Elora mendengar suara retihan. Matanya menangkap cahaya samar yang menari dalam kegelapan. Butuh waktu lama baginya menyadari kalau matanya masih terpejam. Elora membuka mata, dan hal yang pertama tertangkap penglihatannya adalah sebuah perapian yang menyala. Cahaya kuning, oranye, dan emas memenuhi seisi ruangan dengan kehangatan.
Elora terbungkus sebuah selimut, yang tidak cukup tebal untuk menghalau gigil yang menyerang sekujur tubuhnya. Elora mengerjap pelan, merasakan dingin dan perih yang ia tak tahu berasal dari mana.
Ingatannya berputar pada kejadian di kamar, saat Caspian memberinya makanan kemudian mereka bertengkar, lagi. Ada di mana Elora sekarang? Tempat ini begitu asing. Elora berbaring di atas sofa di depan perapian yang meretih.
“Akhirnya kau sadar juga.” Caspian muncul dari sudut kegelapan di ruangan itu. Napas Elora tertahan melihat Caspian yang seperti habis bertarung dengan segerombolan preman. Torehan luka-luka memanjang di dadan
Elora melewatkan beberapa hari ke depan dalam kesendirian. Tak sekalipun Caspian datang mengunjunginya. Elora menunggu kemunculan Caspian dari balik pintu penghubung, atau ketika ia keluar dari kamar, Elora berharap bisa berpapasan dengan Caspian di lorong. Namun sosok Caspian tidak ada dimanapun. Seolah Caspian hanyalah sebuah makhluk mitos yang selama ini muncul dalam mimpi Elora.Elora masih melanjutkan pelatihan dengan Zed. Zed memuji perkembangan Elora dari hari ke hari, hingga mereka sampai pada tahap dimana Zed menantang Elora untuk melakukan pertarungan sederhana.“Refleksmu sudah jauh berkembang dari pertama kali kita berlatih. Kau adalah pembelajar yang cepat,” puji Zed, setelah Elora berhasil mendesaknya hingga Zed nyaris jatuh.Elora mencoba untuk tersenyum senang mendengar pujian itu, tetapi sorot matanya gagal mengelabui Zed. Zed menghampiri Elora dan menyodorkan botol minum yang Elora letakkan di tepi tempat mereka berlatih.&ld
Tempat pertama yang terpikirkan oleh Elora adalah kamar Caspian. Elora menyeret langkahnya dalam perjalanan, tertahan oleh perang batin yang berkecamuk dalam hatinya. Mendatangi Caspian sama saja melukai harga diri Elora, tetapi Elora tak bisa membayangkan harus berapa lama lagi ia menjalani hari-hari tanpa bertemu dengan Caspian.Pikirannya tak tentu arah, keraguan semakin besar saat Elora tiba di depan pintu kamar Caspian. Elora menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Apakah ia harus mengetuk pintu terlebih dahulu? Atau langsung masuk saja ke dalam?Pertanyaan itu tak kunjung terjawab, hingga Elora mendengar suara orang yang bercakap-cakap dari dalam kamar Caspian. Ternyata pintunya tidak tertutup rapat. Ada sedikit celah yang meloloskan suara dari dalam sana.Elora mengenal suara Caspian yang berat. Lalu yang menjadi lawan bicaranya … seorang wanita. Caranya bicara membuat Elora tak bisa menahan diri. Wanita itu terdengar seperti tengah menggoda Caspian
Elora tak tahu kemana Caspian akan membawanya. Dia mengendarai sebuah Jeep Rubicon berwarna hitam, dan tak mengatakan apapun sampai mereka keluar dari Gibbston.“Kita akan ke mana?” tanya Elora akhirnya. Tidak tahan dengan keheningan yang meresahkan hatinya.“Milford Sound.”“Milford—“ Elora ternganga. “Tempat itu hampir empat jam dari sini.”“Kau pernah ke sana?”“Tidak.” Tetapi Milford Sound menjadi salah satu tujuan yang akan Elora datangi di masa cutinya. Tentu saja, jadwal liburan semasa cutinya berantakan akibat perubahan mendadak dalam hidupnya ini.Jadi mendengar mereka akan pergi ke sana sekarang menimbulkan rasa senang dan mendebarkan untuk Elora. Pantas saja Caspian tadi menyuruhnya untuk membawa jaket tebal dan sepatu bot. Dari yang Elora baca, cuaca di Milford Sound cenderung dingin dan sering kali hujan.Elora semakin tak sabar untuk segera sam
