Zee nama panggilannya saat ini berusia 24 tahun, anak kedua dari lima bersaudara dari pernikahan kedua sang ayah bernama Wijaya di mana selisih usia kedua orang tuanya hampir dua kali lipat. Zee terkadang tidak habis pikir bagaimana bisa sang ibu bernama Tania mau dengan pria tua yang mungkin seusia kakeknya atau ayah dari Tania, menurut cerita mereka berdua adalah Tania dijual oleh suaminya karena ternyata orang tuanya tidak menyetujui pernikahan mereka. Zee tidak habis pikir ada orang tua atau mertua macam begitu dan dia hanya bisa berharap tidak terjebak dengan model mertua seperti itu, sejauh ini orang tua Romeo sangat baik dengannya tapi sampai detik ini tidak ada pembicaraan lanjut mengenai hubungan mereka berdua.
Setiap hari suasana rumah tidak pernah sepi jika Lucas berada di rumah, semenjak Lucas memutuskan pindah rumah suasana rumah berbeda. Lucas jatuh pada pesona wanita yang juga sahabat dari Rere, semua tidak ada yang menyukai wanita itu sehingga membuat Lucas melakukan pemberontakan pada kedua orang tua. Kehidupan Zee sendiri hanya berputar pada cafe dan juga menjadi relawan untuk anak tidak mampu bersama ketiga sahabatnya dengan pantauan langsung dari Boy, semua yang Zee lakukan atas dukungan Boy serta sahabatnya Gerald yang katanya adalah duda dan menyukai Zee.
"Mami itu milik Lucas jadi papi jangan peluk-peluk mami mulu" Lucas melepaskan pelukan Wijaya dari Tania.
"Abang tu ya buruan nikah sana udah usia berapa? masa masih mau sama mami mulu" yang tidak menghiraukan protes Lucas "papi ingin lihat abang nikah."
"Nanti kalau udah ketemu yang pas," jawab Lucas santai “lagian kalian gak pernah setuju sama Poppy dan entah kenapa selalu Anggi.”
“Siapa yang pas, bang?” Zee menatap Lucas kesal “Anggi aja abang cuekin begitu untung tahan banting dan abang banggain wanita itu seharusnya abang tu tahu mana yang tulus dan gak.”
“Anggi kan akal-akalan mami aja kalau gak ingat dia sahabat Leo udah abang hempaskan dia” ucap Lucas “aww sakit, pi” teriak Lucas ketika mendapatkan jeweran di telinga dari Wijaya.
"Jangan suka bawa cewek ke apartemen tapi bawa kesini kenalin ke mami papi" ucap Tania menatap Lucas tajam "abang gak mau bikin mami mati berdiri kan kalau tiba-tiba ada cewek kerumah ngaku hamil anak abang" Tania memberikan wajah tersedihnya “lagian Anggi itu tulus bantuin mami karena sayang sama mami takut mami kenapa – kenapa, abang aja yang udah gak perhatian sama mami lagi”
“Ya jangan Anggi juga kali berasa abang tu ngasuh Jimmy sama Rei” Lucas memberikan tatapan memohon “Anggi itu mengganggu banget tau heran gimana Leo bisa betah sahabatan sama dia.”
“Anggi itu baik dan perhatian, bang” ucap Leo “abang aja selalu lihat yang negatif dari Anggi coba dilihat dari sisi yang lain.”
“Hati-hati nanti bisa jadi benci jadi cinta loh, bang” ucap mami membuat Lucas menatap horor “Anggi imut gitu banyak yang suka nanti abang nyesel gak dapat Anggi karena telat.”
Zee langsung ketawa mendengar perkataan mami "udah aku pergi dulu mi pi" langsung berdiri mencium tangan mereka berdua meninggalkan perdebatan tidak penting.
"Masih aktif di tempat anak-anak kurang mampu?" Wijaya menarik tangan Zee sebelum melangkah.
Zee mengangguk "mereka butuh sarana dan perhatianl, lagian kami gak melakukan apa-apa hanya sebagian kecil lebih banyak donatur yang kasih dana.”
Wijaya menarik Zee masuk ke dalam pelukannya dimana Zee selalu merasakan perasaan bangga ketika Wijaya memeluknya atas apa yang telah dirinya lakukan, pelukan yang Zee sukai dari cinta pertamanya. Zee segera menarik diri dari pelukan dengan mencium kedua pipi Wijaya sebelum melangkah meninggalkan mereka dan kembali ke rutinitas. Usia Wijaya yang sudah sangat tua membuat Zee berpikir untuk segera menikah, karena Zee ingin yang menikahkannya adalah Wijaya dan juga melihat senyuman Wijaya ketika melihat dirinya menikah.
