Beranda / Semua / Housemate / Pertanyaan Januar

Share

Pertanyaan Januar

Penulis: Leyla Sadiya
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-30 18:16:26

 Sejak pagi Nasha sudah sibuk di dapur bakery. Bukan hanya Nasha, tapi ada juga Jihan dan mbak Asti. Beliau adalah mantan ART di rumah ayah. Sampai sekarang wanita paruh baya tersebut sering datang ke bakery untuk membantu Nasha membuat kue.

  "Mana ada bakery jualan jajanan pasar," protes Nasha begitu Jihan memberi saran untuk menyediakan jajanan pasar di bakery.

  Well, jajanan pasar itu bukan termasuk dalam list makanan yang ada di dalam bakery dan Jihan malah dengan entengnya mengatakan ingin membuat beberapa jenis jajanan pasar.

  Memangnya dimana sih bisa ditemukan bakery yang menjual jajanan pasar? Jajanan pasar itu mudah ditemui di pasar.

  "Gak setiap hari, Mbak. Kita kayak bikin menu spesial tiap hari apa gitu. Misal tiap hari Minggu ada jajanan gitu."

  Ini yang punya bakaey siapa sih? Jihan ngotot sekali ingin membuat menu baru yang mengusung konsep kaki lima.

  "Donat sama roti kukus masih mending sih." Nah, kan mbak Asti saja sependapat dengan Nasha kalau jajanan ala pasar kurang cocok dijual di bakery.

  "Iya, donat kan bisa tiap hari. Kalau jajanan pasar seminggu sekali aja. Terkadang kan ada orang yang pengen makan jajanan pasar, tapi malas ke pasar." Jihan masih bertahan pada pendapatnya.

  Kepala Nasha menjadi pusing mendengar pendapat teguh Jihan. Nasha memang berencana membuat menu baru yang bisa jadi mendongkrak pendapatan bakerynya, tapi juga tidak menyangka kalau jajanan pasar menjadi salah satu opsi.

  "Mbak, kita coba aja dulu lah. Kasih waktu sebulan deh, entar itu dijualnya tiap hari Minggu aja. Kalau prospeknya kurang bagus kita cut."

  Tatapan mata Jihan terlihat serius. Tidak ada pilihan lain selain mengangguk. Dia harus memberi kesempatan pada Jihan.

  "Oke, satu bulan," putus Nasha yang mengundang helaan nafas mbak Asti, tapi membuat senyum Jihan melebar.

  "Thank you, Mbak. Gitu dong! Kita itu harus berani tampil beda."

  Bola mata Nasha berotasi. "Whatever. Aku mau keluar dulu. Titip bakery, ya."

  Agenda Nasha hari ini adalah membeli beberapa pakaian. Lebih spesifiknya pakaian dalam. Juga beberapa keperluan pribadi lainnya.

  As always, motor yang menjadi tunggangannya. Begitu sampai di salah satu pusat perbelanjaan Nasha langsung menuju store pakaian.

  Saat akan masuk ponsel di tangannya bergetar dan ada pesan dari Satria. Yah, Satria pasti tahu kemana Nasha pergi.

  "Ck, bener-bener si Satria. Pake nitip celana dalam segala," gerutunya.

  Dengan wajah datarnya Nasha memilih beberapa model pakaian dalam untuknya dan juga titipan Satria.

  Tak hentinya Nasha mengumpat dalam hati saat beberapa kali melihat mbak-mbak SPG disana tersenyum kecil.

  Well, perempuan seperti Nasha mencari pakaian dalam pria juga brief boxer. Nasha bersumpah tidak akan mau lagi membelikan titipan Satria. Biar saja Satria tidak memakai pakaian dalam.

  "Saat kayak gini mendadak jadi ingat bunda." Langkah kaki Nasha berhenti saat melihat gadis remaja tengah memilih pakaian dengan ibunya di salah satu toko baju.

  Dulu hal itu juga sering dilakukannya. Sekarang Nasha selalu pergi membeli sendiri.

  "It's okay, Nas. Bukan masalah. Kamu bukan anak kecil lagi yang harus terus nempelin ketek emaknya," hibur Nasha pada dirinya sendiri.

  Langkah kakinya ringan mengelilingi pusat perbelanjaan. Tidak setiap hari dia bisa seperti ini. Selagi ada waktu harus dimanfaatkan.

