Another song glorifying love is being played
and I'm in the mood to dance the night away.
We are swaying lightly with closed eyes.
Your touch on my skin feels like morning air.
It makes me shiver and long for more.
(Satu lagi lagu yang mengagungkan cinta sedang diputar dan aku sedang ingin berdansa malam ini. Kita berayun pelan dengan mata tertutup. Sentuhanmu pada kulitku terasa seperti udara pagi yang membuatku merinding dan mendambanya lagi.)
"Yuuuuuu! Bangun, Nduk!"
Aku memejamkan mataku dan menutup telingakumenolak tatapan dan perkataanmu yang membuai.Harapanku sudah lelap tertidur, jangan kau bangunkan!Aku tak ingin lagi merasakan nestapa yang mengecewakan.Sepulang kerja, aku dan Mbak Maya mampir ke Mata Kopian. Aku sudah janji padanya untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi di antara aku dan Jason. Sambil menikmati es kopi karamelnya, Mbak Maya mendengarkanku dengan seksama. Semua hal yang berkaitan dengan Jason, aku ceritakan semua ke Mbak Maya. Mulai dari Jason dan aku yang harus menemani ibunya belanja batik, Jason yang mengatur pertemuanku dengan Pak Seno di rumah Mr. Nilsson, Jason yang menjengukku di klinik ketika aku sakit tipes, Jason yang berkencan dengan Anita, Jason yang menemaniku ke Jogja National Museum untuk melihat lukisan Sam, Jason yang membeli lukisan itu, dan yang terakhir adalah Ja
Seringkali aku lupabila hujan lebat nantinya akan reda,jika siang terik pun akan menjadi malam kelam.Rasa cinta dan sakit ternyata juga begitu,berlalu tanpa kuingat kapan pernah singgah.Lima menit sebelum jam istirahat selesai, aku dan Mbak Maya memutuskan untuk kembali ke meja kerja kami masing-masing. Ketika aku memasuki ruangan, suara tawa Jason terdengar begitu lepas. Aku belum pernah mendengarnya tertawa seriang itu. Aku jadi penasaran, kira-kira apa yang membuatnya begitu senang?Jason mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya kepadaku ketika aku berjalan melewati mejanya. Dia masih tersenyum."Bring me a din
Suara angin terdengar seperti bersiul.Cabang dan daun-daun pepohonan terhuyungke arah angin itu meliuk-liuk liar.Sikapmu padaku pun seperti angin yang ganas itu.Terlalu berbahaya untuk disambut tanpa waspada.Laras menyapukan kuasblush onpada pipi kananku. Sudah hampir satu jam dia memoles wajahku, mempraktekkan hasil kursusmake upyang diikutinya setelah menikah. Sekarang dia hanya menginap di rumahku ketika Burhan harus bekerja di rumah sakit pada shift malam. Walaupun tidak sering, aku sangat bersyukur dengan keberadaannya yang mengurangi rasa kesepianku."Senyum, Mbak. Aku mau poles lipstik."
Sepertinya bahagia enggan datang lagi.Jangan-jangan karena kecewa yang terlanjur bertamudan memutuskan untuk tinggal sementara waktu di hatiku.Lalu, berapa lama ini akan berlangsung? Seminggu?Sewindu? Atau mungkinkah bahagia tak sudi menghampiri lagi?Senin pagi ini terasa sedikit berbeda. Di perusahaan ini, semua orang memang terlihat sibuk seperti pada hari Senin biasanya, tapi mereka kelihatan senang. Mungkin karena pesta perpisahan Mr. Nilsson yang meriah pada Sabtu malam lalu masih menjadi pembahasan yang menarik pagi ini.Andai saja malam itu Jason tidak mengajakku berdansa di depan semua orang dan staf-staf perempuan itu tidak menggunjingkanku, aku pasti akan ikut s
Bau bangkai hewan menyeruak, menusuk hidungku.Tak ada bangkai di bawah meja, tidak juga di balik lemari.Lalu apa ini? Kenapa busuk sekali?Ah, ternyata bau ini muncul dari mulut para penggunjing!"Yu, kamu marah?" tanya Mbak Maya yang mampir ke ruanganku setelah bel pulang berbunyi."Marah kenapa, Mbak?" tanyaku datar."Karena aku nggak ngasih tahu kamu tentang foto-foto itu."Aku menutup laptopku dengan kasar. Aku tidak perduli kalau inventaris kantor itu rusak. Sekalian saja rusak, sama rusaknya dengan reputasiku. "Siapa yang buat grup itu?""Anak HRD."
