Wildan masih berada di rumah sakit menjaga Nina yang sudah sadarkan diri. Wildan merasa sangat bersalah pada Nina. Ia sudah memberitahukan pada Reynar tentang keadaan Nina yang mengalami keguguran. Awalnya, Reynar bingung siapa yang menghamili Nina, tapi melihat Wildan yang tampak sangat khawatir keadaan Nina jadi mengerti kalau Wildan lah yang bertanggung jawab. Reynar tidak mempermasalahkan Wildan menjaga Alana dan Hary, bahkan ia tidak ambil pusing dengan keadaan Nina dan Hary. Baginya sekarang keberadaan Alana jauh lebih penting. Ia sudah mencoba menghubungi telepon genggam Reva, tapi tidak aktif. ***3 hari kemudianSetelah tiga hari belum kehilangan jejak Reva dan Alana, akhirnya ia mendapatkan informasi tentang keberadaan Alana. Yudi memimpin misi penyelamatan Valencia. “Rey, kamu jangan gegabah dan kontrol emosimu,” ucap Yudi saat berada di dalam mobil. “Tapi ini menyangkut Alana bagaimana aku bisa mengontrol emosiku,” ujar Reynar. “Kalau kamu emosi terus melakukan tindak
Keesokan harinya di rumah sakit Alana terbangun dari tidurnya, ia merasakan beda sakit seluruh badannya dan di saat ingin bergerak ia merasakan tangannya ada yang memegangnya. Rasa sakit kembali menyusup di dalam hatinya, ia merasa sangat bersalah pada Reynar. Semua yang dialaminya dampak dari perbuatan Sinta. Seandainya, ia tidak mabuk dan menyetir mobilnya sendiri tentu semua kejadian ini tidak akan pernah terjadi. Ia masih bersama orang tua nya dan mungkin saja ia sudah lulus kuliah. Sekarang ia merasa sangat malu dan tak punya muka lagi untuk bersama dengan Reynar. Merasakan ada pergerakan Reynar terbangun. Ia menatap Alana dengan khawatir. “Aku panggilan dokter ya.” "Ga usah. Aku baik-baik saja," tolak Alana. Reynar menatap Alana dengan seksama. Ia memperhatikan wajah wanita yang dicintainya. Wajah Alana masih pucat dan tampak sayu. “Aku baik-baik saja Rey. Ga usah memanggil dokter,” ucap Alana lagi. “Ini bukan masalah kamu merasa baik-baik saja, tapi memang kamu haru
Mata Yudi terbelalak menatap wanita yang sedang meringis kesakitan sambil memegang kepalanya. “Kamu!” Seru Yudi tak percaya. “Hai Om,” sapa Julia.” "Ngapain kamu naik mobilku?" tanya Yudi dengan tak percaya. "Aku menumpang di mobilnya, Om. Aduh sakit loh Om kepalaku, kalau nyetir itu pelan-pelan Om, kayak balapan aja sih," keluar Julia. “Kamu ngapain numpang di mobilku. Keluar!" “Iya ... iya, aku keluar, tapi minta uang ya." Yudi menatap wanita calon istri Papanya dengan heran. "Ngapain minta uang sama aku, sana minta sama calon suamimu." "Idiih, mana mau aku nikah sama kakek - kakek tua itu. Mana kejam dan jahat lagi. Geli deh." "Terus kamu pikir aku itu baik? Yang kamu bilang kakek - kakek tua itu Papaku, loh." "Aku tahu kalau Om ini anaknya, tapi Om berbeda, Om itu baik." "Tahu dari mana aku baik?" "Om itu baik. Buktinya tadi Om menentang pernikahan menjijikkan itu, 'kan?" "Baru kamu yang bilang aku baik," gumam Yudi dengan pelan.
