahu villa mereka dimana. Mungkin ia akan bertemu dengan mereka di tempat makan. Nadya melangkah lagi. Ia sudah memasuki resort dan memilih untuk sarapan di luar sambil melihat pemandangan pantai. Sebelum reservasi ia melangkah dulu ke tempat makan di luar sambil mencari teman temannya. Ia keluar dan disambut hembusan angin dari lautan sehingga mengibarkan rambutnya yang digerai. Tiba tiba matanya terbelalak ketika melihat orang tua asing yang ditolongnya sedang duduk sendirian sambil makan sarapannya. Jadi orang tua asing itu tamu di resort ini, sama seperti dirinya. Tapi kenapa ia selalu sendirian. Apakah ia tidak mempunyai keluarga. Kasihan sekali. Orang tua asing itu lalu melihat ke arahnya dan Nadya segera menghampirinya. “Halo Mister,”
Orang tua asing itu tersenyum, ia memanggil pelayan ketika melewati mejanya dan menyuruh Nadya untuk memesan sarapan kepada pelayan itu. Nadya menyebutkan makanan dan minuman yang dipesannya, pelayan itu segera menulisnya, lalu pelayan itu tersenyum dan meminta Nadya untuk menunggu pesanannya sebentar. Nadya kembali melihat orang tua asing itu. Orang tua asing itu menyantap makanannya dengan lahap.“Apakah kamu tidak mempunyai keluarga?” tanya Nadya ingin tahu.“Aku punya.”“Dimana keluargamu?” tanya Nadya lagi masih penasaran.“Aku hanya punya seorang anak.”“Apakah anakmu tidak menemanimu ke Bali?”“Tidak.”“Kenapa sendirian ke sini tidak ditemani anakmu?”“Aku ditemanimu sekarang.” Orang tua asing itu menyengir dan menyantap makanannya lagi.“Bukan itu maksudku,” ujar Nadya tanpa ekspresi sehingga membuat orang tua asing itu menyengir lagi.“Ya ampun kamu seperti wartawan, bagaimana denganmu kenapa kamu sendirian?”“Aku bersama teman temanku.”“Dimana teman temanmu?”“Aku tidak tah
Ethan melangkah menuju tempat makan yang berada di luar. Ia tidak menyangka ayahnya dan Mr. Steven menginap di resort tadi malam, tidak ada yang memberitahunya, baik ayahnya maupun Mr. Steven sengaja tidak memberitahunya. Bahkan General Managernya baru tahu tadi pagi sama seperti dirinya. Ketika Ethan keluar lagi dari villa untuk mengajak Nadya sarapan bersama, Mr. Steven datang sehingga ia masuk lagi dan mengundang Mr. Steven masuk.Untung saja ia sempat ke villa Nadya untuk melihat keadaan Nadya sekalian memberikan kacamata dan alat penerjemah untuk Nadya. Ketika masuk ke villa yang ditempati Nadya, Nadya masih tertidur lelap, selimutnya bergeser sehingga ia membetulkannya, ia menaruh kacamata dan alat penerjemah juga kertas yang berisi tulisannya di atas meja dekat perapian listrik. Ia juga mengisi gelas dengan air di atas meja lampu untuk diminum Nadya dengan obatnya nanti ketika bangun, lalu ia mencium kening Nadya dan melangkah pergi. Di luar villa ia menyuruh kedua pengawalnya
Mita berpacu dengan kecepatan tinggi, ia melewati gerbang tinggi lalu belok dengan mulus ke arah jalan tanpa menghentikan kecepatannya. Nadya berpaling ke belakang. Gerbang tinggi rumah Ethan menutup secara otomatis. Dalam hati ia tahu ia mengingkari janjinya untuk kembali sebelum pelayan rumah Ethan datang ke kamarnya. Nadya berpaling ke arah Mita. Mita belum mengatakan sepatah katapun, ia tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi."Apakah Ethan tahu?" tanya Nadya mengabaikan ucapan Mita tadi."Tidak," jawab Mita singkat, pandangannya tetap lurus ke depan. Dari kejauhan Mita melihat mobil yang dikendarai Kakaknya, ia segera mengurangi kecepatannya."Tapi Ethan tahu kemana Kakakku pergi."Nadya tampak terkejut, ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum ia bertanya, Mita lebih dulu bertanya padanya."Apa yang kamu lakukan di luar pagi pagi, Nad?" Nadya tidak langsung menjawab, ia tahu Mita pasti menanyakan soal itu, namun ia akan terus terang. Nadya berpaling ke arah jalan
