Home / Romansa / Hypact Lover / “Enam: Bertemu Lagi”

Share

“Enam: Bertemu Lagi”

Author: Rallien Delmara
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Geoooo! Lo udah baca chat grup?!"

Drea langsung berlari mengejar Geovani usai turun dari mobilnya. Mereka berdua menempati gedung yang sama lagi untuk belajar. Walau begitu, tidak akan sering mereka berpapasan saat memasuki kampus, bisa jadi Drea yang lebih awal datang atau Geovani yang menaiki ojek online dahulu.

"Sudah! Saya jadi kesulitan tidur semalam! Ditambah lagi dia satu jurusan sama kita." Sambil melanjutkan langkahnya, mereka terkekeh. Tentu saja yang mereka maksud adalah Daniel.

"Bisa jadi ini kesempatan lo buat dapat Daniel," celetuk Drea membuat hati Geovani berbunga-bunga. Pipinya pun bersemu malu kepada hal yang belum jelas kebenarannya.

"Ih!? Pipi lo merah," ledek sahabatnya itu sambil menunjuk wajah Geovani. "Huaaa! Andai aja Daniel-nya gue juga di sini."

"Maksud kamu Daniel Gumelar?"

"Ya, siapa lagi?"

"Bukannya kamu belum menceritakan ke saya tentang kronologis kalian jadian?"

"Lo mau tau? Tapi jawab dulu, nih. Lo ada hubungan apa sama Giovano?"

Geovani terbelalak.

"Soalnya ada kaitannya sama lo berdua," lanjut Drea mencegah Geovani yang ingin bungkam.

"Saya belum tahu pasti, sih. Cuma ini opini saya kalau dilihat dari kelakuan dia. Waktu hari kelulusan dulu, kamu tahu 'kan? Saya salah orang pas menyatakan perasaan."

"Jangan-jangan ...."

"Saat itu dia pakai helm full face, dan cuma membuka setengah wajah saja, jadi saya cuma hafal bentuk matanya, juga suara beratnya, itu pun samar. Lalu, di Bali bertemu dengan Giovano yang katanya alumni angkatan kita. Setelah mendengar suaranya, ternyata persis dengan suara orang itu. Matanya juga sama," jelas Geovani panjang lebar.

Drea mengangguk paham.

"Ternyata bener."

"Apa?"

"Sebelum kita makan malam bareng di Bali, yang gue bilang mau bahas hal itu sama Daniel Gumelar ... itu bahas si Giovano."

"Oh, jadi kalian jadian karena satu hobi bergosip?" Sontak, Drea menoyor kepala Geovani.

"Gumelar cerita kalau dia pernah ditolong si Giovano dulu, makanya dia ngerasa ada hutang Budi gitu. Kata dia, Giovano lagi butuh kerjaan, akhirnya dia minta bantuan sama bokapnya, ya walaupun berujung babak belur. Giovano dibayarin tiket pesawat–"

"Dia mau kerja kayak liburan aja."

"Gak tau, sih, mungkin di tempat Gumelar itu gajinya melebihi target si Giovano? Dah, lanjut! Mereka teleponan bicarain itu, soalnya si Giovano awalnya nolak tawaran dia. Gila kali, si Gumelar udah babak belur gitu ditolak–"

"Salah sendiri seperti mencari maut."

"Sssst! Dengerin dulu apa! Pas lagi teleponan, tiba-tiba ada suara cewek yang nyatain perasaan ke Giovano. Spontan dong si Gumelar nanya-nanya. Nah! Orang sejenis Giovano pasti risih, apa lagi teleponannya pake headsheet. Langsung ditutup teleponnya."

Geovani menenggak ludahnya.

"Dan ... lo tau, Geo? Dia stalking lo! Tapi kayaknya gak niat, sih, cuma buat jawabin Gumelar aja yang nanya-nanya tentang lo. Dia ngambil foto lo yang ada di sosmed. Menurut gue, dia kenal lo karena memang lo udah terkenal di Daksa Jingga gara-gara ngejar-ngejar Daniel."

"Ahh! Stop!" Geovani menepuk keningnya pelan. "Saya bisa tebak sendiri alurnya. Dari foto itu Gumelar bisa kenal saya, dan ternyata kita bertemu di Bali, dia semakin gencar mau lihat Giovano dan saya bertemu, makanya minta bantuan kamu. Dan, berujung kalian yang jadian."

