Pertamanya Elora pikir Caspian sedang melakukan suatu aksi vandalisme bersama teman-temannya. Karena orang-orang yang lain kelihatan segarang dia, beberapa bahkan membawa tongkat pemukul yang terbuat dari besi, serta senjata tajam yang berkilau keperakan saat tertimpa sinar lampu mobil Elora.
Tetapi kemudian dugaan itu terpatahkan saat seseorang dari mereka mulai menyerang Caspian. Caspian menangkis serangan yang datang bertubi-tubi kepadanya. Elora yang menyaksikan itu semua dari balik kemudi, hanya bisa gemetar ketakutan. Ia memasukkan perseneling mundur dan mulai menginjak pedal gas sedalam mungkin. Tapi sial, tidak ada yang terjadi. Mobilnya lagi-lagi mogok di saat yang tidak tepat.
Dasar mobil tua sial. Umpat Elora dalam hati.
Sekarang apa yang harus ia lakukan? Berlari meninggalkan mobilnya begitu saja untuk mencari pertolongan? Tidak. Hanya ini kendaraan yang Elora miliki dan tanpa mobil Elora bakal kewalahan.
Tungkai Elora semakin berguncang hebat saat ia menyadari kalau salah seorang dari pengeroyok Caspian itu berjalan menghampirinya. Elora memastikan mobilnya terkunci, dan saat orang itu semakin dekat, Elora bisa mendengar suara geliginya yang beradu seperti orang yang tengah kedinginan.
Orang itu, seorang pria berbadan besar di tongkat pemukul dari besi, menggedor pintu pengemudi sembari melotot mengerikan.
“Keluar kau!” teriaknya. “Apa kau bersama Caspian sialan itu?!”
Bukannya menjawab, Elora malah menunduk, menyembunyikan wajahnya sebaik mungkin. Apakah hari ini adalah hari terakhirnya hidup? Tetapi banyak hal yang belum Elora coba dan ia tak mau mati sekarang.
Pria itu semakin tak sabar, dan akhirnya mengayunkan tongkat tinggi-tinggi untuk menghancurkan kaca mobil. Tetapi belum sempat melakukannya, tubuhnya ditabrak dengan keras oleh sebuah sepeda motor hingga terpental beberapa meter jauhnya.
“El, cepat keluar!” Kini suara yang memintanya untuk keluar telah berubah. Elora mendongak dan melihat Caspian berada di atas sepeda motor berwarna hitam. Dia menggedor pintu mobil Elora dengan tidak sabar. “Cepat!” perintahnya lagi.
Elora melihat ke depan, dan orang-orang yang tadi mengeroyok Caspian telah tumbang. Namun ada yang masih bisa bangun dan mulai berjalan terseok-seok mendatangi Caspian dan Elora.
Tanpa pikir panjang lagi, Elora menyambar tasnya, membuka pintu, dan naik ke atas sepeda motor Caspian. Caspian pun mulai memutar tuas gas dan membawa mereka pergi dari situ.
*
Tak ada yang berbicara selama perjalanan. Elora bahkan tak bertanya kemana Caspian akan membawanya. Yang ada di pikiran Elora saat ini adalah bagaimana nasib mobilnya, dan bagaimana bisa kedua tangannya melingkar erat di perut Caspian yang rata dan kencang, seolah itu adalah hal yang biasa Elora lakukan.
Sepeda motor terus melaju melewati hingar-bingar pusat kota, menuju ke utara. Mereka pun memasuki Gibbston road, dan Elora akhirnya memberanikan diri untuk membuka mulut saat Caspian menurunkan kecepatan. Mereka kini berada di wilayah Gibbston, yang punya julukan Lembah Ladang Anggur. Nama yang didapat karena area ini menghasilkan anggur terbaik di seantero Otago.
“Kita akan kemana?” tanya Elora.
“Ke rumahku.”
“Aku ingin pulang ke rumahku!” tolak Elora, setelah mendengar jawaban Caspian.