Tujuan kali ini adalah tempat di mana Zee menghabiskan waktu bersama anak tidak mampu, kemarin mereka mendapatkan buku bekas yang masih layak dari para donatur. Membuka tempat bacaan di lingkungan kumuh terkadang susah karena mereka rata – rata ada yang berada di jalanan dengan meminta – minta dan itu menjadi tantangan tersendiri bagi Zee dan ketiga sahabatnya.
“Bukunya banyak kali ini” Indah mengangkat buku – buku dari mobil Beno.
“Banyak orang yang masih peduli dengan mereka jadi bersyukur kita bisa dapat banyak bukunya” ketiga orang dihadapan Zee mengangguk “program yang kita bahas diminta sama Mas Boy dan Mas Gerald.”
“Sudah sampai ke telinga mereka?” Irfan menatap takjub yang hanya diangguki Zee.
Mereka tidak ada yang tahu hubungan Zee dan Boy terutama, mereka hanya tahu jika Boy memiliki perusahaan besar yang tidak ada hubungan dengan keluarga Zee. Boy memang mendirikan usaha sendiri meski begitu Tian tetap meminta Boy mengawasi semuanya sambil mempersiapkan Tama, Zee sendiri tidak ada niat untuk mengatakan sebenarnya hubungan mereka.
“Siapa yang akan presentasi?” suara Beno membuyarkan lamunan Zee “jangan Zee nanti mereka main setuju saja.”
Ketiga sahabat Zee ini juga bukan dari keluarga biasa, entah bagaimana mereka sama – sama memiliki jiwa yang peduli dengan sesama meski sebenarnya bisa saja menghabiskan waktu dengan rekan lain untuk berada di tempat dingin dan minum – minuman kekinian di cafe atau mall. Mereka lebih menyukai berada bersama anak kurang mampu dengan begini tahu bahwa mereka harus lebih bersyukur dan memanfaatkan kekayaan mereka di jalan yang tepat, Zee menatap ketiga sahabatnya dengan tersenyum simpul.
“Melamun aja” tegur Indah membuat Zee tersenyum “bagaimana hubungan sama Romeo?.”
Zee mengangkat bahu “entah semua serba gak jelas.”
“Bukankah lebih baik sama Mas Gerald?” Zee hanya tersenyum mendengar perkataan Indah “andai Mas Gerald suka sama aku gak akan mikir dua kali, sayangnya sukanya sama kamu.”
“Inget Beno” membuat Indah cemberut mendengar godaan Zee.
Zee sangat tahu bagaimana ketiga sahabatnya ini di mana Irfan memiliki kekasih yang masih kuliah alias junior mereka, entah bagaimana caranya Irfan mendapatkan cewek itu sedangkan hubungan Beno dan Indah sendiri berjalan sejak mereka masuk perguruan tinggi hingga mereka lulus. Drama percintaan mereka selalu disaksikan oleh Zee dan Irfan yang selalu bosan menyelesaikan permasalahan mereka, meski mereka dekat tapi terkadang ada ranah pribadi yang tidak bisa mereka lewati dan sejauh ini baik – baik saja. Zee selalu teringat pesan dari Wijaya mencari lawan itu mudah tapi kawan yang bisa bersama saat duka itu susah dan jika sudah mendapatkannya jangan pernah sia – siakan sedikit pun.
“Buku ini akan sampai pada mereka dan kita bisa melihat wajah bahagia mereka setelah ini, satu hal yang selalu aku tunggu selama kita memulai program ini.”