Nadya terbangun jam 5 pagi, tenggorokkannya terasa kering. Ia terbatuk seraya membuka bedcover dan melangkah ke arah sofa. Ia duduk di atas sofa lalu menuangkan air mineral ke dalam gelas berkaki, bekas tadi malam ia minum bersama Ethan. Air mineral itu sangat segar melewati tenggorokkannya. Nadya meneguk air itu hingga habis, kedua matanya melirik ke arah kaca lebar yang menuju balkon. Kaca itu tidak ditutup gorden karena terbuat dari kaca riben hingga suasana malam tampak terlihat jelas dari dalam. Ethan yang memberitahu bahwa semua kaca di sini tidak memakai gorden ketika Nadya akan menutup jendela. Jam segini di Brisbane masih gelap, sama seperti di Indonesia. Waktu di Brisbane sama seperti waktu di Indonesia. Nadya tahu karena melihat jam ketika di pesawat, dan jam di samping tempat tidurnya. Nadya menaruh gelas itu kembali di atas meja, ia melihat gelas Ethan di sana. Di atas meja itu masih ada gelas Ethan dan gelasnya, juga teko bening berisi air yang sengaja ditaruh untuk keb
Nadya sudah tahu arti kata itu, jadi ia menuntut jawaban dari Ethan, tapi mungkin saja Ethan tidak tahu kalau ia sudah bisa berbahasa Inggris. Ethan menatap Nadya, seperti ketika di bandara, Ethan ingin bertanya apakah Nadya sudah bisa bahasa Inggris."Kamu mengerti ucapanku?" "Iya." Ethan terdiam seraya menatap Nadya lagi. Setahunya, kata itu belum ia berikan pada Nadya. Apa mungkin Nadya belajar sendiri. Seperti tadi di bandara, ia sengaja berbicara bahasa Inggris dengan Panji, dan Nadya seolah mengerti apa yang ia dan Panji ucapkan."Apakah ayahmu ada di sini?" tanya Nadya tiba tiba, kedua matanya terbuka lebar. Rasa gugup mulai menghampirinya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, bahkan ke seluruh ruangan itu untuk mencari keberadaan ayah Ethan."Aku harus bersiap diri menyambut kedatangan Mr. Darren Sullivan," kata Mr. Darren menyebut namanya sendiri. Ia berdiri dan pura pura merapikan diri.Ethan mengerling ke arah ayahnya, ia menggeleng melihat ayahnya yang masih memainkan drama
Nadya melangkah dengan cepat ke arah ruangan yang tampaknya merupakan ruang bersantai dengan TV flat screen besar dan lebar yang menyala."Misteeeeer, kenapa kamu di sini?" tanya Nadya dengan nada tinggi mengalahkan suara televisi.Mr. Darren berpaling dan melihat Nadya yang tampak terkejut melihat dirinya. Nadya sangat cantik, ia mengagumi gaya berpakaian calon menantunya yang elegan."Oh Nadya, I....""Tunggu." Nadya mengangkat tangannya untuk menghentikan Mr. Darren melanjutkan ucapannya. Ia menengok ke telinga kanan dan kiri Mr. Darren."Kamu tidak memakai alat penerjemah yah?" "Well, I.....""Don't worry I can speak english little bit," ucap Nadya menyengir.Mr. Darren menganga tidak percaya mendengar Nadya bisa berbahasa Inggris, pengucapannya juga seolah Nadya sudah terbiasa berbicara bahasa Inggris."Don't gape so wide, mister, it's like you're seeing a ghost," kata Nadya, ia terkekeh."Yeah, I'm seeing a ghost," ucap Mr. Darren, seulas senyum tersungging di bibirnya. Ia sena
Nadya tidak sabar untuk segera menuju ke ruang makan. Meskipun ia tidak tahu Ethan dan ayahnya sudah datang atau belum, tapi ia berharap Ethan dan ayahnya sudah datang. Ia sudah menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan ayah Ethan. Celana panjang lebar warna putih berbahan chiffon dipadukan dengan blouse warna putih polos berlengan panjang, leher blouse itu membentuk V dengan beberapa lipatan rapih yang senada, blus itu juga berbahan chiffon. Nadya terlihat elegan memakai baju itu. Kali ini rambut Nadya diikat. Ia memakai softlens warna coklatnya, dan mendandani wajahnya dengan eye liner dan pelentik bulu mata. Bibirnya hanya menggunakan lip gloss yang mempertajam warna bibirnya yang pink dan membuat bibirnya basah. Ia sudah mahir bermake up namun tidak semahir Mita. Nadya melihat sekali lagi penampilannya di depan cermin. Ia mengangguk puas dengan hasil make overnya. Ia melihat alat penerjemah yang ia taruh di atas meja rias. Ia seakan menimbang untuk memakai alat