  Menjelang tengah hari perutnya berbunyi. Nasha meringis. Untung saja tidak ada orang yang mendengarnya. Bisa malu.

  Nasha memutuskan untuk berbelok ke restoran yang mengusung konsep Nusantara. Lidahnya ingin makan makanan yang rasanya benar. Maksudnya menggunakan bumbu yang benar bukan bumbu asal-asalan seperti yang biasa dia pakai.

  "Nasha," panggil seseorang. Nasha mengangkat kepalanya dan melihat kakak tirinya, Januar berdiri dihadapannya.

  Buru-buru Nasha menelan makanannya dan tersenyum. Mempersilakan Januar duduk di kursi seberangnya yang kosong.

  "Sendiri aja, Bang?" tanya Nasha. "Aku sambil makan, ya."

  Januar mengangguk dan tersenyum. "Iya, tadi gak sengaja lihat kamu disini. Ikutan kesini, deh."

  Ah, andai Agarish bisa tersenyum padanya pasti Nasha akan merasa sangat bahagia memiliki 2 kakak laki-laki yang tampan dan menawan.

  Sayang, itu tidak terjadi. Mustahil Agarish tersenyum padanya. Mungkin setelan pabrik Agarish memang kaku dan bertambah kaku saat berhadapan dengan perempuan.

  "Kamu habis belanja, Nas?" Mata Januar mengarah pada beberapa paper bag di kursi samping Nasha.

  Nasha menganggukkan kepalanya. Tidak menjelaskan bahwa belanjaan sebanyak itu merupakan gabungan antara keperluannya dan titipan Satria.

  "Kamu kapan pulang lagi, Nas? Yang waktu itu cuma sebentar banget, loh. Habis itu malah pergi lagi."

  Nasha tersenyum kecut. Tentu hanya sebentar. Nasha merasa tak nyaman disana. Apalagi mata Agarish yang selalu menyorotnya tajam.

  "Nanti mampir lagi, Bang. Waktu itu memang bakery kehabisan stok roti karena lagi rame banget," alibi Nasha.

  Beberapa waktu hanya ada bunyi dari gesekan piring dan sendok. Mereka makan dengan tenang.

  Meskipun Januar ramah padanya, tapi mereka juga tidak terlalu sering mengobrol. Apalagi hanya berdua seperti ini. Nasha merasa canggung.

  Ini bukanlah Nasha. Merasa canggung di hadapan seseorang bukanlah Nasha. Dia bahkan bisa tertawa lepas meski dengan orang asing.

  "Nas, jangan canggung. Kita saudara." Gelagat Nasha terbaca oleh Januar.

  Untuk beberapa saat Nasha hanya bisa mematung. Mereka bersaudara, tapi Nasha belum pernah merasakan bagaimana rasanya memiliki saudara.

  Sampai saat ini Nasha masih saja merasa asing dengan keluarga barunya. Sekalipun pak Tanubrata dan Januar selalu ramah padanya.

  Selalu ada sekat yang membatasi mereka dan sekat itu bernama Agarish. Nasha enggan mendekat sebab melihat sendiri bagaimana Agarish yang acuh padanya. Seolah tak pernah menyukai kehadirannya.

  "Iya." Hanya itu yang bisa Nasha ucapkan. Tidak tahu harus bagaimana.

  "Nas." Sorot mata Januar lembut dan raut wajahnya tenang. "Apa kamu belum bisa menerima Papa dan saya?"

  Bukannya Nasha belum bisa menerima keluarga barunya. Hanya saja selalu ada hal yang mengganjal di hati Nasha.

  Sejak awal Nasha menyayangkan keputusan orangtuanya yang bercerai saat dirinya masih SMA. Nasha memilih untuk tinggal dengan ayah karena bunda sudah menikah. Bunda sudah memiliki keluarga baru. Sedangkan ayah sendirian.

  Lalu saat ayah pergi ganti Nasha yang sendirian. Pak Tanubrata selalu menariknya untuk mendekat, tapi bunda mendorongnya untuk menjauh.

  Lantas jika sudah seperti itu apa yang harus Nasha lakukan? Mendekat atau menjauh?

  "Aku menerima." Suara Nasha tercekat. "Hanya belum terbiasa. Aku selalu sama ayah dan setelah ayah gak ada aku masuk asrama."

