Reynar masih di dalam kafe menikmati kopi yang mungkin bagi orang lain terasa begitu nikmat, tapi tidak untuknya. Ia sibuk dengan segala pemikirannya tentang Alana. Entah mengapa Alana seperti menghindarinya. Ia jadi khawatir apakah mungkin gadis itu tahu siapa dirinya. “Lebih baik aku ke ruang rawat Lana aja.” Reynar melangkahkan kakinya keluar dari kafe. Langkah kakinya terasa begitu berat. Ada keraguan di dalam setiap jejak-jejak kaki yang dilewatinya, tapi sebuah panggilan telepon membuatnya berhenti sejenak. Menatap layar di ponselnya untuk mengetahui siapa yang menghubunginya. Tertera nama Vena, Mamanya di layar telepon genggamnya. “Hallo Ma,” sapa Reynar. “Hallo Rey. Kamu lagi di mana, Nak?” tanya Vena. “Aku lagi keluar Ma. Ada apa?” “Bisa kamu ke rumah sebentar.” “Untuk sekarang belum bisa Ma.” “Tolonglah Nak pulang dulu. Ada yang ingin Mama bicarakan sama kamu. Pulang yaa Nak.” “Ada apa Ma? Sepertinya ada masalah yang serius.” “Nanti Mama jelaskan di rumah.” “Iya M
Setelah Reynar memutuskan komunikasinya dengan Yudi. Ia teringat dengan Julia, gadis tersebut tidak memiliki baju ganti. Ia menghubungi Joe untuk berbelanja pakaian wanita. Walaupun, kesal ia terpaksa membelikan Julia baju dari pada tidak berpakaian. “Pak kayaknya kaos ini bagus deh,” ucap Yudi memilih kaos berwarna hitam. “Pak, siapa sih yang mau dibeliin baju?” tanya Joe penasaran. “Nanti aku ceritakan kamu bantu aku pilih-pilih baju.” “Tapi gimana ukuran perempuan itu Pak? Tingginya seberapa? bentuk tubuhnya bagaimana? Kulitnya warna apa? Kalau salah pilih malah nanti jadi ga pantes.” “Hmm, usianya 18 tahun, tingginya standar sih, bodynya kurus, kulitnya putih, wajahnya cantik cuman ga terawat aja.” “Owalah masih remaja yaa Pak.” “Iya.” “Ya udah Pak, aku bantu pilihin.” “Ok.” “Pak ini kaos gambar permen warna merah muda lucu deh.” “Iya masukin aja ke keranjang,” ucap Yudi cuek. “Ini juga lucu loh Pak Yudi gambar boneka.” “Iya.” “Dressnya imut.” “Ambil aja yang menuru
Keesokan harinyaJulia membuka matanya, ia sangat bersemangat bangun dari tidurnya. Semenjak datang ke Ibu Kota baru kali ini ia tidur dengan begitu nyaman tanpa rasa takut. Saat ia melirik ke samping ada seorang pria di ranjang yang tidur bersamanya. "Aaaakhhh," teriak Julia dengan kencang membuat seorang pria yang berada disampingnya tersentak kaget. "Ada apa? Kenapa?" tanya Yudi dengan kebingungan sendiri. "Om... aaakh... ngapain Om ada di sini? mau berbuat tak senonoh ke aku ya? Mau berbuat mesum ke aku yaa?" tanya Julia dengan mata mendelik. "Siapa yang mau berbuat tak senonoh dan mesum sama kamu? Bilang sama aku biar aku hajar," ucap Yudi sambil mengepalkan tangannya. "Orang itu Om! Om jahat membuatku tak suci lagi, merenggut hartaku paling berharga, huaaah Om jahaaaat!" Julia berteriak sambil menangis. "Om jahat! Aku benci sama Om!" Yudi tersadar, ia baru ingat tadi malam tertidur disamping Julia, tapi tidak melakukan apapun pada gadis tersebut. "Heh! Kamu