“Kau akan mati jika kembali ke rumahmu sekarang!”
“Dan kita akan baik-baik saja jika menuju ke rumahmu?!” balas Elora.
“Ya!”
Tepat setelah Caspian mengatakan itu, dari arah berlawanan Elora melihat gerombolan sepeda motor yang menuju ke arah mereka. Saat mereka berpapasan, Caspian berhenti. Semua pengendara sepeda motor itu membungkuk hormat pada Caspian.
“Apa yang terjadi, Alpha?” tanya salah seorang dari mereka. Elora tertegun mendengar dan melihat bagaimana orang-orang itu memperlakukan Caspian seolah Caspian adalah raja.
“Tolong bereskan orang-orang yang mungkin sedang mengikutiku.”
Tanpa banyak bertanya, mereka semua mengangguk dan melanjutkan perjalanan menuju arah kedatangan Caspian tadi. Elora masih saja tak mengerti dengan situasi yang kini ia hadapi. Siapa Caspian sebenarnya hingga orang-orang tadi tunduk hormat padanya? Apakah Caspian merupakan keturunan bangsawan? Atau jangan-jangan dia adalah ketua dari kelompok mafia?
Elora dihantui pemikiran yang memaksanya untuk melompat dari sepeda motor, yang kini kembali melaju dan berbelok memasuki salah satu perkebunan anggur. Degup jantung Elora menggila, dan keringat dingin mulai membasahi kening dan punggungnya.
Elora teringat semprotan merica yang selalu ia bawa di dalam tas. Ya, Elora akan menggunakan itu saat ada kesempatan. Elora mengatur napas, menyemangati dan memberanikan diri untuk bersikap tenang. Ia pasti bisa. Kejadian buruk yang sama tak akan terulang dalam hidupnya.
Sepeda motor terus melaju melalui celah di sepanjang ladang anggur, hingga sampai ke sebuah bangunan yang terbuat dari batu. Sepertinya itu adalah restoran dan bar yang diperuntukkan bagi turis yang ingin membeli anggur.
Ada sebuah gerbang besi tinggi di samping bangunan, dan dua orang lelaki berbadan besar berjaga di depannya. Mereka berdiri tegak penuh hormat saat melihat Caspian. Salah seorang dari lelaki itu segera membuka gerbang supaya Caspian bisa masuk.
Elora pikir ia sudah sampai, tetapi ternyata dibalik gerbang itu, terhampar tanah luas yang tertutup rumput dan semak, dengan jalan selebar mobil. Caspian mengemudikan sepeda motornya dengan lihai, melaju dengan kecepatan sedang menyusuri alam.
Untuk sesaat Elora lupa pada semua masalah dan perasaan berdebar yang tak sanggup ia jabarkan ini. Alam di sisi Gibbston di malam hari yang belum pernah Elora jamah … memberikan sensasi kekaguman yang menyesakkan.
Sebuah lonjakan kecil dalam perjalanan itu membuat Elora kembali tersadar.
“Turunkan aku!” teriak Elora, sembari memukul-mukul punggung Caspian. “Turunkan aku sekarang juga atau aku akan melompat!”
Semoga Caspian percaya pada ancaman itu.
Sepeda motor masih terus melaju hingga berhenti di tengah sebuah jembatan kayu. Di bawah kaki mereka, sungai berarus deras mengalir, menimbulkan suara gemrisik yang berpadu bersama desau angin dari pepohonan.
Caspian turun dari sepeda motor, begitu juga dengan Elora. Mereka berdiri berhadapan. Di bawah sinar bulan yang kini bulat sempurna. Elora menyadari bahwa desir di aliran darah dan panas pada sekujur tubuhnya bukan hanya disebabkan oleh keberadaan Caspian. Ini hal yang selalu Elora alami saat bulan purnama tiba. Tetapi ada saat-saat tertentu dimana sakit yang Elora rasakan terasa lebih hebat, bahkan kadang hingga membuatnya tak sadarkan diri.
