Setelah menatap sekilas interaksi dari wanita paruh baya bersama dengan seorang balita laki-laki yang sedang asyik bermain dan tidak ingin pulang tersebut, Arkan mendorong pintu kaca di depannya dan melangkahkan kaki panjangnya menuju ke arah minuman.
Ia langsung mengarahkan tangannya untuk membuka mesin pendingin itu di depannya dan mengambil air isotonik untuk mengembalikan ion tubuhnya yang banyak hilang karena memikirkan Zaara seharian ini.
Tanpa membuang waktu, ia sudah membuka botol minuman kemasan tersebut dan langsung meneguknya hingga tinggal separuh. Namun, ia langsung tersedak saat kakinya di pukul ringan oleh balita laki-laki yang sudah berada di bawahnya. Sehingga ia saat ini tengah mengamati ulah balita tersebut yang sudah berjalan berbicara tidak jelas kepadanya.
"Ecim ... ecim."
Endang Susanti tadi merayu Arza dengan membelikan es cream agar bocah balita itu mau diajak pulang. Saat ia tengah memilih es cream yang berada di freezer, d
Arkan yang saat ini tengah memandangi wajah balita yang berada di pangkuannya dan tidak berhenti bergerak, karena bocah laki-laki itu sangat aktif. Entah mengapa, ia merasa sangat menyukai balita itu karena sibuk mencium pipi gembil Arza. Saat ia sibuk menatap tingkah Arza, suara dari wanita paruh baya yang duduk di belakangnya, membuat ia menoleh."Nah, gang di depan itu, belok kanan, Pak." Endang yang dari tadi jadi penunjuk jalan, langsung mengatakan arah yang merupakan gang masuk tempat tinggalnya. "Setelah itu, rumah nomor 10, kiri jalan dengan cat tembok berwarna biru dengan halaman luas, itu rumah saya.""Baik, Bu," jawab sang supir yang kembali fokus menatap beberapa rumah dan mencari yang cocok dengan ciri-ciri tersebut.Arkan mengerutkan keningnya begitu merasa sangat tidak asing dengan ciri-ciri rumah yang disebutkan oleh wanita tersebut. Sehingga ia mengamati jalanan di depannya yang merupakan gang masu
Zaara yang saat ini tengah membungkuk untuk menaruh cangkir di atas meja dan bisa didengarnya, suara dari wanita paruh baya yang ada di sebelah kanan ia berdiri. Refleks ia langsung ber-sitatap dengan netra pekat milik pria yang saat ini seolah ingin memberinya sebuah kode bahwa kekasih yang dimaksud tak lain adalah dirinya."Sebenarnya apa yang tadi dikatakan oleh daddy Arkan pada ibu? Dia tidak membicarakan tentangku, bukan? Sepertinya dia benar-benar sangat percaya diri, karena berpikir kami akan menikah. Astaga, rasanya aku ingin pergi ke ujung dunia untuk melarikan diri dari semua beban ini," gumam Zaara yang berjalan meninggalkan orang-orang di ruang tamu tersebut.Tentu saja ia tidak ingin kembali berinteraksi dengan Arkan yang sudah seharian ini mengguncang jiwanya. Sehingga ia memilih menghindar dengan niat bersembunyi di dapur, berpura-pura untuk menghangatkan makanan. Namun, baru saja kaki jenjangnya melangkah, suara dari Willy membuat ia m
Kalimat ambigu yang keluar dari bibir tebal Willy, berhasil membuat tubuh Zaara bergetar karena ketakutan. Sebuah hal yang dari tadi ditakutkannya adalah saat melihat 2 pria yang sama-sama berarti di hatinya itu akan berkelahi untuk memperebutkan dirinya. Sehingga ia ingin menyembunyikan tentang sebuah kenyataan sebenarnya mengenai Arkan demi kebaikan."Entah berapa lama aku bisa menyembunyikan tentang daddy Arkan dari abang Willy. Aku harus mengulur waktu sampai menemukan jalan keluar dari masalah ini," gumam Zaara yang saat ini melihat sosok pria yang berdiri menjulang di sebelah ia berbaring.Zaara bangkit dari ranjang dan saat ini ia berdiri di hadapan Willy yang dikuasai oleh amarah. Tentu saja niatnya adalah ingin menenangkan perasaan pria yang sudah meluapkan emosi akibat perbuatannya."Abang Willy, maafkan aku. Aku tahu Abang tidak akan sampai berbuat seperti ini, jika aku tidak keterlaluan. Aku memang wanita tid