  Nasha tersenyum manis. Januar terdiam sejenak menyaksikan senyum indah tersebut. Bibir Nasha yang memiliki lekukan nyaris sempurna itu kini tersenyum lebar. Senyum yang jarang ditampilkannya saat berada di kediaman Tanubrata.

  "Semoga kamu cepat terbiasa, Nas. Kamu harus sering-sering pulang supaya terbiasa."

  Senyum Nasha memudar dengan perlahan. "Kenapa Abang bisa dengan mudah menerima aku sebagai saudara?"

Bab terkait

  • Housemate   Ditinggal Satria

    "Kamu serius, Nas?" tanya Satria, lagi. Begitu Nasha mengungkapkan keinginannya untuk mengambil kursus menjadi barista. "Iya, Sat. Jadi, namanya nanti berubah jadi 'Aqila's Bakery and Coffee' dan aku bakal nambahin meja kursi buat pelanggan. I mean, semacam kafe gitu." Nasha menjelaskan dengan mata berbinar. Membayangkan rupa bakerynya dalam beberapa bulan ke depan kalau dia betulan mengambil kursus barista.'Bugh''Bugh' Lamunan Satria yang ikut membayangkan masa depan bakery milik Nasha langsung buyar begitu suara adonan donat yang dibanting-banting oleh Nasha terdengar. Seperti biasa Nasha bangun pagi untuk menanak nasi di rice cooker dan menyiapkan lauk sederhana untuk sarapan. Telur ceplok dan ayam goreng misalnya. Lalu dilanjut membuat kue yang akan memenuhi etasale depan. Pagi ini Nasha tidak perlu bekerj

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-25
  • Housemate   Satria Marah

    "Maaf, saya kira kamu pelayan kafe sini," kata Satria dengan datar. Sontak Nasha melongo. Cara Satria mencegah Bian menciumnya sangat tidak elegan. Apa katanya tadi? Pelayan kafe? Hei, jelas berbeda baju yang dipakai Bian dengan pelayan kafe. Bian memakai kemeja abu-abu, sedangkan pelayan kafe itu memakai kaos berkerah warna abu-abu. Dengan mendengus Bian menjauhkan diri dari Nasha dan duduk dengan tegak di kursinya sendiri. Meskipun misinya menggagalkan ciuman Nasha dan Bian sudah berhasil. Namun, Satria belum mau beranjak. Dia malah mengambil tempat duduk didepan Nasha dan menatap tajam pada gadis itu. Nasha berdehem-dehem singkat begitu menyadari tatapan tajam Satria. 'Bego banget sih, Nas. Bisa-bisanya mau kissing pas ada Satria,' rutuknya dalam hati. "Permisi! Woy, bro, udah lama nunggunya?" tanya seorang laki-laki yang baru saja masuk ke ruangan tersebut. Dengan gaya santain

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-01
  • Housemate   Sharing Kamar

    Nasha mengerucutkan bibirnya. Satria tidak mengajaknya mengobrol sama sekali. Memang apa salahnya, sih bertanya seperti itu?Satria kan juga cowok. Berarti berduaan dengan Satria juga tidak boleh."Satria," panggil Nasha namun, tak digubris Satria sama sekali. "Satria, ih," rengek Nasha karena Satria masih konsisten diam."Mending kamu tidur aja deh, Nas. Nanti kalau sampai dibangunin," jawab Satria tanpa may repot-repot menoleh pada gadis disampingnya. Membuat Nasha gondok.Karena kesal diacuhkan terus Nasha memutuskan untuk tidur saja. Biar saja nanti Satria kerepotan membopongnya ke rumah.Tak lama setelahnya Nasha benar-benar tertidur. Dengan tangan bersedekap dada karena tadi kekesalannya tadi.Melihat Nasha benar-benar tertidur Satria memutuskan untuk menepikan mobilnya dan mengatur sandaran Nasha agar gadis itu bisa tidur dengan nyaman. Sebab tak membawa selimut Satria melepas jaketnya dan meletakkan di atas tubuh Nasha.Tangan

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-04
  • Housemate   Tertampar

