Caspian kembali sambil membawa tas Elora, sebuah kemeja berwarna putih berukuran besar, dan celana jins.
“Jangan mendekat,” perintah Elora. “Lemparkan semuanya ke atas sofa.” Elora menunjuk sofa yang ada dihadapannya dengan dagu.
Caspian berdecak sembari menelengkan kepala ke satu sisi. “Kenapa lagi? Aku tidak akan menerkammu. Aku sudah janji.”
“Aku tidak percaya padamu.” Bahkan pada lelaki manapun di dunia ini, tambah Elora dalam hati.
Caspian melontarkan raut wajah yang menyatakan ‘aku lelah dengan drama ini, tapi lebih baik kuturuti saja’, kemudian melemparkan semuanya ke atas sofa yang ada di dekat Elora.
“Sekarang keluar dari sini. Aku mau berpakaian.”
“Aku sudah pernah melihatmu tanpa pakaian. Kenapa sekarang aku harus keluar?”
“KELUAR!” bentak Elora, dan dengan brutal menyambar tasnya, mencari semprotan merica. Caspian mengangkat kedua tangan sebagai tanda bahwa dia menyerah. “Oke, oke. Aku akan pergi.”
Dia berbalik, tetapi kemudian kembali lagi. “Kemejanya pasti kebesaran, karena itu punyaku. Tapi celananya sesuai ukuranmu … kurasa. Itu celana milik wanita yang tidur di sini dan pulang tanpa mengenakan bawahan. Kau tahu … dia minta melakukannya di dalam mobil saat perjalanan pul—“
“Tutup mulutmu dan pergi dari hadapanku.” Elora kini sudah bersiap dengan semprotan merica di tangan. Botol kecil berwarna hitam itu dia arahkan kepada Caspian. “Aku tidak peduli dengan kisah cintamu.”
“Kau harus. Karena kau jodohku.” Caspian kembali pada dirinya yang dingin dan misterius. Kedua matanya berkilat dalam warna biru yang terang.
Elora tak mengatakan apapun, ia menekan tutup semprotan agar cairan yang memberikan rasa perih itu keluar dari wadahnya. Tentu saja dalam jarak sejauh ini, butir-butir airnya tidak bisa menjangkau wajah Caspian. Caspian mendengus singkat, dibarengi ekspresi geli. Sorot matanya melembut untuk sesaat.
Akhirnya Caspian keluar dari kamar.
Di tengah pergulatan Elora dengan celana jins entah milik siapa, yang berukuran satu nomor lebih kecil dari ukuran Elora, ponselnya berulang kali berdering. Itu pasti Havier, yang sedang panik karena Elora tak kunjung muncul padahal hari ini adalah hari penting.
Setelah berhasil memasukkan bagian bawah tubuhnya ke pakaian ketat itu, Elora mengambil ponsel dari dalam tas dan mulai menelepon balik Havier.
“Kau dimana?” Havier langsung menodongkan pertanyaan penuh tekanan pada dering pertama.
“Ceritanya panjang.”
“Apa ini ada hubungannya lagi dengan model itu? Karena terakhir kali kau bilang soal cerita, kau cerita soal dia.”
Hening sejenak. “Ya.”
Elora bisa mendengar pekik tertahan dari seberang sana, mirip seperti orang tercekik. “Jangan katakan padaku, kau pergi ke kelab malam, mabuk, lalu tidur di rumahnya??”
Sial. Kecuali bagian kelab malam dan mabuk, tebakan Havier hampir akurat.
“Kubilang ceritanya panjang. Sekarang aku hanya ingin memberitahumu bahwa aku akan sampai di kantor sekitar satu jam lagi.” Elora kembali melirik jam di atas meja. “Masih cukup waktu sebelum pertemuan dengan calon klien kita.”
“Ya. Sebenarnya aku meneleponmu bukan karena hal itu.”
Elora yang sedang mengenakan kemeja sambil menjepit ponsel di antara telinga dan pundak, berhenti dari aktivitasnya. “Lalu kenapa kau meneleponku berkali-kali?”
“Pagi ini ada polisi datang ke sini mencarimu. Mereka bilang mobilmu ditinggalkan begitu saja di tengah jalan dan menyebabkan kehebohan. Polisi mengira kau diculik atau terjadi sesuatu padamu.”
Tentu saja mereka berpikir begitu. Elora menggigit-gigit ujung ibu jarinya, sesuatu yang tanpa sadar ia lakukan saat sedang cemas. “Apa semua orang kantor tahu?”