Apa yang Caspian takutkan terjadi.Elora berubah, sama seperti perubahan yang terakhir. Dengan mudah Elora melepaskan diri dari jerat, berputar di udara dan mendarat dengan mulus di tanah. Sepasang mata tak ramah itu mengamati Caspian lalu menyorotkan ejekan.Caspian mempelajari pola perubahan Elora, dan menemukan sebuah teori bahwa perubahan yang terjadi pada Elora bergantung dari emosi yang sedang ia rasakan. Hanya saja Caspian masih belum memahami kaitan antara satu emosi dengan perubahannya.Sejauh ini Caspian sudah menemui tiga macam perubahan yang bisa Elora lakukan, dan yang sekarang menurut Caspian yang paling berbahaya. Perubahan ini sama seperti perubahan Elora yang terakhir, yang mengajak Caspian untuk bertarung hingga salah satu dari mereka mati.Elora masih dalam wujud manusia, hanya saja sepasang tangan dan kakinya berubah menjadi cakar tajam. Mata hitamnya dilingkari warna emas yang dingin.“Siapa dia?” ulang kakeknya.
Elora mengira belum begitu lama sejak ia tertidur. Udara masih dingin menusuk tulang, cahaya yang menerpa kelopak matanya tidak setajam mentari pagi yang kadang kala mengganggu. Elora menggeliat, lalu mengerjap pelan. Ruangan yang ia lihat terasa asing. Mengapa ia sering sekali terbangun di tempat yang sama sekali baru, gerutu Elora dalam hati.Elora duduk lalu menyibakkan selimut. Ia sudah terlalu lama tinggal di kastil Caspian yang megah, dan terbiasa berada dalam kamar yang luas. Sehingga kamar ini, meskipun ditata dengan sederhana dan minim perabotan, terasa sesak.Dua jendela berbentuk kotak menempel suram di dinding. Kaca kotornya memberikan pemandangan buram hutan di luar sana. Pantas saja, dengan rapatnya dedaunan itu, serta tebalnya debu yang menempel di jendela, membuat matahari sulit untuk menerobos kemari.Bau kayu lapuk, lembab, dan lumut memenuhi indra penciuman Elora. Anehnya, setiap kali Elora menghidu bebauan ini, ada perasaan nyaman yang membaw
Berbahaya.Hanya dengan mendengar kata itu saja, darah di dalam tubuh Elora berdesir. Menurutnya, ada kata yang lebih tepat dari berbahaya. Kata itu muncul begitu saja dalam pikiran Elora.Mematikan.“Ada sebuah sejarah panjang yang kelam dari kawanan ini,” Arapeta melanjutkan. Matanya menatap penuh arti pada Elora, mungkin meminta persetujuan.Elora tak merasa punya ikatan apapun dengan kawanan pelindung bulan ini. Jadi seburuk apapun masa lalu yang akan Arapeta ungkapkan tak akan membuat Elora keberatan.Elora justru takut jika fakta yang didapatnya nanti mempengaruhi penilaiannya terhadap dirinya sendiri.Elora memilih untuk diam. Ia hanya membalas tatapan Arapeta, berharap Arapeta mengerti jika Elora tak masalah dengan cerita apapun yang disampaikan Arapeta.“Sang Pelindung Bulan merupakan kawanan tertua yang dikenal oleh para manusia serigala. Konon, hanya merekalah yang mampu bertemu dengan Hëna di dalam k