    "Itu Nasha?" Papa Satria memicingkan matanya. Kacamatanya belum dipakai. Jadi, beliau tidak terlalu jelas melihat siapa yang tidur di ranjang anaknya."Itu, Pa, ekhem, tadi—""Santai, Son. Jangan panik gitu." Papa berujar santai. Tangannya menepuk singkat bahu anaknya.Satria meringis pelan lalu terdiam untuk beberapa saat di tengah pintu. Mendadak linglung. Bingung apa yang mau dilakukannya. Apa ke-gap menyembunyikan perempuan di dalam kamar bisa berpengaruh pada kewarasan otak?"Sat, ngapain?" Tiba-tiba Nasha berdiri di belakang Satria.Matanya masih menyipit dan sebagian rambutnya ada yang berdiri. Kusut. Dahinya berkerut melihat Satria yang hanya terdiam di tengah pintu."Balik sana, mandi." Dengan tidak berperasaan Satria mendorong bahu Nasha untuk keluar dari kamarnya. Begitu usahanya berhasil Satria kembali masuk ke kamarnya dan menutup pintunya. Oh, tidak lupa menguncinya agar iblis yang menjelma perempuan cantik itu tidak bisa

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-09
  • Housemate   Nasha Aneh

    "Nasha mana, Han?"Jihan yang hari itu menjaga kasir sejak pagi tanpa henti mengangkat pandangannya dan tersenyum begitu melihat sosok yang dikenalnya."Mbak Nasha di dalam, Mas. Lagi minum." Jihan berujar sambil sedikit menekankan kata terakhirnya. "Kayaknya," tambahnya lagi dengan tidak yakin.Sudah seminggu mereka kembali dari kediaman orangtua Satria dan Satria hanya beberapa datang ke bakery.Dia memutuskan untuk mengambil KPR dan tentunya KPR itu tidak bisa dibiarkan kosong terus menerus. Satria harus menempatinya. Yah, walaupun beberapa kali Satria masih nekat meninggalkan rumah itu dan menginap di bakery.Begitu membuka pintu kamar Nasha yang pertama kali terlihat adalah Nasha yang duduk di lantai menghadap jendela.Terlihat seperti orang sedang putus cinta. Galau. Merana. Bahkan bunyi tapak kaki Satria tidak bisa mengembalikan fokus Nasha."Kenapa?" Satria memilih untuk duduk di kursi rias. Tidak mendekat pada Nasha."

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Housemate   Kembalinya Sang Mantan

    Lama Satria menunggu Nasha tak kunjung membuka mulut. Berdecak kesal Satria kembali mendekat. "Ada apa?" ulangnya."Cie, khawatir nih ye," goda Nasha. Sontak saja mata Satria membola. Dia ini sudah khawatir dan mengira Nasha akan bercerita dengan jujur apa yang sedang dirasakannya. Ternyata malah dapat zonk."Emang salah, Nas khawatir sama kamu."Nasha terkikik geli melihat raut wajah masam Satria. "Satria, kali ini serius." Sesuai dengan ucapannya Nasha memasang raut wajah serius.Tangannya menggenggam lengan Satria. "Nanti beliin charger ya. Charger aku ilang gak tau kemana. Pasti Bian cemas banget karena hp aku gak aktif." Nasha tidak bohong. Raut wajahnya menunjukkan keseriusan dan charger ponselnya memang hilang. Itu juga terjadi 2 hari yang lalu. Entah dimana charger itu."Kemarin Bian kesini," suara Satria terdengar santai."Loh, kok gak bilang sih, Sat," protes Nasha."Kamu mabok."Itu kan hanya tebakan Satria. Pa

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-29
  • Housemate   Pelecehan

    Sesuai apa yang dikatakan Satria tadi formasi temannya lengkap. Nasha tersenyum senang saat melihat Dewangga memasuki bakerynya. Senyum Nasha semakin lebar saat Dewangga mendekat padanya."Pagi, Nas. Satria bilang lainnya sudah datang. Mereka dimana?""Di atas, Kak. Kak Dewa mau diantar?"Modus sedikit tidak masalah lah ya. Lagipula ini juga pertama kalinya Dewangga menginjakkan kaki di bakerynya tentu pria itu tidak banyak tahu tentang bakerynya. Kalau nanti Dewangga kesasar ke kamarnya bagaimana?Kalau Nasha senang-senang saja. Tidak tahu kalau Satria akan mengamuk nantinya."Iya."Aneh sekali si Dewangga ini. Seingat Nasha saat masih SMP yang tentunya saat Dewangga, Satria and the genk masih kuliah, Dewangga itu tidak seserius ini. Ini kenapa Dewangga jadi serius sekali?"Eh, Cil, astaga, udah gede aja nih anak. Lo apa kabar, Cil?"Nasha mendengus begitu sampai di roof top. Tadi saat teman-teman Satria datang dia masih sibuk