Kedatangan Zee di cafe langsung disambut oleh Erland yang duduk di kursi kesayangannya, Zee tersenyum ke arah Erland dengan melangkah ke arahnya sedangkan Erland sendiri belum menyadari kehadiran Zee.“Sudah lama, mas?.”Erland menatap Zee yang tersenyum ke arahnya “jangan tersenyum seperti itu karena membuat aku semakin terpesona denganmu” Zee memutar kedua matanya malas membuat Erland tertawa melihat reaksi Zee “bukunya bagaimana?.”“Mereka suka banget” Erland tersenyum ketika melihat wajah bahagia Zee “lalu temanmu yang lain mana?.”“Irfan masih ada di sana membantu mereka belajar sedangkan dua lagi biasa pacaran” Erland mengangguk “bagaimana pekerjaan?.”“Apa itu penting?” Zee menggelengkan kepala “sudah masuk sana kasihan pegawai kamu itu kesusahan.”Zee menganggap Erland sebagai seorang kakak meski berkali – kali mengatakan
Zee mengajak Indah menghabiskan waktu di pub tapi langsung ditolak yang membuat dirinya berakhir dengan pergi seorang diri, berada di pub bukan hal pertama untuk Zee meski sebelumnya pernah tapi tidak pernah seorang diri tapi saat ini dirinya membutuhkan sedikit hiburan atas apa yang baru saja terjadi dengan Romeo dan juga pria yang tadi komplain atas apa yang dilakukan oleh Yusron.“Kita bertemu lagi gadis kecil” Zee menatap pria yang ada disampingnya di mana pria yang sama tadi di cafe “sudah aku bilang jika kamu akan memasakkan sesuatu di apartemen milikku tidak sekarang tapi nanti.”Zee tersenyum sinis “jangan bermimpi.”“Billy” Zee menatap bingung “namaku Billy” Zee akhirnya mengangguk ketika mengetahui nama pria itu.“Billy jadi apa mau kamu?” Zee menatap malas “aku tidak mau membuang waktu untuk hal tidak penting.”Billy menarik Zee dengan mengangkat dagunya
Zee berada di dalam kamar dengan ketakutan tersendiri, untungnya saat dirinya masuk di dalam rumah orang tuanya tidak berada di tempat sehingga bisa masuk ke dalam kamar tanpa ada yang curiga. Zee merutuki kebodohannya yang bisa masuk dalam jebakan pria bernama Billy, bagaimana mungkin dirinya bisa melakukan itu bahkan terjebak dalam situasi tidak mengenakkan, bahkan Zee dapat melihat tanda – tanda bahwa mereka telah melakukan hubungan terlihat jelas pada tubuhnya di mana Billy meninggalkan jejak pada tubuh polosnya ini ditambah pada bagian bawah miliknya terasa sakit saat dirinya melangkah yang langsung diobati dengan berendam di air hangat.“Pulang jam berapa?” Tania menatap Zee yang akan duduk “mami gak lihat kamu pulang.”Zee memberikan tatapan menggoda ke Tania “gimana mami bisa tahu orang asyik mulu sama papi” seketika wajah Tania memerah membuat Zee tersenyum melihatnya “abang dan yang lain ke mana?” ketika m
Billy merasa salah ketika melamar wanita tersebut karena tidak ada cinta diantara mereka tapi sudut hati kecilnya meyakini ini adalah cara dirinya untuk membalaskan dendam pada apa yang mereka lakukan pada ibunya dahulu, Billy tidak memikirkan apa pun selain menikahi wanita itu yang sudah menjadi candu bagi dirinya setelah semuanya.“Ayah di sini?” menatap Bima yang sedang berbicara dengan orang kepercayaannya Rahud.“Kalau begitu nanti dibicarakan lagi” sambil menepuk bahu Rahud pelan melangkah kearah Billy “apa kabar kamu, nak?” memeluk Billy pelan sambil menepuk punggungnya pelan “bunda dan adik kamu kangen.”Billy melangkah ke ruangannya “ayah tidak lupa kan jika aku memiliki ibu jadi bagaimana bisa aku harus dekat dengan bunda meski selama ini bunda yang merawatku, tapi rasanya beda tapi sampaikan salam untuk mereka semua.”Bima mengangguk pelan “lantas kamu bagaimana?” Billy men