“Tidak. Hanya bos dan aku, karena aku asistenmu dan kita dekat. Bos memintaku untuk menghubungimu, tadi juga aku pergi ke apartemenmu. Syukurlah kalau ternyata kau tidak apa-apa.”
“Aku akan minta maaf pada bos nanti.”
“Kau harus ceritakan padaku saat kita bertemu. Sekarang, datang dulu ke sini, lakukan pekerjaanmu, lalu urus mobilmu yang ada di kantor polisi.”
“Roger.”
*
Tak ada pilihan lain selain diantarkan kembali oleh Caspian. Kali ini dia tidak mengendarai sepeda motor, melainkan sebuah mobil convertible berwarna hitam. Saat Elora turun, kamar Caspian ada di lantai dua, dan keluar ke halaman, Elora baru menyadari bahwa sedari tadi ia berada di dalam sebuah kastil kecil yang elegan.
Kastil itu tersusun dari bongkahan batu besar berwarna abu-abu, yang menjulang dan menyatu dengan hutan di sekitarnya. Elora mengedarkan pandangan takjub ke sekeliling. Ia tak pernah menyangka ada tempat tersembunyi bak negeri dongeng di Queenstown.
Seolah mengingatkan Elora, Caspian menginjak pedal gas, membuat knalpot meraung dan Elora terlonjak.
“Naik.” Caspian mengedikkan dagu, menunjuk kursi penumpang yang kosong di sampingnya. Dengan hati-hati Elora naik. Sepanjang perjalanan ia merasa was-was, takut jika Caspian tiba-tiba melakukan sesuatu padanya.
“Kenapa memandangiku terus? Terpesona?” seloroh Caspian, setelah mereka keluar dari ladang anggur dan masuk ke jalan raya.
“Aku tidak memandangimu terus-terusan,” kilah Elora, yang tentu saja sebuah kebohongan.
“Kau tidak mau tahu apa yang terjadi semalam? Hm?” tanya Caspian. Dia mengenakan kacamata hitam, yang membuat Elora semakin tak nyaman karena ia jadi tidak tahu Caspian sedang melihat ke arah mana.
Jujur saja Elora penasaran setengah mati soal apa yang terjadi padanya tadi malam. Tetapi Elora enggan untuk menanyakannya pada Caspian.
“Apa kau pernah mendengar … soal manusia serigala?” Pertanyaan itu datang tiba-tiba, dan sekujur tubuh Elora merinding dibuatnya.
“Itu hanya mitos. Dongeng. Jangan cekoki aku dengan kisah bodoh.”
“Bagaimana kalau itu bukan dongeng?”
Laju mobil terhenti karena kendaraan yang mulai padat di depan mereka. Caspian menoleh kepada Elora, dan Elora bisa merasakan tatapan tajam menusuk dari balik kacamata hitam itu. “Kalau kukatakan padamu … bahwa aku adalah manusia serigala … dan kau adalah jodoh yang ditakdirkan untukku. Apakah kau percaya?”
Cara Caspian mengucapkannya … itu tidak terdengar main-main. Aliran darah di tubuh Elora menggelegak, nadinya berpacu kuat bersamaan dengan Caspian yang semakin dalam menatapnya. Elora merasakan suatu tarikan, yang mendorongnya agar mendekatkan diri pada Caspian dan merengkuh bibir menggoda itu.
TIINN!!
Suara klakson dari mobil di belakang mereka membuat Elora kembali pada kesadarannya. Rantai pandangan mereka terputus, dan Caspian menjalankan mobil.
Tadi … nyaris saja Elora mencium Caspian tanpa tahu alasannya.