“Sudah. Ada lagi?” ucap Caspian, dingin.
Elora meradang dalam kesakitan yang coba ia tahan. “Bawa aku pulang. Sekarang.”
“Tidak bisa. Aku tidak bisa membiarkanmu mati.”
“Kalau begitu katakan padaku apa yang sebenarnya kau lakukan di jalanan tadi?! Masalah apa yang membuatku harus terlibat sampai seperti ini?!”
Bulan semakin tinggi, cahayanya menjadi satu-satunya penerangan di tempat ini. Elora tak tahan lagi, ia mengerang hebat hingga terjatuh.
“El!” Caspian berteriak. Gerakannya yang cepat menghalangi Elora untuk jatuh menghantam jembatan. “Hei! El!”
Suara Caspian semakin sayup … bersamaan dengan kesadaran Elora yang menghilang.
*
Setiap malam bulan purnama, Elora selalu mengalami mimpi yang sama.Ia berjalan di sebuah padang rumput tak berujung, dikelilingi oleh pegunungan berujung runcing. Pemandangan yang familiar, yang biasa Elora lihat di Queenstown. Tetapi sejauh apapun Elora berjalan, padang rumput itu tak pernah habis … seolah tak memiliki tepi.Tidak ada siapapun yang bisa Elora temui. Tak ada kehidupan, tak ada suara. Hanya dirinya bersama sebuah bulan besar yang cahaya peraknya membutakan.Tetapi … mimpi malam ini berbeda.Elora tidak sendiri.Ia masih sama, berdiri di tengah padang rumput. Mengenakan gaun putih yang ujungnya terseret di tanah berbatu. Rambutnya tergerai, hitam seluruhnya. Cahaya bulan masih sama menyilaukan, tetapi ada sosok yang menarik perhatian Elora.Seseorang berdiri tak jauh di depannya. Bermandikan cahaya. Rambutnya perak dan berpendar, matanya punya warna yang sama. seluruh tubuhnya bagai dilingkupi gaun yang terbuat
Caspian kembali sambil membawa tas Elora, sebuah kemeja berwarna putih berukuran besar, dan celana jins.“Jangan mendekat,” perintah Elora. “Lemparkan semuanya ke atas sofa.” Elora menunjuk sofa yang ada dihadapannya dengan dagu.Caspian berdecak sembari menelengkan kepala ke satu sisi. “Kenapa lagi? Aku tidak akan menerkammu. Aku sudah janji.”“Aku tidak percaya padamu.” Bahkan pada lelaki manapun di dunia ini, tambah Elora dalam hati.Caspian melontarkan raut wajah yang menyatakan ‘aku lelah dengan drama ini, tapi lebih baik kuturuti saja’, kemudian melemparkan semuanya ke atas sofa yang ada di dekat Elora.“Sekarang keluar dari sini. Aku mau berpakaian.”“Aku sudah pernah melihatmu tanpa pakaian. Kenapa sekarang aku harus keluar?”“KELUAR!” bentak Elora, dan dengan brutal menyambar tasnya, mencari semprotan merica. Caspian mengangkat ked
Elora meminta Caspian untuk mengantarkannya ke apartemen, karena Elora baru saja ingat kalau dia harus mempersiapkan diri. Ada calon klien yang potensial, dan ini adalah pekerjaan terakhir sebelum Elora mengambil cuti panjang. Jadi Elora harus bisa menyukseskannya.Sebenarnya ini adalah ide buruk karena Caspian jadi tahu dimana Elora tinggal. Tapi Elora tak punya pilihan lain.“Terima kasih. Kau boleh pulang.” Elora mengatakannya sembari membuka pintu mobil. Tentu saja Caspian tak melepaskannya semudah itu. Dia menangkap pergelangan tangan Elora, membuat Elora terhenti.Elora menengok untuk menatap jemari Caspian yang melilit pergelangan tangannya.“Lepaskan,” desis Elora dari balik geliginya yang mengatup.“Ada hal penting yang ingin kusampaikan.”“Apa?” Elora menyentakkan tangan agar terlepas dari cengkeraman Caspian.“Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku.”Elora