Drea terbahak-bahak di atas penderitaan Geovani.

"Dunia kecil, ya. Aduh ... udah deh, capek ketawa gue, kita langsung kumpul aja di situ," ujar Drea sambil menunjuk aula yang luas.

Tidak lama kemudian, aba-aba untuk mahasiswa baru mulai terdengar. Mereka mengikuti agenda hari ini.

***

Hari di mana Geovani mendapat kabar tentang Daniel, pujaan hatinya yang kelewat dingin itu memiliki sosial media, bahkan menempuh pendidikan di kampus yang sama dengannya adalah hari istimewa yang dianugerahkan Tuhan untuk gadis itu. Lalu, hari ini ia bisa kembali melihat Daniel setelah lebih dari satu bulan ia hiatus mengganggu Daniel.

Melihat Daniel yang berdiri selang beberapa orang di hadapannya, membuat Geovani tidak fokus mendengarkan pembicaraan BEM di depan sana.

Tidak mendapat tatapan balik pun Geovani sudah sebahagia ini, bagaimana jika Daniel tersenyum menatapnya?

Namun, sayang sekali. Ekspektasinya akan melalui hari-hari yang menyenangkan seketika buyar sekian persen ketika matanya mendapati sosok yang tidak asing.

"Mingkem." Drea mengusap wajah Geovani yang masih ternganga.

"Dre, Dre, lihat itu," bisiknya sambil menunjuk seseorang.

Drea sedikit menyipitkan mata untuk memperjelas sosok yang Geovani maksud.

Wah! Rupanya dunia memang kecil.

"Giovano di sini juga?" Drea menahan tawa, terutama setelah melihat raut wajah sahabatnya.

"Ssssttt! Udah-udah, noh, dengerin besok suruh bawa apa aja."

Dunia itu luas, tetapi kecil.

***

Geovani menghempaskan tubuhnya ke ranjang kamarnya. Di tangannya, ia menggenggam note kecil berisikan barang-barang yang harus dibawa esok.

"Kertas karton biru silver, slayer biru tua, tali rapia warna hitam atau abu-abu ... aihhh, ribet banget, sih." Ia merenggangkan ototnya sejenak, lalu berganti pakaian.

Di luar rumah sedang mendung, tentu saja Geovani berinisiatif membawa payung. Akan tetapi, sayang sekali, payungnya sobek di beberapa sisi. Kalau memperkirakan jarak dari rumahnya ke tempat photocopy-an, mungkin hanya memakan waktu tiga puluh menit pulang pergi. Sudahlah, ia berdoa saja agar tidak terjebak hujan di tengah jalan.

Geovani langsung memesan kebutuhannya setelah sampai.

"Jadi berapa, Mas?"

"Sepuluh ... dua ... lima belas, Mba."

"Oke, ini, Mas. Terima kasih," ujarnya sebagai penutup, lalu berbalik badan.

Air hujan yang biasanya merintik-rintik kecil dahulu sebelum menjadi besar, hari ini mengeroyok bumi dengan deras secara tiba-tiba. Mau tidak mau, Geovani berdiri di depan ruko menunggu hujannya reda, atau paling tidak sampai hujannya mulai menggerimis.

Namun, meratapi air hujan yang mengalir tidak merugikan juga, justru gadis itu merasa sedikit tenang melihatnya. Seakan-akan semua kepedihan hidupnya akan ikut mengalir dan hilang seperti air hujan. Ia melayangkan kesadarannya ke andai-andai di dimensi lain.

"Bang!" Suara serak seseorang kembali menyadarkannya. Spontan, Geovani menoleh ke sumber suara, mendapati Giovano dengan baju lepek.

"Gio?! hujan-hujanan ko? Gila ... kayak gak ada tempat neduh aja. Masuk, ganti baju cepat-cepat, pilih yang mana pun terserah ko." Giovano tercekat melihat pemilik suara serak itu. Lagi-lagi ia bertemu dengan Giovano? Takdir yang merepotkan.

