Callista pura-pura tertidur. Begitu dia mendengar Edbert sedang berbaring di tempat tidur, Callista menghela napas panjang.Malam ini, akhirnya berlalu dengan tenang.Setelah ketegangan itu, Callista merasa sangat lelah. Tanpa sadar, dia pun ketiduran."Nyonya Callista? Bangunlah, Nyonya Callista."Callista membuka matanya secara terpaksa dan kebingungan melihat pelayan yang datang ke kamarnya.Kalaupun pelayan datang untuk menyampaikan pesan, dia seharusnya memanggil Callista dari luar pintu. Kenapa dia masuk kemari?Setelah melihatnya baik-baik, ternyata orang ini adalah pelayan yang selalu membereskan kekacauan untuk Callista dan Jason saat berada di rumah tua sebelumnya. Dia pasti anak buahnya Jason.Callista mengusap pelipisnya dan berkata, "Ada apa?""Mereka menyuruhmu untuk datang ke aula utama.""Aula utama?"Callista mengerutkan keningnya, "Kenapa aku diminta ke sana? Siapa yang menyuruh?"Pelayan itu menoleh ke belakang dan mengecilkan suaranya, "Saya dengar dari orang lain k
"Kakek!" sapa Callista.Callista membungkukkan badannya pada Tuan Besar Eko, kemudian dia menatap pada Julia."Ibu.""Kamu masih berani memanggilku ibu? Aku tidak sudi punya menantu seperti kamu!""Ehem."Suara batuk terdengar dari depan.Julia menyadari sikapnya yang sudah lepas kendali, dia menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Akan tetapi, rasa marah yang hebat masih terlihat jelas di wajahnya.Callista pura-pura tidak tahu, "Ibu, apakah aku sudah membuat kesalahan? Tolong ibu memberitahuku dengan jelas."Julia dari awal merasa kalau Callista telah mempermalukan keluarganya. Begitu dia melihat Callista masih berpura-pura bodoh, tangannya langsung menunjuk ke arah meja."Kamu tahu persis kesalahan apa yang sudah kamu lakukan! Lihatlah ini!"Callista melihat ke arah yang Julia tunjuk, di sana terdapat sebuah kotak kayu panjang.Jessica yang berdiri di sampingnya terlihat sangat bangga.Jessica sudah merencanakan semuanya begitu lama, akhirnya kerja kerasnya membuahkan hasi
Saat Adrian menerima panggilan telepon dari Callista, dia baru saja bangun dari tidur siangnya, kemudian menguap beberapa kali lalu berkata, "Halo, nona ....""Tuan Adrian, aku ada masalah. Apakah kamu bisa membantuku?" tanya Callista langsung.Mendengar Callista begitu serius, Adrian tidak jadi menggodanya."He he, Silahkan nona Callista." "Begini, beberapa hari yang lalu aku memasang bingkai Lukisan Plum Musim Dingin di Balai lelang barang antik. Apa kamu masih ingat?" "Iya, ada. Adrian dengan nada kaget bertanya, "Apakah ada kerusakan setelah dibawa pulang?" Callista tersenyum ke Jessica yang sedang kebingungan, lalu Callista berkata, "Tidak, Anda memperbaikinya dengan sangat bagus, bahkan saya mendengar nasihatmu. Sekarang ini, saya tidak memajangkannya lagi. Saya telah menyimpannya.""Oh iya, benar. Cuaca di Kota Sakata sangat kering. Kalau sering dipajangkan, lukisan mudah menjadi kering dan akhirnya retak."Mendengar percakapan mereka, ekspresi semua orang yang ada di ruang t