“Maaf, tapi aku bukan seorang model,” tolak Elora cepat. Ia tak butuh banyak pertimbangan untuk menolak mentah-mentah gagasan dari Caspian.Caspian bersidekap, dengan santai memberikan tatapan menilai pada Elora. Elora tak suka dengan kilat cemooh yang samar di kedua mata Caspian saat melakukan itu.“Sebagai klien, kami berhak meminta apapun sesuai dengan keinginan kami kan?” kilah Caspian.“Ya, kau memang berhak. Tapi tidak semua hal bisa kami penuhi, terutama jika itu dirasa tak memungkinkan,” sanggah Elora.Kini Caspian mengarahkan percakapannya pada Charlie. “Katakan padaku, Charlie. Apakah permintaanku barusan tidak memungkinkan?” Caspian mengeluarkan seringai tipis yang nyaris tak kentara setelah menanyakan itu.Charlie menelan ludah, kemudian ekor matanya menangkap sosok Elora untuk sejenak. Elora tahu Charlie tak bisa langsung mengambil keputusan. Jika menolak, bisa-bisa mereka kehilangan klie
Tidak ada sentuhan.Skenario ditentukan sepenuhnya oleh Dreamcathcer.Jika model wanita merasa tidak nyaman dengan adegan yang dilakukan, ia mempunyai hak penuh untuk meminta pergantian adegan.Poin terakhir hanya untuk jaga-jaga jika Caspian melakukan improvisasi terhadap naskah yang sudah disiapkan oleh Elora.Tanpa banyak perdebatan, pihak Caspian langsung menyetujui persyaratan itu. Tak berapa lama setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian, Caspian dan Zed undur diri.Elora tidak tahu apakah ia harus bernapas lega atau justru ini menjadi awal stres berat yang akan dihadapinya hingga beberapa hari ke depan. Elora langsung kembali ke ruangan dan duduk merosot di kursi kebesarannya.“Satu minggu, El,” koreksi Javier saat Elora menjelaskan bahwa dirinya malas membayangkan hari-hari yang harus ia lewati sebagai model bersama Caspian.“Tidak. Paling kita hanya akan mengunjungi tiga tempat saja kan?” Elo
“Tenang,” bujuk Caspian, saat Elora mengambil langkah untuk menjauh. Terdengar suara remuk yang berasal dari pecahan cermin yang berserakan di lantai.“El, aku akan membantumu. Jangan takut.”Elora mengajukan pertanyaan soal mengapa dia jadi seperti ini, tetapi tentu saja yang keluar dari mulutnya hanyalah lenguhan dan lolongan pilu.“El, ikut denganku. Aku akan menjelaskannya padamu. Kalau kau di sini terus, bisa-bisa kau menarik perhatian tetangga. Suara yang kau timbulkan dari tadi lumayan heboh.”Dengan hati-hati, Caspian berjalan mendekati Elora, yang sudah terdesak ke sudut. Elora dapat merasakan tubuhnya gemetar. Ia takut pada sosoknya sendiri. Elora mendengking saat Caspian meletakkan satu tangan di moncong Elora yang basah dan berbulu.“Dengarkan aku. Wujudmu ini tidaklah permanen. Kau hanya harus belajar untuk mengendalikannya. Sekarang, aku akan membantumu supaya kau kembali ke wujud aslimu.&rdqu
Caspian melumat bibir Elora, penuh nafsu, tanpa ampun. Kedua tangan Caspian menahan tangan Elora di sofa, mencegah Elora untuk bergerak. Saat Caspian menarik diri, hanya agar ia bisa memandang sorot mata Elora yang ketakutan, Elora menarik napas banyak-banyak.Wajah Caspian yang tadinya gelap oleh gairah, berubah terkejut ketika ia mendapati Elora menitikkan air mata.“Kau …,” Caspian tak dapat melanjutkan. Elora mengulum bibir kuat-kuat, rahangnya menegang hingga garis rahangnya tercetak jelas di sudut wajah.“Lepaskan aku ….” Suara Elora hanya berupa parau yang putus asa.Caspian mengendurkan cengkeramannya, dan kesempatan itu Elora gunakan sebaik mungkin. Dia mendorong tubuh Caspian menjauh dengan sisa tenaga yang ada.“Aku benci kau,” geram Elora dengan sorot mata kebencian.Pintu ruangan terbuka tepat setelah Caspian terdorong jauh dari Elora.“Apa aku mengganggu?” tan