Julia menutup matanya sambil mengerucutkan bibirnya seperti bebek agar bisa berciuman dengan Yudi, tapi tiba - tiba terdengar suara bentakan dari Yudi. Membuat Julia membuka matanya, ternyata ia hanya menghayal. "Heh! Kamu kenapa itu bibir kayak bebek begitu?" ujar Yudi yang merasa aneh, hal tersebut membuat Julia terkejut. Julia membulatkan matanya dengan refleks menutup bibirnya. Ia sangat malu sendiri dengan khayalannya bermesraan dengan Yudi. "Hei Lia, kamu pasti melamun jorok yaa? yaa ampun masih kecil, tapi pikiranmu jorok. Jangan berpikir aneh - aneh ga baik untuk pikiranmu. Umur masih segitu mikirnya untuk ke mana - mana." Julia sangat kesal mendengar perkataan Yudi juga kesal dengan lamunannya. Walau dia juga senang dengan hampir ciuman dengan Yudi walau hanya dalam khayalannya. ****Keadaan Yudi berbeda dengan keadaan Reynar. Laki-laki tampan tersebut bangun tidurnya merasakan sangat kelelahan. Walaupun masih mengantuk dan seakan tidak memiliki tenaga ia tetap
Penyesalan selalu datang terlambat. Kehilangan seseorang yang sangat berarti dan penting dalam hidup kita menyadarkan betapa sakitnya hati ini, bagaikan terkoyak mendera perasaan hati yang terdalam. Menuruti emosi dan hawa napsu yang hanya sesaat akan merugikan dalam setiap keputusan hidup dan penyesalan yang akan menjadi ganjaran atas semua perbuatan.Reynar segera datang ke rumah sakit untuk menemui Alana setelah dari kantor. Pertemuannya dengan Rendi membahas tentang beberapa masalah perusahaan yang menjalin kerjasama dengan Adiwangsa Group. Walau baru sebentar meninggalkan Alana demi pekerjaan. Ia sudah merindukan wanita yang cantik itu, bersama Alana membuatnya bahagia. Saat ia membuka pintu kamar rawat Alana, ia kebingungan sendiri. Ia tak melihat ada Alana berada di atas ranjang. “Ah, mungkin saja Lana di dalam kamar mandi,” ucapnya berjalan ke kamar mandi dan mengetuknya, tapi tidak ada jawaban. Ia membukanya dan tak ada siapapun di sana. Ia sangat terkejut tak menemukan Ala
Sementara itu Reynar dengan perasaan kecewa, marah, sedih, dan berbagai macam perasaannya yang lainnya berkecamuk di dalam hatinya. Ia masih belum bisa menerima hilangnya wanita yang mulai ia cintai. Ia masuk ke dalam kamar rawat Alana, ia berharap wanita itu masih ada di sana dan bersembunyi darinya.Saat ia masuk, ia melihat ada Alana yang tersenyum padanya. Wajah Valencia terlihat sangat cantik dengan rambut sepundak yang berwarna pirang. "Lana... kamu masih di sini?" ucap Reynar tak percaya. "Iya Rey. Aku masih ada di sini.” Alana tersenyum melihat Reynar. "Aku pikir kamu pergi." Reynar langsung menghambur di kepelukan wanita yang ia cintai. "Aduuh, Rey, peluknya jangan keras-keras dong. Aku susah bernapas." "Maafkan aku sayang ... aku hanya khawatir kamu pergi lagi." "Lihat aku, Rey. Aku tidak pergi, aku ada di sini bersamamu." "Iya aku tahu, kamu tidak akan mungkin meninggalkan aku, 'kan?"Alana tersenyum dengan lembut menatap Reynar. Reynar merasakan Alana menyen
Rasa cinta dan sakit terkadang saling beriringan membelai hati yang terluka. Membuat rasa cinta yang begitu mendalam berubah menjadi sakit bahkan mampu menjadi dendam. Tak ada satupun obat yang bisa menyembuhkan rasa sakit di dalam hati selain merelakan semua rasa yang ada.Baru beberapa jam Alana berada Yudi membuatnya merasa begitu resah. Hanya ada ia dan Frans saja di sana. Yudi sudah mengatakan padanya kalau besok ia akan pergi dari Jakarta. Tapi, bagaimana dengan Anita, Mamanya. Yudi sudah berjanji akan membawa Anita bersamanya. Suara pintu terdengar berderit saat Frans membuka pintu kamar Alana. Alana menoleh ke arah pintu dan tersenyum tipis melihat Frans datang sebuah amplop coklat di tangannya. “Nona Alana ini data-data Anda,” ucap Frans memberikan amplop coklat tersebut pada Alana. “Kapan Mamaku ke sini?” tanya Alana pada Frans. Frans hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Alana. Hal tersebut membuat Alana bingung. “Kenapa kamu diam saja Frans?” tanya Alana lagi. “Bisakah