Gilbert sejak kecil sudah terlatih untuk menilai barang-barang berharga, bahkan orang yang profesional sekali pun bukan tandingannya.Biasanya, kalau Tuan Besar Eko ada barang berharga, pasti diperlihatkan ke Gilbert untuk dipastikan dan dinilai dulu barang tersebut.Gilbert mengambil lukisan yang ada di atas meja lalu diperhatikan secara teliti. Saat Gilbert melihat dengan serius, seluruh ruang tamu terlihat sangat hening.Ada yang ikut melihat, ada sebagian juga yang gelisah.Tidak lama kemudian, Gilbert menaruh kembali lukisannya."Kakek, lukisan ini palsu.""Apa!" Jessica orang yang pertama terkejut, "Tidak mungkin, barang ini palsu!"Dengan putus asa, Jessica menarik Gilbert sambil berkata, "Gilbert, kamu coba lihat lagi. Tidak mungkin ini palsu!"Melihat Jessica yang tidak bisa menerima kenyataan. Julia merasa sangat malu dan kehilangan muka di depan keluarga. Julia marah dan berkata, "Jessica, apa yang kamu lakukan? Cepat, lepaskan!"Gilbert melepaskan diri dari Jessica, "Lukisa
Kesabaran Tuan Besar Eko lenyap setelah kejadian tadi, dia melihat sekilas Jessica dengan tatapan yang sangat muak."Masalah Keluarga Wilson, kalian selesaikan sendiri." Setelah mengatakannya, Tuan Besar Eko mau beranjak pergi."Ini masalah Callista!"Ketika Jessica menduga, dia telah terjebak dalam konspirasi ini.Jessica membentak dengan marah, "Callista sebagai menantu dari Keluarga Davis juga tidak menjaga diri, dia dengan ...."Callista merasa dirinya akan hancur saat itu juga, tiba-tiba Jason menguap.Jason berdiri dengan malas dari tempat duduk, lalu dia berkata, "Ribut sekali sampai kepalaku mau pecah."Kata-kata yang tiba-tiba terucap, membuat suasana di ruang tamu seketika menjadi hening.Jason memiringkan pandangannya ke Jessica, lalu dia berkata, "Kemarin malam kamu berada di ranjangku, sekarang kamu menuduh Callista yang tidak benar. Kelihatannya kamu cukup sibuk?""Aku ...."Wajah Jessica sontak menjadi memerah.Jessica tidak menyangka, dia akan dipermalukan sedemikan ru
Edbert meragukan apa yang dikatakan oleh Jessica, lalu dia berkata, "Kenapa kemarin kamu tidak mengatakannya padaku?""Aku takut."Jessica meneteskan air mata lalu dia berkata, "Aku khawatir. Demi diriku kamu jadi harus berhadapan dengan Kak Jason. Aku tidak mau kamu terluka, tapi tak kusangka, kamu malah tidak memercayaiku." Edbert dan Jessica tumbuh bersama dan mereka saling mencintai.Dari lubuk hati Edbert mengatakan kalau dia tidak percaya Jessica mampu melakukan hal yang tidak pantas ini. Walaupun, di dalam hatinya ada rasa curiga, Edbert dapat meredamnya."Sudahlah, hal ini kita kesampingkan dulu, Aku mau kamu menjawab dengan jujur, apakah uang untuk membeli lukisan itu, kamu dapatkan dari hasil menipuku selama ini?"Jessica tahu dia tidak bisa mengelak lagi dan menangis, dengan suara pelan, "Iya.""Jessica!""Aku begitu memercayaimu, kenapa kamu menipuku!"Melihat Edbert mulai marah, Jessica malah menangis lebih kuat. Dia menarik lengan bajunya dan berkata dengan sedih, "Aku t
Callista sama sekali tidak berani mengeluarkan suara. Dia hanya terkejut dan berjongkok. Tidak berani bergerak sedikit pun.Kewaspadaan Theo terlalu tinggi. Dia bergegas menuju Paviliun bagian utara di mana dia bersembunyi."Siapa di sana?"Suara yang dalam dan agak serak. Itu terlihat sangat suram di paviliun yang sepi ini. Saat Callista sedang memikirkan apakah akan keluar? Tangan Theo diam-diam menyentuh punggung bawahnya.Melihat ujung pisau yang memancarkan cahaya dingin ditarik keluar, kaki Callista belum melangkah langsung ditarik kembali.Callista merasa curiga. Meskipun seseorang ada di sini, tidak perlu bermain pisau dan pistol, bukan?Atau Theo memiliki rahasia yang tidak ingin ditemukan ...?Menyadari bahayanya. Callista menahan napas, lalu bersandar ke dinding dan berdoa agar Theo tidak masuk ke paviliun.Ternyata tidak, dalam sekejap mata, Theo menghilang dari pandangan.Itu berarti dia sudah sampai di depan pintu.Callista menyusup ke bawah naungan pohon.Bagaimana? Teru