Giovano cengengesan di sana sambil beranjak memasuki ruangan di ruko tersebut. Baru kali ini gadis itu melihat Giovano tersenyum, biasanya raut wajahnya selalu serius dan garang. Geovani yang menatapnya lebih dari satu menit mengundang rangsangannya. Ia menoleh, bertatapan dengan mata Geovani beberapa detik sebelum gadis itu membuang muka.

"Kenapa akhir-akhir ini saya sering ketemu dia, sih!!!" jeritnya dalam hati yang diperagakan dengan hentakan keras kakinya.

Sekali lagi, dunia memang kecil.

***

Related chapters

  • Hypact Lover   “Tujuh: Aneh”

    Giovano meletakan dua gelas berisi teh hangat di atas etalase. Lalu, laki-laki itu mengambil dua bangku dan menyerahkan salah satu ke seorang gadis yang tidak lain adalah Geovani."Apa ini?""Duduk." Seperti terhipnotis, Geovani langsung menduduki salah satu bangku itu. Ia sendiri pun kaget mengapa dirinya mengikuti perintah Giovano?"Nih." Giovano menyerahkan segelas teh hangat tadi, membuat Geovani makin mengernyit heran.Hubungan mereka tidak sedekat itu, bahkan bisa dibilang tidak pernah kenal jika saat di Bali lalu tidak bertemu Gumelar. Lantas, mengapa Giovano memberinya teh? Atau jangan-jangan ada serbuk racun yang dilarutkan dalam teh itu? Pikiran buruk Geovani mulai mengepul di kepalanya, ia buru-buru mengendus-endus aroma teh itu, meneliti warna serta kandungan di dalamnya."Kenapa, sih?" tanya Giovano risih."Ini untuk saya, kan? Saya harus memastikan kalau teh ini be

  • Hypact Lover   “Delapan: Dia Suka?”

    "Dek?"Suara seseorang membangunkan Giovano dari tidur ayamnya. Matanya langsung membuka dan tersadar bahwa dirinya hampir terlelap di jam kerja. Saat ini ia menggantikan temannya yang bekerja menjadi penjaga toko baju.Kegiatan di kampus yang cukup menguras tenaga, ditambah satu jam yang lalu toko ini sangat ramai membuat laki-laki itu kehabisan stamina."Ah ... maaf, Bang," tukasnya seraya mengusap wajah."Ngantuk, ya? Cuci muka dulu sana." Giovano mengangguk, kemudian beranjak ke kamar mandi toko."Dia siapa, sih?""Temannya si Irfan, gak tahu gue juga.""Bisa-bisanya gantiin kerja tanpa daftar, interview, dan berurusan dengan atasan.""Katanya dia gantiin si Irfan hari ini doang, nanti dibayar sama Irfan.""Hadeh ... kalau gue gak punya hutang sama Irfan mah udah gue laporin."

  • Hypact Lover   “Sembilan: Keluarga Unik”

    Langkah tegap Giovano menghiasi kesunyian malam. Setelah bekerja sebagai kuli angkut di pasar sejak pagi tadi, bahunya terasa amat pegal, bahkan hampir keram. Sepanjang jalan ia mengelus belikatnya.Seberat inikah hidupnya, Tuhan? Dituntut keluarga, tetapi juga diasingkan dari hangatnya kasih sayang. Diperintah menjadi yang paling bisa di atas banyaknya kekurangan. Mampukah ia menjadi penyangga kokoh ketika separuh dari dirinya sudah rapuh? Namun, jika ia patah, bagaimana dengan nasib saudarinya? Bagaimana dengan keharmonisan rumah tangga yang ia impikan? Semesta seolah tidak memberikan jeda sejenak untuk laki-laki itu beristirahat. Seakan-akan ia diberi dua pilihan, antara bertahan dengan sulitnya di medan perang yang entah kapan berakhir, atau mengakhiri semuanya tanpa kemenangan apa pun.Giovano teringat dengan ayahnya. Ksatria tanpa kuda yang akan selalu melindungi tanpa tameng, di mana kehadiran sosok itu? Kata orang, ayah adalah super

  • Hypact Lover   “Sepuluh: Feedback”