“Ada apa?” Elora berusaha tidak kelihatan gembira mendapati Caspian berdiri di ambang pintu kamarnya.Caspian masih mengenakan pakaian yang sama, hanya saja Elora baru menyadari perbedaan pada wajah Caspian. Elora tahu ada yang berbeda pada Caspian sejak mereka berangkat ke sini, tapi baru sekarang Elora memahami di mana letak perbedaan itu. Lingkaran hitam di bawah mata Caspian tercetak dengan jelas, raut mukanya terlihat lelah dan tulang pipinya sedikit lebih menonjol.Apakah tenaga Caspian terkuras karena harus mengurus Elora?“Kau sudah mengambil keputusan?” tanya Caspian. Satu bahunya bersandar di kusen pintu, kedua tangan dilipat di depan dada.“Belum,” jawab Elora. Ia kembali mengerling ke arah buku.Caspian mengikuti arah pandangan Elora. “Masih belum membacanya?”Elora menelan ludah. “Aku ….” Ia tak sanggup melanjutkan. Mengatakan kalau Elora takut pada sebuah buku,
“Saat itu aku sedang merintis karir di Dreamcatcher. Persaingan sangat ketat untuk mendapatkan proyek iklan yang bagus.”Elora memulai ceritanya setelah mereka menemukan tempat yang nyaman di tepi teluk Milford Sound. Langit sangat cerah siang ini, warna birunya begitu bersih tanpa sapuan awan. Caspian mengajak Elora keluar dari rumah Arapeta. Dia mengatakan soal memanfaatkan waktu dengan baik selama berada di Milford Sound.“Sudah datang ke sini tetapi tidak menikmati alamnya adalah kesalahan terbesar seumur hidup,” ucap Caspian. Elora mau tak mau menyetujui pernyataan itu.Caspian memilih sepetak tanah kosong di tepi teluk yang dinaungi pepohonan, berada di garis perbatasan antara hutan dengan pantai. Tempat yang ideal untuk berbicara soal rahasia, karena tidak terlalu banyak orang yang lalu-lalang.Dari sini Elora bisa melihat rombongan turis yang sedang mengantre naik ke kapal wisata, yang akan membawa mereka menelusuri tepi te
“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Archer. Ia tidak terdengar takut, malah cenderung penasaran.“Tak usah pura-pura bodoh. Kami mengawasi gerak-gerikmu di North Island, dan kami tahu kedatanganmu ke sini membawa sebuah misi.”Rahang Kate terkatup rapat. Seharusnya ia mendesak Archer agar mau mengatakan yang sebenarnya tadi, sehingga Kate tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Apakah Archer tengah menyelidiki sebuah kejahatan besar yang berkaitan dengan kawanan manusia serigala?Apa mereka termasuk dalam jaringan obat-obatan terlarang yang dulu diperdagangkan oleh Cooper?Terlalu banyak kemungkinan di dalam benak Kate, hingga membuat kepalanya sakit.“Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan,” ucap Archer.Satu tembakan terdengar, disusul oleh suara sesuatu yang berat jatuh ke tanah.“Berani berboohong lagi, dan kali ini nyawa Alphamu akan melayang.”Kate mematung. Apa merek
Kate tak bisa menemukan Caspian dimanapun pagi ini. Dia tidak ada di ruang kerja, di kamar, di bagian manapun di kastil. Ia baru saja hendak menelepon Caspian, saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk. Itu dari Caspian.Tolong berikan dokumen yang ada di atas meja kerjaku kepada Aiden. Kau harus memberikannya pagi ini juga.Kate mengangkat satu alis dan mengerenyit. Dokumen apa yang membuat Caspian memberi perintah yang begitu mendesak? Kate pun kembali ke ruang kerja Caspian dan mengambil sebuah amplop cokelat dari atas meja kerjanya. Sebuah amplop dengan tulisan RAHASIA berwarna merah.Karena hari masih pagi dan jarak yang ditempuh tidak begitu jauh, Kate memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke tempat Aiden. Sesampainya di sana, bukannya bertemu dengan Aiden, Kate justru disambut oleh Archer di depan pintu masuk.“Aku mau bertemu Aiden.”“Ada apa?”Kate mengacungkan amplop cokelat ke hadapan Archer. “Ca