Jason bangun sambil bertumpu pada tangan dan lututnya. Dia merogoh sakunya dan pergi menonton pertunjukannya.Callista menatapnya dengan hati yang lemah, "Itu … kapan kamu menemukanku?"Jason tidak menjawab. Dia mengulurkan tangan untuk mencabut daun-daun yang jatuh di kepalanya, dan menyodok dahinya dengan keras. "Kenapa berkeliaran? Tidak tahu ini adalah tempat makan manusia, yang khusus memakan rubah kecil sepertimu?"Memikirkan kejadian pagi ini, Callista tidak berani menjawab. Memegang tangannya dan menggelengkan dengan kaku. "Ini bukankah ada Tuan Jason."Jason mendengkus dan tertawa, dia menggenggam tangan Callista dan menuntunnya masuk.Perlahan-lahan kembali, "Percaya padaku? Kamu akan mati lebih cepat."Callista membungkam mulutnya.Tiba-tiba teringat sesuatu, "Benar juga, kenapa kamu ada disini?"Paviliun itu kosong. Sepertinya tidak ada yang tinggal di sana.Jason menuntunnya masuk, dengan dagunya terangkat berkata, "Ini adalah Paviliun bagian utara. Aku dibesarkan di sin
Kebetulan, sekarang jam sibuk saat orang mulai pulang kerja, beberapa ruas jalan macet sehingga orang yang ada di jalan terihat panik.Callista terus saja melihat ponselnya, takut Jason akan berpikir dia akan berniat kabur lagi, lalu Callista mengambil ponselnya dan bersiap untuk menelepon Jason.Ponselnya tidak mengeluarkan suara, ini membuatnya semakin panik.Keadaan ini, membuatnya sangat takut saat memasuki Paviliun Marlion.Melewati taman kecil dan melihat lampu yang telah menyala di ruang tamu.Callista menelan ludah, dia memperlambat langkah kakinya dan diam-diam masuk ke dalam. Jason yang duduk di atas sofa, mengangkat kakinya di meja dan memainkan ponsel yang ada di tangannya, tetapi dia tidak mendongak kepalanya untuk melihat Callista."Sudah datang."Callista menggigit bibirnya, "Jalanan macet, aku ....""Omong kosong ini tidak perlu dibicarakan lagi."Jason melempar ponselnya, lalu menolehkan pandangannya ke Callista yang perasaannya sekarang tidak tenang, lalu dia menunju
Callista bernapas dengan tersengal-sengal, "Uang itu, memang sudah ditransfer ke luar negeri, tapi bukan seperti yang kamu pikirkan, aku akan membeli sesuatu dengan uang itu.""Oh?"Jason sangat senang menikmati kegelisahan yang dirasakan Callista saat ini, lalu dia berkata, "Barang apa yang membuatmu sampai menghabiskan banyak waktu dan tenaga?""Meski aku mengatakannya, Tuan Jason pasti tidak akan percaya, bagaimana kalau kita langsung pergi lihat saja?" Callista dengan tulus mendiskusikan dengan Jason.Jason tidak mengatakan ya atau tidak. Dia hanya mengamati gerak gerik Callista.Reaksi Callista membuat Jason merasa sangat aneh.Dalam pemikiran Jason, Callista mungkin akan mengodanya, bahkan berpura-pura terlihat kasihan.Satu-satunya yang tidak terpikirkan oleh Jason, sikap Callista tetap tenang, dia bisa memberikan jawaban yang masuk akal.Callista bahkan tidak menunda, melainkan ingin membawanya, "Melihat secara langsung dengan mata kepalanya sendiri."Semua ini membuat Jason m