Suara bel pintu apartemen yang terus berbunyi membuat Reynar kesal. Dengan langkah kaki yang tak bersemangat ia pun membuka pintunya. Matanya terbelalak melihat sosok tamu yang sangat dikenalnya. Wanita yang ada di depannya tersenyum tipis. “Aira!” ucap Reynar tak percaya. “Hai, Rey,” sapa Aira. Reynar mengernyitkan dahinya melihat Aira bersama seorang anak laki - laki. Ia heran kenapa mantan kekasihnya tersebut tiba - tiba muncul di hadapannya setelah bertahun - tahun tidak ada kabar apapun. “Mami, itu siapa?” tanya seorang anak laki - laki yang sedari tadi menggenggam tangan Aira. Aira menatap anaknya dan berkata dengan lembut, “tunggu sebentar yaa, Nak.” Reynar hanya memperhatikan Aira dan anaknya tanpa satu patah kata pun keluar dari bibirnya. “Boleh aku masuk Rey?” tanya Aira. “Buat apa?” ucap Reynar dingin. “Aku hanya ingin bicara sebentar aja sama kamu.” “Aku rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan Aira.” “Tapi ini sangat penting Rey.” “Lebih baik kamu pulang. Aku
Pernikahan yang sudah dinantikan keluarga Adiwangsa pun akan terlaksana. Meskipun, Reynar dan Alana sudah menikah dan sudah tercatat di pemerintah, tapi baru hari inilah pesta pernikahan mereka terlaksana. Alana menatap wajahnya di depan cermin. Gaun putih gading yang dikenakannya dengan kerah sabrina yang memperlihatkan pundaknya semakin membuatnya tampak begitu cantik dan anggun. Make up nya yang bernuansa warm natural dengan polesan warna nude di bibirnya semakin membuatnya tampak mempesona. Sekarang ia bisa menunjukan dirinya di depan semua orang tanpa rasa malu lagi. “Aku harus bahagia demi anak dalam kandunganku,” ucapnya memberikan dirinya sendiri semangat. Venna dan Anita masuk ke dalam ruang make up bersama - sama. Sang mempelai wanita sudah tampil cantik dengan balutan gaun pengantin yang indah melekat di tubuhnya. "Aku sangat senang ternyata anak sahabatku menjadi menantuku," ucap Venna melirik Anita. "Aku juga bahagia, anak kita bisa bersanding di dalam ikatan cinta y
1 hari sebelum pernikahan Alana berjalan mondar mandir resah dan gelisah sendiri. Ia akan melaksanakan pesta pernikahan besok, tapi tak ada orang yang paling penting dalam hidupnya yaitu, Anita, Ibunya. Reynar yang mengambil cuti dari segala kepenatan pekerjaan kantornya sedang menikmati waktu santai, tapi istrinya yang bolak - balik di hadapannya membuatnya merasa terganggu. “Kamu kok mondar - mandir begitu. Kamu kenapa Sayang?” tanya Reynar. “Aku gelisah besok kita mau nikah,” ucal Alana. “Loh, kita kan memang sudah menikah Sayang. Besok itu baru pestanya.” “Eh, iya itu maksudku.” “Kamu bohong yaa. Ayo ngomong kamu ada apa?” Alana meremas - remas tangannya. Ia bingung harus mengatakan apa pada suaminya. “Aku kangen sama Mama,” ucapnya sedih. “Sudahlah santai - santai dulu masih siang ini,” ucap Reynar. Alana menatap Reynar tidak percaya. Kenapa suaminya sangat santai saat ia mengatakan rindu pada orang tuanya. Apakah keluarganya memang tidak berarti bagi Reynar sampai suami
