Yumna memasuki kamar Aurora dengan hati yang berat, khawatir melihat mata putrinya yang sembab. Wajah Aurora mencerminkan kesedihan yang mendalam, dan itu menyayat hati Yumna. Dalam diam, Yumna mendekati tempat tidur Aurora dan duduk di sampingnya. Dia merasakan kebutuhan untuk melindungi dan menghibur anaknya yang terluka.Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Yumna memeluk Aurora dengan penuh kasih sayang. Dia merasakan desiran getaran emosi yang mengalir di antara mereka berdua. Perasaan iba, rasa bersalah, dan keinginan kuat untuk melindungi Aurora mengisi pikiran Yumna. Dia ingin memberikan dukungan dan kekuatan pada putrinya yang sedang rapuh.Dalam pelukan hangat ibunya, Aurora merasa sedikit lega. Dia merasakan kehadiran cinta yang tak tergoyahkan dari Yumna. Air mata kembali mengalir, tapi kali ini tidak sendirian. Itu adalah air mata kelegaan, air mata yang mewakili harapan baru, harapan bahwa hari ini mungkin akan membawa kebahagiaan dan perdamaian.Yumna dengan lembut mengel
Hubungan antara Yumna dan Farez semakin memanas dengan terjadinya konflik yang semakin serius. Apa yang dulu merupakan hubungan yang penuh cinta dan harmoni, kini telah berubah menjadi tegang dan penuh animositas. Perbedaan dan masalah yang belum terselesaikan telah menciptakan jurang di antara mereka, yang menyebabkan pertengkaran yang sering terjadi dan pertukaran kata-kata yang penuh emosi.Sumber konflik mereka terletak pada pandangan dan harapan yang berbeda. Yumna menginginkan stabilitas dan keamanan, mencari kehidupan yang teratur di mana dia dapat memberikan nafkah bagi keluarga mereka. Di sisi lain, Farez menginginkan petualangan dan kebebasan, sering merasa terkekang oleh keinginan Yumna untuk rutinitas dan prediktabilitas.Pertikaian antara Yumna dan Farez menjadi semakin sering dan intens, seringkali berkaitan dengan perbedaan prioritas dan aspirasi mereka. Yumna merasa frustrasi hadapi ketidakbertanggungjawaban Farez dan sikapnya yang terlihat acuh terhadap masa depan mer
Diana duduk sendirian di ruang keluarga, merenungkan perasaannya yang terasa terabaikan. Setiap kali ia melihat Yumna dan Farez bersama, rasanya selalu Yumna yang menjadi prioritas utama. Ia merasa seperti ada dinding yang terus tumbuh di antara dirinya dan suaminya."Kenapa selalu Yumna yang didahulukan? Kenapa aku selalu merasa terpinggirkan?" gumam Diana dengan lirih.Rasa cemburu dan kekecewaan mulai melanda hatinya. Ia merindukan waktu bersama Farez yang penuh perhatian dan kasih sayang, seperti dulu. Namun, seiring berjalannya waktu, perhatian Farez semakin terfokus pada Yumna dan Aurora, meninggalkan Diana merasa terpinggirkan.Dalam keheningan yang menyelimuti ruangan, Diana memandangi foto keluarga mereka yang terpajang di dinding. Air mata mulai mengalir di pipinya saat ia merenungkan perjalanan hubungan mereka yang kini terasa rapuh."Apakah aku salah mengharapkan perhatian dari suamiku? Apakah aku hanya egois dan terlalu memikirkan diri sendiri?" batin Diana, mencari jawab
Yumna duduk di samping Aurora, memandanginya dengan penuh kasih sayang. Hatinya masih terasa berat setelah berbagai konflik yang terjadi belakangan ini. Namun, ia sadar bahwa tidak semua hal dalam hidup ini bisa berjalan sesuai dengan keinginan kita."Aurora, sayangku," ucap Yumna lembut. "Aku ingin kamu tahu bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Terkadang, ada rintangan dan konflik yang harus kita hadapi."Aurora menatap ibunya dengan wajah penuh pertanyaan. Yumna melanjutkan, "Kamu pasti merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres antara aku dan ayahmu, bukan? Saat-saat seperti ini bisa sulit bagi kita semua. Tapi ingatlah, kita harus belajar menerima dan menghadapi ketidaksempurnaan hidup."Yumna mengambil tangan Aurora dalam genggamannya, memberikan kehangatan dan kepastian. "Apa pun yang terjadi, kita akan selalu bersama. Aku mencintaimu, Aurora, dan aku akan selalu berusaha menjadi ibu yang baik bagimu."Aurora menatap ibunya dengan mata penuh kepe