Di saat Alana sibuk dengan pemikirannya untuk pergi dari kehidupannya Reynar dan terlintas di dalam benaknya tentang meminta tolong pada Yudi, tiba-binti pintu kamar rawatnya terbuka. Betapa takjubnya Alana saat melihat kedatangan Yudi yang tampak bersinar seakan sebuah jawaban dari pertanyaannya.Mungkin aku bisa minta tolong Yudi untuk membantuku. Alana membatin.Kedatangan Yudi diiringi oleh Reynar dari belakang membuat sinar yang menyelimuti Yudi seakan sirna. Niatnya untuk memberitahukan tentang rencananya pada Yudi harus ditunda dulu demi semuanya menjadi lancar. Ia harus melakukan itu semua demi bayi dalam kandungannya. “Hai Lana. Gimana keadaanmu?” tanya Yudi. “Baik,” jawab Alana dengan wajah datar. Berbeda dengan Yudi yang tampak sumringah Reynar malah memperhatikan reaksi Alana. Bahkan Alana tidak mau melihatnya dan terlihat dingin padanya. Ia menjadi resah sendiri. Di dalam pikirannya, apakah Alana sudah tahu siapa dirinya yang sebenarnya sehingga Alana menjadi acuh. “K
Reynar masih di dalam kafe menikmati kopi yang mungkin bagi orang lain terasa begitu nikmat, tapi tidak untuknya. Ia sibuk dengan segala pemikirannya tentang Alana. Entah mengapa Alana seperti menghindarinya. Ia jadi khawatir apakah mungkin gadis itu tahu siapa dirinya. “Lebih baik aku ke ruang rawat Lana aja.” Reynar melangkahkan kakinya keluar dari kafe. Langkah kakinya terasa begitu berat. Ada keraguan di dalam setiap jejak-jejak kaki yang dilewatinya, tapi sebuah panggilan telepon membuatnya berhenti sejenak. Menatap layar di ponselnya untuk mengetahui siapa yang menghubunginya. Tertera nama Vena, Mamanya di layar telepon genggamnya. “Hallo Ma,” sapa Reynar. “Hallo Rey. Kamu lagi di mana, Nak?” tanya Vena. “Aku lagi keluar Ma. Ada apa?” “Bisa kamu ke rumah sebentar.” “Untuk sekarang belum bisa Ma.” “Tolonglah Nak pulang dulu. Ada yang ingin Mama bicarakan sama kamu. Pulang yaa Nak.” “Ada apa Ma? Sepertinya ada masalah yang serius.” “Nanti Mama jelaskan di rumah.” “Iya M
Setelah Reynar memutuskan komunikasinya dengan Yudi. Ia teringat dengan Julia, gadis tersebut tidak memiliki baju ganti. Ia menghubungi Joe untuk berbelanja pakaian wanita. Walaupun, kesal ia terpaksa membelikan Julia baju dari pada tidak berpakaian. “Pak kayaknya kaos ini bagus deh,” ucap Yudi memilih kaos berwarna hitam. “Pak, siapa sih yang mau dibeliin baju?” tanya Joe penasaran. “Nanti aku ceritakan kamu bantu aku pilih-pilih baju.” “Tapi gimana ukuran perempuan itu Pak? Tingginya seberapa? bentuk tubuhnya bagaimana? Kulitnya warna apa? Kalau salah pilih malah nanti jadi ga pantes.” “Hmm, usianya 18 tahun, tingginya standar sih, bodynya kurus, kulitnya putih, wajahnya cantik cuman ga terawat aja.” “Owalah masih remaja yaa Pak.” “Iya.” “Ya udah Pak, aku bantu pilihin.” “Ok.” “Pak ini kaos gambar permen warna merah muda lucu deh.” “Iya masukin aja ke keranjang,” ucap Yudi cuek. “Ini juga lucu loh Pak Yudi gambar boneka.” “Iya.” “Dressnya imut.” “Ambil aja yang menuru
Keesokan harinyaJulia membuka matanya, ia sangat bersemangat bangun dari tidurnya. Semenjak datang ke Ibu Kota baru kali ini ia tidur dengan begitu nyaman tanpa rasa takut. Saat ia melirik ke samping ada seorang pria di ranjang yang tidur bersamanya. "Aaaakhhh," teriak Julia dengan kencang membuat seorang pria yang berada disampingnya tersentak kaget. "Ada apa? Kenapa?" tanya Yudi dengan kebingungan sendiri. "Om... aaakh... ngapain Om ada di sini? mau berbuat tak senonoh ke aku ya? Mau berbuat mesum ke aku yaa?" tanya Julia dengan mata mendelik. "Siapa yang mau berbuat tak senonoh dan mesum sama kamu? Bilang sama aku biar aku hajar," ucap Yudi sambil mengepalkan tangannya. "Orang itu Om! Om jahat membuatku tak suci lagi, merenggut hartaku paling berharga, huaaah Om jahaaaat!" Julia berteriak sambil menangis. "Om jahat! Aku benci sama Om!" Yudi tersadar, ia baru ingat tadi malam tertidur disamping Julia, tapi tidak melakukan apapun pada gadis tersebut. "Heh! Kamu