“Aku rasa aku bertemu jodohku.” Caspian melengkungkan sebelah alis mendengar kata-kata Kate. “Aku rasa?” ulang Caspian, sangsi. “Kalau kau masih ragu dan menggunakan kata ‘aku rasa’, kupikir dia bukan benar-benar jodohmu. Kau bisa langsung mengetahui jodohmu begitu kalian bertatapan mata. Seperti aku dan—“ Kate mengangkat satu tangan ke hadapan wajah Caspian, memintanya untuk berhenti. “Aku tahu.” Ia lalu menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal. “Maksudku—yeah… dia jodohku.” “Tapi?” sahut Caspian. “Tapi … aku tidak tahu apakah dia merasakannya juga.” Caspian meletakkan buku yang tengah ia baca ke atas meja kerja. Dia sedang membaca jurnal peninggalan Alpha yang menyinggung soal keluarga leluhur Elora saat tiba-tiba Kate masuk ke ruang kerja dan mengatakan hal yang membuat Caspian mengernyit. “Begini saja,” kata Caspian sembari memijat pangkal hidung, “ceritakan padaku dari awal pertemuanmu dengannya.” Kate mengangkat bahu lal
Pesta tahunan manusia serigala.Menurut Amber ini adalah acara paling konyol yang diadakan oleh sekumpulan makhluk mitos terkuat di muka bumi. Sebagai keturunan langsung dari salah satu pimpinan kawanan manusia serigala terbesar di Inggris, sedari kecil ayah Amber sudah menanamkan pikiran bahwa pesta perjodohan membuat manusia serigala terlihat lemah. Romansa bukanlah hal yang cocok untuk kaum mereka.“Kau akan mengenakan pakaian seperti itu ke pesta?” Brittany menusuk Amber dengan tatapan khasnya yang sinis dan menyebalkan. “Lebih baik kau kembali ke Inggris sekarang juga dan katakan pada ibumu kalau aku tidak akan membantumu mencari pasangan.”“Kenapa aku harus punya pasangan?” protes Amber, yang lalu menoleh ke cermin panjang di sampingnya. Benda itu memantulkan sosok Amber yang pucat, dengan rambut merah keriting yang mencolok, serta sebuah sweater usang warna biru dan celana jins yang robek di bagian paha dan lutut. Oh, j
Elora bergeming saat pria yang hampir memasuki usia seratus tahun itu menjatuhkan cangkir teh dari tangannya. Itu wajar. Tidak akan ada orang yang tidak terkejut menyaksikan kehadiran tamu tak diundang di salah satu ruangan pribadi di rumah penuh penjagaan seperti ini. Lelaki ini pastilah hendak bersantai, mungkin sembari membaca buku favoritnya, menikmati masa pensiun di rumah megah yang dibangunnya dari kerja keras.“Selamat malam,” sapa Elora. Ia berusaha bersikap sopan, setidaknya mungkin itu bisa menebus kelancangannya karena sudah menerobos masuk ke rumah Alfonso. Ya, dia adalah pria kaya raya yang dulu pernah Elora kunjungi bersama Caspian dan Brittany. Secara teknis mereka belum pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan layak, karena yang Elora temui waktu itu adalah manusia serigala yang menyamar menjadi Alfonso.Elora melepaskan diri dari dinding, setelah cukup lama bersandar di sana sembari menunggu kedatangan Alfonso.“Maaf karena ak