    "Terserah kamu, deh, aku gak peduli!"Tuuuut!Drea langsung menutup sambungan telepon bersama kekasihnya, Gumelar. Kali pertama menjalani hubungan jauh memang sangat menguras emosi baginya. Pasalnya, sering sekali akun sosial media Gumelar ditag gadis lain yang meng-upload foto bersamanya. Perempuan mana yang tidak geram melihat pasangannya bersanding dengan perempuan lain?Terlebih lagi, akhir-akhir ini Gumelar sulit dihubungi, membuat pikiran-pikiran buruk berdatangan."Ugh! Dasar cowok jelek!!!" teriak Drea memaki Gumelar setelah melihat foto mereka bersama saat di Bali."Oh iya ... Giovano kan teman dekatnya Gumelar. Apa gue tanya dia aja, ya?" bisik Drea sambil mencari kontak Giovano yang sempat dikasih Gumelar untuk jaga-jaga kalau ponselnya mati saat memiliki janji dengannya di Bali.Drea: “Gio?”Giovano: “Siapa?”

  • Hypact Lover   “Sebelas: Kesadaran Awal Perubahan”

    Geovani menatap layar ponselnya penuh duka. Sebuah snap di sosial media Erlangga Daniel yang menampilkan sepasang tangan dengan cincin couple yang saling bertaut satu sama lain."Apaan, sih, sok-sokan galau lo, Geo," celetuk Drea dari karpet bawah.Sejak pulang dari kampus tadi, Drea bermain di rumah Geovani. Ia juga izin untuk menginap."Diam, deh.""Geo, sebenernya lo tuh cuma sekadar kagum aja tau sama Daniel. Percaya, deh, kelihatan.""Ya, memang saya kagum.""Maksud gue, kagum sama prestasi dia, kagum sama kharisma dia, gitu doang. Enggak sampai yang suka terus bikin lo jadi bucin. Bisa dibilang, lo kesugesti aja sama perasaan lo. Buktinya, lo enggak ada niatan buat miliki dia, kan?""Sok tahu! Waktu itu kan sudah pernah, Drea, tetapi saya salah orang. Malah ... ke Giovano," lirih Geovani sedikit tersipu."Banyak kesempatan. Tapi, lo sengaja nunda-nunda. Cuma ngejar dia, bilang ke satu dunia lo suka sama dia, padahal lo cuma

  • Hypact Lover   “Dua Belas: Lelah yang Menikam”

    "Makasih ya, Bang," ucap Giovano setelah Mark—temannya—membayar pemuda itu atas kerjanya."Yo, gue juga makasih banyak."Giovano pamit dan beranjak pulang. Untungnya, hujan deras tadi sudah reda, hanya menyisakan genangan-genangan sendu. Ia memasukan uang dari Mark ke dalam dompetnya. Kosong melompong. Benar-benar tidak ada selembar uang pun selain uang yamg baru saja didapat. Jelas begitu, setiap mendapat bayaran, ia langsung menyerahkannya untuk kedua adik perempuannya.Giovano mengulet.Andai saja jika ia memiliki pekerjaan tetap, walaupun gajinya kecil, setidaknya bisa mencukupi satu Minggu."Gio!" Teriakan dari belakang membuat Giovano berbalik badan.Mark mengejarnya dengan membawa kantung plastik hitam di tangannya."Eh, kenapa, Bang?""Ini, Nayla sama Kayla pasti belum makan, kan? Nih, lo makan bareng mereka.""Wih, makasih, Bang.""Udah, ya, gue balik. Hati-hati lo," ucap Mark menutup perbincangan, lalu be

  • Hypact Lover   “Tiga Belas: Masa Lalu Alesya”

    "Aku enggak butuh, Bunda." Laki-laki itu menolak amplop cokelat dari Alesya. Bola mata yang dikaruniai pupil hitam pekat itu kini diselimuti air bening. Pelupuk matanya yang menghitam bak membendung telaga. Ia kembali berucap, "Aku enggak butuh apa-apa dari Bunda selain kasih sayang."Plakkk!"Selama ini Bunda bersusah-payah karena kamu dan demi kamu, tetapi kamu justru menganggap Bunda tidak menyayangi kamu?!" Alesya melayangkan tangannya ke arah rahang Giovano.Entah bagaimana cara mereka saling menjelaskan apa yang dirasakan satu sama lain. Rasa lelah Giovano mendadak hilang tergantikan luka yang tersulut ketika melihat Alesya tersenyum ramah tadi. Giovano tersakiti, lalu di atas kesengsaraannya, sang Bunda masih dapat mengayunkan senyuman? Memberikan uang bulanan yang nominalnya hanya cukup untuk SPP sekolah adik-adiknya, bahkan keperluan ia sendiri justru mendapat bantuan dari teman. Namun, Alesya masih dapat tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa."