Julia menutup matanya sambil mengerucutkan bibirnya seperti bebek agar bisa berciuman dengan Yudi, tapi tiba - tiba terdengar suara bentakan dari Yudi. Membuat Julia membuka matanya, ternyata ia hanya menghayal. "Heh! Kamu kenapa itu bibir kayak bebek begitu?" ujar Yudi yang merasa aneh, hal tersebut membuat Julia terkejut. Julia membulatkan matanya dengan refleks menutup bibirnya. Ia sangat malu sendiri dengan khayalannya bermesraan dengan Yudi. "Hei Lia, kamu pasti melamun jorok yaa? yaa ampun masih kecil, tapi pikiranmu jorok. Jangan berpikir aneh - aneh ga baik untuk pikiranmu. Umur masih segitu mikirnya untuk ke mana - mana." Julia sangat kesal mendengar perkataan Yudi juga kesal dengan lamunannya. Walau dia juga senang dengan hampir ciuman dengan Yudi walau hanya dalam khayalannya. ****Keadaan Yudi berbeda dengan keadaan Reynar. Laki-laki tampan tersebut bangun tidurnya merasakan sangat kelelahan. Walaupun masih mengantuk dan seakan tidak memiliki tenaga ia tetap
Pernikahan yang sudah dinantikan keluarga Adiwangsa pun akan terlaksana. Meskipun, Reynar dan Alana sudah menikah dan sudah tercatat di pemerintah, tapi baru hari inilah pesta pernikahan mereka terlaksana. Alana menatap wajahnya di depan cermin. Gaun putih gading yang dikenakannya dengan kerah sabrina yang memperlihatkan pundaknya semakin membuatnya tampak begitu cantik dan anggun. Make up nya yang bernuansa warm natural dengan polesan warna nude di bibirnya semakin membuatnya tampak mempesona. Sekarang ia bisa menunjukan dirinya di depan semua orang tanpa rasa malu lagi. “Aku harus bahagia demi anak dalam kandunganku,” ucapnya memberikan dirinya sendiri semangat. Venna dan Anita masuk ke dalam ruang make up bersama - sama. Sang mempelai wanita sudah tampil cantik dengan balutan gaun pengantin yang indah melekat di tubuhnya. "Aku sangat senang ternyata anak sahabatku menjadi menantuku," ucap Venna melirik Anita. "Aku juga bahagia, anak kita bisa bersanding di dalam ikatan cinta y
1 hari sebelum pernikahan Alana berjalan mondar mandir resah dan gelisah sendiri. Ia akan melaksanakan pesta pernikahan besok, tapi tak ada orang yang paling penting dalam hidupnya yaitu, Anita, Ibunya. Reynar yang mengambil cuti dari segala kepenatan pekerjaan kantornya sedang menikmati waktu santai, tapi istrinya yang bolak - balik di hadapannya membuatnya merasa terganggu. “Kamu kok mondar - mandir begitu. Kamu kenapa Sayang?” tanya Reynar. “Aku gelisah besok kita mau nikah,” ucal Alana. “Loh, kita kan memang sudah menikah Sayang. Besok itu baru pestanya.” “Eh, iya itu maksudku.” “Kamu bohong yaa. Ayo ngomong kamu ada apa?” Alana meremas - remas tangannya. Ia bingung harus mengatakan apa pada suaminya. “Aku kangen sama Mama,” ucapnya sedih. “Sudahlah santai - santai dulu masih siang ini,” ucap Reynar. Alana menatap Reynar tidak percaya. Kenapa suaminya sangat santai saat ia mengatakan rindu pada orang tuanya. Apakah keluarganya memang tidak berarti bagi Reynar sampai suami