Billy menatap Tyas yang berada di ranjangnya setelah sesi panas mereka berdua hingga tengah malam, selama melakukan bersama Tyas tadi dalam benak Billy adalah Zee dan dirinya tidak berhenti membayangkan wanita satu itu. Kejadian pertama yang dirinya alami selama ini karena saat bersama Tyas di mana Billy selalu terpuaskan, Billy menatap jendela di luar kamarnya memikirkan banyak hal termasuk perkataan Bima.Billy mengepalkan tangannya mengingat semua yang telah dirinya lakukan, bayangan Zee seakan tidak berhenti dari pikirannya entah apa yang terjadi. Rencana – rencana agar bisa masuk ke mereka semakin cepat dan dirinya tidak sabar untuk melihat bagaimana keluarga tersebut hancur seperti apa yang pernah dilakukan pada ibunya. Sebuah tangan berada di perutnya menandakan bahwa ada yang memeluknya dari belakang, Billy membalikkan badan mendapati Tyas berada dihadapannya tanpa menggunakan sehelai pakaian membuat Billy ingin melakukannya kembali.“Kamu sel
Zee tersenyum dengan kedatangan Irfan yang diikuti Boy dibelakangnya, mereka saling berkenalan satu dengan yang lain. Boy meminta Zee berada disampingnya dengan meletakkan tangan di pinggang Zee yang sedikit merasa tidak nyaman, Billy yang melihat pemandangan tersebut seakan tidak terima atas apa yang dilakukan Boy. Rahud yang menyadari suasana hati Billy tidak enak langsung mengambil alih dengan bertanya mengenai konsep mereka lalu makanan yang disajikan serta dekor yang bagaimana diharapkan dan langsung dicatat semuanya oleh Rahud, Billy sendiri memberikan tatapan tidak suka pada Boy yang tampak perhatian dengan Zee. “Kita sudah sepakat mengenai harga dengan Om Bima” Boy menatap Rahud tegas “mengenai biaya akan ditanggung oleh beliau.” “Anda berkata tidak masuk akal” Billy menatap tajam pada Boy “gak mungkin ayahku membiayai acara ini.” Boy tersenyum “bukan keseluruhan karena biaya acara ini berasal dari H&D Group dan beberapa perusahaan lain tapi
Zee memeluk Endi seketika yang langsung membuat Billy membelalakkan matanya melihat pemandangan yang ada dihadapannya, tanpa sepengetahuan Zee di mana Billy masih berada di cafe dengan berpindah tempat sedikit tersembunyi agar bisa melihat apa yang Zee lakukan. Zee menarik Endi ke salah satu sudut tempat di mana mereka biasa menghabiskan waktu saling bertukar cerita yang tidak luput dari pengamatan Billy, Zee menceritakan semua rencana dari mereka untuk acara sosial tersebut yang dibantu oleh Bima.“Ayah memang gak nanggung – nanggung kalau bantu” Zee mengangguk “tapi aku masih suka gak enak kalau minta bantuan sama dia secara bagaimana pun kita gak ada hubungan darah tapi perhatiannya luar biasa melebihi orang tua sendiri, kadang aku iri sama kakak aku Billy yang mendapatkan perhatian lebih dari ibu dibandingkan aku.”“Billy” Zee menggulang perkataan Endi yang mengangguk “kenapa gak pernah dekat sama kita?” Endi me
Zee tidak menghiraukan pesan yang Billy kirim karena bagi dirinya tidak penting, perlakuan Billy saat itu masih teringat jelas dan sedikit membuat Zee ketakutan untuk bertemu dengannya sendiri seperti permintaan pria itu. Suara ketukan pintu kamar membuat Zee dengan malas membukanya di mana mendapat Tania berdiri dengan senyum manisnya membuat Zee dengan malas melangkah ke dalam yang menandakan ada hal penting dibicarakan.“Erland gimana?” Zee menatap bingung pada Tania “perkembangan sama Erland?.”“Mas Erland baik memang kenapa?” menatap Tania curiga “kalau mami mau minta aku kaya abang sama Anggi maka jawabannya adalah gak karena Mas Erland hanya sampai sebatas kakak gak lebih.”Tania mencibir “mami dulu ke papi juga begitu tapi nyatanya lihat sekarang gimana papi kamu sampai punya anak enam yang satu meninggal, sedangkan sama istri pertamanya tiga aja jadi bisa dilihat gimana papi ke mami” Zee memuta