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-02
  • Housemate   Nasha si Bodoh

    "kamu tahu, Nas apa yang barusan kamu lakukan itu termasuk pelecehan seksual."Senyum Nasha luntur. Raut wajahnya berubah jadi bingung. Dahinya berkerut-kerut. Sedangkan sosok didepannya masih memasang raut wajah datar."Loh, emang iya?" tanya Nasha pura-pura bodoh.Dewangga mendengus dan menurunkan tangan Nasha yang sedari tadi nyaman hinggap di dadanya. Heran. Nasha ini lulus sekolah karena nilainya bagus atau karena uang orangtuanya? Dewangga curiga ijazah Nasha hasil dari menyogok."Iya. Kamu nggak seharusnya melakukan skinship seperti tadi ke sembarang orang."Mengangguk paham Nasha kembali tersenyum lebar dan dengan tidak ada rasa kapok Nasha kembali mengusap dada bidang Dewangga."Kamu dulu juga pernah loh kayak gitu ke aku. Pas dari bazar. Pas itu aku masih kelas 2 SMA, aku masih 16 tahun, masih di bawah umur, Kak Dewa."Dewangga kicep. Cuma bisa pasrah. Tidak menyangka Nasha akan membalasnya dengan mudah."Jadi, ayo ki

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-21

Bab terbaru

  • Housemate   Night Attack

    Menginjakkan kaki di kediaman Tanubrata Nasha dibuat terheran-heran. Bunda dan pak Tanubrata terlihat bahagia sekali duduk menunggu di ruang tamu. Apa ada berita bagus?Bisa jadi eforia pertunangan Januar yang masih terasa. Mungkin mereka berdua merasa senang karena Januar akan segera menikah. Bisa jadi sih."Nah, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," sambut Januar dengan gembira. Bunda dan pak Tanubrata yang sedang duduk di ruang tamu juga ikut tersenyum.Nasha berpikir apa dia ini habis pulang dari membela negara? Kenapa mereka terlihat riang sekali menyambutnya?"Bunda sama Papa apa kabar?" Nasha mencium pipi Bundanya dan mengangguk singkat pada pak Tanubrata."Baik, Nas. Makin baik begitu dapat kabar gembira nih."Kabar baik? Nasha melirik Januar yang juga tampak tersenyum cerah. Pernikahan Januar memang sudah direncanakan sejak pertunangannya digelar. Kenapa senangnya baru sekarang?"Bang Janu udah nemu tanggal nikahnya ya?

  • Housemate   Dilema

    Berpikir keras adalah hal yang dilakukan Satria sejak Nasha memberitahunya kalau dia diundang ke kediaman Tanubrata. Bingung dan gugup. Dia sedang memikirkan apa yang harus dia katakan nanti.Tak jauh dari Satria ada Nasha yang sibuk bermain dengan adonan sambil sesekali menatap aneh pada Satria. Satria jarang terlihat seperti itu.Terakhir dia melihat ekspresi itu saat Satria hendak wawancara kerja di salah satu kantor notaris. Lalu sekarang ekspresi itu muncul lagi. Membuat otak Nasha berpikir yang tidak-tidak.Tidak mau terus berpikir ngawur Nasha langsung menghampiri Satria begitu adonannya masuk oven."Ekhem, Satria," panggil Nasha. "Kamu ada masalah ya di kantor?" lanjut Nasha begitu berhasil mendapat atensi Satria."Kenapa mikir gitu?" Satria sudah biasa dihadapkan pada masalah bukan? Dia malah tinggal satu atap dengan masalah."Mukamu kelihatan bingung gitu. Jasa notaris kamu sepi job ya? Apa mau gulung tikar?"Satria cuma bis

  • Housemate   Lah, Kok Ngamok?