Pagi ini Reynar dan Alana datang ke rumah keluarga Adiwangsa. Reynar memperhatikan Alana yang berada di sampingnya yang terlihat jelas istrinya gelisah. “Kamu kenapa?” tanya Reynar. “Aku… aku ga apa - apa kok,” jawab Alana menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. “Kamu gelisah ya.” Alana menatap Reynar. “Aku takut.” “Takut kenapa?” “Takut Papa dan Mamamu ga bisa menerimaku.” “Bukannya kamu sudah bicara di telepon sama Mama.” “Sudah sih, tapi ketemu langsung seperti ini kan beda. Hmm, Mama suka perempuan yang gimana? Apa kalem, lemah lembut, lucu, cerewet, atau apa?” Reynar menggenggam tangan Alana. “Jangan khawatirkan apapun. Kamu jadilah dirimu sendiri bukan orang lain.” “Tapi kalau jadi diri sendiri aku itu judes, cerewet, ga lemah lembut malah kadang bisa bar - bar, dan egois sih.” “Nah, itulah kamu. Kamu memang seperti itu mau gimana lagi. Yang penting bagi aku yaa jadi diri kamu sendiri. Aku aja bisa jatuh cinta sama kamu yang sudah begini.” “Iya Sayang.” Tak lama
Yudi segera kembali ke kantornya untuk mencari tahu tentang Frans dan kebetulan Joe sudah tiba di Jakarta. Selama beberapa hari ini Joe menyelidiki siapa Julia dan sekarang sudah selesai mencari tahu tentang Julia. Joe memberitahukan kalau yang semua Julia katakan adalah kebohongan. Di salah satu desa di Semarang tidak satupun orang mengenal Julia, bahkan tak pernah tahu siapa Julia. “Jadi gadis itu menipuku,” ucap Yudi sangat kesal. “Iya Tuan. Kayaknya Julia bukan gadis biasa deh meskipun penampilannya biasa saja,” ujar Joe. “Apa jangan - jangan ini ulah Benny?” Yudi langsung terikat pada Papanya. “Iya ya Tuan. Kan aneh kalau wanita incaran Tuan Benny ga dicari kalau menghilang. Bukannya Tuan bilang si Julia mau jadi istri kesekiannya Tuan Benny.” “Eh, tumben otakmu encer Joe.” “Hehehe… Tuan inilah yang dinamakan efek dari holiday. Kalau kerja sambil jalan - jalan itu semua terasa santai dan menyenangkan loh, Tuan. Coba deh sekali - sekali healing - healing biar ga spaneng Tuan
Reynar bersama dengan Yudi secepat mungkin datang ke apartemen Aira. Tadi ia diberi kabar oleh Rendi kalau Venna datang ke apartemen Aira dan Chester juga mengatakan kalau ada orang jahat ke tempat mereka. Reynar mencoba menghubungi telepon genggam Alana, tapi tidak ada jawaban. “Cepetan Wil, aku khawatir sama Mama dan Alana nih,” ucap Reynar gelisah. “Tenang Rey. Jangan terlalu tergesa - gesa,” ujar Yudi mencoba menenangkan Reynar. Tak membutuhkan waktu lama mereka tiba di apartemen Aira yang kebetulan pintunya terbuka dan mereka langsung masuk begitu saja. Reynar hanya dapat melihat Alana yang terlihat begitu tertekan. “Sayang, kamu baik - baik saja?” tanya Reynar langsung membawa Alana ke dalam dekapannya. Alana merasakan sangat lega saat kehadiran Reynar. Sudah sedari tadi ia merasa sangat tertekan pada Aira dan juga Venna. “Rey…” Venna memanggil Reynar. Reynar menoleh mendengar suara Venna. “Mama kenapa Mama di sini?” tanyanya heran. “Kamu ada hubungan apa sama Alana?” tan
Aira sama sekali tidak menyangka kalau Alana berani melawannya. Dikiranya Alana akan seperti wanita - wanita di sinetron ikan terbang menangis dan ketakutan saat diancam. Meninggalkan suaminya lalu dirinya lah yang akan menang dan berkuasa. “Biasa aja kali Aira melihat aku. Aku bukan setan atau iblis, toh kamu sudah menyerupai itu,” ucap Alana mengejek Aira. Aira sangat kesal dengan ucapan Alana. Mereka terus menerus saling beradu pendapat dan Frans yang ada di sana sama sekali tidak pernah menyangka kalau Alana bisa seperti itu. Ia seperti tidak mengenal Alana yang selalu saja lemah dan tak berdaya. Ia menatap Alana dengan kesal. Rasa cintanya berubah menjadi marah ditambah lagi Alana malah terus menerus membela Reynar. Reynar laki - laki yang sangat dibencinya malah wanita yang dicintainya menjadi buta dan tetap membela Reynar yang sudah terang - terangan memiliki anak dari wanita lain. Rencananya gagal total membuat Alana membenci Reynar dan meninggalkan pria saingannya. “Lana,