*
Elora meminta Caspian untuk mengantarkannya ke apartemen, karena Elora baru saja ingat kalau dia harus mempersiapkan diri. Ada calon klien yang potensial, dan ini adalah pekerjaan terakhir sebelum Elora mengambil cuti panjang. Jadi Elora harus bisa menyukseskannya.Sebenarnya ini adalah ide buruk karena Caspian jadi tahu dimana Elora tinggal. Tapi Elora tak punya pilihan lain.“Terima kasih. Kau boleh pulang.” Elora mengatakannya sembari membuka pintu mobil. Tentu saja Caspian tak melepaskannya semudah itu. Dia menangkap pergelangan tangan Elora, membuat Elora terhenti.Elora menengok untuk menatap jemari Caspian yang melilit pergelangan tangannya.“Lepaskan,” desis Elora dari balik geliginya yang mengatup.“Ada hal penting yang ingin kusampaikan.”“Apa?” Elora menyentakkan tangan agar terlepas dari cengkeraman Caspian.“Jika terjadi sesuatu, segera hubungi aku.”Elora
“Maaf, tapi aku bukan seorang model,” tolak Elora cepat. Ia tak butuh banyak pertimbangan untuk menolak mentah-mentah gagasan dari Caspian.Caspian bersidekap, dengan santai memberikan tatapan menilai pada Elora. Elora tak suka dengan kilat cemooh yang samar di kedua mata Caspian saat melakukan itu.“Sebagai klien, kami berhak meminta apapun sesuai dengan keinginan kami kan?” kilah Caspian.“Ya, kau memang berhak. Tapi tidak semua hal bisa kami penuhi, terutama jika itu dirasa tak memungkinkan,” sanggah Elora.Kini Caspian mengarahkan percakapannya pada Charlie. “Katakan padaku, Charlie. Apakah permintaanku barusan tidak memungkinkan?” Caspian mengeluarkan seringai tipis yang nyaris tak kentara setelah menanyakan itu.Charlie menelan ludah, kemudian ekor matanya menangkap sosok Elora untuk sejenak. Elora tahu Charlie tak bisa langsung mengambil keputusan. Jika menolak, bisa-bisa mereka kehilangan klie
Tidak ada sentuhan.Skenario ditentukan sepenuhnya oleh Dreamcathcer.Jika model wanita merasa tidak nyaman dengan adegan yang dilakukan, ia mempunyai hak penuh untuk meminta pergantian adegan.Poin terakhir hanya untuk jaga-jaga jika Caspian melakukan improvisasi terhadap naskah yang sudah disiapkan oleh Elora.Tanpa banyak perdebatan, pihak Caspian langsung menyetujui persyaratan itu. Tak berapa lama setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian, Caspian dan Zed undur diri.Elora tidak tahu apakah ia harus bernapas lega atau justru ini menjadi awal stres berat yang akan dihadapinya hingga beberapa hari ke depan. Elora langsung kembali ke ruangan dan duduk merosot di kursi kebesarannya.“Satu minggu, El,” koreksi Javier saat Elora menjelaskan bahwa dirinya malas membayangkan hari-hari yang harus ia lewati sebagai model bersama Caspian.“Tidak. Paling kita hanya akan mengunjungi tiga tempat saja kan?” Elo
“Tenang,” bujuk Caspian, saat Elora mengambil langkah untuk menjauh. Terdengar suara remuk yang berasal dari pecahan cermin yang berserakan di lantai.“El, aku akan membantumu. Jangan takut.”Elora mengajukan pertanyaan soal mengapa dia jadi seperti ini, tetapi tentu saja yang keluar dari mulutnya hanyalah lenguhan dan lolongan pilu.“El, ikut denganku. Aku akan menjelaskannya padamu. Kalau kau di sini terus, bisa-bisa kau menarik perhatian tetangga. Suara yang kau timbulkan dari tadi lumayan heboh.”Dengan hati-hati, Caspian berjalan mendekati Elora, yang sudah terdesak ke sudut. Elora dapat merasakan tubuhnya gemetar. Ia takut pada sosoknya sendiri. Elora mendengking saat Caspian meletakkan satu tangan di moncong Elora yang basah dan berbulu.“Dengarkan aku. Wujudmu ini tidaklah permanen. Kau hanya harus belajar untuk mengendalikannya. Sekarang, aku akan membantumu supaya kau kembali ke wujud aslimu.&rdqu
