"Pa ayo berangkat." Ajak Naya ketika mereka sudah sarapan.
"Kemana Kak?" Tanya Reina pada Naya.
"Jalan-jalan kita Dek, kamu mau ikut?" Tanya Naya yang diangguki Reina.
"Papa kita mau jalan-jalan? Jalan-jalan kemana?" Tanya Reina mendongakkan kepalanya menatap Rama.
"Ke Bogor." Ceplos Rama yang membuat Naya menoleh dan menatap tajam Rama.
"Loh kok ke Bogor? Surabaya Pa, Surabaya!" Gemas Naya yang hanya dijawab dengan alis yang menukik oleh Rama. Bella tak ambil suara, karena ini akan menjadi perdebatan sengit antara Naya dan Rama.
"Kan Papa semalem gak bilang mau ke Surabaya. Coba kamu inget-inget lagi semalem Papa bilang apa?" Naya mencoba mengingat apa yang dikatakan oleh Rama semalam. Dia menggelengkan kepalanya ketika mengingat apa yang dikatakan oleh papanya. "Udah inget? Nah kemon kita berangkat sekarang." Tanya Rama yang tak diindahkan oleh Naya.
"Tapi Pa, kan semalem kita bahasnya Surabaya bukan Bogor. Papa gimana sih? Mama jug
Tiga hari sudah Doni berada di Surabaya. Naya sudah mencak-mencak karena merindukan sosok Doni yang selalu memanjakannya. Perdebatan hari kemarin tentang arah tujuan mereka akhirnya benar-benar membawa mereka menuju ke Bogor, bukan ke Surabaya. Disepanjang perjalanan, Naya menekuk wajahnya karena merasa telah dibohongi oleh orangtuanya. Reina dan Reino yang tidak mengetahui apa-apa hanya bisa diam tanpa banyak berkomentar, ketika melihat suasana di dalam mobil semakin mencekam. “Ma, kenapa kita ke Bogor tiba-tiba? Apa Mbah sakit disana?” Tanya Reino ketika melihat wajah sendu Naya sedari berangkat mengganggu penglihatannya. “Enggak Bang, Mbah gak sakit kok. Kenapa emangnya?” Tanya Bella pada putranya. “Kok tapi tiba-tiba aja sih?” Reino kini mendongak menatap kakaknya yang menatap kosong ke arah jendela mobil. “Kakak kenapa?” Tanya Reino sambil menggenggam tangan kakaknya. “Gak apa-apa kok.” Jawabnya singkat. “Gak apa-apa? Kok mukanya sedih?” Naya menyuguhkan senyumnya ketika waj
"Oh gitu? Cuma istri aja yang dikabarin?" Tanya Naya dengan tak santainya sambil menatap garang Doni. Doni tak terusik meskipun wajah Naya sudah tak bersahabat. Pak Man bisa apa selain diam selama perdebatan berlangsung antara Doni dan Naya—sepasang kekasih yang tak pernah akur jika sedang bersama, tapi jika terpisah jarak mereka akan saling merindukan satu sama lain. "Iya lah, cuma istri dan anak." Ucap Doni dengan melakukan penekanan dari setiap katanya. "Oke kita end." Ucap Naya sambil memalingkan wajah lalu menghentakkan kaki masuk ke dalam rumah. Doni dan Pak Man hanya menggelengkan kepalanya melihat Naya yang sedang merajuk. Doni menoleh menatap Pak Man yang sudah bersiap di balik kemudinya. "Pak Man mau pulang sekarang?" Pak Man mengangguk dan tersenyum. "Iya Pak, saya pulang dulu. Selamat malam dan istirahat Pak Doni." Doni mengangguk lalu Pak Man melajukan mobilnya. Doni lalu masuk ke dalam rumah Rama dengan langkah santainya. Doni membiarkan Naya yang merajuk padanya, k
“Kenapa sih Nay kok merengut bae dari tadi?” Tanya Risma ketika Naya sudah duduk dan memangku tangan dengan wajah kecut. “Sebel sama Om Doni, gak peka!” Sungutnya yang mendapat gelengan kepala dari Risma. “Bukannya Om Doni udah balik dari Surabaya?” Naya mengangguk membenarkannya, “Terus?” Tanya Risma penasaran, apa yang membuat Naya kali ini merajuk sampai menyebut Doni tidak peka dengan keadaan. “Dateng malem banget, kalau gak gue telepon juga Om Doni gak bakalan telepon gue. Udah gitu pagi-pagi banget udah heboh mau pulang karena katanya mau ada meeting, terus berkasnya Om Doni yang megang.” Urai Naya yang masih belum dimengerti oleh Risma. “Oalah begitu, terus masalahnya dimana?” Risma mengutarakan ketidaktahuannya. “Masalahnya gue masih kangen.” Ucap Naya yang membuat Risma terbahak dan menjadi perhatian tersendiri oleh Bagas yang baru saja tiba memasuki kelas. “Eh kayaknya ada yang seru nih, ada apa sih?” Tanya Bagas yang langsung duduk lalu menghadap ke belakang. “Kepo.”