“Aku ditemukan pingsan di tepi hutan. Saat itu ada sebuah mobil melintas di jalan raya di dekatku, lalu pengemudinya membawaku ke kantor polisi. Mereka berusaha menanyaiku dan mencari identitasku, tetapi hasilnya nihil.” Elora menusuk-nusuk sisa potongan domba panggangnya tanpa minat. Pikirannya tak lagi tertuju pada makanan, melainkan menerawang jauh ke pulau di utara sana, tempatnya menghabiskan hampir seumur hidupnya. “Kau memang berasal dari Queenstown?” Kate berusaha menggali lebih dalam soal latar belakang Elora, dan Elora tak merasa keberatan tentang itu. Karena Elora juga butuh tahu siapa dirinya sebenarnya. Dengan situasi ini, keinginan Elora untuk mencari tahu dirinya, yang sudah lama ia kubur jauh-jauh, kembali mengoyak ke permukaan. “Tidak. Aku besar di Auckland. Sampai dengan dua tahun yang lalu, ada … sebuah kejadian yang membuatku dipindahkan ke kantor cabang di sini.” Elora mendorong piring makanannya menjauh. Kini ia membenamk
“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Archer. Ia tidak terdengar takut, malah cenderung penasaran.“Tak usah pura-pura bodoh. Kami mengawasi gerak-gerikmu di North Island, dan kami tahu kedatanganmu ke sini membawa sebuah misi.”Rahang Kate terkatup rapat. Seharusnya ia mendesak Archer agar mau mengatakan yang sebenarnya tadi, sehingga Kate tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Apakah Archer tengah menyelidiki sebuah kejahatan besar yang berkaitan dengan kawanan manusia serigala?Apa mereka termasuk dalam jaringan obat-obatan terlarang yang dulu diperdagangkan oleh Cooper?Terlalu banyak kemungkinan di dalam benak Kate, hingga membuat kepalanya sakit.“Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan,” ucap Archer.Satu tembakan terdengar, disusul oleh suara sesuatu yang berat jatuh ke tanah.“Berani berboohong lagi, dan kali ini nyawa Alphamu akan melayang.”Kate mematung. Apa merek
Kate tak bisa menemukan Caspian dimanapun pagi ini. Dia tidak ada di ruang kerja, di kamar, di bagian manapun di kastil. Ia baru saja hendak menelepon Caspian, saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk. Itu dari Caspian.Tolong berikan dokumen yang ada di atas meja kerjaku kepada Aiden. Kau harus memberikannya pagi ini juga.Kate mengangkat satu alis dan mengerenyit. Dokumen apa yang membuat Caspian memberi perintah yang begitu mendesak? Kate pun kembali ke ruang kerja Caspian dan mengambil sebuah amplop cokelat dari atas meja kerjanya. Sebuah amplop dengan tulisan RAHASIA berwarna merah.Karena hari masih pagi dan jarak yang ditempuh tidak begitu jauh, Kate memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke tempat Aiden. Sesampainya di sana, bukannya bertemu dengan Aiden, Kate justru disambut oleh Archer di depan pintu masuk.“Aku mau bertemu Aiden.”“Ada apa?”Kate mengacungkan amplop cokelat ke hadapan Archer. “Ca