Pagi ini Reynar dan Alana datang ke rumah keluarga Adiwangsa. Reynar memperhatikan Alana yang berada di sampingnya yang terlihat jelas istrinya gelisah. “Kamu kenapa?” tanya Reynar. “Aku… aku ga apa - apa kok,” jawab Alana menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya. “Kamu gelisah ya.” Alana menatap Reynar. “Aku takut.” “Takut kenapa?” “Takut Papa dan Mamamu ga bisa menerimaku.” “Bukannya kamu sudah bicara di telepon sama Mama.” “Sudah sih, tapi ketemu langsung seperti ini kan beda. Hmm, Mama suka perempuan yang gimana? Apa kalem, lemah lembut, lucu, cerewet, atau apa?” Reynar menggenggam tangan Alana. “Jangan khawatirkan apapun. Kamu jadilah dirimu sendiri bukan orang lain.” “Tapi kalau jadi diri sendiri aku itu judes, cerewet, ga lemah lembut malah kadang bisa bar - bar, dan egois sih.” “Nah, itulah kamu. Kamu memang seperti itu mau gimana lagi. Yang penting bagi aku yaa jadi diri kamu sendiri. Aku aja bisa jatuh cinta sama kamu yang sudah begini.” “Iya Sayang.” Tak lama
Yudi segera kembali ke kantornya untuk mencari tahu tentang Frans dan kebetulan Joe sudah tiba di Jakarta. Selama beberapa hari ini Joe menyelidiki siapa Julia dan sekarang sudah selesai mencari tahu tentang Julia. Joe memberitahukan kalau yang semua Julia katakan adalah kebohongan. Di salah satu desa di Semarang tidak satupun orang mengenal Julia, bahkan tak pernah tahu siapa Julia. “Jadi gadis itu menipuku,” ucap Yudi sangat kesal. “Iya Tuan. Kayaknya Julia bukan gadis biasa deh meskipun penampilannya biasa saja,” ujar Joe. “Apa jangan - jangan ini ulah Benny?” Yudi langsung terikat pada Papanya. “Iya ya Tuan. Kan aneh kalau wanita incaran Tuan Benny ga dicari kalau menghilang. Bukannya Tuan bilang si Julia mau jadi istri kesekiannya Tuan Benny.” “Eh, tumben otakmu encer Joe.” “Hehehe… Tuan inilah yang dinamakan efek dari holiday. Kalau kerja sambil jalan - jalan itu semua terasa santai dan menyenangkan loh, Tuan. Coba deh sekali - sekali healing - healing biar ga spaneng Tuan
Reynar bersama dengan Yudi secepat mungkin datang ke apartemen Aira. Tadi ia diberi kabar oleh Rendi kalau Venna datang ke apartemen Aira dan Chester juga mengatakan kalau ada orang jahat ke tempat mereka. Reynar mencoba menghubungi telepon genggam Alana, tapi tidak ada jawaban. “Cepetan Wil, aku khawatir sama Mama dan Alana nih,” ucap Reynar gelisah. “Tenang Rey. Jangan terlalu tergesa - gesa,” ujar Yudi mencoba menenangkan Reynar. Tak membutuhkan waktu lama mereka tiba di apartemen Aira yang kebetulan pintunya terbuka dan mereka langsung masuk begitu saja. Reynar hanya dapat melihat Alana yang terlihat begitu tertekan. “Sayang, kamu baik - baik saja?” tanya Reynar langsung membawa Alana ke dalam dekapannya. Alana merasakan sangat lega saat kehadiran Reynar. Sudah sedari tadi ia merasa sangat tertekan pada Aira dan juga Venna. “Rey…” Venna memanggil Reynar. Reynar menoleh mendengar suara Venna. “Mama kenapa Mama di sini?” tanyanya heran. “Kamu ada hubungan apa sama Alana?” tan
Aira sama sekali tidak menyangka kalau Alana berani melawannya. Dikiranya Alana akan seperti wanita - wanita di sinetron ikan terbang menangis dan ketakutan saat diancam. Meninggalkan suaminya lalu dirinya lah yang akan menang dan berkuasa. “Biasa aja kali Aira melihat aku. Aku bukan setan atau iblis, toh kamu sudah menyerupai itu,” ucap Alana mengejek Aira. Aira sangat kesal dengan ucapan Alana. Mereka terus menerus saling beradu pendapat dan Frans yang ada di sana sama sekali tidak pernah menyangka kalau Alana bisa seperti itu. Ia seperti tidak mengenal Alana yang selalu saja lemah dan tak berdaya. Ia menatap Alana dengan kesal. Rasa cintanya berubah menjadi marah ditambah lagi Alana malah terus menerus membela Reynar. Reynar laki - laki yang sangat dibencinya malah wanita yang dicintainya menjadi buta dan tetap membela Reynar yang sudah terang - terangan memiliki anak dari wanita lain. Rencananya gagal total membuat Alana membenci Reynar dan meninggalkan pria saingannya. “Lana,