“Anak gue bisa sebrutal itu pas kangen sama lu? Gak mungkin banget.” Ucap Rama namun dalam hatinya membenarkannya. ‘Iya juga sih, waktu mau ke Surabaya diganti arah ke Bogor aja ngamuknya bukan main.’ “Pesona gue kan kuat banget Ram, masa iya harus gue jelasin secinta apa anak lu ke gue?” Ceplos Doni yang membuat Rama langsung menoleh cepat dan menatap penuh tanya. “Secinta itu? Maksud lu bagaimana?” Tanyanya penuh penasaran. “Lu tau kan kalau Naya ngintilin gue terus dan gak bisa lepas sejak kecil. Masa iya gak paham-paham juga.” Doni mencoba untuk membelokkan arah perbincangan mereka. “Iya sih emang bener akhir-akhir ini Naya kayanya ketergantungan banget sama lu.” Doni menghembuskan napas leganya ketika Rama mempercayai ucapannya. Jauh dalam lubuk hatinya bergumam, ‘maaf bro gue bohongin lu, abis Naya minta sembunyi-sembunyi sih pacarannya.’ “Kan sekarang udah paham kan?” Rama mengangguk lalu menoleh ke arah pintu ketika mendengar suara ketukan. “Tuh kayanya dateng Don.” Doni i
Rama yang kembali mengingat kisah cintanya dengan Bella di masa lampau hanya bisa menggelengkan kepala. Kisahnya begitu rumit, terlalu banyak rintangan yang menghampiri kisah cintanya dengan Bella. Cara meyakinkan Bella pun sangat amat sulit didapatkannya. Bagaimana tidak, Bella dahulunya adalah kekasih seorang lelaki pekerja keras dan akan melangsungkan pernikahannya. Namun nahas kisah cinta mereka harus terhenti ketika Saddam, kekasih Bella meninggal dunia karena menyelamatkan anak kecil yang mengejar bola ketika bermain di pantai.Bella mati-matian mewaraskan dirinya ketika mendapati kenyataan tersebut. Berat, sangat berat untuknya ketika akan melangsungkan pernikahan namun harus terjadi musibah untuk kisah cintanya. Bella hampir hilang akal, hari-harinya tak berjalan seperti biasanya. Semua terasa amat sangat menyedihkan untuknya.Sampai tibalah Naya yang bisa membuatnya bangkit dan kuat, serta tentunya dibantu oleh Rama. Perlahan Bella mulai menerima takdir hidupn
Setelah seharian penuh drama masa lalu menghantui, Rama dan Doni akhirnya pulang dengan wajah lelahnya. Naya dan Bella yang menyambut kedatangan mereka di depan pintu saling pandang, wajah mereka berdua sangat lelah dan beda dari biasanya. Apakah pekerjaan hari ini sangat menguras tenaga batin Bella."Mas...." Sambut Bella dengan senyum terkembang ketika Rama mengulurkan tangan kanannya."Assalamu'alaikum." Salam keduanya yang dijawab oleh Bella dan Naya bersamaan."Mas capek banget ya?" Rama mengangguk lalu menoleh sekilas pada putrinya yang meraih tangannya."Rama abis ngamuk Bel." Bisik Doni ketika Rama mengusap puncak kepala putrinya."Oh pantesan." Sahut Bella lirih lalu menggenggam tangan Rama yang akan memasuki rumah."Om..." Panggil Naya yang membuat Doni menoleh."Kenapa Yang?" Tanya Doni yang melihat wajah bingung Naya."Papa kenapa?" Tanya Naya yang membuat Doni tersenyum karena Naya selalu peka dengan mood Rama.