“Aku rasa aku bertemu jodohku.” Caspian melengkungkan sebelah alis mendengar kata-kata Kate. “Aku rasa?” ulang Caspian, sangsi. “Kalau kau masih ragu dan menggunakan kata ‘aku rasa’, kupikir dia bukan benar-benar jodohmu. Kau bisa langsung mengetahui jodohmu begitu kalian bertatapan mata. Seperti aku dan—“ Kate mengangkat satu tangan ke hadapan wajah Caspian, memintanya untuk berhenti. “Aku tahu.” Ia lalu menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal. “Maksudku—yeah… dia jodohku.” “Tapi?” sahut Caspian. “Tapi … aku tidak tahu apakah dia merasakannya juga.” Caspian meletakkan buku yang tengah ia baca ke atas meja kerja. Dia sedang membaca jurnal peninggalan Alpha yang menyinggung soal keluarga leluhur Elora saat tiba-tiba Kate masuk ke ruang kerja dan mengatakan hal yang membuat Caspian mengernyit. “Begini saja,” kata Caspian sembari memijat pangkal hidung, “ceritakan padaku dari awal pertemuanmu dengannya.” Kate mengangkat bahu lal
Pesta tahunan manusia serigala.Menurut Amber ini adalah acara paling konyol yang diadakan oleh sekumpulan makhluk mitos terkuat di muka bumi. Sebagai keturunan langsung dari salah satu pimpinan kawanan manusia serigala terbesar di Inggris, sedari kecil ayah Amber sudah menanamkan pikiran bahwa pesta perjodohan membuat manusia serigala terlihat lemah. Romansa bukanlah hal yang cocok untuk kaum mereka.“Kau akan mengenakan pakaian seperti itu ke pesta?” Brittany menusuk Amber dengan tatapan khasnya yang sinis dan menyebalkan. “Lebih baik kau kembali ke Inggris sekarang juga dan katakan pada ibumu kalau aku tidak akan membantumu mencari pasangan.”“Kenapa aku harus punya pasangan?” protes Amber, yang lalu menoleh ke cermin panjang di sampingnya. Benda itu memantulkan sosok Amber yang pucat, dengan rambut merah keriting yang mencolok, serta sebuah sweater usang warna biru dan celana jins yang robek di bagian paha dan lutut. Oh, j
Elora bergeming saat pria yang hampir memasuki usia seratus tahun itu menjatuhkan cangkir teh dari tangannya. Itu wajar. Tidak akan ada orang yang tidak terkejut menyaksikan kehadiran tamu tak diundang di salah satu ruangan pribadi di rumah penuh penjagaan seperti ini. Lelaki ini pastilah hendak bersantai, mungkin sembari membaca buku favoritnya, menikmati masa pensiun di rumah megah yang dibangunnya dari kerja keras.“Selamat malam,” sapa Elora. Ia berusaha bersikap sopan, setidaknya mungkin itu bisa menebus kelancangannya karena sudah menerobos masuk ke rumah Alfonso. Ya, dia adalah pria kaya raya yang dulu pernah Elora kunjungi bersama Caspian dan Brittany. Secara teknis mereka belum pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan layak, karena yang Elora temui waktu itu adalah manusia serigala yang menyamar menjadi Alfonso.Elora melepaskan diri dari dinding, setelah cukup lama bersandar di sana sembari menunggu kedatangan Alfonso.“Maaf karena ak