Kalau Jason bisa bersikap patuh, itu baru aneh namanya. Jason dengan tangan yang panas meraba kulit Callista yang lembut."Kenapa dengan kondisi kita sekarang?"Callista mendongakkan matanya ke arah rumah sakit dermatologi, "Bukankah kamu mengatakan takut orang akan salah paham padaku, kalau aku pergi ke spesialis dermatologi? Sekalian saja, aku buktikan pada mereka."Mendengar kata itu, Callista merasa kata yang diucapkan sebelumnya seperti senjata makan tuan, tidak lama kemudian wajahnya menjadi muram.Kenapa Callista bisa lupa, selama ini Jason tidak pernah mau dirugikan.Memikirkan kapan saja Julia akan kembali ke mobil, Callista hanya bisa menenangkan Jason dahulu baru membuat rencana selanjutnya.Callista merangkul pergelangan tangan Jason dengan kedua tangannya dan berkata, "Tuan Jason sangat perkasa ... apa perlu dibuktikan lagi? Callista yang di depannya sesekali melirik ke pintu masuk rumah sakit, sambil menyenangkan hati Jason.Ujung jari Callista menggosok pergelangan tang
Terlihat satu persimpangan jalan lagi, mereka akan sampai di tujuan.Mobil yang mengikuti dari belakang makin mendekat.Saat Callista merasa segalanya akan berakhir di sini, tiba-tiba dia terpaku pada layar navigasi yang bertuliskan nama rumah sakit.Seketika itu juga, Callista tidak memedulikan Julia melihat atau tidak. Callista hanya bisa memanfaatkan lampu merah yang sedang menyala untuk mengetik kalimat di pesan teks.Saat lampu hijau menyala, Callista melajukan mobilnya sambil melihat ke belakang dengan kaca spion.Sesampainya Callista di persimpangan jalan, mobil yang sebelumnya mengikutinya, malah membelok ke samping area parkir supermarket yang ada di dekat sana.Callista merasa lega, kemudian dia melajukan mobilnya menuju rumah sakit.Pada saat yang sama, Jason mengetuk layar ponsel dengan tangan besarnya, membaca sms dengan serius.[Kita akan pergi ke rumah sakit spesialis dermatologi, kalau ada orang melihat mobil Tuan Jason ada di sana, bukankah nanti akan merusak citramu?]
"Ini ...."Callista tampak malu dan menutup mulutnya, lalu berbisik, "Sebenarnya, kami tidak punya anak, karena Edbert yang kurang mampu." "Apa!" pekik Julia."Bagaimana mungkin!" serunya tidak percaya.Julia tampak marah, "Omong kosong apa yang kamu bicarakan!"Callista tidak berdaya dan berkata, "Bu, Anda yang meminta saya untuk mengatakannya." Melihat wajah serius Callista, ekspresi Julia berubah menjadi khawatir.Sebagai seorang wanita, Julia tahu apa arti masalah ini.Julia paling memperhatikan muka, putranya memiliki masalah seperti itu, ini lebih buruk daripada membunuhnya.Gaya angkuhnya tidak ada lagi, ketika Julia berbicara lagi, kesombongannya sedikit berkurang, "Apa yang kamu katakan itu benar?"Callista menjawab dengan serius, "Bu, bagaimana saya bisa bercanda tentang hal semacam ini?" Setelah berbicara, Callista menambahkan dengan lemah, "Tapi hal semacam ini melukai harga diri pria, tolong jangan menyebutkannya di depan Edbert. Kalau itu adalah masalah psikologis, sal
Sunsity.Begitu Peter memasuki ruangan itu di pagi hari, Rudy menyapanya dengan suara yang nyaring."Kak Peter, pagi!"Peter hampir mati ketakutan, raut wajahnya begitu garang. Dia mengedipkan mata dan mengisyaratkannya untuk diam. "Ssst!"Rudy tampak bingung, "Kamu ingin buang air kecil?"Peter hampir pingsan dan memberi isyarat agar Rudy bergegas pergi.Alasan kenapa dia sangat gugup, terutama karena setelah empat hari berturut-turut, Tuan Jason memintanya untuk memeriksa masalah ini tetap tidak ada petunjuk.Ini yang menyebabkan Peter sangat ingin bersembunyi, ketika dia melihat Jason akhir-akhir ini.Tepat ketika, Peter akan menyelinap keluar seperti beberapa hari yang lalu, sebuah kalimat melayang keluar dari pintu yang terbuka di samping, "Peter, ke sini!"Peter memukul keningnya. Hari telah tiba!Memasuki ruangan, Peter menundukkan kepalanya dan tidak berani mengangkatnya, dengan tergagap menyapa, "Kak Jason!" Jason meliriknya dan kemudian melihat kembali ke ponselnya."Kamu si