Naya menatap heran papanya yang keluar dari kamar Doni seorang diri, sepertinya Rama gagal membawa Doni untuk bergabung dengan mereka, batin Naya. Alisnya menukik ketika Rama menatapnya dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan. Tak biasanya Rama menatap Naya seperti itu, sehingga Naya dibuat kebingungan. “Ada apa Pa?” Tanya Naya ketika tatapan Rama makin sendu.“Om Doni tiba-tiba mau ke Bandung besok. Kamu tau kenapa Om Doni tiba-tiba mau ke Bandung Kak?” Tubuh Naya seketika menegang mendengar itu, sore tadi memang mereka sedang memperdebatkan perihal Fika—sekretaris Bu Ajeng pada zaman dahulu kala.“Enggak tau Pa, emang Papa gak nanya kenapa Om Doni mau ke Bandung tiba-tiba?” Tanya Naya mencoba untuk terlihat biasa saja agar tak menimbulkan kecurigaan Rama.“Papa udah nanya, cuma katanya emang mau ke sana aja. Soalnya tadi Om Doni abis ngamuk di kantor. Mungkin dia butuh penenang, dia kan suka suasana Bandung yang
"Iya heran lah Om, Om kan biasanya gak pernah naik pesawat kalau lagi pergi." Ucap Naya sewot. "Pernah tuh, kalau ke luar kota kan selalu naik pesawat." Kilah Doni. "Iya tapi kan yang jauh Om!" Sentak Naya yang tak mau kalah. "Bandung luar kota bukan?" Tanya Doni. "Iya luar kota lah." "Nah itu tau kan kalau Bandung luar kota, yang namanya luar kota mah udah pasti jauh kan? Terus masalahnya dimana?" Naya mendengkus kesal lalu ingin beranjak dari ranjang Doni namun dicekal oleh Doni. "Mau kemana?" Tanya Doni dengan tangan masih mencekal tangan Naya. "Mau bobok, udah malem. Om kan juga mau istirahat besok ke luar kota." Ucap Naya tak santai. "Kamu marah?" Tanya Doni ketika menyadari wajah Naya berubah merah padam karena marah. "Enggak!" Naya mencoba melepas cekalan Doni. "Kamu marah?" Tanya Doni lagi sampai Naya mau mengakui kemarahannya. "Enggak Om." Kilah Naya yang berhasil membuat Doni menutup la
Naya yang baru pulang dari kampus langsung membanting pintu kamarnya hingga menimbulkan suara bising. Bella yang mendengar itu terjengkit kaget dan mencari sumber suara. “Suara apa itu tadi?” Si kembar yang mendengar gumaman ibunya langsung menaikkan bahu mereka. “Gak tau Ma, kita liat yok bareng-bareng.” Ajak Reino yang sudah berdiri dan menggandeng tangan Bella. “Aku takut Bang.” Ucap Reina yang memang sangat takut mendengar suara-suara yang tak seperti biasanya. “Tenang ada Abang.” Ucap Reino seolah bisa mengatasi itu semua, karena Rama selalu berpesan jika Reino sebagai laki-laki harus melindungi perempuan-perempuan yang berada di rumah. “Abang aja kecil mana bisa diandelin.” Bella menggelengkan kepalanya mendengar perdebatan mereka berdua. “Udah-udah ayo kita liat bareng-bareng aja.” Lerai Bella yang disetujui oleh kedua anaknya. Mereka keluar dari kamar utama Bella dan Rama dan menatap sekeliling, Reina dan Reino menoleh ke sebelah kiri. Bella menoleh ke sebelah kanan dan
“Lu kenapa dah Nay? Perasaan abis liburan kenapa jadi manyun begitu?” Tanya Risma yang tidak mengetahui permasalahan Naya. “Lu makanya ikut kalo diajak tuh, gue pusing Ris, pusing~” ucapnya mendayu yang membuat Risma terbahak. Kemarin memang Risma tidak ikut serta ketika Naya, kakek dan neneknya pergi ke Bogor karena menemani Yuni—ibunya Risma sakit. “Pusing apa nyanyi lu? Kocak dasar. Ada apaan? Lu gak cerita.” Naya hanya memutar bola matanya jengah mendengar serentetan pertanyaan dari Risma. “Panjang ceritanya Ris, intinya gue disuruh nikah sama Akung sama Uti.” Risma langsung ternganga lebar mendengar ucapan Naya. “Yang bener aja kenapa sih Nay, jangan bercanda. Lagian Akung sama Uti kenapa jadi frontal begini? Terus lu udah bilang sama Om Doni belum?” Naya hanya mengangguk lemas mendengar pertanyaan Risma. “Terus reaksi Om Doni apa? Masa iya Om Doni diem aja.” Sungut Risma yang ikut gemas dengan kisah cinta sahabatnya itu. “Om Doni mah terserah gue katanya.” Ucap Naya yang me