“Siapa kau?”“Kau tak punya hak untuk tahu.”Elora memastikan tali yang melilit seorang pria di hadapannya bersama dengan kursi yang didudukinya sudah kuat, sebelum Elora menyeret kursi pria itu melintasi ruang tamu, menuju ke luar.“Hei! Apa yang kau lakukan! Ke mana kau akan membawaku!” Pria itu berteriak, setengah marah setengah takut. “Lepaskan aku! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan! Lepaskan aku!”Awalnya Elora tak menanggapi teriakan itu, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu. Walapun tak ada orang lagi dalam jarak setidaknya satu kilometer dari tempat Elora berada sekarang, dan saat ini sudah lewat tengah malam, tetap saja Elora merasa gelisah, khawatir jika ada orang yang mendengar mereka. Bagaimanapun juga, pekerjaan seperti ini tidak pernah Elora lakukan sebelumnya.Hëna lah yang menuntunnya ke rumah ini, yang berada jauh di tengah hutan, tempat di mana nyaris mustahil ada
Suasana malam di bulan Maret membawa kenangan tersendiri pada Elora. Ia memandang jernihnya langit gelap dan terangnya rembulan dari balik pepohonan lebat di hutan utara South Island. Satu tahun hampir berlalu setelah Elora berada dalam pengasingan. Hidup berpindah-pindah seperti manusia zaman dahulu. Tanpa rumah. Tanpa keluarga. Tanpa harta.Untungnya Elora sudah terbiasa. Ya, ia sempat punya keluarga, dan mendapatkan perhatian penuh dari orang yang mencintainya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Namun, kesendirian sudah menjadi takdir hidup Elora.Sejauh ini Hëna belum pernah menampakkan wujudnya langsung. Dia hanya muncul dalam mimpi-mimpi, di tengah tidur Elora yang selalu gelisah. Dalam dunia di bawah alam sadar itu, Elora selalu berada di tempat yang sama. Padang rumput tanpa batas, dan wanita bercahaya itu bersuara dalam bahasa yang tidak pernah Elora dengar, tetapi ia mengerti artinya.Hëna memerintahkan Elora untuk hidup layaknya pen
Sepuluh tahun kemudian ….Caspian mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat penting dalam hidupnya. Hari yang ia tunggu-tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun terakhir.Caspian sengaja membuka pintu kamar, karena ia tengah menunggu kedatangan seseorang. Saat Caspian sedang membetulkan posisi jas yang melekat di tubuhnya, pintu kamar menyentak terbuka dan seseorang berlari masuk sambil berteriak.“Paman!!”“Sudah ibu bilang, panggil dia Alpha!”Satu pukulan keras terdengar, dan suara anak kecil yang berteriak kesakitan menyusul setelahnya. Caspian mengernyit, ikut merasakan sakit di kepala anak lelaki itu. “Tidak apa-apa, Kate. Dia kan keponakanku.”“Kalau aku biarkan, dia akan bersikap seenaknya padamu, Cas!”“Mama menyebalkan!” teriak Cooper, lalu dia berlari pergi meninggalkan Caspian dan Kate.Caspian te
“Elora!”Caspian berteriak memanggilnya, tetapi Elora terus berlari. Mereka memporak-porandakan salju di bawah kaki mereka, menerobos ranting-ranting kering dan menantang udara yang menggigit kulit. Elora berada dalam wujud manusia serigala, dan dia berlari lebih cepat dari pada Caspian.Caspian terus mengejarnya, tetapi yang bisa ia lihat hanyalah punggung Elora yang semakin menjauh. Sampai mereka tiba di tepi sungai yang gelap dan nyaris membeku. Elora tiba-tiba berhenti, lalu berbalik. “Jangan mendekat!” pekiknya. Caspian berhenti beberapa meter dari Elora. Paru-parunya terasa nyeri, dan lukanya berdenyut seperti jantung kedua.“Elora.” Caspian mengucapkan nama Elora dengan hati-hati, seakan namanya begitu sakral dan mengandung sihir. Satu kata itu mampu menggambarkan betapa rindu dan putus asanya Caspian. Dia berjalan mendekat, mengubah dirinya menjadi manusia lagi. Seketika, hawa dingin menyerbu Caspian, memperparah kondi