“Siapa kau?”“Kau tak punya hak untuk tahu.”Elora memastikan tali yang melilit seorang pria di hadapannya bersama dengan kursi yang didudukinya sudah kuat, sebelum Elora menyeret kursi pria itu melintasi ruang tamu, menuju ke luar.“Hei! Apa yang kau lakukan! Ke mana kau akan membawaku!” Pria itu berteriak, setengah marah setengah takut. “Lepaskan aku! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan! Lepaskan aku!”Awalnya Elora tak menanggapi teriakan itu, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu. Walapun tak ada orang lagi dalam jarak setidaknya satu kilometer dari tempat Elora berada sekarang, dan saat ini sudah lewat tengah malam, tetap saja Elora merasa gelisah, khawatir jika ada orang yang mendengar mereka. Bagaimanapun juga, pekerjaan seperti ini tidak pernah Elora lakukan sebelumnya.Hëna lah yang menuntunnya ke rumah ini, yang berada jauh di tengah hutan, tempat di mana nyaris mustahil ada
Suasana malam di bulan Maret membawa kenangan tersendiri pada Elora. Ia memandang jernihnya langit gelap dan terangnya rembulan dari balik pepohonan lebat di hutan utara South Island. Satu tahun hampir berlalu setelah Elora berada dalam pengasingan. Hidup berpindah-pindah seperti manusia zaman dahulu. Tanpa rumah. Tanpa keluarga. Tanpa harta.Untungnya Elora sudah terbiasa. Ya, ia sempat punya keluarga, dan mendapatkan perhatian penuh dari orang yang mencintainya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Namun, kesendirian sudah menjadi takdir hidup Elora.Sejauh ini Hëna belum pernah menampakkan wujudnya langsung. Dia hanya muncul dalam mimpi-mimpi, di tengah tidur Elora yang selalu gelisah. Dalam dunia di bawah alam sadar itu, Elora selalu berada di tempat yang sama. Padang rumput tanpa batas, dan wanita bercahaya itu bersuara dalam bahasa yang tidak pernah Elora dengar, tetapi ia mengerti artinya.Hëna memerintahkan Elora untuk hidup layaknya pen
Sepuluh tahun kemudian ….Caspian mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat penting dalam hidupnya. Hari yang ia tunggu-tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun terakhir.Caspian sengaja membuka pintu kamar, karena ia tengah menunggu kedatangan seseorang. Saat Caspian sedang membetulkan posisi jas yang melekat di tubuhnya, pintu kamar menyentak terbuka dan seseorang berlari masuk sambil berteriak.“Paman!!”“Sudah ibu bilang, panggil dia Alpha!”Satu pukulan keras terdengar, dan suara anak kecil yang berteriak kesakitan menyusul setelahnya. Caspian mengernyit, ikut merasakan sakit di kepala anak lelaki itu. “Tidak apa-apa, Kate. Dia kan keponakanku.”“Kalau aku biarkan, dia akan bersikap seenaknya padamu, Cas!”“Mama menyebalkan!” teriak Cooper, lalu dia berlari pergi meninggalkan Caspian dan Kate.Caspian te
“Elora!”Caspian berteriak memanggilnya, tetapi Elora terus berlari. Mereka memporak-porandakan salju di bawah kaki mereka, menerobos ranting-ranting kering dan menantang udara yang menggigit kulit. Elora berada dalam wujud manusia serigala, dan dia berlari lebih cepat dari pada Caspian.Caspian terus mengejarnya, tetapi yang bisa ia lihat hanyalah punggung Elora yang semakin menjauh. Sampai mereka tiba di tepi sungai yang gelap dan nyaris membeku. Elora tiba-tiba berhenti, lalu berbalik. “Jangan mendekat!” pekiknya. Caspian berhenti beberapa meter dari Elora. Paru-parunya terasa nyeri, dan lukanya berdenyut seperti jantung kedua.“Elora.” Caspian mengucapkan nama Elora dengan hati-hati, seakan namanya begitu sakral dan mengandung sihir. Satu kata itu mampu menggambarkan betapa rindu dan putus asanya Caspian. Dia berjalan mendekat, mengubah dirinya menjadi manusia lagi. Seketika, hawa dingin menyerbu Caspian, memperparah kondi