Caspian melumat bibir Elora, penuh nafsu, tanpa ampun. Kedua tangan Caspian menahan tangan Elora di sofa, mencegah Elora untuk bergerak. Saat Caspian menarik diri, hanya agar ia bisa memandang sorot mata Elora yang ketakutan, Elora menarik napas banyak-banyak.Wajah Caspian yang tadinya gelap oleh gairah, berubah terkejut ketika ia mendapati Elora menitikkan air mata.“Kau …,” Caspian tak dapat melanjutkan. Elora mengulum bibir kuat-kuat, rahangnya menegang hingga garis rahangnya tercetak jelas di sudut wajah.“Lepaskan aku ….” Suara Elora hanya berupa parau yang putus asa.Caspian mengendurkan cengkeramannya, dan kesempatan itu Elora gunakan sebaik mungkin. Dia mendorong tubuh Caspian menjauh dengan sisa tenaga yang ada.“Aku benci kau,” geram Elora dengan sorot mata kebencian.Pintu ruangan terbuka tepat setelah Caspian terdorong jauh dari Elora.“Apa aku mengganggu?” tan
“Aku ditemukan pingsan di tepi hutan. Saat itu ada sebuah mobil melintas di jalan raya di dekatku, lalu pengemudinya membawaku ke kantor polisi. Mereka berusaha menanyaiku dan mencari identitasku, tetapi hasilnya nihil.” Elora menusuk-nusuk sisa potongan domba panggangnya tanpa minat. Pikirannya tak lagi tertuju pada makanan, melainkan menerawang jauh ke pulau di utara sana, tempatnya menghabiskan hampir seumur hidupnya. “Kau memang berasal dari Queenstown?” Kate berusaha menggali lebih dalam soal latar belakang Elora, dan Elora tak merasa keberatan tentang itu. Karena Elora juga butuh tahu siapa dirinya sebenarnya. Dengan situasi ini, keinginan Elora untuk mencari tahu dirinya, yang sudah lama ia kubur jauh-jauh, kembali mengoyak ke permukaan. “Tidak. Aku besar di Auckland. Sampai dengan dua tahun yang lalu, ada … sebuah kejadian yang membuatku dipindahkan ke kantor cabang di sini.” Elora mendorong piring makanannya menjauh. Kini ia membenamk
Sebenarnya apa yang salah pada diri Caspian sehingga Elora begitu membencinya? Seharusnya Elora merasakan hal yang sama dengannya, cinta yang begitu menggebu, keinginan kuat untuk menyentuh, mendambakan kecupan dan ucapan sayang yang lolos dengan mudahnya dari bibir masing-masing. Karena hal itulah yang Caspian rasakan semenjak ia tahu bahwa Elora adalah jodohnya. Jujur saja perasaan ini sungguh menyiksanya luar dalam. Caspian mengacak-acak rambutnya sebagai bentuk frustrasi saat ia berjalan keluar dari kamar Elora. Di ujung lorong, Zed sudah menunggunya. Sang Beta memiringkan kepala sembari menyunggingkan senyum mengejek. “Ditolak lagi?” cemoohnya. Caspian hanya bisa membalas dengan geram kesal. “Ada apa mencariku? Ada informasi baru?” Wajah Zed berubah serius. “Tidak banyak. Tapi mungkin membantu. Kali ini ada yang mengatakan melihat anggota kawanan dari Jack’s Point di tempat kejadian waktu itu.” “Kita sudah menyambangi kawanan Bill
Keesokan paginya Kate membangunkan Elora. Dia mengantarkan sarapan dan mengatakan bahwa Caspian akan mengantarnya bekerja. Tentu saja Elora menolak mentah-mentah.“Caspian sudah menduga kau akan menolaknya,” ucap Kate, “untuk itu dia minta aku mengingatkanmu bahwa mulai hari ini kalian akan bekerja bersama. Jadi mau tidak mau kalian harus berangkat bersama.”“Aku memang bekerja bersama, tetapi bukan berarti aku harus berangkat bersamanya,” tampik Elora. “Aku akan minta Javier menjemputku.”“Tidak ada yang boleh masuk ke teritori Sacred Storm tanpa seizin Alpha.”“Sacred Storm?”“Ya. Itu nama kawanan kami.”Elora masih butuh waktu untuk mencerna kenyataan bahwa ia sekarang berada di sarang kumpulan manusia serigala. “Kate … berarti kau juga … manusia serigala?” tanya Elora hati-hati.“Ya. Tentu saja.” Kate menjawabn
“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Archer. Ia tidak terdengar takut, malah cenderung penasaran.“Tak usah pura-pura bodoh. Kami mengawasi gerak-gerikmu di North Island, dan kami tahu kedatanganmu ke sini membawa sebuah misi.”Rahang Kate terkatup rapat. Seharusnya ia mendesak Archer agar mau mengatakan yang sebenarnya tadi, sehingga Kate tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Apakah Archer tengah menyelidiki sebuah kejahatan besar yang berkaitan dengan kawanan manusia serigala?Apa mereka termasuk dalam jaringan obat-obatan terlarang yang dulu diperdagangkan oleh Cooper?Terlalu banyak kemungkinan di dalam benak Kate, hingga membuat kepalanya sakit.“Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan,” ucap Archer.Satu tembakan terdengar, disusul oleh suara sesuatu yang berat jatuh ke tanah.“Berani berboohong lagi, dan kali ini nyawa Alphamu akan melayang.”Kate mematung. Apa merek