"Zaaraku Sayang, apa pria itu sudah tidur? Ayo, kita selingkuh.""Presdir sudah gila. Cepat tutup telfonnya, aku mau tidur."Zaara masih berbicara lirih dengan posisi tangan berada di dekat mulutnya. Tentu saja agar tidak membuat suaranya terdengar oleh Willy dan Endang. Kalimat selingkuh yang keluar dari bibir Arkan benar-benar membuatnya merasa kesal dan geram. Karena ia merasa seperti seorang wanita nakal saja.Saat ingin menekan tombol merah di ponselnya, lagi-lagi ia dibuat terkejut dengan perkataan dari Arkan yang mengungkapkan ancamannya."My girl, jika kamu mematikan sambungan telepon, akan kuhubungi Willy, karena aku tahu nomor ponselnya. Kamu keluar saja dan mencari tempat yang aman untuk kita berbicara.""Astaga, Anda benar-benar sudah gila, Presdir. Sebenarnya Anda mau bicara apa? Bukankah kita besok akan bertemu di perusahaan?"&n
Suara degup jantung yang tidak beraturan dirasakan oleh Zaara saat melihat wajah dengan rahang tegas itu semakin mendekat dan ia tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Sehingga ia buru-buru menutup bibirnya dengan telapak tangan untuk menghindari ciuman dari Arkan. Tentu saja beberapa detik kemudian, bibir sensual nan tebal itu sudah mendarat di punggung tangannya."Jangan lakukan ini, karena aku masih berstatus sebagai istri dari abang Willy. Tolong mengertilah ...." Zaara tidak melanjutkan perkataannya karena merasa ragu untuk memanggil pria di depannya dengan panggilan sayang. Namun, ia tidak bisa menahan diri dan melanjutkan perkataannya."Aku berharap Daddy Arkan bisa memahami posisiku," ujar Zaara dengan degub jantungnya yang berdetak sangat kencang.Ia selalu tidak bisa menahan diri saat berada se-intim itu dengan pria yang masih mengungkungnya dalam kuasa lengan kekar yang dari tadi melingkar di
Arkan kini sudah duduk di kursi kebesarannya dan mulai sibuk berkutat dengan pekerjaan. Meskipun ia berkosentrasi saat bekerja, tetapi sebentar-sebentar tersenyum saat menatap ke arah sang primadona di hatinya yang kini tengah duduk sambil menyangga kepalanya dengan tangan kanan.Tak lupa, sebuah senyuman selalu terpancar dari wajah yang terlihat sangat cantik nan mempesona tersebut. Seolah senyuman itu merupakan suntikan semangat dan vitamin untuknya saat bekerja."Rasanya aku akan makin bersemangat saat setiap hari ditungguin olehmu, Sayang. Tidak ada yang lebih membahagiakan dari ini."Zaara refleks langsung terkekeh melihat sikap pria dewasa yang masih fokus bekerja sambil merayunya. "Daddy Arkan sangat pintar menggombal rupanya. Aku jadi penasaran dengan masa muda Daddy. Apa dulu banyak wanita yang mengejar-ngejar Daddy?"Arkan yang saat ini tengah memegang pulpen di tangannya, terlihat me
Saat ini, Zaara sudah berada di dalam mobil mewah milik Arkan. Ia kini masih memakai seragam cleaning service karena saking semangatnya, sampai membuatnya lupa untuk mengganti pakaiannya. Dengan kepala menunduk, ia mengamati penampilannya dan beralih menatap penampilan rapi Arkan yang memakai setelan 3 potong membalut tubuh seksi pria tampan itu."Daddy, aku seperti upik abu saat berada di sampingmu. Lihatlah, Daddy sangat rapi dengan jas dan aku terlihat sangat menyedihkan dengan seragam cleaning service ini."Refleks Arkan hanya terkekeh begitu mendengar keluhan Zaara yang terlihat sangat lucu saat merasa tidak percaya diri hanya gara-gara sebuah pakaian. Tanpa membuang waktu, tangan kekarnya merengkuh pinggang ramping itu untuk memeluknya. Jarak yang seketika terkikis dan indera penciumannya yang menangkap aroma wangi strawberry dari rambut yang diikat ke belakang itu, seolah langsung menjadi sebuah candi untuknya. Sehingga ia kini sibuk
Rini Andriani baru saja masuk ke dalam mobil dan saat sang supir mulai mengemudikannya meninggalkan butik, sekilas ia melihat sosok pria yang selama ini masih sangat dicintainya tengah berjalan bersama mantan anak tirinya. Refleks ia meremas gaun yang saat ini dikenakannya. Amarah yang memuncak, dirasakan olehnya dan kebencian yang ia rasakan, bertambah besar pada Zaara yang baru diketahuinya telah merebut Arkan."Anak tidak tahu diri itu benar-benar ingin dihabisi. Bagaimana bisa dia bersama dengan Arkan? Apa gara-gara dia, Arkan membatalkan pernikahan 3 tahun yang lalu? Wanita yang dibilang sangat dicintainya adalah anak sialan itu? Berengsek! Aku tidak akan pernah membiarkan anak tidak tahu diri itu merebut Arkan. Tidak, aku akan melakukan apapun untuk memisahkan mereka. Jika perlu, aku akan menghabisinya. Arkan harus kembali padaku, tidak ada satu pun wanita yang bisa memilikinya selain aku."Rini mengirimkan sebuah pesan pada seseorang dan mengirimkan foto dari Ar