Alana sudah tidak memperdulikan apapun lagi. Ia harus segera ke unit apartemen Aira. Ia yakin semuanya hanyalah kebohongan. Reynar sangat mencintainya dan tak mungkin mengkhianatinya. Frans sangat kesal Alana akan mendatangi Aira. Ia khawatir nanti Aira malah mengatakan hal yang sebaliknya jadi memutuskan untuk mengikuti wanita yang dicintainya. Dengan penuh emosi Alana menekan bel pintu apartemen Aira. Aira yang sedang merapikan baju - baju ke koper sangat terkejut bel pintunya dibunyikan berkali - kali. Padahal ia sedang sibuk membereskan semua keperluannya untuk pergi dari keluarga Adiwangsa. “Siapa sih pencet - pencet bel berkali - kali kayak orang kesurupan begitu,” ucap Aira kesal. “Mama itu siapa?” Chester ikutan bertanya karena bunyi bel yang berkali - kali tanpa henti. “Kamu tunggu di sini ya Nak. Di dalam kamar aja ga usah keluar - keluar.” “Apa itu orang jahat Ma? Kok masih bunyi terus jadinya berisik Ma.” “Kayaknya itu orang jahat. Ini telepon genggam Mama, kalau nan
Reynar menghubungi Yudi meminta sahabatnya tersebut untuk datang ke kantornya. Meskipun, Yudi merasa heran namun ia tetap menuruti Reynar agar ia datang ke perusahaan Adiwangsa tanpa ada seorangpun yang menemaninya. “Kenapa Rey? Wajahmu kok serius amat,” ucap Yudi yang baru tiba di kantor Reynar. “Ada seseorang mengancam Aira,” ujar Reynar dengan mimik wajah serius. “Sejak kapan kamu peduli sama Aira? Biarkan saja tuh perempuan diancam malah bisa jadi kesempatanmu ‘kan.” “Bukan itu masalahnya. Kita kan sudah tau kalau anaknya Aira itu bukan anakku, tapi ternyata ada orang lain yang tau tentang si Chester. Dan dia melakukan itu semua karena suruhan orang lain.” Reynar menunjukan pesan Aira Yudi. Yudi membaca pesannya dengan serius, ia jadi yakin ada seseorang dibelakang Aira, tapi apa tujuannya?“Jadi semua yang dilakukan Aira itu ada dalangnya.” Yudi mengangguk - anggukan kepalanya. “Memang sih Aira itu pintar dan licik hampir mirip - miriplah sama Reva, tapi bukan psikopat kayak
Pagi ini bukan pagi yang menyenangkan bagi Aira. Ia gelisah sendiri harus melakukan apa. Apakah ia harus menuruti perkataan pria bertopi hitam itu atau memilih untuk pergi saja dari semuanya. Di tambah lagi sekarang Venna malah sudah berbeda tidak seperti sebelumnya. Di saat ia gelisah telepon genggamnya berdering. Nama Rendi tertera di layar membuatnya terkejut. “Ngapain si kakek tua itu telepon aku pagi - pagi begini?” ucapnya bingung. Aira bimbang harus mengangkat telepon dari Rendi atau tidak. “Angkat ga ya.” Ia terdiam sejenak lalu memutuskan untuk tidak mengangkatnya. “Biarin ajalah. Lebih baik ga angkat telepon, nanti kalau ditanya bilang aja lagi sibuk ngurus Chester,” ucapnya mencoba menenangkan dirinya sendiri. Baru sebentar saja Aira merasa lega. Telepon genggamnya kembali berdering kali ini bukan Rendi, tapi pria bertopi hitam itu kembali menghubunginya. “Waduh, mati aku. Kenapa nih orang telepon aku lagi sih,” ucapnya kesal. Aira memutuskan tidak mengangkat telepon