Kate tak bisa menemukan Caspian dimanapun pagi ini. Dia tidak ada di ruang kerja, di kamar, di bagian manapun di kastil. Ia baru saja hendak menelepon Caspian, saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk. Itu dari Caspian.Tolong berikan dokumen yang ada di atas meja kerjaku kepada Aiden. Kau harus memberikannya pagi ini juga.Kate mengangkat satu alis dan mengerenyit. Dokumen apa yang membuat Caspian memberi perintah yang begitu mendesak? Kate pun kembali ke ruang kerja Caspian dan mengambil sebuah amplop cokelat dari atas meja kerjanya. Sebuah amplop dengan tulisan RAHASIA berwarna merah.Karena hari masih pagi dan jarak yang ditempuh tidak begitu jauh, Kate memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke tempat Aiden. Sesampainya di sana, bukannya bertemu dengan Aiden, Kate justru disambut oleh Archer di depan pintu masuk.“Aku mau bertemu Aiden.”“Ada apa?”Kate mengacungkan amplop cokelat ke hadapan Archer. “Ca
“Aku rasa aku bertemu jodohku.” Caspian melengkungkan sebelah alis mendengar kata-kata Kate. “Aku rasa?” ulang Caspian, sangsi. “Kalau kau masih ragu dan menggunakan kata ‘aku rasa’, kupikir dia bukan benar-benar jodohmu. Kau bisa langsung mengetahui jodohmu begitu kalian bertatapan mata. Seperti aku dan—“ Kate mengangkat satu tangan ke hadapan wajah Caspian, memintanya untuk berhenti. “Aku tahu.” Ia lalu menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal. “Maksudku—yeah… dia jodohku.” “Tapi?” sahut Caspian. “Tapi … aku tidak tahu apakah dia merasakannya juga.” Caspian meletakkan buku yang tengah ia baca ke atas meja kerja. Dia sedang membaca jurnal peninggalan Alpha yang menyinggung soal keluarga leluhur Elora saat tiba-tiba Kate masuk ke ruang kerja dan mengatakan hal yang membuat Caspian mengernyit. “Begini saja,” kata Caspian sembari memijat pangkal hidung, “ceritakan padaku dari awal pertemuanmu dengannya.” Kate mengangkat bahu lal
Pesta tahunan manusia serigala.Menurut Amber ini adalah acara paling konyol yang diadakan oleh sekumpulan makhluk mitos terkuat di muka bumi. Sebagai keturunan langsung dari salah satu pimpinan kawanan manusia serigala terbesar di Inggris, sedari kecil ayah Amber sudah menanamkan pikiran bahwa pesta perjodohan membuat manusia serigala terlihat lemah. Romansa bukanlah hal yang cocok untuk kaum mereka.“Kau akan mengenakan pakaian seperti itu ke pesta?” Brittany menusuk Amber dengan tatapan khasnya yang sinis dan menyebalkan. “Lebih baik kau kembali ke Inggris sekarang juga dan katakan pada ibumu kalau aku tidak akan membantumu mencari pasangan.”“Kenapa aku harus punya pasangan?” protes Amber, yang lalu menoleh ke cermin panjang di sampingnya. Benda itu memantulkan sosok Amber yang pucat, dengan rambut merah keriting yang mencolok, serta sebuah sweater usang warna biru dan celana jins yang robek di bagian paha dan lutut. Oh, j
Elora bergeming saat pria yang hampir memasuki usia seratus tahun itu menjatuhkan cangkir teh dari tangannya. Itu wajar. Tidak akan ada orang yang tidak terkejut menyaksikan kehadiran tamu tak diundang di salah satu ruangan pribadi di rumah penuh penjagaan seperti ini. Lelaki ini pastilah hendak bersantai, mungkin sembari membaca buku favoritnya, menikmati masa pensiun di rumah megah yang dibangunnya dari kerja keras.“Selamat malam,” sapa Elora. Ia berusaha bersikap sopan, setidaknya mungkin itu bisa menebus kelancangannya karena sudah menerobos masuk ke rumah Alfonso. Ya, dia adalah pria kaya raya yang dulu pernah Elora kunjungi bersama Caspian dan Brittany. Secara teknis mereka belum pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan layak, karena yang Elora temui waktu itu adalah manusia serigala yang menyamar menjadi Alfonso.Elora melepaskan diri dari dinding, setelah cukup lama bersandar di sana sembari menunggu kedatangan Alfonso.“Maaf karena ak