  • Hypact Lover   –Special Chapter: Barga's Diary–

    7 June xxxxAh, gila, sih!Hari ulang tahun gue ini, masa Alesya ngadoin buku diary?! Buset, kayak cewek gue. Mana warnanya merah muda. Cucok banget, astaga, Alesya!Tapi, gak apa-apa, dah. Walaupun gue isi ini buku cakep covernya dengan tulisan ceker bebek, tapi berguna banget buat gue. Apa lagi kalo mau ujian, lumayan jadi kertas contekan. Hahahaha.Makasih, Aley.18 Jully xxxxEh, sumpah udah lama gak nulis di sini. Gila, masih bersih banget ini buku, hahaha. Hari ini gue mau tulis apa, yak?Oh, iya ....Masa akhir-akhir ini gue kayak gak percaya diri setiap ketemu Aley alias si Alesya. Gak tau dah kenapa. Tiap gue konsultasi sama temen, dibilangnya gue demen sama dia. Gila, sih, masa iya gue suka sama sahabat kecil. Ngarang banget. Dah lah, pegel mata

Latest chapter

  • Hypact Lover   Dua Puluh Satu: “Mimpi Belaka”

    "Cieeee! Yang makin hari makin deket!"Drea merangkul Geovani dari belakang. Hampir saja Geovani dibuat jantungan, pasalnya ia berjalan seorang diri sebelumnya."Drea! Saya kaget tahu!""Cie, Geo, ciee," ledek Drea seraya mencubit pelan pipi Geovani."Apaan, sih?""Kayaknya sebentar lagi ada yang bakal jadian, nih." Geovani bergidik ngeri menanggapi ucapan Drea. Namun, sahabatnya itu terus saja meledeknya."Sok tahu banget, sih. Siapa juga yang dekat?!""Ituloh, kemarin tiba-tiba jadi pasangan pesta. Udah gitu di tengah acara malah meninggalkan aula lagi berduaan. Ke mana lo kemarin?""Loh, kok kamu tahu?""Ya, jelas dong. Gue sama Gumelar merhatiin kalian. Mau negur dan nanya, tapi enggak jadi, ah. Males, lagian gue sama dia lagi seru kemarin. Hahahaha." Drea tertawa seraya menepuk-nepuk pahanya sendiri. Ia tahu bahwa Geovani memiliki luka di punggungnya, makanya ia menepuk pahanya sendiri, padahal biasanya pundak Geovani

  • Hypact Lover   “Dua Puluh: Satu Langkah Lebih Dekat”

    Giovano menutup pintunya. Perasaan dan pikirannya menjadi lebih lega setelah memberi saran kepada Babeh Seno tadi. Namun, ketika mengingat-ingat ucapan Babeh Seno, jantungnya berdegup kencang lantaran menyadari bahwa ia menyukai Geovani, gadis yang sudah menyatakan perasaannya lebih dulu.Ia belum pernah menyukai seseorang yang bukan bagian dari keluarga ataupun sahabatnya. Geovani, kali pertamanya."Kalau gue ajakin dia, pasti ditolak karena udah janjian sama Dave Dave itu duluan," gumam Giovano memikirkan cara agar dirinya bisa menghadiri pesta ulang tahun Drea sebagai pasangan Geovani."Aduh! Gue juga belum nyiapin baju! Anjir, mana punya gue baju-baju bagus. Gimana, ya?"Giovano mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak Gumelar. Ia menelepon sahabatnya."Halo, Van?" tanya dari seberang."Lo udah di sini? (Daerah Giovano)""Udah, Van, baru aja sampe. Lagi istirahat heula. Kunaon, Van?""Hm ... gue kayaknya gak ikut pesta Dre

  • Hypact Lover   “Sembilan Belas: I'am Winner!”