Maya menginap di kediaman Yumna selama akhir pekan, bersemangat untuk memberikan dukungan dan mencari tahu lebih lanjut tentang teror yang menghantui rumah tersebut. Kedua teman tersebut telah menyiapkan semua yang diperlukan untuk menghadapi situasi yang mencekam. Maya membawa perlengkapan deteksi paranormal, buku-buku tentang kejadian supernatural, dan alat komunikasi yang dapat merekam suara atau aktivitas aneh.Saat malam tiba, mereka duduk berdampingan di ruang tamu, siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi. Cahaya lilin memancarkan suasana yang tegang di sekitar mereka."Kita harus tetap tenang, Yumna. Kita akan mencoba mendapatkan bukti atau informasi lebih lanjut tentang kejadian-kejadian aneh ini. Aku membawa beberapa alat deteksi paranormal yang mungkin dapat membantu kita.""Terima kasih, Maya. Aku sungguh berterima kasih atas dukunganmu. Aku merasa lebih kuat denganmu di sini.""Kita harus tetap waspada dan siap menghadapi apa pun yang terjadi. Jika ada sesuatu yang an
Teror yang dialami Yumna tidak hanya terbatas pada rumahnya, tetapi juga menjangkau toko bunga tempatnya bekerja. Setiap kali Yumna membuka toko pada pagi hari, ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Bunga-bunga yang biasanya segar dan indah, kini tampak layu dan rusak. Beberapa pot bunga bahkan terlihat pecah dan terhambur ke lantai.Yumna merasa seperti ada mata yang terus mengawasinya, memperhatikan setiap gerakannya di toko. Suara-suara aneh dan langkah-langkah yang tidak dikenal terdengar di antara keheningan. Ia merasa seperti dikelilingi oleh aura negatif yang membuat bulu kuduknya merinding.Teror ini membuat Yumna semakin gelisah dan waspada. Ia tidak lagi merasa aman, bahkan di tempat kerjanya sendiri. Setiap kali ada pelanggan yang datang, Yumna mencoba menjaga ketenangan dan menyembunyikan rasa ketakutannya. Namun, ia tidak dapat menutupi kecemasan yang terpancar dari matanya.Dalam hati, Yumna bertekad untuk mencari cara mengakhiri teror ini. Ia tidak ingin toko bunga te
Yumna duduk termenung di tepi tempat tidurnya, jantungnya berdegup kencang. Ketakutannya semakin memuncak, seolah ada sesuatu yang menghantui dirinya tanpa henti. Suara-suara aneh dan bayangan yang melintas di sudut matanya membuatnya merasa tak berdaya."Tidak bisa, aku tidak bisa mengendalikan diriku," gumam Yumna dengan suara gemetar. Ia merasa seperti ada kekuatan tak kasat mata yang menguasai dirinya, menggerakkan tubuhnya tanpa izin. Ia merasa seperti dihantui oleh makhluk yang tidak bisa ia lihat dengan mata telanjangnya.Keringat dingin mengalir di dahinya saat kepanikan semakin merayap dalam dirinya. Ia mencoba mengendalikan diri, tapi serasa semakin sulit untuk melawan pengaruh yang menghantui pikirannya. Ia merasa dirinya tidak lagi memiliki kendali atas tubuh dan pikirannya sendiri."Mohon, berhentilah menghantui aku," desah Yumna dengan nada putus asa. Air mata mengalir di pipinya, mencerminkan ketakutannya yang mendalam. Ia merasa terjebak dalam kegelapan yang menguasai
Maya merasa bingung dan khawatir melihat kondisi Yumna yang semakin memburuk. Ia tahu bahwa harus ada tindakan yang diambil untuk membantu Yumna. Maya mengambil ponsel Yumna yang tergeletak di meja, lalu mencari nomor telepon Farez. Dalam hati, Maya berharap Farez akan mendengarkannya dan memberikan perhatian yang dibutuhkan.Setelah menekan tombol panggil, suara dering ponsel terdengar di seberang sana. Akhirnya, seseorang menjawab panggilan tersebut. "Halo?" suara Farez terdengar dari seberang sambungan."Farez, ini Maya," ucap Maya dengan suara serius. "Aku perlu bicara denganmu tentang Yumna."Farez terdiam sejenak, kemudian menjawab, "Maya? Ada apa dengan Yumna?"Maya menarik napas dalam-dalam sebelum menjelaskan situasi yang dialami Yumna. Ia bercerita tentang bagaimana Yumna terjebak dalam keadaan yang mengkhawatirkan, kehilangan kendali diri, dan terus-menerus mengalami serangan kepanikan."Farez, aku tak tahu apa yang terjadi pada Yumna. Tapi kondisinya semakin memburuk dan d