"Apa artinya tidak ada foto?"Raungan terdengar dari sebuah vila kecil di Kota Sakata."Bukankah kemarin kamu telah mengatakan berhasil melacak pelacur itu? Bagaimana bisa tidak ada fotonya?"Jessica berbicara dengan suara serak pada ponselnya.Suara samar seorang detektif swasta datang dari pengeras suara, "Hmm, setelahnya kami kehilangan titik keberadaannya, jadi tidak bisa mengambil fotonya," kata detektif itu berusaha menjelaskan. "Baru-baru ini, kami memiliki terlalu banyak menerima tawaran juga. Jadi tidak ada waktu untuk melakukan ini lagi, Anda bisa mencari tempat lain saja.""Toot toot!" suara telepon dimatikan."Hei? Hei!" teriak Jessica.Melihat orang itu benar-benar menutup teleponnya, Jessica hampir menjadi gila.Sejak Jessica diusir dari Keluarga Davis, dia telah berubah dari status setengah putri di Keluarga Davis menjadi seorang gadis yatim piatu yang bukan apa-apa.Jessica merasa telah menjadi bahan tertawaan kalangan kelas atas di Kota Sakata.Bahkan Edbert, yang sela
"Tak kusangka, Callista, kamu masih memiliki hubungan dengan Keluarga Lopez."Suzy mengambil sepotong kecil makanan penutup dan memandang Callista yang berada di sisi berlawanan sambil tersenyum.Callista berhenti mengunyah dan dia menyesap es buah untuk menekan rasa manis di mulutnya."Kak Suzy memang pandai bercanda, Keluarga Lopez jauh di Kota Guno. Mana mungkin, aku akan ada hubungannya dengan Keluarga Lopez," ucap Callista."Benar juga," ucap Suzy.Suzy melihat ekspresi Callista seperti biasa, dia beralih berbicara dari sisi lainnya."Sepertinya, Wendry telah melakukan sesuatu yang tidak pantas, jadi membuatmu harus mengeluarkan uang untuk menyumpalnya," ujar Suzy penasaran.Karena Callista telah membiarkan Suzy bertindak, keberadaan uang itu tentu saja tidak dapat disembunyikan darinya.Callista memilih alasan yang masuk akal, "Keluarga Garcia bekerja sama dengan Gedung NYC milik Kak Christian. Kebetulan, Wendry melihatku keluar masuk sana sebelumnya, kalau sampai hal ini menyeba
Mendengar ini, Callista tertegun sejenak.Beberapa kata ingin diucapkan, tetapi tanpa status, semuanya kembali ditahan olehnya.Callista sambil tersenyum ringan berujar, "Baiklah, Tuan Jason. Berhati-hati di jalan, ya." Melihat wajah Callista terlihat seperti biasa, Jason berseloroh langsung, "Ya, nanti ingat kirim sms, kalau tubuhmu sudah mulai nyaman." Kalimat yang terdengar bercanda, malah seperti baskom berisi air dingin yang turun menyirami Callista.Kata-kata ini secara terbuka memberi tahu inti dari hubungan mereka, hanyalah sebatas untuk memuaskan nafsu semata dan bukan atas dasar cinta.Callista menelan emosi di tenggorokannya, lalu mengangguk sambil tersenyum, "Baik, aku juga berharap Tuan Jason bersenang-senang malam ini." "..."Kekuatan yang menekan sudut bibir Callista sepertinya berbobot seribu kilogram. Semuanya runtuh, begitu pintu kamar itu tertutup.Semangkuk sup di atas meja yang sebelumnya, dia merasa sangat nikmat. Kini, terasa dingin dan kental, juga terlihat s