Menatap keluarga kecil dimana Zee baru melahirkan anak mereka beberapa bulan lalu, Zee sedang menyusui putra pertama mereka yang bernama Althan dengan menggunakan botol karena mereka kedatangan dua orang tidak penting yaitu Leo dan Endi. Mereka berdua memutuskan untuk membeli rumah yang tidak jauh dari orang tua Zee, Billy sudah mengubah panggilan pada Bima dengan sebutan mas.“Kalau suka itu bilang bukan diam aja” Billy menatap Zee dan Endi bergantian “adik kamu ini suka sama Tere.”“Tere” Zee mengangguk “kamu pedofil?”Bantal melayang mengenai wajah Billy dimana pelakunya adalah Endi sedangkan Leo dan Zee tertawa melihat apa yang Endi lakukan.“Udah lewat tujuh belas tahun dan jarak kita nggak jauh – jauh amat.”“Wajah Tere keliatan anak kecil jadi tetap aja kamu pedofil” Leo memberikan kata – kata godaan membuat Endi menatap tajam.“Tapi memang orang
Billy menatap gudukan tanah yang ada dihadapannya dimana sebagai tempat terakhir wanita yang melahirkannya, tidak ada dalam bayangannya jika Mili akan berlalu begitu cepat bahkan depan kedua matanya. Billy berada di pemakaman bersama Wijaya, Bima, Endi dan Tian serta Pandu. Billy sendiri belum bicara panjang lebar pada Wijaya mengenai masalahnya bahkan beberapa kali mantan suami Tyas ingin bertemu dengannya belum juga bisa terlaksana sama sekali.Proses pemakaman berlangsung cepat dimana Endi benar – benar mengurus semuanya bersama dengan Leo dan Rifat, Billy sendiri menghabiskan waktu dengan memeluk Zee di ranjang sambil membelai perutnya dan mengucapkan banyak kata syukur pada Tuhan.“Ayo kita pulang” tepukan pelan di bahu membuat Billy beranjak meninggalkan tempat Mili terakhir.Perjalanan ke rumah dengan menggunakan satu mobil karena mereka memang malas untuk menggunakan mobil masing – masing, Pandu yang menyetir di depan dengan Tian
Rencana berubah total dimana langsung membawa Mili ke rumah sakit dan orang – orangnya langsung diamankan oleh polisi, Billy memandang Mili yang banyak mengeluarkan darah pada kepalanya. Dokter yang datang mengatakan jika peluru tidak terlalu dalam masuknya tapi bukan jaminan jika akan selamat, Billy hanya terdiam disamping Mili sambil menatap penuh dengan kesedihan.“Kamu harus ikhlas jika sesuatu terjadi pada dia.”Billy mengangguk pelan mendengar perkataan dari Bima, menatap ruang operasi yang baru saja tadi dimasuki Mili. Billy terdiam dengan menundukkan kepalanya dimana tidak menyangka sama sekali jika sang ibu yang dicintainya akan berbuat sejauh ini, perasaan bersalah memenuhi dirinya dimana tidak bisa mencegah semuanya.“Tyas sudah meninggal.”Billy menatap Bima dengan tidak percaya “apa benar Tyas dibunuh?”“Menurut keterangan mereka ya tapi bukan salah satu dari kami atau orang yang menjaga
Perkataan Billy membuat Mili terkejut namun seketika tertawa, Billy menatap sang ibu dengan tatapan yang tidak mempercayai semuanya dan saat menatap Bima dimana tampak biasa saja dengan apa yang Mili lakukan.“Kamu nggak akan setega itu melakukannya pada ibu kamu sendiri” menatap santai pada Billy “kamu hebat bisa membuat dia bersandiwara seperti ini” mengalihkan pandangan pada Bima dengan tatapan mengejek.“Terserah, sekarang apa yang akan kamu lakukan padaku?”“Jebakan murahan” sindir Mili menatap remeh pada Bima “kamu nggak lupa kan siapa orang tuaku?”“Kamu sendiri tidak lupa bukan siapa mertuaku dan peran mertuaku pada orang tuamu?”“Tutup mulutmu saat mengatakan hal itu, kalau bukan karena pria itu orang tuaku akan tetap hidup sampai saat ini.”“Kamu yang membuat masalah dengannya jadi apa harus diam?” Bima memandang Mili dengan sedikit wasp
Semua menatap tidak percaya dengan apa yang Rifat katakan, Zee yang mendengar itu seketika menjadi pucat dan takut hal buruk terjadi. Sentuhan di tangannya membuat Zee menatap sang sumber dimana memberikan senyuman yang sangat menenangkan, memilih untuk diam dengan menarik serta menghembuskan nafas secara perlahan.Pihak rumah sakit sudah diberitahukan untuk tidak ada yang masuk ke dalam ruangan kecuali dengan panggilan salah satu diantara mereka, jika sampai pihak rumah sakit masuk tanpa panggilan Wijaya akan menuntut secara hukum. Zee tahu jika saat ini sangat aman bersama dengan keluarganya, memilih duduk dekat Tania dengan memeluknya erat diimbangi dengan sentuhan pada rambutnya.“Maafkan aku, mi.”“Nggak perlu minta maaf karena meski kamu nggak melakukan ini pasti suatu saat akan terjadi” belaian lembut di rambut membuat Zee lamgsung mengantuk “alasan kita setuju dengan semua rencana kamu adalah menyelamatkan Billy dimana