Ethan tiba di gedung Greetline news dengan waktu setengah jam dari bandara. Ia menyuruh pengawalnya untuk mengebut, tapi tetap saja pengawalnya kurang ngebut menurut Ethan. Ia memperkirakan tiba di sini seperempat jam, jika ia yang menyetir. Ia sudah menduga ayahnya pasti melarangnya membawa mobil sport sendiri pada saat situasi seperti ini. Padahal ia sengaja menyuruh pengawalnya membawa mobil sportnya agar ia cepat sampai ke kantor Greetline news. Ia tidak sabar untuk menginterogasi penjahat yang memanfaatkan pemberitaannya untuk meraup keuntungan, dan mengganggu ketenangan hidup orang lain. Tentu saja berkat ayahnya yang gerak cepat mencari laki laki itu setelah pemberitaan itu muncul. Laki laki itu pasti lupa siapa yang ia hadapi. Ia bersyukur ayahnya menangkap laki laki itu sehingga ia tidak perlu mencarinya. Laki laki itu juga yang menyebarkan kedatangannya ke Australia hari ini, sehingga bandara dan gedung Greetline news penuh wartawan dan orang orang yang penasaran. Dasar pen
Seperti yang dikatakan Ethan, para pengawal Ethan sudah berdiri berjaga di lapangan bandara. Ethan turun terlebih dahulu dan mengarahkan keluarga Nadya ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh salah satu pengawal Ethan. Lalu Ethan berbicara kepada Panji dalam bahasa Inggris untuk menghubunginya kalau sudah sampai rumah. Panji mengangguk dan mengatakan pada Ethan agar berhati hati dalam bahasa Inggris juga. Ethan dan Panji sengaja memakai bahasa Inggris agar Nadya tidak mengerti dan tidak membuat Nadya khawatir. Tapi Ethan dan Panji salah, Nadya sudah mengerti apa yang mereka ucapkan, sehingga ia berpaling ke arah Ethan, tampak kedua matanya bertanya tanya. Ethan menatap Nadya seakan ia tahu jika Nadya mengerti apa yang diucapkannya bersama Panji, namun ia tidak mau mencaritahunya di sini, nanti saja kalau ia sudah di rumah. Ethan tidak menjawab pertanyaan yang terpancar dari kedua mata Nadya, ia membuka pintu mobil untuk Nadya dan mencium pipi Nadya seraya mengucapkan I love
Ethan duduk di atas sofa di ruangan berkumpul, ia menyentuh layar iPadnya untuk membaca komen komen di bawah artikel itu. Ia bersyukur Nadya dan keluarganya sudah pergi tidur. Ia tidak mau membuat Nadya dan keluarganya khawatir dengan pemberitaan itu. Ia yakin wajahnya sekarang tampak tidak bersahabat.Tiba tiba ia mengernyit dan mendesah kesal. Ia segera keluar dari ruang berita yang memuat pemberitaan tentang dirinya dan Nadya. Bersamaan dengan itu Panji menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi buatannya. Bukan tidak percaya dengan rasa kopi buatan pramugari Ethan tapi ia lebih senang jika soal kopi, ia yang membuatnya. Lagi pula ia tidak mau memberitahu pramugari kopi seperti apa yang ia inginkan, itu akan merepotkan mereka. Jadi lebih baik ia yang turun tangan sendiri. Ia juga yakin Ethan menyukai kopi buatannya. Untuk itulah ia membuat dua cangkir kopi. Melihat wajah Ethan tampak kesal, Panji bertanya sambil menyerahkan cangkir kopi untuk Ethan.“Ada apa, man?”“Thanks,” ucap
Nadya terpana melihat pesawat jet pribadi keluarga Sullivan, begitu juga dengan Mita, tak terkecuali keluarga Nadya. Mereka menganga dengan interior pesawat pribadi itu bergaya modern yang di cat perpaduan warna putih dan emas. Ruangannya luas dan tidak terlihat seperti di dalam pesawat, malah pesawat ini seperti layaknya hotel berbintang lima.Ruangan luas itu juga terbagi beberapa ruangan yang dipisahkan oleh dinding dinding berlapis emas. Pesawat ini terbagi dua lantai, lantai atas untuk ruang kokpit, tampak terlihat dua orang pilot sedang menaiki tangga mewah setelah mereka menyambut Ethan dan keluarga Nadya beserta Panji dan Mita. Kedua pilot itu ditemani tiga orang pramugari dan tiga orang pramugara, dan mereka tentu bukan orang Indonesia. Delapan jam perjalanan ke Australia bukanlah waktu yang sebentar, namun jika pesawatnya seperti ini tidak akan mungkin bosan bahkan tidak akan terasa berada di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di atas lautan biru. Nadya tersenyum di d