    Kericuhan di halaman depan rumah—istana—Drea dapat disalah artikan menjadi acara pembukaan bagi Giovano. Pasalnya, laki-laki itu secara tiba-tiba mengatakan bahwa Geovani adalah pasangannya di pesta malam ini. Sedangkan, Geovani sendiri datang bersama Dave.Teman-teman yang sudah lengkap dengan pasangannya menghiraukan dan langsung masuk, tetapi ada beberapa yang malah mengambil video cam di antara tiga orang itu. Selain itu, selebihnya ada yang sengaja berdiam di depan karena menunggu Geovani masuk."Pak! Saya tidak bohong, dia pasangan saya. Iya, kan, Van?" tanya Dave dengan nada tinggi.Geovani mendadak kikuk di tengah keramaian itu. Entah karena apa, ia merasa tidak enak jika mengatakan bukan pasangan Giovano. Apakah karena dress code mereka mirip?"Vani, jawab! Lo pasangan gue kan?" Ia mengulang kembali."Udahlah ... jelas-jelas dia cuma mau bareng lo aja. Minggir!" cetus Giovano seraya berjalan mendekat.Dengan sigap, Dave

  • Hypact Lover   “Tujuh Belas: Giovano Suka Geovani!?”

    "Hei! Kenapa kamu balik lagi?" tanya kepala bagian waiter itu setelah melihat Giovano yang kembali ke ruangan persajian dengan nampan yang masih penuh.Ditambah lagi, wajah Giovano yang kebingungan mengundang emosi kepala waiter."Saya salah meja, Pak. Pesanan ini untuk nomor berapa, ya?"Kepala waiter menatap tajam Giovano itu. Bahkan, ada aura menerkam yang ia pancarkan. Terlihat sekali bahwa kepala waiter geregetan."Kamu ini!! Sudah tiga kali seperti ini. Kalau kamu sedang sakit, tidak perlu memaksakan masuk!" Yup, benar sekali. Ini sudah yang ketiga kalinya Giovano seperti ini dalam satu hari.Laki-laki itu mengusap tengkuknya merasa semakin kurang profesional tingkahnya di hadapan waiter lainnya. Apa lagi, perihal ia yang menjadi bagian dari waiter tanpa interview dan segalanya sudah menyebar sejak kemarin. Bahkan, di sana pun Giovano tidak memiliki teman untuk sekadar mengobrol. Terkadang ada yang mengajaknya bicara, hanya bertanya ten

  • Hypact Lover   “Enam Belas: Undangan Pesta”

    03:00 a.m.Giovano terbangun dari tidurnya. Walau matanya terasa berat, tetapi ia merasa ada yang janggal. Atap. Benar sekali, ia yakin yang ia lihat itu bukanlah atap rumahnya. Lalu? Sedang di mana ia?Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan. Matanya membulat sempurna melihat Geovani terbaring nyenyak di sebelahnya dengan mata yang membengkak. Giovano langsung teringat tentang semalam, di mana Geovani menceritakan sedikit kisah hidupnya.Ia tidak menyangka, di hidupnya yang ia rasa paling suram, rupanya ada yang lebih kelam lagi. Selain itu, Geovani seorang perempuan, Giovano kagum dengan ketangguhan gadis itu. Ia mengelus puncak kepala Geovani."Kalau lo aja masih bisa semangat jalani hidup, kenapa gue enggak? Makasih, ya, Geo."Tiba-tiba, Geovani membuka matanya. Membuat Giovano sigap menarik tangannya dari kepala Geovani."Lo kok bangun?"Geovani menguap."Jam berapa sekarang? Saya terlambat, ya?" tanyanya masih dengan mata

  • Hypact Lover   “Lima Belas: Tentang Geovani Kecil”