Semua Mata memandang pintu yang terbuka dimana tampak Tari dan Via beserta yang lain masuk ke dalam ruangan Zee membuat mereka saling memandang satu sama lain, mereka mengelilingi Zee dengan memberikan pelukan singkat secara bergantian.“Tama kamu sama mama di ruangan mami dan papi temani Rey. Papa akan disini sama Tari dan Jimmy” menatap Tama yang mengangguk pelan “Mbak Via mau di sini atau tempat papi?”“Bagaimana kalau semua berkumpul di tempat Anggi?” mereka semua menatap Zee “atau berkumpul dalam satu tempat jadi biarkan penjaga ada di tempat masing – masing, strategi mengalihkan perhatian.”Semua saling menatap satu sama lain seakan apa yang dikatakan Zee adalah benar adanya, akan lebih baik jika mereka berada dalam satu ruangan yang sama sehingga mudah untuk menghentikan gerakan mereka semua.“Keadaan siapa yang sudah jauh lebih baik?” Tian menatap Leo yang mengangkat bahu.&l
Pelukan Wijaya membuat Zee menangis keras ditambah tepukan pelan pada punggungnya semakin air matanya keluar deras, perasaan bersalah menghampiri dirinya saat memutuskan menikah dengan Billy. Pria yang membenci dirinya dan dengan sengaja menjebak untuk hubungan lebih dalam sebelum menikah, masuk ke dalam jebakan hingga membuat Zee tanpa sadar mencintai pria tersebut meski beberapa kali menolaknya.“Cinta nggak bisa memilih pada siapa seperti papi ke mami, meski usia papi tidak muda lagi saat bertemu mami tetap saja mami kamu bisa mencintai papi sedalam ini begitu juga sebaliknya” menghapus air mata Zee yang berada di pipi “sekarang tinggal lihat bagaimana Billy bersikap, hati kamu sama seperti mami hanya saja tetap harus mendapatkan pelajaran.”Zee mengangguk pelan “bagaimana dengan Anggi?”“Pastinya keguguran tapi tenang saja papi yakin pasti nanti akan dapat bayi kembar sama seperti Via” mereka berdua saling mema
Kedua orang beda jenis kelamin tersebut masih diam membisu dan tidak ada tanda – tanda membuka suara sama sekali, melihat merek berdua membuat semua lelah termasuk Boy dan Gerald.“Bawa mereka ke kantor polisi dan kalian harus hati – hati karena apa yang kita hadapi sangat licik” Boy menatap pengawal dengan datar “nanti aku akan menyusul setelah membuat laporan pada pihak rumah sakit bersama satpam.”“Aku yang akan menemani mereka” Boy menatap Gerald dan hanya mengangguk pelan.Zee hanya diam saat melihat mereka semua keluar dari ruangan, tanpa menyadari Boy melangkah kearah dirinya dengan memegang kepalanya yang membuat Zee terkejut.“Aku nggak papa tapi tidak dengan Leo” mengarahkan pandangan ke arah Leo yang penuh luka di lengan.“Penjaga yang kuat sekali pun nggak mengubah semuanya” menatap lesu pada Zee “bagaimana dengan Billy?”Zee mengangkat bahu &ldqu
Leo membiarkan Zee menangis sepuasnya, satu hal yang mereka rahasiakan dari Billy adalah kehamilan dimana bayi mereka baik – baik saja meski harus dipantau lebih dalam karena bisa saja Zee akan melahirkan di bulan berikutnya jika memang tidak memungkinkan, bahkan yang membuat Zee bingung adalah Billy yang tidak merasakan perutnya yang masih membesar saat tadi mereka berdekatan.“Sudah lebih baik?” mengangguk pelan “lantas apa rencanamu?”“Aku sudah pernah bilang ke Endi, kamu, Mas Boy dan Mas Gerald” menatap Leo malas “aku hanya ingin tahu sejauh mana Billy melangkah, bukan aku meminta dia memilih hanya saja apa yang ibunya lakukan sudah masuk dalam tindak kriminal.”“Apa pun itu pasti kami dukung.”“Mami dimana kok nggak terlihat?”“Mami pulang karena Anggi lagi rewel.”“Hamil muda ya begitu nanti kamu juga akan sama merasakan, bagaimana sama itu