Hujan di tengah siang itu mengelabukan langit.Tajam butir-butir airnya menusuk wajahku.Ketika aku mulai berkawan dengan dingin dan basah,sinar matahari dengan gagahnya menerobos awan,memporak-porandakan sendu, lalu menghangatkan rasa.Kedua tangan Jason meremas lembut tanganku. Jemari tangannya terasa hangat di punggung tanganku. Aku masih menunduk melihat tangan kami yang menyatu di atas lutut kami yang bersentuhan. Isak tangisku sedikit mereda, tapi tubuhku masih sedikit tersenggal-senggal."Saya akan mulai dari Agnes," katanya serius. "Saya akan memastikan dia mendapat sanksi yang tegas. Nggak seorang pun bisa menghina atau merendahkan orang lain di perusahaan ini. Saya sendi
Di dunia yang riuh dengan ejekan,kesunyian memberi pelukan yang menenangkan.Ketika nyanyian samar tentang kebohongan bergema,menyenandungkan kebenaran tak akan berguna.Aku sedang mempelajari proposal peremajaan mesin pemotong kayu ketika Damar masuk ke ruanganku. Dia berdiri di samping mejaku. Aku bisa mencium wangi parfumnya yang lebih kuat dari biasanya."Agnes sudah minta maaf sama kamu?" tanyanya tanpa basa-basi."Sudah. Kamu yang nyuruh dia?""Iya.""Patas saja minta maafnya nggak ikhlas," ujarku lalu menengadah u
Gradasi kesenangan dan keresahanmembalut benak menenggelamkan tanya.Buat apa bertanya?Toh tak semua yang terjadi harus dipahami.Pagi ini Jason memintaku mencari arsip produksi dari dua tahun yang lalu. Dia memintaku mencari arsip purba dari bagian produksi, padahal gara-gara kasus Pak Herman, staf administrasi produksi juga dipecat. Tidak ada yang bisa kumintai tolong. Aku terpaksa ke ruang arsip untuk menemukan berkas yang dia butuhkan. Kenapa sih dia tidak minta tolong Damar saja? Toh laptop yang dulu dipakai Pak Herman sekarang disimpan HR.Aku berjongkok di pojok ruang arsip sambil membaca kode-kode pada tiap odner yang tersusun rapi di rak yang paling bawah. Tubuhku tidak terlih
Cinta akan menghampiri merekayang menyambutnya tanpa ragu.Selain Jason, setahuku hanya ada empat pasien lain di sini. Masing-masing pasien terbaring di ranjang yang dibatasi korden hijau khas rumah sakit pada umumnya. Sesekali terdengar suara dokter yang memberi instruksi kepada perawat, selebihnya hening. Satu-satunya suara yang terdengar secara konsisten di ruang ini adalah bunyi bip-bip yang dihasilkan alat-alatmonitoringkondisi pasien.Sepuluh menit sudah berlalu sejak aku duduk di samping Jason. Dia masih belum sadar dari pingsannya. Aku menyelimuti tubuhnya dengan selimut putih yang tadinya terlipat di ujung ranjang. Dengan selimut yang menutup tubuhnya sampai ke leher itu, Jason tidak terlihat begitu mengerikan lagi. Lengan kanan
Malam selalu datang terlambat di musim panas.Tapi bulan tak sekali pun mengeluhkan hal itu.Lalu kenapa ketika cinta terlambat dinyatakan,anak manusia meracau di akhir hari?Tak bisakah ia berbesar jiwa seperti si bulan?Aku akan minta maaf pada Jason di kantor pagi ini. Sebenarnya aku bisa saja meneleponnya dari kemarin, tapi rasanya kurang pas kalau meminta maaf lewat telepon padahal kami bisa bertemu langsung. Sebagai pihak yang bersalah dan mengharapkan maaf darinya, hari ini aku ingin menarik simpatinya dengan cara apapun, termasuk memakaidressbatik yang dibelikan ibunya dan parfum Versace yang dihadiahkannya padaku.Dengan rasa percaya diri yang tinggi a
Sebentar panas, sebentar hujan deras.Kadang langit keemasan, sesekali menggelap.Jangan tanya semburat apa yang terpancar nanti sore,belum tentu aku bisa menemuinya.Setelah sholat subuh, aku kembali membaringkan diri di tempat tidur. Mataku masih terasa berat. Sebenarnya sejak pukul sebelas malam aku sudah berbaring di atas kasur, tapi aku baru bisa tidur sekitar pukul dua pagi. Gara-gara membantu Damar melamar Anita di Taman Pelangi, aku jadi ikut-ikutan sumringah seolah-olah aku lah yang dilamar. Perasaan sumringah seperti itu sangat mudah menulariku, begitu mudah juga membuatku terjaga.Aku menguap untuk yang keempat kalinya subuh ini. Peristiwa tadi malam kembali berkelebatan di b
Ketika pelukan selimut tua menghangatkan jiwa,suara detik jam merusak senyap yang tercipta.Bukti nyata bahwa waktu begitu fana.Begitu pula kita.Jatuh cinta selalu menciptakan perasaan menyenangkan. Seolah setiap hari aku melihat pelangi.Masuk ke ruangan Jason dan melihat senyumnya, merah. Kebersamaan kami menikmati kopi selama beberapa menit, jingga. Melihatnya mencuri-curi pandang padaku di tengah rapat yang berlangsung serius, kuning. Sapuan ringan jemarinya di jemariku ketika tidak seorang pun melihat, hijau. Pesan-pesannya di WhatsApp yang membuatku tersenyum sendiri di sela makan siangku dengan Mbak Maya dan Damar, biru. Ciuman yang diberikannya padaku sembunyi-sembunyi setiap sore sebelum bel pulang, nila. Rasa degdegan menyembunyikan itu semua dari orang-orang di kantor, ungu.