“Siapa kau?”“Kau tak punya hak untuk tahu.”Elora memastikan tali yang melilit seorang pria di hadapannya bersama dengan kursi yang didudukinya sudah kuat, sebelum Elora menyeret kursi pria itu melintasi ruang tamu, menuju ke luar.“Hei! Apa yang kau lakukan! Ke mana kau akan membawaku!” Pria itu berteriak, setengah marah setengah takut. “Lepaskan aku! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan! Lepaskan aku!”Awalnya Elora tak menanggapi teriakan itu, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu. Walapun tak ada orang lagi dalam jarak setidaknya satu kilometer dari tempat Elora berada sekarang, dan saat ini sudah lewat tengah malam, tetap saja Elora merasa gelisah, khawatir jika ada orang yang mendengar mereka. Bagaimanapun juga, pekerjaan seperti ini tidak pernah Elora lakukan sebelumnya.Hëna lah yang menuntunnya ke rumah ini, yang berada jauh di tengah hutan, tempat di mana nyaris mustahil ada
Suasana malam di bulan Maret membawa kenangan tersendiri pada Elora. Ia memandang jernihnya langit gelap dan terangnya rembulan dari balik pepohonan lebat di hutan utara South Island. Satu tahun hampir berlalu setelah Elora berada dalam pengasingan. Hidup berpindah-pindah seperti manusia zaman dahulu. Tanpa rumah. Tanpa keluarga. Tanpa harta.Untungnya Elora sudah terbiasa. Ya, ia sempat punya keluarga, dan mendapatkan perhatian penuh dari orang yang mencintainya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Namun, kesendirian sudah menjadi takdir hidup Elora.Sejauh ini Hëna belum pernah menampakkan wujudnya langsung. Dia hanya muncul dalam mimpi-mimpi, di tengah tidur Elora yang selalu gelisah. Dalam dunia di bawah alam sadar itu, Elora selalu berada di tempat yang sama. Padang rumput tanpa batas, dan wanita bercahaya itu bersuara dalam bahasa yang tidak pernah Elora dengar, tetapi ia mengerti artinya.Hëna memerintahkan Elora untuk hidup layaknya pen
Sepuluh tahun kemudian ….Caspian mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat penting dalam hidupnya. Hari yang ia tunggu-tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun terakhir.Caspian sengaja membuka pintu kamar, karena ia tengah menunggu kedatangan seseorang. Saat Caspian sedang membetulkan posisi jas yang melekat di tubuhnya, pintu kamar menyentak terbuka dan seseorang berlari masuk sambil berteriak.“Paman!!”“Sudah ibu bilang, panggil dia Alpha!”Satu pukulan keras terdengar, dan suara anak kecil yang berteriak kesakitan menyusul setelahnya. Caspian mengernyit, ikut merasakan sakit di kepala anak lelaki itu. “Tidak apa-apa, Kate. Dia kan keponakanku.”“Kalau aku biarkan, dia akan bersikap seenaknya padamu, Cas!”“Mama menyebalkan!” teriak Cooper, lalu dia berlari pergi meninggalkan Caspian dan Kate.Caspian te
“Elora!”Caspian berteriak memanggilnya, tetapi Elora terus berlari. Mereka memporak-porandakan salju di bawah kaki mereka, menerobos ranting-ranting kering dan menantang udara yang menggigit kulit. Elora berada dalam wujud manusia serigala, dan dia berlari lebih cepat dari pada Caspian.Caspian terus mengejarnya, tetapi yang bisa ia lihat hanyalah punggung Elora yang semakin menjauh. Sampai mereka tiba di tepi sungai yang gelap dan nyaris membeku. Elora tiba-tiba berhenti, lalu berbalik. “Jangan mendekat!” pekiknya. Caspian berhenti beberapa meter dari Elora. Paru-parunya terasa nyeri, dan lukanya berdenyut seperti jantung kedua.“Elora.” Caspian mengucapkan nama Elora dengan hati-hati, seakan namanya begitu sakral dan mengandung sihir. Satu kata itu mampu menggambarkan betapa rindu dan putus asanya Caspian. Dia berjalan mendekat, mengubah dirinya menjadi manusia lagi. Seketika, hawa dingin menyerbu Caspian, memperparah kondi