“Yang penting sama kamu nikahnya Om ikhlas.” Ucap Doni sambil menaik turunkan alisnya.“Kalau aku gak mau?” Tanya Naya menggoda Doni.“Ya Om paksa, enak aja udah ditungguin sampek tua masa iya gak mau nikah sama Om.” Ucap Doni sambil mengedipkan sebelah matanya.“Ngeri amat Om maksa-maksa, mau dong dipaksa-paksa.” Ucapnya lalu terbahak heboh yang membuat Doni menggelengkan kepalanya.TokTok“Kak, udah ada Akung sama Uti tuh di luar. Kamu mau keluar kapan?” Ucap Bella setelah mengetuk pintu kamar Naya.“Iya Ma, ini mau keluar kok.” Jawab Naya lalu mulai beranjak dan mengapit lengan Doni agar keluar bersama.“Oke kalau begitu Mama tinggal ke bawah duluan ya.”“Iya Ma.” Naya lalu mendongak menatap Doni seolah meminta persetujuan untuk pergi hari ini. “Om~” Doni yang mengerti maksud Naya langsung mengangguk.&l
“Jadi Kak mau jalan-jalan sama Akungnya?” Tanya Rama ketika melihat putrinya yang sudah bersiap akan berangkat bersama kakek dan neneknya. Naya tetap berangkat ke Bogor untuk memikirkan semuanya, tak ada jawaban untuk permintaan Dimas semalam. Pikirannya sedang kalut karena penjelasan Doni lalu ditambah dengan permintaan dan restu dari kakek dan neneknya.“Jadi Pa, paling minggu pagi udah sampek rumah lagi kok. Aku sedikit pusing pengen hirup udara segar di luar dulu. Boleh kan Pa?” Tanya Naya dengan mata berembun. Rama bisa apa selain mengizinkan putrinya jika sudah begini. Toh perginya sama Akung dan Utinya batin Rama.“Tapi nanti berkabar ya kalau udah sampai lokasinya Kak. Kamu harus video call Papa, oke?” Naya mengangguk mengerti yang membuat Rama lega.“Yaudah kalau begitu aku rapi-rapi dulu Pa, mau telepon Risma juga soalnya.” Rama mengangguk lalu keluar dari kamar Naya.“Seenggaknya ada info da
Naya menuruni undakan tangga dengan tergesa karena penasaran dengan siapa yang berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya ketika malam hari. Sesampainya di lantai bawah, Naya meluruhkan bahunya seolah lega dan sedikit kesal melihat siapa yang datang. Tanpa melihat wajahnyapun Naya sudah hafal di luar kepala dengan perawakan Doni meskipun dari belakang. Naya berjalan dengan santai cenderung malas menghampiri Doni, sedangkan Doni yang mendengar suara derap langkah langsung menoleh cepat.“Sayang~” panggil Doni ketika Naya akan berbalik arah mengurungkan niatnya untuk menghampiri Doni. Naya terpaksa menghentikan langkahnya ketika mendengar panggilan Doni. “Kenapa balik lagi?” Tanya Doni lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri Naya.Naya menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Doni. “Gak apa-apa, emang kenapa kalau aku balik lagi? Ada masalah buat Om?” Doni menghirup udara lebih banyak untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja hingg