Alana sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Ia harus segera ke unit apartemen Aira. Ia yakin semuanya hanyalah kebohongan. Reynar sangat mencintainya dan tak mungkin mengkhianatinya. Frans sangat kesal Alana akan mendatangi Aira. Ia khawatir nanti Aira malah mengatakan hal yang sebaliknya jadi memutuskan untuk mengikuti wanita yang dicintainya. Dengan penuh emosi Alana menekan bel pintu apartemen Aira. Aira yang sedang merapikan baju - baju ke koper sangat terkejut bel pintunya dibunyikan berkali - kali. Padahal ia sedang sibuk membereskan semua keperluannya untuk pergi dari keluarga Adiwangsa. “Siapa sih pencet - pencet bel berkali - kali kayak orang kesurupan begitu,” ucap Aira kesal. “Mama itu siapa?” Chester ikutan bertanya karena bunyi bel yang berkali - kali tanpa henti. “Kamu tunggu di sini ya Nak. Di dalam kamar aja ga usah keluar - keluar.” “Apa itu orang jahat Ma? Kok masih bunyi terus jadinya berisik Ma.” “Kayaknya itu orang jahat. Ini telepon genggam Mama, kalau nan
Reynar menghubungi Yudi meminta sahabatnya tersebut untuk datang ke kantornya. Meskipun, Yudi merasa heran namun ia tetap menuruti Reynar agar ia datang ke perusahaan Adiwangsa tanpa ada seorangpun yang menemaninya. “Kenapa Rey? Wajahmu kok serius amat,” ucap Yudi yang baru tiba di kantor Reynar. “Ada seseorang mengancam Aira,” ujar Reynar dengan mimik wajah serius. “Sejak kapan kamu peduli sama Aira? Biarkan saja tuh perempuan diancam malah bisa jadi kesempatanmu ‘kan.” “Bukan itu masalahnya. Kita kan sudah tau kalau anaknya Aira itu bukan anakku, tapi ternyata ada orang lain yang tau tentang si Chester. Dan dia melakukan itu semua karena suruhan orang lain.” Reynar menunjukan pesan Aira Yudi. Yudi membaca pesannya dengan serius, ia jadi yakin ada seseorang dibelakang Aira, tapi apa tujuannya?“Jadi semua yang dilakukan Aira itu ada dalangnya.” Yudi mengangguk - anggukan kepalanya. “Memang sih Aira itu pintar dan licik hampir mirip - miriplah sama Reva, tapi bukan psikopat kayak
Pagi ini bukan pagi yang menyenangkan bagi Aira. Ia gelisah sendiri harus melakukan apa. Apakah ia harus menuruti perkataan pria bertopi hitam itu atau memilih untuk pergi saja dari semuanya. Di tambah lagi sekarang Venna malah sudah berbeda tidak seperti sebelumnya. Di saat ia gelisah telepon genggamnya berdering. Nama Rendi tertera di layar membuatnya terkejut. “Ngapain si kakek tua itu telepon aku pagi - pagi begini?” ucapnya bingung. Aira bimbang harus mengangkat telepon dari Rendi atau tidak. “Angkat ga ya.” Ia terdiam sejenak lalu memutuskan untuk tidak mengangkatnya. “Biarin ajalah. Lebih baik ga angkat telepon, nanti kalau ditanya bilang aja lagi sibuk ngurus Chester,” ucapnya mencoba menenangkan dirinya sendiri. Baru sebentar saja Aira merasa lega. Telepon genggamnya kembali berdering kali ini bukan Rendi, tapi pria bertopi hitam itu kembali menghubunginya. “Waduh, mati aku. Kenapa nih orang telepon aku lagi sih,” ucapnya kesal. Aira memutuskan tidak mengangkat telepon