Jangan ajari kekasihmubagaimana untuk mencinta.Sejatinya tanpa diajari, cinta akan mewujuddalam kata dan sikap.Hubunganku dengan Sam memang sudah berakhir dengan buruk, tapi itu bukan berarti bahwa semua tindakan dan perkataannya selama kami dulu bersama adalah salah. Ada satu hal tentangnya yang tiba-tiba terlintas di benakku. Beberapa tahun yang lalu ketika Sam berulang tahun, aku memasak nasi goreng untuk sarapan kami bersama. Nasi goreng itu terlalu asin, tapi Sam tetap memakannya. Tidak ada lelaki yang akan menolak sarapan yang disiapkan dengan penuh cinta, kata Sam waktu itu.Lalu kenapa memori itu muncul sekarang? Mungkin otakku yang sedang kalang kabut mencari cara untuk mint
Guratan kecewa yang diukir olehnya di masa lalumembuatku ragu meraih tanganmu.Lantas, sampai kapan rasa mamang ini bersarang?Bantu aku menjawabnya, aku bebal tentang cinta.Dengan hati-hati aku meletakkan secangkir kopi panas di atas meja Jason. Dia sedang berdiri menyandarkan pundak kirinya pada dinding di sebelah jendela kaca besar yang ada di ruangannya. Matanya menerawang pada sesuatu di luar sana. Biasanya jendela itu tertutuproller blind. Entah mengapa, pagi iniroller blinditu tergulung rapi di bagian atas jendela."Yu, tolong ke sini sebentar," panggilnya tanpa mengalihkan pandangannya dari jendela.Aku berjalan ke arahnya. Setelah aku berdiri di sebelahnya, aku menunggu dia untuk mengatakan sesuatu. Setelah sa
Gradasi kesenangan dan keresahanmembalut benak menenggelamkan tanya.Buat apa bertanya?Toh tak semua yang terjadi harus dipahami.Pagi ini Jason memintaku mencari arsip produksi dari dua tahun yang lalu. Dia memintaku mencari arsip purba dari bagian produksi, padahal gara-gara kasus Pak Herman, staf administrasi produksi juga dipecat. Tidak ada yang bisa kumintai tolong. Aku terpaksa ke ruang arsip untuk menemukan berkas yang dia butuhkan. Kenapa sih dia tidak minta tolong Damar saja? Toh laptop yang dulu dipakai Pak Herman sekarang disimpan HR.Aku berjongkok di pojok ruang arsip sambil membaca kode-kode pada tiap odner yang tersusun rapi di rak yang paling bawah. Tubuhku tidak terlih
Di dunia yang riuh dengan ejekan,kesunyian memberi pelukan yang menenangkan.Ketika nyanyian samar tentang kebohongan bergema,menyenandungkan kebenaran tak akan berguna.Aku sedang mempelajari proposal peremajaan mesin pemotong kayu ketika Damar masuk ke ruanganku. Dia berdiri di samping mejaku. Aku bisa mencium wangi parfumnya yang lebih kuat dari biasanya."Agnes sudah minta maaf sama kamu?" tanyanya tanpa basa-basi."Sudah. Kamu yang nyuruh dia?""Iya.""Patas saja minta maafnya nggak ikhlas," ujarku lalu menengadah u
Hujan di tengah siang itu mengelabukan langit.Tajam butir-butir airnya menusuk wajahku.Ketika aku mulai berkawan dengan dingin dan basah,sinar matahari dengan gagahnya menerobos awan,memporak-porandakan sendu, lalu menghangatkan rasa.Kedua tangan Jason meremas lembut tanganku. Jemari tangannya terasa hangat di punggung tanganku. Aku masih menunduk melihat tangan kami yang menyatu di atas lutut kami yang bersentuhan. Isak tangisku sedikit mereda, tapi tubuhku masih sedikit tersenggal-senggal."Saya akan mulai dari Agnes," katanya serius. "Saya akan memastikan dia mendapat sanksi yang tegas. Nggak seorang pun bisa menghina atau merendahkan orang lain di perusahaan ini. Saya sendi