    Redup lampu malam menemani Papa berceramah panjang lebar kepada dua remaja itu di ruang tamu. Tidak, dari pada menceramahi, Papa lebih menyindir Geovani dan mengaitkan kelakuannya dengan kehidupan mamanya, sebelum sempat Geovani menjelaskan detail kejadiannya."Memang benar, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Ibunya murahan, sudah pasti anaknya murahan," gumam Papa dengan nada sinisme.Geovani yang sudah berkeringat dingin hanya bisa menunduk, menyembunyikan lukanya serta terlalu malu dengan Giovano di sebelahnya."Geovani, kalau sampai ada rumor tentangmu yang menjatuhkan harga diri saya, benar-benar tidak akan saya maafkan. Sudah cukup ibumu saja yang hampir menghancurkan hidup saya." Papa berganti menatap Giovano yang sama sekali tidak memasang raut wajah takut. Lalu, kembali berceloteh, "Kamu juga, apa orang tuamu tidak mendidikmu? Ini sudah malam, tidak bagus seorang lelaki mengunjungi rumah perempuan. Coba dengari kata-kata ibu ayahmu, jika mereka orang bai

  • Hypact Lover   “Empat Belas: Butuh Sandaran”

    Ceklek!Geovani membuka pintunya sangat pelan, berharap suaranya tidak terdengar Drea yang sedang menginap di rumahnya.Namun, usahanya gagal ketika mendapati Drea menunggunya sambil menonton TV di ruang tengah. Geovani berlari memeluk erat sahabatnya. Sampai-sampai Drea terkejut akan tingkahnya."Ge–Geo?""Maafin saya, Drea. Saya memang manusia yang kurang bersyukur. Terima kasih selalu ada untuk saya," celotehnya.Drea tersenyum simpul, ia mengelus punggung Geovani lembut. Tidak pernah menyangka bahwa seseorang yang berawal hanya teman sekelas, bisa membuatnya menganggap orang itu sebagai saudarinya.Bagi Drea, Geovani adalah role modelnya. Seorang gadis yang masih dapat berdiri dengan tangguh saat kehidupannya dikalut badai. Makanya, ia tidak ingin Geovani terus menerus mengambil langkah yang salah."Lo dari mana aja?""Tidak tahu, saya keliling kampus.""Hah?! Kampus? Ngapain?" tanya Drea seraya melepas pelukan Geovani.

  • Hypact Lover   –Special Chapter: Barga's Diary–

    7 June xxxxAh, gila, sih!Hari ulang tahun gue ini, masa Alesya ngadoin buku diary?! Buset, kayak cewek gue. Mana warnanya merah muda. Cucok banget, astaga, Alesya!Tapi, gak apa-apa, dah. Walaupun gue isi ini buku cakep covernya dengan tulisan ceker bebek, tapi berguna banget buat gue. Apa lagi kalo mau ujian, lumayan jadi kertas contekan. Hahahaha.Makasih, Aley.18 Jully xxxxEh, sumpah udah lama gak nulis di sini. Gila, masih bersih banget ini buku, hahaha. Hari ini gue mau tulis apa, yak?Oh, iya ....Masa akhir-akhir ini gue kayak gak percaya diri setiap ketemu Aley alias si Alesya. Gak tau dah kenapa. Tiap gue konsultasi sama temen, dibilangnya gue demen sama dia. Gila, sih, masa iya gue suka sama sahabat kecil. Ngarang banget. Dah lah, pegel mata

  • Hypact Lover   “Tiga Belas: Masa Lalu Alesya”

    "Aku enggak butuh, Bunda." Laki-laki itu menolak amplop cokelat dari Alesya. Bola mata yang dikaruniai pupil hitam pekat itu kini diselimuti air bening. Pelupuk matanya yang menghitam bak membendung telaga. Ia kembali berucap, "Aku enggak butuh apa-apa dari Bunda selain kasih sayang."Plakkk!"Selama ini Bunda bersusah-payah karena kamu dan demi kamu, tetapi kamu justru menganggap Bunda tidak menyayangi kamu?!" Alesya melayangkan tangannya ke arah rahang Giovano.Entah bagaimana cara mereka saling menjelaskan apa yang dirasakan satu sama lain. Rasa lelah Giovano mendadak hilang tergantikan luka yang tersulut ketika melihat Alesya tersenyum ramah tadi. Giovano tersakiti, lalu di atas kesengsaraannya, sang Bunda masih dapat mengayunkan senyuman? Memberikan uang bulanan yang nominalnya hanya cukup untuk SPP sekolah adik-adiknya, bahkan keperluan ia sendiri justru mendapat bantuan dari teman. Namun, Alesya masih dapat tersenyum seolah tidak terjadi apa-apa."

DMCA.com Protection Status