    "Bang," sapa Nasha sambil sedikit menunduk. Kesopanan."Kamu belum jawab pertanyaan saya," balas Agarish dingin."Tadi itu nggak sengaja kok. Bang Janu bantuin aku." Hawa panas di sekeliling Nasha sekarang bertambah panas."Kalau nggak bisa bawa sendiri ajak karyawan. Jangan sok-sokan bawa sendiri."Apakah itu tadi? Perhatian atau ejekan? Nasha sampai tidak bisa berword-word lagi. Agarish langsung pergi setelahnya. Sumpah. Nasha tidak mengerti dengan semua yang berhubungan dengan Agarish."Mbak, ojek, Mbak?" tawar seorang tukang ojek.Karena sedang melamun dan salah tangkap ucapan tukang ojek tadi Nasha malah balas marah-marah, "Enak aja. Saya ini bukan tukang ojek."Bapak ojek yang tak tahu apapun jadi bingung. Dia ini sedang menawarkan jasa ojeknya. Bukan sedang bertanya apakah Nasha ini tukang ojek apa bukan."Dasar anak jaman sekarang," gumam Bapak Ojek.Meskipun hanya bergumam, tapi Nasha bisa mendengarnya dengan je

  • Housemate   Tidak Diharapkan

    Pulang dengan dicarikan kendaraan oleh 'mas future' membuat Nasha sudah senang sekali. Apalagi kalau Dewangga sendiri yang mengantar. Pasti hati Nasha sudah 'berflower-flower'."Mbak, aduh, mikirin apa sih," tegur Jihan setengah kesal."Iya-iya maaf. Kenapa?""Ini pesanannya gimana? Jadi siapa yang ngantar?""Gue aja, Han. Gue mau sekalian cuci mata. Lo bagian jaga warung. Oke?" Tanpa menunggu persetujuan Jihan Nasha langsung ngibrit mencari tasnya.Dia dapat pesanan beberapa kotak kue dari sebuah perusahaan. Katanya sih untuk rapat. Di perusahaan itu pasti banyak cowok-cowok cakep kan?"Nanti kalau yang nyariin bilang aja kalo gue baliknya agak maleman ya," pesan Nasha."Itu mau nganter pesanan apa mau mangkal, Mbak? Lama amat. Perasaan sejam udah balik kesini lagi deh," protes Jihan.Sayangnya Nasha bodo amat. Memang tujuan utamanya bukan hanya sekedar mengantar pesanan."Permisi, saya dadi Aqila bakery. Ini pesanannya

  • Housemate   Mas Future

    "Mau bimbingan skripsi?"Nasha terkejut. Ternyata bukan Dewangga. Ya Tuhan! Jadi dia dikibulin sama mahasiswa tadi? Astaga."Eh, bu-bukan, Pak. Ekhem, saya, saya cari Mas Dewangga." Nasha sampai tergagap saat menjelaskannya. Pria itu kelihatan dingin sekali. Tatapannya juga sangat tidak bersahabat."Oh, cari Dewangga. Kamu bukan anak sini?" Otomatis Nasha menggeleng kuat-kuat. "Masuk saja dulu. Dewangga masih ada kelas."Ternyata itu betulan ruangan Dewangga. Baru saja Nasha ingin bersumpah ingin mencari mahasiswi yang tadi karena membohonginya. Tapi tidak jadi. Itu memang ruangan Dewangga. Hanya saja Dewangga masih ada kelas."Masih berapa lama lagi ya, Pak?" tanya Nasha. Merasa awkward. Begitu dia masuk dan duduk di salah satu kursi belum ada lagi percakapan."Sebentar lagi. Mungkin 10 menit lagi. Kamu tunggu saja ya," jawabnya ramah. Ini membagongkan. Maksudnya membingungkan. Tadi pria itu bersikap kaku, tapi sekarang tersenyum manis seka

  • Housemate   Nasha Bertamu

    "Kamu? Kamu ngapain disini?" tanya Nasha dengan sinis pada salah seorang pelanggan. "Mau beli kue, Mbak. Disini jualan kue 'kan?" balas pelanggan tersebut. "Enggak. Saya jualan minyak goreng." Nada ketus Nasha membuat pelanggan tadi menggaruk tengkuknya. Bingung. Dia ini datang membawa rejeki, loh! Kenapa diketusin? "Mbak, jangan ngadi-ngadi ya. Entar rating bakery kita turun," peringat Jihan sambil berbisik. Merasa sungkan pada pelanggan tersebut. "Cari kue apa, Mbak? Biar saya siapin." Jihan beralih pada wanita berpakaian modis dihadapannya. Pelanggan adalah raja."Ekhem, emm, saya agak bingung sih kue apa. Boleh minta saran?" Nasha masih memasang muka judes. Bersedekap dada mengawasi gerak-gerik Jihan dan pelanggan tersebut. Sedangkan Jihan agak bingung. Kue macam apa yang diinginkan pelanggannya itu. "Kue buat acara apa ya, Mbak? Buat ngemil santai, hantaran, acara besar atau apa?"