“Mas, kamu malah di sini ngobrol sama Mas Doni. Aku dari tadi nungguin kamu biar bisa nego sama Ibu sama Ayah juga, malah asik sendiri. Itu Naya bagaimana besok~?” Tanya Bella dengan mendayu sekaligus gemas dengan suaminya yang sedari tadi ditunggunya tak kunjung tiba.“Ini Mas juga lagi usaha sayang, kamu mah sabar dulu kek. Sekarang Ayah sama Ibu udah pulang belum?” Rama menghampiri istrinya yang masih berdiri di ambang pintu kamar Doni.“Udah lah, orang nungguin kamu juga gak keluar-keluar.” Sungut Bella lalu menatap nanar ke arah Doni. “Mas Doni tolong bujuk Naya ya, dia kenapa sih Mas kok tiba-tiba mau pergi sama Ibu, Ayah, lama pula. Gak biasanya begini, Mas Doni tau gak kira-kira?” Bella berharap Doni menjawab ‘Iya Bel aku tau’ namun Doni hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.“Keluar dulu yuk Yang, kita ke kamar Naya aja. Kita tanya langsung ke anaknya.” Ajak Rama yang langsung di
Doni tampak memutar otak untuk memberi penjelasan pada Naya. Jika Naya sudah bersama Anita dan Dimas, maka bisa dipastikan semuanya tak akan baik-baik saja untuk Doni. Apalagi Dimas sudah mengatakan akan mengajak Naya pergi dan entah kemana arahnya, semakin membuat Doni sulit untuk menjelaskan tentang Sefa—anak dari Pak Ryan yang membuat huru-hara pada hari itu. Doni meraih ponselnya dan bersiap akan menuliskan pesan untuk Naya, namun setelah banyak pertimbangan Doni urungkan niatnya.Doni merasa lebih tepat sasaran jika dibicarakan langsung daripada melalui pesan, yang tak jarang malah menimbulkan permasalahan baru. Bukannya meredakan masalah, terkadang pesan yang dikirimkan malah bisa membuat masalah baru muncul karena membacanya dengan emosi. Doni merebahkan diri sejenak karena memang tubuhnya sangat lelah setelah seharian bekerja, rencananya yang akan ke Bandung-pun sudah tak dipikirkannya karena sibuk memikirkan untuk menjelaskan perkara anak Pak Ryan pada Na
TokTokTok"Kamu kenapa Kak?" Tanya Bella setelah mengetuk pintu kamar Naya. Naya dengan cepat menghapus air matanya ketika mendengar suara Bella dan ketukan pada pintu kamarnya. "Kak.... Kakak...." Panggil Bella lagi ketika tidak mendapat sahutan dari dalam."Iya Ma." Naya mencoba menetralkan napasnya dan memasang senyum manisnya ketika akan membuka pintu kamar."Kok lama banget sih?" Bella memindai Naya dari atas hingga kebawah. Tampilannya masih sama, hanya terlihat berbeda ketika menatap wajah sendu Naya yang ditutupi oleh senyumnya. Wajah Naya terlihat sembab dan memerah karena menangis. Bella membingkai wajah Naya lalu memeluknya. "Ada apa Kak?" Tanya Bella setelah mereka berpelukan agak lama."Aku gak apa-apa Ma. Mama ada apa ke sini?" Bella menguraikan pelukannya lalu menggelengkan kepalanya."Jangan bohongi Mama, kamu gak pinter bohong Kak. Ada apa?" Bella kembali menatap intens pada netra Naya."Mama sore-sore ada ap
Doni benar-benar menepati janjinya pada Naya, yaitu mengantarkannya ke toko buku agar bisa mengerjakan tugasnya nanti. Setelahnya Doni mengajak mereka untuk makan siang lebih dulu sebelum kembali melakukan aktifitasnya di kantor. Rama sebenarnya tidak mempermasalahkan Doni jika tak kembali ke kantor, karena Rama tahu kemana arah tujuan Doni, menjemput putri kecilnya yang kini mulai beranjak dewasa."Agak telat ya Ram." Ucap Doni ketika menghubungi Rama setelah menyelesaikan makan siangnya."Iya santai aja, yang penting anak-anak gak rewel." Ucap Rama yang memang merasa ketidak pergian Doni hari ini adalah hasil kerja keras Naya yang merayu Doni."Bentar ini masih pada makan, abis ini gue balik ke kantor." Rama mengiyakan ucapan Doni setelahnya panggilan berakhir.Naya dan Risma yang sudah selesai makan siang akhirnya diantar pulang oleh Doni. Naya sebenarnya tak rela jika Doni harus kembali ke kantor, namun dia juga harus segera mengerjakan tugas