  • Housemate   Bencana Baru Akan Datang

    "Masuk." Agarish menyingkir dari pintu. Memberi akses masuk untuk Januar dan Nasha. Tatap tajamnya pada Nasha tak berkurang sedikitpun bahkan sampai makan malam disajikan. "Nasha sekarang masih pacaran sama Bian?" tanya Pak Tanubrata pada Nasha. Setelah sebelumnya menyampaikan kabar yang menggembirakan yaitu pertunangan Januar yang akan digelar dalam waktu dekat. "Udah enggak, Pa." Ya kali dia masih mau pacaran sama Bian yang sudah tertangkap basah grepe-grepean sama perempuan lain dan lanjut nge-room sama perempuan yang sama juga. "Nanti bisa dong kenalan sama anak kenalan papa. Nanti pas Janu tunangan kamu kenalan sama dia ya."Nasha tersedak. Akan dikenalkan pada seorang laki-laki yang mana anak dari teman pak Tanubrata. Man, itu bukan kabar baik. Nasha yakin pak Tanubrata akan menggiringnya dan si lelaki itu ke arah yang lebih serius. Kalau Nasha hanya mempermainkan lelaki itu bisa tamat riwayatnya. Citra pak Tanubrata bisa

  • Housemate   Datang Bukan Berarti Pulang

    "Eh, sorry," ucap Nasha sungkan saat bahunya tak sengaja menyenggol lengan seseorang. Bukan main senggolannya. Dirinya sendiri yang menyenggol malah dirinya sendiri yang hampir terjatuh. "Sekali lagi maaf ya," ulang Nasha. Begitu kepalanya mendongak bisa dia lihat Januar tersenyum manis padanya. "Santai, Nas." Nasha tersenyum canggung. Tidak tahu kalau yang pria itu adalah Januar. "Abang lagi cari apa?" tanya Nasha basa-basi. Tidak enak kalau nyelonong begitu saja. "Cari kopi buat di kantor. Kopi yang dibeli OB nggak cocok buatku." Oke, Nasha tahu. Meskipun jangka waktu mereka tinggal bersama tidaklah lama, tapi Nasha tahu kalau Januar tidak suka kopi sachetan. Dia lebih suka kopinya bapak-bapak alias kopi hitam yang biasanya dibungkus plastik bening. "Kamu belanja banyak, Nas?" Januar melirik sekilas keranjang merah yang dibawa Nasha. "Iya, ini beli sabun sama shampo." Nasha mana pernah

  • Housemate   Ajeng Terkamjagiya

    Nasha merasa aneh dengan Satria yang menungguinya mencuci peralatan makan sambil menatapnya tajam. Pertanyaan yang dilemparnya tadi saat Satria kembali usai mengantar Dewangga belum juga mendapatkan jawaban.Oh my God! Gerakan tangan Nasha yang tengah membilas piring terhenti. Dia lupa tidak menanyakan nomor WhatsApp Dewangga. Ck, Nasha sudah semakin tua saja."Kenapa?" "Tadi kamu ngerjain Dewangga 'kan?" Bola mata Nasha seakan mau keluar. Tuduhan macam apa itu? Hei! Sejak kapan Nasha pernah mengerjai cowok ganteng seperti Dewangga. "Ngerjain apa sih, Sat," sanggah Nasha. Satria ngadi-ngadi. "Ck, jangan ngeles ya, Nas. Kalau kamu nggak ngerjain dia nggak mungkin dia buru-buru pergi." Satria memandang Nasha dengan senyuman miringnya. "Nggak percaya ya udah." Nasha membalas dengan santai lalu melenggang pergi begitu saja. Ini pasti Satria sedang melakukan wisata masa lalu saat Nasha

DMCA.com Protection Status